Halaman ini berisi artikel tentang bahasa yang menjadi akar dari bahasa Indonesia dan bahasa Melayu Malaysia. Untuk bentuk bakunya di Malaysia, lihat Bahasa Melayu Malaysia. Untuk bentuk bakunya di Indonesia, lihat Bahasa Indonesia.
Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman iniKlasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
Beberapa rumpun bahasa dimasukkan sebagai cabang dari dua rumpun bahasa yang berbeda. Untuk lebih lanjutnya, silakan lihat pembagian dari sub-rumpun Melayu-Sumbawa dan Kalimantan Utara Raya
Semua manusia dilahirkan bebas dan sama rata dari segi maruah dan hak-hak. Mereka mempunyai pemikiran dan perasaan hati dan hendaklah bertindak di antara satu sama lain dengan semangat persaudaraan.
Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan.
Timor Leste, tempat bahasa Indonesia sebagai bahasa kerja
Thailand Selatan dan Kepulauan Cocos, tempat ragam bahasa Melayu lain dituturkan
Peta negara-negara Malayofon, yakni negara yang menuturkan bahasa Melayu (termasuk bahasa Melayu Malaysia dan bahasa Indonesia) serta beberapa wilayah diluar Malayofon yang memiliki persebaran bahasa Melayu di wilayahnya.
Sebagai bahasa resmi
Sebagai bahasa Minoritas ataupun bahasa yang dituturkan dalam lingkup tertentu
^Istilah "Melayu-Indonesia"[1] atau "Malay-Indonesian" dalam bahasa Inggris[2] sering digunakan dalam literatur linguistik ketika membahas struktur atau sejarah bahasa.
Cari artikel bahasaCari berdasarkan kode ISO 639 (Uji coba)Kolom pencarian ini hanya didukung oleh beberapa antarmuka
Halaman bahasa acak
Bahasa Melayu (pelafalan dalam bahasa Indonesia:[bahasaməlaju]; Jawi: بهاس ملايو, Rejang: ꤷꥁꤼ ꤸꥍꤾꤿꥈ) merupakan sebuah bahasa dalam rumpun bahasa Austronesia yang dituturkan terutama di Asia Tenggara Maritim. Bahasa ini memiliki sekitar 290 juta penutur (dengan 30 juta sebagai "bahasa Melayu" dan 260 juta sebagai "bahasa Indonesia")[17] di seluruh dunia. Bahasa ini menjadi bahasa kebangsaan dan bahasa resmi di Malaysia (juga dikenal sebagai bahasa Malaysia), Brunei Darussalam, Singapura, dan menjadi akar dari bahasa Indonesia yang merupakan bahasa resmi dan bahasa kebangsaan di Indonesia. Selain itu, bahasa Melayu tempatan merupakan salah satu bentuk bahasa daerah di Sumatra, Kalimantan, dan sebagai kreol di berbagai daerah di Indonesia dan bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa kerja di Timor Leste (bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa kerja selain bahasa Inggris). Penggunaan istilah "bahasa Melayu" di Indonesia pada umumnya merujuk pada dialek bahasa Melayu yang merupakan bahasa daerah di Indonesia.
Bahasa Melayu Klasik, secara spesifiknya bahasa istana (atau dikenal sebagai Court Malay dalam bahasa Inggris) adalah bahasa baku sastra yang bersusur galur dari Kesultanan Melaka dan Johor-Riau (sekarang Johor (Malaysia) dan Kepulauan Riau (Indonesia)). Oleh sebab itu, bahasa tersebut juga dikenal sebagai bahasa Melayu Melaka, Johor, atau Riau (atau berbagai macam gabungan nama berdasarkan tiga tempat ini) untuk membedakannya dari anggota rumpun bahasa Melayik yang lain. Menurut Ethnologue 16, beberapa ragam Melayik dicantumkan sebagai bahasa terpisah, termasuk ragam bahasa Melayu Semenanjung yang dituturkan oleh orang Asli, yang terkait erat dengan bahasa Melayu Baku yang mungkin dianggap sebagai dialek-dialeknya. Terdapat juga bahasa dagang dan kreol Melayu yang didasarkan pada bahasa perantara yang bersusur galur dari bahasa Melayu Klasik.
Bahasa Melayu mempunyai banyak dialek dan setiap dialek mempunyai perbedaan kentara dari segi pengucapan dan kosakata. Misalnya, bahasa Melayu Riau berbeda dialek dengan bahasa Melayu Palembang, Padang, Jambi, dan Bengkulu. Melayu Riau menggunakan dialek "e" sedangkan bahasa Melayu Palembang, Padang, Jambi, dan Bengkulu menggunakan dialek "o". Selain itu, bahasa yang digunakan oleh masyarakat peranakan atau Tionghoa Selat (campuran pendatang Tionghoa dan penduduk asal) merupakan campuran antara Bahasa Melayu dan dialek Hokkien. Bahasa ini dahulunya banyak digunakan di negeri-negeri selat seperti Sumatera Utara (terutama di Medan), Riau, Pulau Pinang, dan Melaka. Walau bagaimanapun, kini kaum peranakan di Malaysia dan Singapura lebih gemar berbahasa Hokkien atau Inggris.
Definisi
Konsep bahasa Melayu tinggi merujuk kepada penggunaan bahasa Melayu dalam konteks wacana ilmiah dan berkaitan dengan peradaban. Bahasa Melayu tinggi sering dirujuk sebagai wahana untuk melahirkan gagasan dan wawasan yang berkaitan dengan keilmuan dan kebudayaan. Bahasa Melayu tinggi lazimnya digunakan dalam seminar, persidangan, atau kongres yang berkaitan dengan bahasa, budaya ataupun bidang ilmiah yang lain.
Bahasa Melayu baku pula adalah bahasa Melayu yang sempurna dari segi penggunaan aspek bahasanya, yaitu ejaan, tata bahasa, istilah, penggunaan kata, laras bahasa, dan pengucapan.
Asal-usul
Catatan tertulis pertama dalam bahasa Melayu ditemukan di pesisir tenggara Pulau Sumatra, di wilayah yang sekarang dianggap sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya. Istilah "Melayu" sendiri berasal dari Kerajaan Kerajaan Malayu awal yang bertempat di Jambi. Akibat penggunaannya yang luas, berbagai varian bahasa dan dialek Melayu berkembang di Nusantara.
Ada tiga teori yang dikemukakan tentang asal-usul penutur bahasa Melayu (atau bentuk awalnya sebagai anggota bahasa-bahasa Malayik).[19] Hudson (1970) melontarkan teori asal dari Kalimantan, berdasarkan kemiripan bahasa Malayik dengan bahasa Melayu Kuno, penuturnya yang hidup di pedalaman, dan sifat kosakata yang konservatif.[20] Kern (1888) beranggapan bahwa tanah asal penutur l dari Semenanjung Malaya dan menolak Kalimantan sebagai tanah asal. Teori ini sempat diterima cukup lama hingga akhirnya pada akhir abad ke-20 bukti-bukti linguistik dan sejarah menyangkal hal ini (Adelaar, 1988; Belwood, 1993).
Ahli sejarah bahasa Melayu umumnya setuju tentang tanah air asal dari bahasa Melayu berada di barat Kalimantan[21] hal ini kokoh dan tidak terbantahkan dengan landasan bahwa suatu bentuk yang dikenal sebagai bahasa Proto-Melayik dituturkan di Kalimantan setidaknya pada 2000 SM dan telah dikatakan bahasa leluhur bagi semua rumpun bahasa Melayik. Bahasa Melayu yang berasal dari Kalimantan ini kemudian menyebar ke Sumatera dan Semenanjung Malaysia dan berkembang. Leluhurnya, bahasa Melayu-Polinesia Purba yang berasal dari bahasa Austronesia Purba, mulai terpecah setidaknya pada tahun 2000 SM akibat orang-orang Austronesia menyebar dari pulau Taiwan ke selatan menuju Asia Tenggara Maritim.[22]
Bahasa Melayu termasuk dalam bahasa-bahasa Melayu Polinesia di bawah rumpun bahasa Austronesia. Menurut statistik penggunaan bahasa di dunia, penutur bahasa Melayu diperkirakan mencapai lebih dari 290 juta jiwa yang merupakan bahasa keempat dalam urutan jumlah penutur terpenting bagi bahasa-bahasa di dunia (jika jumlah penutur bahasa Indonesia dimasukkan).[23][24]
Sejarah bahasa Melayu dapat dibagi menjadi beberapa zaman: bahasa Melayu Purba, bahasa Melayu Kuno, Zaman Peralihan, Zaman Melaka (Bahasa Melayu Klasik), bahasa Melayu Modern Akhir, dan bahasa Melayu Modern. Sejarah penggunaan yang panjang ini tentu saja mengakibatkan perbedaan versi bahasa yang digunakan. Bahasa Melayu Kuno diyakini sebagai leluhur sebenarnya bahasa Melayu Klasik.[25] Walaupun demikian, tidak ada bukti bahwa bentuk-bentuk tersebut bahasa Melayu tersebut saling bersinambung. Selain itu, penggunaan yang meluas di berbagai tempat memunculkan berbagai dialek bahasa Melayu, baik karena penyebaran penduduk dan keterasingan wilayah, maupun melalui pengkreolan.
Bahasa Melayu Kuno dipengaruhi oleh bahasa Sanskerta, bahasa kesusastraan India Klasik, dan bahasa peribadatan agama Hindu dan Buddha. Kata pinjaman bahasa Sanskerta dapat ditemukan dalam perbendaharaan kata bahasa Melayu Kuno. Prasasti yang paling awal diketahui dalam bahasa Melayu Kuno ditemukan di Sumatra, yang berasal dari kira-kira abad ke-7 Masehi, tercantum pada beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya di bagian selatan Sumatra dan wangsa Syailendra di beberapa tempat di Jawa Tengah,[26] ditulis dalam ragam Pallawa dari aksara Grantha,[27] dan bertarikh 1 Mei 683. Prasasti itu dikenal sebagai Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan oleh pria Belanda, M. Batenburg, pada 29 November 1920 di Kedukan Bukit, Sumatera Selatan, di tepi Tatang, anak Sungai Musi. Ini adalah batu kecil berukuran 45 x 80 sentimeter (18 x 31 in).
