Bahasa TontemboanBahasa Tontemboan adalah bahasa yang digunakan oleh suku Tontemboan, yakni sub-suku Minahasa di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Indonesia, khususnya di daerah kecamatan Tareran, Sonder, Kawangkoan, Langoan, Tenga, Tumpaan, Amurang, Motoling, dan Modoinding.[3] Bahasa Tontemboan ini termasuk kelompok bahasa Austronesia di pulau Sulawesi bagian utara, Indonesia. Tontemboan salah satu sub-dialek bahasa Minahasa, sub-kelompok dari rumpun bahasa Filipina.[4] Arti Tontemboan adalah 'orang gunung' atau 'orang yang berasal dari beberapa daerah dataran tinggi di Minahasa'. Bahasa Tontemboan adalah salah satu bahasa dari rumpun bahasa yang ada di tanah Minahasa, Sulawesi Utara. Selain itu, bahasa Tontemboan juga digunakan oleh sebagian warga keturunan Minahasa di desa Kaaruyan, kecamatan Paguat, di Gorontalo.[5]Bukan hanya digunakan di wilayah Minahasa Bahasa Tontemboan juga dituturkan di desa dan kecamatan di sepanjang perbatasan antara kabupaten Minahasa Selatan dan kabupaten Bolaang Mongondow Contohnya Seperti di Kecamatan Moat,Kecamatan Passi Timur, dan Kecamatan Poigar. Yang mana Sebagian Besar Penduduk Merupakan Penutur bahasa Tontemboan yang Bermukim Di kabupaten Bolaang Mongondow. Nama dan dialekNama lain dan nama dialeknya adalah Makela'i-Maotow, Makelai, Matana'i-Maore', Matanai, Pakewa, Kumawangkoan, Tompakewa, Tumompaso, Sonder, dan Tountemboan.[6] Bilangan
KosakataContoh beberapa kosakata dalam bahasa Tontemboan sebagai berikut:[7]
PemakaianPada Tahun 2013, diperkirakan jumlah penutur bahasa Tontemboan berjumlah 100.000 jiwa. Pemakaian bahasa Tontemboan hanya berlangsung pada kaum tua dan tidak berlanjut kepada generasi muda, hal ini menyebabkan bahasa Tontemboan termasuk bahasa yang terancam punah. Apalagi daerah penggunaannya yang berada di sekitar Langoan, Sonder, Suluun, dan Amurang, para kaum mudanya lebih memilih menggunakan bahasa Melayu Manado dalam percakapan sehari-hari.[8] Dokumentasi tentang hasil penelitian bahasa Tontemboan yang dihimpun sejak masih jaman kolonial Belanda relatif tidak banyak diketahui oleh publik, karena masih jarang dipublikasikan dan apalagi ditulis dalam bahasa Belanda.[9] Referensi
Pranala luar
|