Bukti lain adalah Undang-Undang Tanjung dalam huruf-huruf pasca-Pallawa.[28] Teks undang-undang pra-Islam abad ke-4 ini dihasilkan pada zaman Adityawarman (1345–1377) dari Dharmasraya, kerajaan Hindu-Buddha yang muncul setelah kekuasaan Sriwijaya di Sumatra berakhir. Undang-Undang itu berlaku untuk orang Minangkabau, yang saat ini masih tinggal di dataran tinggi Sumatra, Indonesia. Selanjutnya, bukti-bukti tertulis bermunculan di berbagai tempat, meskipun dokumen terbanyak kebanyakan mulai berasal dari abad ke-18.
Selepas masa Sriwijaya, catatan tertulis tentang dan dalam bahasa Melayu baru muncul semenjak masa Kesultanan Malaka (abad ke-15). Batu Prasasti Terengganu (Melayu: Batu Bersurat Terengganu; Jawi: باتو برسورت ترڠݢانو) adalah lempengan atau tiang batu tegak yang membawa prasasti dalam tulisan Jawi yang ditemukan di Terengganu, Malaysia merupakan bukti terawal prasasti bahasa Melayu Klasik. Prasasti itu bertarikh mungkin pada 702 H (berpadanan dengan 1303 M), merupakan salah satu bukti terawal tentang tulisan Jawi di dunia Melayu Asia Tenggara dan merupakan salah satu bukti tertua tentang kedatangan Islam sebagai agama negara di wilayah ini. Ini berisi permakluman yang dikeluarkan oleh penguasa Terengganu yang dikenal sebagai Seri Paduka Tuan, yang mendesak rakyatnya untuk memperluas dan menegakkan Islam serta menyediakan 10 hukum dasar syariat sebagai pedoman mereka.
Bahasa Melayu mulai digunakan secara meluas sebagai bahasa perantaraKesultanan Melaka (1402–1511). Selama zaman ini, bahasa Melayu berkembang pesat di bawah pengaruh kesusastraan Islam. Perkembangan itu mengubah sifat bahasa dengan penyerapan besar-besaran perbendaharaan kata bahasa Arab, Tamil, dan Sanskerta, yang disebut bahasa Melayu Klasik. Di bawah Kesultanan Melaka, bahasa itu berkembang menjadi suatu bentuk yang dapat dikenali oleh penutur bahasa Melayu Modern. Ketika istana berpindah untuk mendirikan Kesultanan Johor, istana terus menggunakan bahasa klasik. Bahasa itu menjadi begitu dikaitkan dengan Riau Belanda dan Johor Britania sehingga sering diandaikan bahwa bahasa Melayu Riau dekat dengan bahasa klasik. Walau bagaimanapun, tidak ada kaitan yang lebih erat antara bahasa Melayu Melaka yang digunakan di Riau dengan bahasa sehari-hari Riau.[29]
Laporan Portugis dari abad ke-16 menyebut-nyebut mengenai perlunya penguasaan bahasa Melayu untuk berurus niaga. Seiring dengan runtuhnya kekuasaan Portugis di Malaka, dan munculnya berbagai kesultanan di pesisir Semenanjung Malaya, Sumatra, Kalimantan, serta selatan Filipina, dokumen-dokumen tertulis di kertas dalam bahasa Melayu mulai ditemukan. Surat-menyurat antarpemimpin kerajaan pada abad ke-16 juga diketahui telah menggunakan bahasa Melayu. Karena bukan penutur asli bahasa Melayu, mereka menggunakan bahasa Melayu yang "disederhanakan" dan mengalami percampuran dengan bahasa setempat, yang lebih populer sebagai bahasa Melayu Pasar (Bazaar Malay). Tulisan pada masa ini telah menggunakan huruf Arab (kelak dikenal sebagai huruf Jawi) atau juga menggunakan huruf setempat, seperti hanacaraka.[26]
Surat-surat tertua yang ditulis dalam bahasa Melayu antara lain dari Sultan Abu Hayat dari Ternate, Kepulauan Maluku di Indonesia masa kini, bertarikh sekitar tahun 1521–1522. Teks itu ditujukan kepada raja Portugis, setelah hubungan dengan penjelajah Portugis Francisco Serrão.[30] Surat-surat itu menunjukkan tanda penggunaan bukan penutur jati. Orang Ternate menggunakan (dan masih menggunakan) bahasa Ternate, suatu rumpun bahasa Papua Barat sebagai bahasa pertama mereka. Bahasa Melayu digunakan semata-mata sebagai bahasa perantara untuk komunikasi antaretnik.[30]
Rintisan ke arah bahasa Melayu Modern dimulai ketika Raja Ali Haji, sastrawan istana dari Kesultanan Riau Lingga, secara sistematis menyusun kamus ekabahasa bahasa Melayu (Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama) pada pertengahan abad ke-19. Perkembangan berikutnya terjadi ketika sarjana-sarjana Eropa (khususnya Belanda dan Inggris) mulai mempelajari bahasa ini secara sistematis karena menganggap penting menggunakannya dalam urusan administrasi. Hal ini terjadi pada paruh kedua abad ke-19. Bahasa Melayu Modern dicirikan dengan penggunaan alfabet Latin dan masuknya banyak kata-kata Eropa. Pengajaran bahasa Melayu di sekolah-sekolah sejak awal abad ke-20 semakin membuat populer bahasa ini.
Di Indonesia, pendirian Balai Poestaka (1901) sebagai percetakan buku-buku pelajaran dan sastra mengantarkan kepopuleran bahasa Melayu dan bahkan membentuk suatu varian bahasa tersendiri yang mulai berbeda dari induknya, bahasa Melayu Riau. Kalangan peneliti sejarah bahasa Indonesia masa kini menjulukinya "bahasa Melayu Balai Pustaka"[31] atau "bahasa Melayu van Ophuijsen". Van Ophuijsen adalah orang yang pada tahun 1901 menyusun ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin untuk penggunaan di Hindia Belanda. Ia juga menjadi penyunting berbagai buku sastra terbitan Balai Pustaka. Dalam masa 20 tahun berikutnya, "bahasa Melayu van Ophuijsen" ini kemudian dikenal luas di kalangan orang-orang pribumi dan mulai dianggap menjadi identitas kebangsaan Indonesia. Puncaknya adalah ketika dalam Kongres Pemuda II (28 Oktober 1928) dengan jelas dinyatakan, "menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia". Sejak saat itulah bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa kebangsaan.
Pengenalan varian kebangsaan ini mendesak bentuk-bentuk bahasa Melayu lain, termasuk bahasa Melayu Tionghoa, sebagai bentuk cabang dari bahasa Melayu Pasar, yang telah populer dipakai sebagai bahasa surat kabar dan berbagai karya fiksi pada dasawarsa-dasawarsa akhir abad ke-19. Bentuk-bentuk bahasa Melayu selain varian kebangsaan dianggap bentuk yang "kurang mulia" dan penggunaannya berangsur-angsur melemah.
Pemeliharaan bahasa Melayu baku (bahasa Melayu Riau) terjaga akibat meluasnya penggunaan bahasa ini dalam kehidupan sehari-hari. Sikap orang Belanda yang pada waktu itu tidak suka apabila orang pribumi menggunakan bahasa Belanda juga menyebabkan bahasa Melayu menjadi semakin populer.[32]
Bahasa Melayu adalah anggota rumpun bahasa Austronesia, yang mencakupi bahasa dari Asia Tenggara dan Samudra Pasifik, dengan jumlah yang lebih kecil di Asia kebenuaan. Bahasa Malagasi, bahasa luar geografis yang dituturkan di Madagaskar di Samudra Hindia, juga merupakan anggota rumpun bahasa ini. Walaupun bahasa-bahasa ini tidak selalu saling dapat dipahami sampai batas tertentu, persamaannya sering kali agak kentara. Dalam bahasa yang lebih konservatif seperti bahasa Melayu, banyak akar telah muncul dengan sedikit perubahan dari leluhur yang sama, bahasa Austronesia Purba. Terdapat banyak kata serumpun yang ditemukan dalam perkataan bahasa untuk kekerabatan, kesehatan, bagian tubuh, dan binatang umum. Khususnya, angka yang menunjukkan persamaan yang luar biasa.
Dalam rumpun bahasa Austronesia, bahasa Melayu adalah bagian dari gugusan berbagai bentuk pertuturan yang berkait erat dikenal sebagai rumpun bahasa Melayik, yang tersebar di seluruh Malaya dan kepulauan Indonesia oleh para pedagang Melayu dari Sumatra. Terdapat perselisihan pendapat tentang jenis pertuturan mana yang dipanggil "Melayu" yang harus dianggap sebagai dialek bahasa ini, dan yang harus digolongkan sebagai bahasa-bahasa Melayu yang berbeda. Contohnya, bahasa sehari-hari Brunei—Bahasa Melayu Brunei—tidak mudah dipahami dengan bahasa baku dan hal yang sama berlaku dengan beberapa pertuturan Semenanjung Malaya seperti bahasa Melayu Kedah. Walau bagaimanapun, baik Brunei maupun Kedah cukup erat.[33]
Dari segi linguistik, kini ditentukan suatu rumpun bahasa Melayu yang terdiri dari 45 bahasa yang pada gilirannya dibagi dalam kelompok berikut:
Bahasa Melayu dagang (atau biasa disebut bahasa "Melayu Pasar" atau "Melayu Kreol"), yang mencakup 10 bahasa:
Kelompok Indonesia bagian Tengah ke Timur (9 bahasa):
Persamaan antara berbagai contoh bahasa dari beberapa bahasa-bahasa kerabat Melayu atau bahasa yang berkerabat dekat dengan Melayu (serumpun Melayu) misalnya dapat dilihat dalam perbandingan kosakata berikut:
All human beings are born free and equal in dignity and rights. They are endowed with reason and conscience and should act towards one another in a spirit of brotherhood.
Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan.
Semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka mempunyai pemikiran dan hati nurani dan hendaklah bergaul antara satu sama lain dengan semangat persaudaraan.
Sadonyo manusia dilahiakan mardeka dan punyo martabat sarato hak-hak nan samo. Mareka dikaruniai aka jo hati nurani, supayo satu samo lain bagaul sarupo urang badunsanak.
Segalo uhang dilahirkan mardeka serto bamartabat dingan hak-hak ngan samo-rato. Kito lah dibagih akal ngan ati nurani dan hendaknyo bagaul dingan sesamo dalam semangat basipadie.
Segalo manusio dilaherke merdeka serto bemartabat dengen hak-hak yang samo. Mereka dikaruniai akal dengen hati nurani dan hendaknyo begaul dengen sikok samo laen dalam semangat bedolor.
Melayu Pontianak
Banjar
Ogan
Bahasa Melayu Sabah
Pernyataan Dunie tentang Hak-hak Asasi Manusie
Parnyataan Saduniaan tentang Hak-hak Asasi Manusia
Pengakukan Sejagad Ngenei Rat Asasi Jeleme
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
Pasal 1
Pasal 1
Pasal 1
Perkara 1
Semue manusie dilaherkan bebas dan punye martabat dan hak-hak yang same. Mereke punye akal dan hati nurani dan hendaklah bergaul di antara satu same laen dengan semangat persaudaraan.
Sabarataan manusia diranakakan bibas mardika wan ba'isi martabat lawan jua ba'isi hak-hak nang sama. Bubuhannya sabarataan dibari'i akal wan jua pangrasa hati nurani, supaya samunyaan urang antara sa'ikung lawan sa'ikung bapatutan nangkaya urang badangsanakan.
Legele ukhang dikhanakan merdike nguk uman pi'il nguk rat-rat ye seragi. Die ukhang disuluhkan utak nguk ati temahne becanggikh nguk ye laen inggak khase ngensanakan kampoh
Smua urang dilahirkan bebas dan sama rata dari segi maruah dan hak. Diurang ada fikiran sama perasaan hati, dan diurang mesti bertindak bah antara satu sama lain dalam semangat persaudaraan.
Perbedaan
Untuk artikel lanjutan, lihat Perbedaan antara bahasa Melayu baku tiga negara dan bahasa Indonesia atau Perbedaan pelafalan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia.
Perbedaan antara bahasa Melayu dan bahasa Indonesia sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda, sebab bahasa Indonesia sendiri pada dasarnya didasarkan kepada bahasa Melayu dialek Riau yang merupakan bahasa Melayu Baku yang juga dipakai di Malaysia sebagai bahasa standar atau lazim disebut dengan "bahasa Melayu baku". Namun, jika dibedakan dari segi sejarah, budaya, perlakuan tata bahasa masing-masing, dan lain-lain, terlihat jelas bahwa ada perbedaan yang kentara antara kedua bahasa. Penutur bahasa Melayu di tiga negara kebanyakan dapat memahami bahasa Indonesia, tetapi penutur bahasa Indonesia kebanyakan tidak dapat memahami bahasa Melayu sebab ada banyak perbedaan dari segi ejaan dan kosakata. Bahasa Indonesia pun diartikan berbeda dari bahasa Melayu yang lazim dituturkan di Malaysia karena mempunyai banyak perkataan yang berasal dari bahasa Kawi, Jawa, Sunda, Betawi, Bali, Madura, Minangkabau, Belanda, dan lain-lain. Sebenarnya, bahasa Melayu yang dipakai di Malaysia pun banyak menyerap kata pinjaman dari bahasa-bahasa daerah di Indonesia seperti bahasa Melayu Palembang, Melayu Riau, Melayu Jambi, Minangkabau, Jawa, Sunda, Betawi, Bali, Madura, Lampung, Banjar, Waropen, Wolio, Yamdena, dan lain-lain, logat daerah seperti bahasa Melayu Kedah, Terengganu, dan lain-lain di Semenanjung Malaya, bahasa daerah seperti bahasa Iban dan lain-lain di Sabah dan Sarawak, dan bahasa daerah Filipina seperti bahasa Kapampangan, Pangasinan, dan lain-lain, serta bahasa Melayu Brunei dan Singapura untuk memperkaya kosakata bahasa Melayu di Malaysia walaupun belum pernah dituturkan dan didengari. Hal ini dapat dilihat dalam Kamus Dewan Perdana yang merupakan kamus terkini, terlengkap, dan terutama di Malaysia pada saat ini. Bahasa Melayu di Malaysia mempunyai rujukan seperti Kamus Dewan (setara dengan KBBI), Ejaan Rumi Baharu (setara dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)), Pedoman Umum Ejaan Bahasa Malaysia (setara dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan), Pedoman Umum Pembentukan Istilah Bahasa Malaysia (setara dengan Pedoman Umum Pembentukan Istilah Bahasa Indonesia), dan Tatabahasa Dewan (setara dengan Tata Bahasa Baku Indonesia (TBBI)).
Menurut linguistik, laras bahasa Indonesia dan Malaysia adalah bahasa Melayu yang dipisahkan oleh perkembangan kosakata yang berbeda selama beberapa abad, seperti bahasa Serbo-Kroasia (lihat Perbedaan antara bahasa Melayu baku tiga negara dan bahasa Indonesia), sedangkan kedua bahasa ini merupakan bahasa yang berbeda menurut politik. Hal ini sebagian disebabkan oleh pengaruh bahasa penjajah yang berbeda. Bahasa Belanda di Indonesia (lihat Hindia Belanda) dan bahasa Inggris di Malaysia, Singapura, dan Brunei, yang dahulunya berada di bawah pemerintahan Britania. Walau bagaimanapun, Indonesia dan Malaysia sebagian besar menyatukan ortografi yang sebelum ini berbeda pada tahun 1972 dan kedua negara itu bersama-sama dengan Brunei telah membentuk panitia bersama untuk mengembangkan kosakata ilmiah dan teknis bersama dan sebaliknya bekerja sama untuk memastikan bentuk bakunya padu (bertemu pada satu titik atau konvergen). Menurut Ethnologue, bahasa Indonesia dan bahasa Melayu baku Malaysia mempunyai lebih dari 80% persamaan leksikal.
Bahasa Melayu kini ditulis menggunakan alfabet Latin yang dikenal sebagai "Rumi" di Brunei, Malaysia, dan Singapura atau "Latin" dan "Romawi" di Indonesia, walaupun abjad Arab yang disebut "abjad Arab Melayu" atau abjad Jawi juga ada. Alfabet Latin resmi di Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Bahasa Melayu menggunakan angka India-Arab.
Rumi (Latin) dan Jawi merupakan abjad resmi bersama hanya di Brunei. Nama-nama lembaga dan organisasi harus menggunakan abjad Jawi dan Rumi (Latin). Abjad Jawi digunakan sepenuhnya di sekolah, terutama sekolah keagamaan yang diwajibkan pada petang hari untuk para pelajar Muslim berumur sekitar 6–7 hingga 12–14 tahun.
Upaya sedang dijalankan untuk memelihara tulisan Jawi di Malaysia, dan para pelajar yang mengikuti ujian bahasa Melayu di Malaysia mempunyai pilihan untuk menjawab pertanyaan menggunakan tulisan Jawi.
Walau bagaimanapun, alfabet Latin yang paling umum digunakan di Brunei dan Malaysia, baik untuk tujuan resmi maupun tidak resmi.
Dari segi sejarah, bahasa Melayu telah ditulis dalam berbagai aksara. Sebelum abjad Arab diperkenalkan di wilayah Melayu, bahasa Melayu telah ditulis menggunakan aksara Pallawa, Kawi, dan Rencong. Ini masih digunakan sampai saat ini seperti aksara Cam digunakan oleh orang CamVietnam dan Kamboja. Bahasa Melayu Kuno ditulis menggunakan aksara Pallawa dan Kawi, terbukti dari beberapa prasasti di wilayah Melayu. Mulai dari zaman kerajaan Pasai dan sepanjang zaman keemasan Kesultanan Melaka, "abjad Jawi" secara berangsur-angsur menggantikan aksara ini sebagai aksara yang paling umum digunakan di wilayah Melayu. Mulai dari abad ke-17, di bawah pengaruh Belanda dan Britania, abjad Jawi secara berangsur-angsur digantikan dengan abjad Rumi.[34]
Bahasa Melayu dituturkan di Brunei, Indonesia, Malaysia, Timor Leste, Singapura, bagian Thailand[35] dan Filipina selatan.[butuh rujukan] Indonesia mengatur ragam normatif sendiri, sedangkan Malaysia dan Singapura menggunakan baku yang sama.[36] Selain bahasa Melayu Baku, Brunei menggunakan dialek sehari-hari tersendiri yang dipanggil bahasa Melayu Brunei. Di Timor Leste, yang pernah diperintah sebagai provinsi Indonesia dari tahun 1976 hingga 1999, bahasa Indonesia diakui oleh undang-undang dasar sebagai salah satu dari dua bahasa kerja (yang satu lagi adalah bahasa Inggris), di samping bahasa resmi Tetun dan Portugis.[7] Sejauh mana bahasa Melayu digunakan di negara-negara ini berbeda-beda bergantung kepada keadaan sejarah dan budaya. Bahasa Melayu adalah bahasa kebangsaan di Malaysia berdasarkan Pasal 152Undang-Undang Dasar Malaysia, dan menjadi satu-satunya bahasa resmi di Semenanjung Malaysia pada tahun 1968 dan di Malaysia Timur secara berangsur-angsur semenjak tahun 1974. Walau bagaimanapun, bahasa Inggris terus digunakan secara meluas dalam bidang profesional dan komersial dan pengadilan tinggi. Bahasa minoritas lain juga umum digunakan oleh etnik minoritas besar negara itu. Keadaan di Brunei sama dengan Malaysia. Di Filipina, bahasa Melayu dituturkan oleh sejumlah kecil penduduk muslim yang mendiami Mindanao (khususnya Semenanjung Zamboanga) dan Kepulauan Sulu. Walau bagaimanapun, mereka kebanyakannya menuturkannya dalam bentuk kreol menyerupai bahasa Melayu Sabah.[butuh rujukan] Dari segi sejarah, bahasa itu adalah bahasa perdagangan utama kepulauan sebelum pendudukan Spanyol. Bahasa Indonesia dituturkan oleh perguyuban perantauan Indonesia di Kota Davao, dan frasa fungsian diajarkan kepada anggota Angkatan Bersenjata Filipina dan kepada pelajar.[butuh rujukan]
Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa perantara di seluruh Kepulauan Nusantara yang bertautan dengan kebangkitan kerajaan-kerajaan Islam dan penyebaran Islam, yang merupakan akibat dari pertumbuhan perdagangan sekawasan. Bahasa kesusastraan telah dibentuk Melaka. Setelah kejatuhan Melaka oleh Portugis pada tahun 1511, pusat kesusastraan beralih ke Kesultanan Johor-Riau. Oleh sebab itu, bahasa itu sering dipanggil bahasa Melayu Johor-Riau walaupun ia adalah kesinambungan bahasa Melayu Melaka. Ketika kesultanan itu dibagi antara Malaya Britania (Johor) dan Hindia Timur Belanda (Kepulauan Riau), bahasa itu telah diberikan status resmi di kedua wilayah.
Penggunaan bahasa Melayu di negara-negara ini berbeda bergantung kepada sejarah dan budaya. Indonesia menyebut "bahasa Melayu Riau" (Melaka–Johor-Riau) sebagai akar bahasa Indonesia dan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ketika memperoleh kemerdekaan. Sejak tahun 1928, kaum nasionalis dan muda di seluruh kepulauan Indonesia telah menyatakan bahasa Indonesia sebagai satu-satunya bahasa resmi, sebagaimana dipermaklumkan dalam Sumpah Pemuda. Dengan demikian, Indonesia menetapkan bahasa Indonesia yang berakar dari bahasa Melayu itu sebagai bahasa resmi.[37] Di Indonesia, bahasa ini berkembang dan dibakukan menjadi bahasa Indonesia. Pada tahun 1953, setidaknya terdapat 23 ribu jumlah perbendaharaan kata dalam kamus bahasa indonesia yang sebagian besar diadopsi dari bahasa Melayu. Hingga sekarang jumlah kosakata dalam kamus bahasa Indonesia terus bertambah.[38]
Di Malaysia, Pasal 152 Perserikatan Malaysia menerima pakai bahasa Melayu Melaka-Johor-Riau sebagai bahasa resmi (bahasa Malaysia) pada tahun 1957. Kata "Malaysia", baik dalam bahasa maupun negara, menekankan bahwa negara itu terdiri dari lebih dari sekadar Suku Melayu. Pemerintah Malaysia bermaksud untuk menamakan bahasa kebangsaan sebagai "bahasa Malaysia" sebagai bahasa yang diusulkan, yang berlawanan dengan bahasa Indonesia yang sebenarnya dianggap Malaysia sebagai bahasa baku Melayu yang dibakukan dan digunakan secara resmi sebagai bahasa kebangsaan di Indonesia, tetapi konsep itu bertentangan dengan keterangan bahasa kebangsaan yang termaktub dalam Pasal 152 Undang-Undang Dasar Perserikatan Malaysia. Jadi, di Malaysia, bahasa Melayu mengalami perubahan nama beberapa kali. Pada awal 1970-an, bahasa Melayu di Malaysia dinamakan "bahasa Malaysia" atas sebab politik, yang berlawanan dengan bahasa Indonesia. Kemudian, pada tahun 1986, nama resmi bahasa telah diubah menjadi bahasa Melayu. Mulai tahun 2007, bahasa kebangsaan Malaysia dinamakan kembali menjadi "bahasa Malaysia" sebagai simbol bahwa bahasa ini adalah bahasa untuk semua dan tidak memandang kaum (tanpa membedakan ras). Namun begitu, hal tersebut tidaklah dapat dibenarkan sebab menurut Pasal 152 Undang-Undang Dasar Perserikatan Malaysia, menyebut bahwa: "Bahasa kebangsaan adalah "bahasa Melayu". Pada tahun 2007, diubah menjadi bahasa Malaysia, kemudian diubah menjadi bahasa Melayu. Nama "bahasa Melayu" digunakan kembali dalam masyarakat. Sampai saat ini, tidak ada perubahan nama bahasa Melayu ke bahasa Malaysia terjadi.[39] Bahasa Melayu menjadi bahasa resmi di Malaysia pada 1968, tetapi bahasa Inggris masih digunakan dengan luas terutama sekali dalam kalangan masyarakat Tionghoa dan India, sama seperti di Brunei. Di Brunei, bahasa Melayu diakui sebagai bahasa resmi Brunei dalam Undang-Undang Dasar Negara Brunei Tahun 1959. Bahasa ini juga berdasarkan baku Melaka-Johor-Riau, sedangkan bahasa Melayu Brunei digunakan sebagai bahasa sehari-hari. Berbeda di Indonesia, bahasa Indonesia berhasil menjadi bahasa perantaraan utama atau lingua franca untuk rakyat yang berbilang kaum (multiras) karena usaha gigih pemerintah Indonesia dalam menggalakkan penggunaan bahasa Indonesia. Di Timor Leste, meski telah terlepas dari Indonesia, bahasa Indonesia masih tetap dipertahankan sebagai bahasa resmi utamanya sebagai "bahasa kerja".
Menurut sejarah, di Singapura, bahasa Melayu adalah bahasa perantara dalam kalangan orang yang berlainan bangsa. Walaupun bahasa ini sebagian besar telah digantikan oleh bahasa Inggris, status bahasa Melayu masih dipertahankan sebagai bahasa kebangsaan dan lagu kebangsaan, Majulah Singapura, sepenuhnya dalam bahasa Melayu. Selain itu, perintahperbarisan dalam tentara, polisi, dan pertahanan sipil hanya diberikan dalam bahasa Melayu. Bahasa Melayu masih menjadi bahasa kebangsaan walaupun Singapura mempunyai empat bahasa resmi (yaitu bahasa Inggris, Cina, India, dan Melayu). Di selatan Thailand, sebagian besar penduduk di lima provinsi paling selatan Thailand—wilayah yang sebagian besarnya pernah menjadi bagian dari kerajaan Melayu Kuno bernama Patani — bertutur dalam dialek Melayu yang dipanggil bahasa Yawi (jangan dikelirukan dengan Jawi), yang serupa dengan bahasa Melayu Kelantan, tetapi bahasa itu tidak mempunyai status atau pengakuan resmi.
Bahasa Melayu Piawai (disebut juga sebagai bahasa Melayu baku, bahasa baku Melayu, atau bahasa piawai Melayu) adalah bahasa Melayu Johor-Riau yang berasal dari Johor (Malaysia) & Kepulauan Riau (Indonesia), seperti yang disepakati dan diakui oleh Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Bahasa Melayu Johor-Riau selanjutnya dikenal sebagai induk kelahiran bahasa Melayu yang dipakai sebagai bahasa resmi kebangsaan pada zaman modern. Istilah bahasa Melayu biasanya dikelirukan dengan bahasa Malaysia yang merupakan nama umum yang digunakan untuk bahasa Melayu yang dituturkan di Malaysia, yang berlawanan dengan bahasa Indonesia. Bahasa Melayu sebenarnya adalah bahasa makro yang mencakupi kedua bahasa itu (bahasa Malaysia dan bahasa Indonesia). Tidak ada kata sepakat yang lengkap mengenai perbedaan ini karena badan bahasa di Malaysia, Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, telah menyatakan bahwa kedua istilah tersebut dapat digunakan untuk bahasa Melayu yang dituturkan di Malaysia bergantung kepada konteks, yang menjadikan penutur di Malaysia dapat memilih untuk menggunakan istilah yang mereka sukai, baik menggunakan istilah "bahasa Melayu" maupun "bahasa Malaysia".[40]
Dewan Bahasa dan Pustaka (Malaysia), MABBIM, atau Perdana Menteri Malaysia pernah mengusulkan bahasa Melayu dijadikan bahasa resmi ASEAN mengingat lebih dari separuh jumlah penduduk ASEAN mampu bertutur dalam bahasa Melayu (jika penutur bahasa Indonesia tergolong dalam sensus). Namun, usulan itu mendapat pertentangan dari sebagian pihak di Indonesia sebab lebih banyak penutur bahasa Indonesia dalam perhitungan dibandingkan dengan penutur bahasa Melayu, dan pada dasarnya bahasa Indonesia masih dapat dipahami oleh sebagian besar penutur bahasa Melayu terutama yang sudah terbiasa dengan bahasa Melayu Baku (juga disebut bahasa Melayu Piawai, bahasa standar Melayu, atau bahasa baku Melayu) yang sememangnya berasal dari bahasa Melayu Riau.[41][42] Pada masa lampau, Indonesia pernah berencana keluar dari MABBIM, tetapi pihak Malaysia memohon agar Indonesia tetap menganggotai organisasi itu untuk meneruskan sinergi dan kerja sama untuk mewujudkan bahasa Melayu/Indonesia sebagai bahasa perantara di ASEAN.[43] Rencana ini belum pernah terwujud, tetapi ASEAN sekarang selalu membuat dokumen asli dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan ke dalam bahasa resmi masing-masing negara anggotanya.
Bahasa Melayu, seperti kebanyakan rumpun bahasa Austronesia, bukanlah bahasa bernada seperti bahasa Thailand dan bahasa Mandarin.[44] Salah satu faktor utama yang menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa yang sangat mudah untuk dipelajari disebabkan oleh sistem fonologi yang amat mudah. Bisa dikatakan hampir setiap huruf Latin mewakili satu sebutan fonem.
Konsonan
Konsonan bahasa Malaysia[45] dan juga bahasa Indonesia[46] ditunjukkan di bawah ini. Konsonan bukan asli yang hanya terdapat dalam kata pinjaman, terutama dari bahasa Arab dan Inggris ditunjukkan dalam tanda kurung.
Catatan ortografis:
Bunyi-bunyi diwakili secara ortografis dengan lambang-lambangnya seperti di atas, kecuali:
/ð/ adalah 'z', sama dengan bunyi /z/ (hanya terdapat dalam kata pinjaman bahasa Arab yang asalnya mengandung bunyi /ð/, tetapi tulisannya tidak dibedakan dari kata pinjaman bahasa Arab dengan bunyi /z/ dan bunyi ini harus dipelajari secara terpisah oleh para penutur).
/θ/ diwakili sebagai 's', sama seperti bunyi /s/ (hanya terdapat dalam kata pinjaman bahasa Arab yang asalnya mengandung bunyi /θ/, tetapi tidak dibedakan dari kata pinjaman bahasa Arab dengan bunyi /s/, dan bunyi ini harus dipelajari secara terpisah oleh para penutur). Sebelum ini (sebelum 1972), bunyi ini ditulis 'th' dalam bahasa Melayu Baku tiga negara (bukan bahasa Indonesia)
hambatan celah pita suara atau hamzah /ʔ/ adalah 'k' akhir atau koma atas ' (walaupun beberapa kata mempunyai hambatan hamzah atau celah pita suara ini di tengah, seperti rakyat)
Fonem-fonem yang hanya terdapat dalam pinjaman bahasa Arab dapat diucapkan dengan jelas oleh para penutur yang mengetahui bahasa Arab. Jika tidak, fonem-fonem itu cenderung digantikan dengan bunyi-bunyi asli.
Gugus konsonan "gh" diterima sebagai baku di Malaysia, tetapi tidak di Indonesia. Dalam bahasa Indonesia, gugus konsonan "gh" diserap menjadi "g".
Bahasa Melayu pada awalnya mempunyai empat vokal, tetapi dalam banyak dialek masa kini, termasuk bahasa Melayu Baku, ia mempunyai enam vokal.[45] Vokal /e,o/ jauh lebih jarang daripada empat yang lain. Enam vokal bahasa Melayu diterangkan di bawah ini.[47][48]
Catatan ortografis: baik /e/ maupun /ə/ ditulis sebagai 'e'. Ini bermakna terdapat beberapa homograf, jadi "perang" dapat berupa /pəraŋ/ (war) atau /peraŋ/ (blonde) di Malaysia, tetapi "perang" (blonde) dengan bunyi /e/ ditulis sebagai "pirang" di Indonesia.
Terdapat 2 sebutan vokal yang diwakili oleh huruf "e", yaitu [e, ɛ] dan [ə]. Pelajar bahasa Melayu berupaya untuk membedakan antara 2 sebutan tersebut setiap kali mempelajari perkataan baru.
Di dalam beberapa tempat, di Semenanjung Malaysia, terutamanya di kawasan tengah dan selatan, kebanyakan perkatan yang berakhir dengan huruf a selalu diucapkan sebagai [ə] pepet. Lain halnya dengan bahasa Indonesia, perkataan yang berakhir dengan huruf a selalu diucapkan a juga. Di Indonesia banyak dialek Melayu sehingga pengucapan huruf a di belakang berbeda-beda setiap daerah, contohnya di provinsi Riau dan Kepulauan Riau, Melayu Pontianak, Melayu Kayong, Melayu Belitung, Melayu Langkat dan Melayu Deli, huruf tersebut diucapkan sebagai [ə], di provinsi DKI Jakarta, Musi Rawas, Melayu Bangka dan Melayu Sambas, huruf tersebut diucapkan e (dalam kata enak), diucapkan "o" oleh Melayu Bengkulu, Melayu Asahan, Melayu Batubara, Melayu Kualuh, Melayu Palembang, Melayu Jambi, Minangkabau, dan diucapkan "a" seperti bahasa Melayu Baku dalam bahasa Banjar, Kutai, Berau, Kedayan, Kanayatn, Salako, Melayu Ambon, Melayu Manado dan kawasan timur Indonesia.
Terdapat peraturan keselarasan vokal: vokal tidak luas /i,e,u,o/ dalam perkataan bersuku kata dua harus sama tingginya, jadi "hidung" diperbolehkan, tetapi "hedung" tidak.[49]
Daftar diftong di dalam Bahasa Melayu
Ortografi
IPA
ai
[aɪ̯, ai]
au
[aʊ̯, au]
oi
[oɪ̯]
ei (Indonesia)
[eɪ̯]
Beberapa analisis menunjukkan bahwa terdapat tiga diftong fonemis Melayu asli,[50] antara lain:
/ai/- cukai; kedai
/au/- pulau; pandai
/oi/ - baloi (sepadan); amboi
Morfem ini hanya terdapat pada akhir morfem bersuku kata dua atau bersuku kata tiga.
Beberapa analisis menganggap /ai,au,oi/ sebagai diftong atau vokal rangkap dua.[51][52] Walau bagaimanapun, [ai] dan [au] hanya terdapat dalam suku kata terbuka, seperti "cukai" dan "pulau". Perkataan dengan vokal rangkap dua fonetik dalam suku kata tertutup, seperti "baik" dan "laut", sebenarnya adalah dua suku kata. Oleh sebab itu, analisis alternatif menganggap vokal dua rangkap fonetik [ai], [au], dan [oi] sebagai serentetan monoftong atau vokal tunggal ditambah hampiran: /aj/, /aw/, dan /oj/ masing-masing.[53]
Bahasa Melayu adalah bahasa aglutinatif dan perkataan baru dibentuk melalui tiga metode: penambahan imbuhan pada kata akar (imbuhan), pembentukan kata majemuk (ciptaan/gabungan kata), atau pengulangan perkataan atau bagian perkataan (kata gandaan). Kata benda dan kata kerja mungkin merupakan akar dasar, tetapi kerap kali berasal dari perkataan lain melalui awalan, akhiran, dan apitan.
Bahasa Melayu tidak menggunakan gender tata bahasa dan hanya terdapat beberapa perkataan yang menggunakan gender alami. Kata yang sama digunakan untuk he dan she yaitu dia atau his dan her yaitu "dia punya" atau "-nya". Tidak ada kata jamak tata bahasa dalam bahasa Melayu sehingga "orang" dapat bermakna person atau people. Kata kerja tidak berinfleksi untuk orang dan angka dan ia tidak ditandakan untuk kala. Kala sebaliknya dilambangkan dengan kata keterangan waktu seperti "kelmarin" (Malaysia, dua hari yang lalu) atau "kemarin" (Indonesia, satu hari yang lalu) atau dengan penunjuk kala yang lain, seperti "sudah" dan "belum". Sebaliknya, terdapat sistem imbuhan kata kerja yang rumit untuk memberikan nuansa makna dan untuk menandakan suara atau suasana hati yang disengaja dan tidak disengaja.
Bahasa Melayu tidak mempunyai subjek tata bahasa seperti halnya bahasa Inggris. Dalam klausa-klausa tak transitif, kata benda dibubuhkan sebelum kata kerja. Ketika terdapat pelaku dan objek, ini dipisahkan oleh kata kerja (OVA (objek-kata kerja-pelaku) atau AVO (pelaku-kata kerja-objek), dengan perbedaan yang dikodekan dalam suara kata kerja. OVA (objek-kata kerja-pelaku), umum tetapi tidak tepat dipanggil "pasif" adalah urutan kata dasar dan umum.[butuh rujukan]
1960-an: Akhiran "si" (misalnya, "ekonomis" untuk "economical" dalam bahasa Inggris) dan "isasi" (misalnya, organisasi) mulai diserap ke dalam bahasa Melayu di tiga negara dari akhiran bahasa Belanda, "tie" dan "isatie", melalui bahasa Indonesia.[54]
1976: Majelis Bahasa Malaysia-Indonesia yang bersidang di Kuantan memutuskan bahwa akhiran "ysis" dan "esis" dalam bahasa Inggeris perlu diterjemahkan secara tekal dan diberikan bentuk "isis" saja, dan bukan kadang-kadang "isa". Maka dengan itu, "analisa", misalnya, kini menjadi "analisis".[54]
Menjelang pertengahan dasawarsa ini, akhiran "isasi" atau "ifikasi" yang sangat digemari pada 1960-an dan 1970-an semakin digantikan oleh penggunaan "pe-an" oleh para penerbit karya ilmiah di Malaysia tanpa sebarang dorongan dari DBP.[55] Contoh:
Modenisasi: Pemodenan
Islamisasi:Pengislaman
Klasifikasi: Pengelasan.
1980: Satu ketetapan dicapai oleh Sidang Majelis Bahasa Malaysia-Indonesia di Bali, Indonesia bahwa "de-" dalam istilah ilmiah digantikan dengan "nyah-" (kata asli) di Malaysia (misalnya "mendewarnakan" dijadikan "menyahwarnakan") dan "awa-" (serapan bahasa Sanskerta) di Indonesia (misalnya, "dehumidification" diterjemahkan menjadi "pengawalengasan", "decontamination" menjadi "pengawatularan", "dehydration" menjadi "pengawahidratan", dan "decolourization" menjadi "pengawawarnaan" walaupun pada akhirnya bentuk serapan langsung seperti "dehumidifikasi", "dekontaminasi", "dehidrasi", dan "dekolorisasi" lebih digemari di Indonesia. Bentuk terjemahan ini masih dapat ditemukan dalam Glosarium Pusat Bahasa. Malaysia lebih memilih untuk mempertahankan awalan nyah- (berarti hilang, buang, hapus) untuk menerjemahkan berbagai kata ilmiah seperti "decontamination" menjadi "penyahcemaran", "decolonization" menjadi "penyahjajahan", "denazification" menjadi "penyahnazian", "deplatforming" menjadi "penyahsaranaan", "decommunization" menjadi "penyahkomunisan", "demagnetization" menjadi "penyahmagnetan", "demonetization" menjadi "penyahwangan", "decalcification" menjadi "penyahkapuran" atau "penyahkalsiuman", "deactivation" menjadi "penyahaktifan", "delisting" menjadi "penyahsenaraian", "defeminization" menjadi "penyahpuanan" atau "penyahbetinaan", "demasculinization" menjadi "penyahjantanan", "dewesternization" menjadi "penyahbaratan", "dewatering" menjadi "penyahairan", "deodorant" menjadi "penyahbau", "desorption" menjadi "penyaherapan", dan sebagainya, bahkan digunakan untuk menerjemahkan awalan un- seperti "unfollow" menjadi "nyahikut", "uninstall" menjadi "nyahpasang", "unmute" menjadi "nyahsenyap" atau "nyahredam", "unsubscribe" menjadi "nyahlanggan", dan sebagainya dan awalan dis- seperti "discharge" menjadi "nyahcas", "disinfection" menjadi "penyahjangkitan", "disinfectant" menjadi "penyahjangkit", dan sebagainya).[56][57]
Malaysia meminjam kata "Anda" (Rosihan Anwar), "santai" (Wartawan Tempo dan sastrawan, Bur Rusanto pada tahun 1972 sebagai padanan "relax", dari bahasa Komering), "gengsi" (Rosihan Anwar, dari bahasa Minangkabau), "heboh" (Pemimpin Redaksi Harian Abadi, H. Sidi Mohammad Sjaaf yang berarti "gaduh", "ribut", "huru-hara", dan sebagainya, sering digunakan di Sumatera Barat), "pemuda-pemudi", "saudara-saudari", "mahasiswa-mahasiswi" (wartawan, Raden Mas Soedardjo Tjokrosisworo dari Kongres Bahasa Indonesia 1938 bersama Soemanang), "mantan" (Budayawan asal Kab. Pagaralam, Sumatera Selatan, Ahmad Bastari Suan, berasal dari bahasa Basemah, Komering, dan Rejang yang berarti "tidak berfungsi lagi". Di Indonesia, awalnya kata "mantan" mengacu pada jabatan, tetapi kini meluas terhadap kedudukan seperti "mantan pacar"), "wartawan" (wartawan, Raden Mas Soedardjo Tjokrosisworo dari Kongres Bahasa Indonesia I 1938 dan dipopulerkan oleh harian Soeara Oemoem Surabaya untuk menggantikan istilah "journalist" dalam bahasa Belanda), "prestasi" (dari bahasa Belanda. Indonesia menggunakannya untuk menerjemahkan kata "achievement", sedangkan Malaysia menggunakannya untuk menerjemahkan kata "performance" dan "achievement"), dan sebagainya dari Indonesia, sedangkan Indonesia meminjam kata "ceria", "tayang", dan sebagainya dari Malaysia. Bahkan, kata "cikgu" mulai meluas di Indonesia)[58][59][60][61][62]
Bahasa Melayu mempunyai banyak perkataan yang dipinjam dari bahasa Arab (khususnya istilah keagamaan), Sanskerta, Tamil, rumpun bahasa Tionghoa tertentu, Parsi (disebabkan status sejarah Kepulauan Nusantara sebagai pusat perdagangan), dan baru-baru ini, bahasa Portugis, Belanda, dan Inggris (khususnya banyak istilah ilmiah dan keteknologian).
Pengaruh bahasa Sanskerta
Bahasa Sanskerta, bahasa perantara agama Hindu dan Buddha, telah banyak memengaruhi bahasa Melayu ketika bahasa Melayu berada pada tahap kuno, yaitu pada tahap sebelum bahasa Melayu mencapai zaman klasik pada zaman Kesultanan Melaka sehingga bahasa Melayu telah mengalami zaman kuno antara abad ke-7 dan abad ke-14. Bukti pengaruh bahasa Sanskerta dalam bahasa kuno dapat ditelusuri dalam batu prasasti yang ditinggalkan oleh Kerajaan Sriwijaya. Mengenai bukti bahasa Melayu kuno, terdapat empat batu prasasti yang penting, yaitu yang dijumpai di:
Karang Berahi, Merangin, daerah hulu Jambi (686 M).
Selain itu sebagai faktor sampingan, faktor kemegahan juga menjadi faktor pendorong peminjaman bahasa dari bahasa Sanskerta. Peminjaman ini karena bahasa Sanskerta merupakan bahasa yang dianggap bahasa yang "tinggi-tinggi" pada zaman kuno. Penyerapan bahasa Sanskerta dalam bahasa sehari-hari dijadikan sarana untuk memperoleh kemegahan. Keadaan ini khususnya menyebabkan peminjaman perkataan yang sudah ada dalam bahasa Melayu asli, tetapi digantikan juga dengan bahasa Sanskerta karena barangkali dianggap lebih sesuai, lebih sedap bunyinya, ataupun semata-mata karena dianggap lebih "tinggi" mutunya karena bahasa Sanskerta merupakan bahasa cendekiawan.
Dalam bahasa Melayu, terdapat 677 perkataan yang berasal dari bahasa Sanskerta.[butuh rujukan] Berikut ini adalah beberapa contoh perkataan Sanskerta yang dipinjam ke dalam bahasa Melayu:
Bahasa Sanskerta
Bahasa Melayu
Tulisan Jawi
bhasa
bahasa
بهاس
malaiu
Melayu
ملايو
akasa
angkasa
اڠكاس
samudhara
samudera/samudra
سامودرا
maha
maha
مها
rajha
raja
راج
bhumi
bumi
بومي
putra
putera/putra
ڤوترا
nagara
negara
نڬارا
nagari
negeri
نڬري
agama
agama
اڬام
anka
angka
اڠك
vaca
baca
باچ
bhagya
bahagia
بهاڬيا
vamsa
bangsa
بڠسا
balya
belia
بليا
varta
berita/warta
بريتا
buddhi
budi
بودي
chaya
cahaya
چهاي
cakra
cakra
چقرا
dosa
dosa
دوسا
dukkha
duka
دوك
deva
dewa
ديوا
rupa
rupa
روڤا
samsara
sengsara
سڠسارا
maharani
maharani
مهاراني
Pengaruh bahasa serumpun
Misalnya, bahasa Jawa. Bahasa Jawa dan bahasa Melayu merupakan bahasa serumpun. Kedua bahasa tersebut tergolong dalam rumpun bahasa Austronesia. Terdapat dua faktor utama dalam penyebaran pengaruh bahasa Jawa ke Bahasa Melayu, yaitu:
Pengaruh melalui penyebaran cerita panji
Pengaruh melalui interaksi sosial dan ekonomi
Cerita panji adalah sejenis cerita yang berasal dari Jawa. Isinya mengenai wira dan wirawati. Cerita ini terdapat banyak versi dan dapat ditelusuri di seluruh Nusantara sampai ke Kamboja.
Migrasi orang Jawa ke Semenanjung Malaya telah terjadi semenjak zaman Kesultanan Melaka. Permukiman orang Jawa sudah dapat ditelusuri di kota Melaka pada zaman itu, yaitu Kampung Jawa dan Parit Jawa. Walau bagaimanapun, migrasi orang Jawa ke Semenanjung Malaya yang kentara terjadi mulai awal abad ke-19. Pusat migrasi Jawa adalah di negara bagian Selat, Selangor, dan juga Johor.
Pertemuan orang tempatan yang menuturkan bahasa Melayu dengan pendatang Jawa yang menuturkan bahasa Jawa telah menyebabkan unsur-unsur bahasa Jawa meresap ke dalam bahasa Melayu. Walau bagaimanapun, perlu diketahui bahwa kata-kata pinjaman Jawa meresap ke dalam Bahasa Melayu secara terpencil dan tidak tersebar luas. Ia dikatakan diserap ke dalam bahasa Melayu karena migrasi orang-orang Jawa yang masih mempertahankan bahasa mereka dan tidak menguasai perbendaharaan bahasa Melayu yang sebenarnya.
Berikut ini adalah beberapa kata-kata pinjaman Jawa dalam bahasa Melayu:
Perkataan
Tulisan Jawi
Maksudnya
andong
اندوڠ
Kereta kuda (sewaan)
batok
باتوق
tempurung
berangasan
بيرڠاسان
mudah naik marah
wedana
ويدنا
kepala daerah
adipati
اديڤتي
raja
Pengaruh Arab-Islam
Bahasa Arab dan agama Islam sangat memengaruhi perkembangan bahasa Melayu. Status bahasa Melayu yang bertaraf bahasa perantaraan dan keunikannya telah menyebabkan agama Islam disebarkan dalam bahasa Melayu dan bukan dengan bahasa Arab. Walau bagaimanapun, bahasa Arab melalui kedatangan agama Islam telah memengaruhi perkembangan bahasa Melayu dalam beberapa aspek antara lain:
Perbendaharaan kata
Pengucapan kata
Tulisan
Perbendaharaan kata
Hampir sebagian besar perbendaharaan bahasa Melayu meminjam perkataan bahasa Arab.[butuh rujukan] Berikut ini adalah beberapa contoh perkataan Arab yang dipinjam ke dalam bahasa Melayu:
Bahasa Arab
Bahasa Melayu
Tulisan Jawi
abba
abah/aba
ابه
syukr
syukur
شكور
jadwal
jadual/jadwal
جدوال
qamus
kamus
كاموس
subh
subuh
صبح
waqtu
waktu
وقتو
hayawan
haiwan/hewan
حيوان
wajh
wajah
وجه
aqal
akal
عقل
dunya
dunia
دنيا
mahkamah
mahkamah
محكمه
asal
asal
اصل
mas'alah
masalah
مسئله
hadyah
hadiah
هديه
sadaqah
sedekah
صدقه
mawt
maut
موت
quwat
kuat
كوات
janin
janin
جنين
kitab
kitab
كتاب
Pengucapan kata
Pengaruh Arab-Islam berdampak sangat besar pada pengucapan perkataan dalam bahasa Melayu. Bahasa Melayu mulai dituturkan supaya mendekati pengucapan bahasa Arab karena masyarakat Melayu terdorong untuk membaca al-Quran dengan benar.
Pengucapan dengan pengaruh Arab-Islam ini turut membedakan antara penutur jati bahasa Melayu (yaitu orang-orang Melayu) dengan penutur bukan asli (seperti kaum Tionghoa, India, atau bangsa Eropa) karena penutur bukan asli ini tidak dapat mengucapkan beberapa perkataan yang menerima pengaruh Arab.
Contoh-contoh perkataan yang berbeda pengucapan antara pengucapan penutur Melayu dan penutur bukan Melayu:
Bahasa Melayu
Tulisan Jawi
Abdullah
عبدالله
maklumat
معلومت
iklan
اكلان
kadi
قاضي
Tulisan
Kedatangan pengaruh Arab-Islam telah bersumbangsih terhadap penulisan bahasa Melayu dalam tulisan Arab yang akhirnya disebut tulisan Jawi. Tulisan Jawi ini digunakan antara lain untuk memudahkan orang-orang Melayu yang rata-rata beragama Islam membaca al-Quran.
Hal ini dapat dilihat dengan jelas misalnya ketika sistem pendidikan Malaysia mengubah abjad Jawi menjadi alfabet Latin. Ramai orang-orang Melayu mulai tidak mampu membaca al-Quran dengan baik. Ia dinamakan gejala buta Jawi atau buta al-Quran.
Pengaruh bahasa Tionghoa
Dalam kamus bahasa Melayu, terdapat perkataan yang mempunyai etimologi berlabel C atau "Cn". Perkataan ini merupakan kata-kata yang dipinjam dari bahasa Tionghoa. Akan tetapi, tidak semua kata-kata yang berlabel C atau "Cn" dalam kamus bahasa Melayu merupakan kata-kata yang dipinjam dari bahasa Tionghoa. Dalam kajian Kong 1993, telah disimpulkan bahwa lebih kurang 261 patah perkataan bahasa Melayu telah dipinjam dari bahasa Tionghoa.[butuh rujukan]
Terdapat 10 pengelasan kata yang telah disimpulkan oleh Kong yaitu:
Jabatan (departemen/jawatan), kerjaya (karier), dan kedudukan sosial.
Kendaraan dan alat pengangkutan.
Perkataan lain-lain.
Kajian ini juga dilakukan oleh Mashudi dan Yeong pada tahun 1989. Hasil kajian mereka mendapati terdapat lebih kurang 341 patah perkataan bahasa Melayu dipinjam dari bahasa Tionghoa. Kajian melihat pada fonologi perkataan bahasa Melayu tersebut. Sistem fonologi kata asli bahasa Melayu tidak sesuai dengan sistem fonologi kata bahasa Tionghoa.
Perkataan bahasa Tionghoa yang dipinjam dalam kamus bahasa Melayu antara lain:
Pinjaman kata bahasa Tionghoa yang bertentangan dengan pola keselarasan vokal
Anglo اڠلو
apek اڤيك
cingge چيڠڬ
kaleng كلاڠ
kongsi كوڠسي
lio ليو
liong ليوڠ
lisong ليسوڠ
lokcuan لوقچوان
mahjong/mahyong مهجوڠ
panglong ڤڠلوڠ
singkong سيڠكوڠ
taikong/tekong تايكوڠ
Pinjaman kata bahasa Tionghoa yang bertentangan dengan rangkap sengauhomogen
angpau اڠڤاو
bangpak بڠڤق
camca چمچا
kamsia كمسيا
samsu سمسو
samseng سمسڠ
Pinjaman kata bahasa Tionghoa yang tidak terjadi pengguguran vokal
Perilaku fonologi pinjaman kata bahasa Tionghoa adalah bertentangan dengan sistem fonologi bahasa Melayu.
Pengaruh bahasa Portugis
Terdapat 131 perkataan yang berasal dari bahasa Portugis.[63] Beberapa contoh perkataan Portugis yang diserap dalam bahasa Melayu adalah:
Bahasa Portugis
Bahasa Melayu
Tulisan Jawi
armário
almari/lemari
الماري
bola
bola
بولا
bandeira
bendera
بنديرا
camisa
kemeja
كمجا
dado
dadu
دادو
garfo
garpu
ڬرڤو
igreja
gereja
ڬرجا
limão
limau
ليماو
manteiga
mentega
منتيڬ
domingo
minggu
ميڠڬو
padre
paderi/padri
ڤادري
toalha
tuala
توالا
janela
jendela
جنديلا
escola
sekolah
سكوله
sapato
sepatu
سڤاتو
Pengaruh bahasa Inggris
Pengaruh bahasa Inggris dalam bahasa Melayu merupakan pengaruh paling kentara dan paling meluas pada masa kini, dan lazimnya perkataan bahasa Inggris dipinjam ke dalam bahasa Melayu ketika tidak ada perkataan setempat untuk menggambarkan situasi baru yang memerlukan satu panggilan khusus untuk merujuk kepadanya. Contoh perkataan sebegini adalah konotasi (Jawi: كونوتاسي; connotation), kompromi (Jawi: كومڤرومي; compromise), dan siri/seri (Jawi: سيري; series). Akan tetapi, kebingungan dan bantahan sering timbul ketika perkataan bahasa Inggris yang diterima masuk ke dalam bahasa Melayu terlalu banyak sehingga ada yang bertindak sebagai pengganti perkataan yang telah ada. Badan bahasa seperti Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia telah terus membenarkan masuknya perkataan sebegini dalam kosakata bahasa Melayu dan tidak menghiraukan bantahan yang dikemukakan. Penggunaan perkataan sebegini yang meluas di media percetakan dalam bahasa Melayu di Malaysia seperti pada surat kabar Utusan Malaysia telah memperkeruh permasalahan ini. Satu-satunya pernyataan keprihatinan terhadap situasi ini pernah diucapkan mantan perdana menteri Malaysia, Mahathir Mohamad meskipun beliau sendiri telah memperkenalkan suatu perkataan baru "bajet" (Jawi: باجيت) menggantikan perkataan "belanjawan" (Jawi: بلنجاوان) sewaktu pembentanganAPBN (Malaysia: belanjawan/bajet, Indonesia: anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)) yang terakhir dengan alasan bahwa istilah "belanjawan" tidak tepat karena anggaran keuangan pemerintah turut melibatkan hasil dan bukan belanja semata-mata.
Berikut merupakan beberapa perkataan yang telah diterima dalam bahasa Melayu di Malaysia secara resmi dan digunakan secara meluas dan dianggap telah diterima.
Bahasa Inggris
Bahasa Melayu
Tulisan Jawi
book
buku
بوكو
lamp
lampu
لمڤو
ball
bola
بولا
mind
minda
ميندا
cheque
cek
چيك
bus
bas/bus
بس
taxi
teksi/taksi
تكسي
Kontroversi (Tengkarah)
Malaysia
Beberapa tahun kebelakangan ini (sekitar 2003), stasiun televisi milik pemerintah MalaysiaRTM 1 (dahulu dikenali sebagai TV 1) telah mengubah tema salurannya menjadi "Saluran Infotainmen Anda" (Jawi: سالورن اينفوتاينمن اندا; dari bahasa Inggris Your Infotainment Channel) dan ini menimbulkan kontroversi ketika Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) mendakwa perkataan "Infortainmen" merusakkan penggunaan bahasa Melayu. Alasan yang diberikan adalah bahwa -tain- yang harus disebut seperti perkataan Melayu main, dan ini kedengaran agak janggal bagi orang Malaysia. Pengubahan ejaan ke "Infotenmen" pula tidak diterima sebagai baku DBP di Malaysia dan pemerintah disarankan menggantikannya dengan perkataan lain seperti "Infohibur", tetapi Kementerian Penerangan (Kementerian Informasi) yang mengoperasikan stasiun televisi pemerintah Radio Televisi Malaysia enggan menuruti saran itu. Pada tahun 2006 tema ini diubah menjadi Saluran Inforia (Jawi: سالورن اينفوريا).
Terdapat sekelompok bahasa yang berkait erat yang dituturkan oleh orang Melayu dan orang-orang yang berkaitan di seluruh Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand Selatan, dan bagian paling selatan Filipina. Mereka secara tradisi digolongkan sebagai Melayu, Para-Melayu (Melayu Tidak Penuh), dan Melayu-Orang Asli, tetapi ini mencerminkan geografi dan kesukubangsaan dan bukannya penggolongan bahasa yang benar. Rumpun bahasa Melayu dapat saling dipahami hingga berbagai tingkatan walaupun perbedaan antara bahasa dan dialek adakalanya tidak jelas.
Bahasa Melayu di Indonesia dapat dibagi menjadi kelompok barat dan timur. Dialek Melayu Barat sebagian besar dituturkan di Sumatra dan Kalimantan, yang terbagi menjadi bahasa Melayu Sumatra dan Kalimantan. Beberapa dialek Melayu Sumatra yang paling banyak dituturkan adalah Riau, Langkat, Palembang, dan Jambi. Orang Minangkabau, Kerinci, dan Bengkulu diyakini sebagai keturunan Melayu Tua Sumatra (Proto-Melayu). Sementara itu, dialek Jakarta (dikenal sebagai bahasa Betawi) juga tergolong dalam kelompok Melayu barat.
Perbedaan antara kedua kelompok cukup kentara. Contohnya, kata "kita" bermakna "kita" di barat, tetapi bermakna "saya", "aku" di Manado, sedangkan "kami" atau "kita" di Manado adalah "torang" dan Ambon katong (asalnya disingkat dari bahasa Melayu "kita orang"-"kitorang"-"torang" atau "katong"). Perbedaan lain adalah tidak adanya kata ganti milik (dan akhiran) di dialek Timur. Manado menggunakan kata kerja "pe" dan Ambon "pu'" (dari bahasa Melayu "punya") untuk menandakan kepemilikan. Jadi "namaku" dan "rumah kita" diterjemahkan sebagai "namaku" dan "rumah kita" dalam bahasa Melayu barat, tetapi sebagai "kita pe nama" (kita punya nama) dan "torang pe rumah" (kita punya rumah) di Manado dan "beta pu nama" (beta punya nama), "katong pu rumah" (kita punya nama) dalam dialek Ambon.
Pengucapan mungkin berbeda-beda dalam dialek barat, terutama pengucapan perkataan yang berakhirkan vokal "a". Contohnya, di beberapa bagian Indonesia, Malaysia, dan Singapura, "kita" (inklusif) diucapkan sebagai /kitə/, di Kelantan dan Thailand selatan sebagai /kitɔ/, di Palembang sebagai /kito/, di Betawi dan Perak sebagai /kitɛ/ dan di Kedah dan Perlis sebagai /kitɑ/.
Dialek Betawi dan timur kadang kala dianggap sebagai kreol Melayu sebab penuturnya campuran dari berbagai suku yang tidak hanya suku Melayu saja.
Bahasa Melayu sangat bervariasi. Penyebab yang utama adalah tidak adanya institusi yang memiliki kekuatan untuk mengatur pembakuannya. Kerajaan-kerajaan Melayu hanya memiliki kekuatan regulasi sebatas wilayah kekuasaannya, padahal bahasa Melayu dipakai oleh orang-orang jauh di luar batas kekuasaan mereka. Akibatnya muncul berbagai dialek (geografis) maupun sosiolek (dialek sosial). Pemakaian bahasa ini oleh masyarakat berlatar belakang etnik lain juga memunculkan berbagai varian kreol di mana-mana, yang masih dipakai hingga sekarang. Bahasa Betawi, suatu bentuk kreol, bahkan sekarang mulai memengaruhi secara kuat bahasa Indonesia akibat penggunaannya oleh kalangan muda Jakarta dan dipakai secara meluas di program-program hiburan televisi nasional.
Ada kesulitan dalam mengelompokkan bahasa-bahasa Melayu. Sebagaimana beberapa bahasa di Nusantara, tidak ada batas tegas antara satu varian dengan varian lain yang penuturnya bersebelahan secara geografis. Perubahan dialek sering kali bersifat bertahap. Untuk kemudahan, biasanya dilakukan pengelompokan varian sebagai berikut:
Bahasa-bahasa Melayu Tempatan (Lokal)
Bahasa-bahasa Melayu Kerabat (Paramelayu, Paramalay = Melayu "tidak penuh")
Bahasa-bahasa kreol (bukan suku/penduduk melayu) berdasarkan bahasa Melayu
Jumlah penutur bahasa Melayu di Indonesia sangat banyak, bahkan dari segi jumlah melampaui jumlah penutur bahasa Melayu di Malaysia maupun di Brunei Darussalam. Bahasa Melayu dituturkan mulai sepanjang pantai timur Sumatra, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung hingga pesisir Pulau Kalimantan dan kota Negara, Bali.[65]
Dialek Bangka-Belitung: dituturkan di provinsi Kepulauan Bangka Belitung sedikit perbedaan antara pengucapan kata sebagai contoh kata "APA-Indonesia" bangka menggunakan "APE" seperti mengucapkan kata "PEPES" dan Belitung "APE" seperti mengucapkan kata "Remang".
Bahasa Melayu sudah lama dikenal sebagai bahasa antarsuku bangsa khususnya di Indonesia. Dalam perkembangannya terutama kawasan-kawasan berpenduduk bukan Melayu dan mempunyai bahasa masing-masing, bahasa Melayu mengalami proses pemijinan dengan berbaurnya berbagai unsur bahasa setempat ke dalam bahasa Melayu dan karena dituturkan oleh anak-anaknya, bahasa Melayu mengalami proses pengkreolan.[65] Bahasa Melayu, khususnya di Indonesia Timur diperkenalkan pula oleh para misionaris asal Belanda untuk kepentingan penyebaran agama Kristen.
Dialek-dialek bahasa Melayu di Malaysia adalah seperti berikut:
Dialek Kedah (Kedah, Perlis, Pulau Pinang & Perak Utara) " meo ": dituturkan di negara bagian Kedah, Pulau Pinang, Perlis dan bagian utara negara bagian Perak. Terbagi kepada beberapa subdialek, seperti Perlis, Pulau Pinang, Kedah Utara dan Kedah Hilir. Dialek yang dituturkan oleh penduduk di Kedah Timur menampakkan banyak persamaan dengan dialek Kelantan dan Pattani, dialek ini dikenali sebagai dialek Kedah Hulu.
Dialek Kelantan: dituturkan di negara bagian Kelantan dan daerah Besut, Terengganu. Penduduk di beberapa buah daerah di Kedah seperti Baling, Sik dan Kuala Nerang bertutur di dalam dialek yang menampakkan banyak persamaan dengan Dialek Kelantan. Dialek Kelantan merupakan subdialek Dialek Pattani ataupun Yawi.
Dialek Terengganu "zlm-coa": dituturkan di negara bagian Terengganu kecuali daerah Besut dan sebagian negeri Pahang di pesisiran pantai daerah Kuantan. Catatan pertama bahasa Melayu di Terengganu tertulis pada Prasasti Terengganu yang tercatat pada tahun 1326 M atau 1386 M.
Dialek Perak - Dialek ini terbagi kepada tiga pecahan kecil:
Dialek Perak Tengah: dituturkan di bagian tengah negara bagian Perak meliputi daerah Perak Tengah dan Kuala Kangsar.
Dialek Perak Selatan: dituturkan di bagian selatan negara bagian Perak meliputi daerah Hilir Perak, Batang Padang, Kampar dan sebagian daerah Manjung dan Kinta. Dialek ini mempunyai pengaruh dialek Selangor dan Johor.
Dialek Perak Timur: dituturkan di bagian timur laut negara bagian Perak yaitu Lenggong, Grik dan Kroh (daerah Hulu Perak) yang bersempadan dengan negara bagian Kedah dan Kelantan serta provinsi Yala dan Narathiwat di kerajaan Thailand. Dialek yang dituturkan mempunyai campuran dialek Utara, dialek Perak dan dialek Kelantan/Pattani.
Dialek Selangor - KL: dituturkan di negara bagian Selangor, Wilayah FederalKuala Lumpur, Putrajaya serta kota-kota besar di Semenanjung Malaysia.
Dialek Negeri Sembilan: dituturkan di negara bagian Negeri Sembilan dan kawasan Taboh Naning, Melaka.
Dialek Malaka: dituturkan di negara bagian Melaka kecuali kawasan Taboh Naning.
Dialek Johor - Riau: dituturkan di negara bagian Johor dan selatan Pahang.
Dialek Pahang - Negara bagian Pahang kaya dengan pelbagai jenis dialek daerah yang dituturkan di daerah-daerah di mana Sungai Pahang mengalir:-
Hulu Sungai Pahang: Dialek Jerantut, Lipis, Bentong dan Raub (dituturkan dengan cepat dari segi kelajuan percakapan).
Pertengahan Sungai Pahang: Dialek Temerloh dan Maran (dituturkan secara sederhana dari segi kelajuan percakapan).
Hilir Sungai Pahang: Dialek Rompin dan Pekan (dituturkan dengan perlahan dari segi kelajuan percakapan).
Dialek Sarawak "zlm-sar": dituturkan di negara bagian Sarawak kecuali di divisi Limbang yang menggunakan dialek Brunei. Dialek Sarawak dapat dipecahkan kepada beberapa subdialek mengikut divisi administratif yaitu Bintulu, Kuching, Miri, Samarahan, Saribas, Sibu dan Sri Aman.
Dialek Baba - Sejenis dialek campuran antara bahasa Melayu dan dialek Hokkien. Dialek ini terbagi kepada tiga pecahan kecil yaitu:
Dialek Baba Melaka - dituturkan oleh kaum Baba dan Nyonya di negara bagian Melaka. Ia merupakan dialek asal bagi dialek Melayu Baba.
Dialek Baba Pulau Pinang - dituturkan oleh kaum Baba dan Nyonya di negara bagian Pulau Pinang.
Dialek Baba Singapura - dituturkan oleh kaum Baba dan Nyonya di Republik Singapura.
Dialek Johor-Riau juga dituturkan di Republik Singapura dan Provinsi Riau dan Kepulauan Riau, Indonesia.
Dialek-dialek bahasa Melayu di Singapura, Brunei Darussalam dan Thailand adalah seperti berikut:
Dialek Singapura: dituturkan di Republik Singapura. Dialek ini merupakan pecahan dari dialek Johor-Riau.
Dialek Brunei: dituturkan di Kerajaan Brunei Darussalam serta bagian pedalaman, negara bagian Sabah dan Wilayah Federal Labuan, Malaysia.
Dialek Patani: dituturkan di provinsi Pattani, Narathiwat, Yala dan Songkhla di Kerajaan Thailand.
Dialek Melayu Bangkok: Dituturkan oleh masyarakat Melayu di kawasan Bangkok, agak berbeda dengan dialek di bahagian Selatan Thailand.
Kini, kebanyakan angkatan baru sudah kehilangan upaya untuk bercakap dalam dialek ibu dan bapak mereka karena adanya penerapan bahasa Melayu ketetapan dalam pendidikan negara. Karena ada perbedaan dialek yang amat nyata, kadang kala penutur bahasa Melayu dari dialek tertentu tidak dapat mamahami penutur dialek yang lain terutama sekali dialek Kelantan, Sarawak dan Sabah.
Di luar wilayah tersebut, terdapat pula dialek Sri Lanka yang perlahan-lahan mulai punah, serta dialek Afrika Selatan, yang dipakai oleh pengikut Syekh Yusuf yang dibuang ke Cape Town.
Gisaburo Yamamichi, 1912 Marai-go yon shu-kan, Shogo Kimata ed, Tokyo : Okazakiya syoten. Salah satu terbitan awal untuk mempelajari bahasa Melayu di Jepang.
^Tadmor, Uri (2009). "Malay-Indonesian". Dalam Bernard Comrie. The World's Major Languages (edisi ke-2nd). London: Routledge. hlm. 791–818.
^Mikael Parkvall, "Världens 100 största språk 2007" (100 Bahasa Terbesar pada2007), di Nationalencyklopedin
^Uli, Kozok (30 Agustus 2022). "How many people speak Indonesian". University of Hawaii at Manoa. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-26. Diakses tanggal 30 Agustus 2022. James T. Collins (Bahasa Sanskerta dan Bahasa Melayu, Jakarta: KPG 2009) gives a conservative estimate of approximately 200 million, and a maximum estimate of 250 million speakers of Malay (Collins 2009, p. 17).
^ ab"East Timor Languages". www.easttimorgovernment.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Maret 2016. Diakses tanggal 30 Juli 2018.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Kepulauan Nusantara". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.Pemeliharaan CS1: Tampilkan editors (link)
^"Bahasa Melayu Kuno". Bahasa-malaysia-simple-fun.com. 15 September 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 December 2010. Diakses tanggal 22 December 2010.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^H.B. Jassin (1985, hal. 8) memberikan pendapat seperti ini. Lihat Hasjim, Nafron. Peranan Penerbit dalam Pembinaan Bahasa Indonesia. Dalam: Hasan Alwi, Dendy Sugono, Anton M. Moeliono. Telaah Bahasa dan Sastra. Yayasan Obor Indonesia. 1999. Hal. 260.
^Rahman, AA (2013). "Bahasa Melayu: Antara peluasan, penyempitan dan kecelaruan". penerbit.uthm.edu.my.
^Ethnologue 16 classifies them as distinct languages, ISO3 kxd and meo, but states that they "are so closely related that they may one day be included as dialects of Malay".
^ abClynes, Adrian; Deterding, David (2011). "Standard Malay (Brunei)". Journal of the International Phonetic Association. 41 (2): 259–268. doi:10.1017/S002510031100017X..
^Soderberg, Craig D.; Olson, Kenneth S. (2008). "Indonesia". Journal of the International Phonetic Association (dalam bahasa Inggris). 38 (2): 209–213. doi:10.1017/S0025100308003320. ISSN1475-3502.
^Teoh. Aspects of Malay phonology revisited: A non-linear approach.Parameter |primeiro= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |ano= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Asmah Haji, Omar (1985). Susur galur bahasa Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
^Ahmad, Zaharani (1993). Fonologi generatif: teori dan penerapan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Adelaar, K.A. 1988. More on Proto-Malayic. Dalam: Mohd. Thani Ahmad dan Zaini Mohammed Zain (peny.) Rekonstruksi dan cabang-cabang Bahasa Melayu induk, pp. 59–77. Seri monograf sejarah bahasa Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Bellwood, P. 1993. Cultural and biological differentiation in peninsular Malaysia: the last 10,000 years. Asian Perspectives 32:37-60.
Hudson, A.B. 1970. A note on Selako: Malayic Dayak and Land Dayak languages in West Borneo. Sarawak Museum Journal 18:301-318.
Edwards, E. D.; Blagden, C. O. (1931). "A Chinese Vocabulary of Malacca Malay Words and Phrases Collected between A. D. 1403 and 1511 (?)". Bulletin of the School of Oriental Studies, University of London. 6 (3): 715–749. doi:10.1017/S0041977X00093204. JSTOR607205.
B., C. O. (1939). "Corrigenda and Addenda: A Chinese Vocabulary of Malacca Malay Words and Phrases Collected between A.D. 1403 and 1511 (?)". Bulletin of the School of Oriental Studies, University of London. 10 (1). JSTOR607921.