Bahasa Gayo (pengucapan: Gayô) adalah sebuah bahasa dari rumpun Austronesia yang dituturkan oleh Suku Gayo di provinsi Aceh, yang terkonsentrasi di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues. Ke 3 daerah ini merupakan wilayah inti suku Gayo.
Bahasa Gayo merupakan salah satu bahasa yang ada di Nusantara. Keberadaan bahasa ini sama tuanya dengan keberadaan orang Gayo “Urang Gayo” itu sendiri di Indonesia. Sementara orang Gayo “Urang Gayo” merupakan suku asli yang mendiami Aceh. [diragukan – diskusikan][butuh rujukan]. Mereka memiliki bahasa, adat istiadat sendiri yang membedakan identitas mereka dengan suku-suku lain yang ada di Indonesia. Daerah kediaman mereka sendiri disebut dengan Tanoh Gayo (Tanah Gayo), tepatnya berada di tengah-tengah provinsi Aceh.
Sejarah
Bahasa-bahasa yang ada di Nusantara masuk dalam kelompok Austronesia (Merrit Ruhlen dalam Pesona Bahasa Nusantara Menjelang Abad Ke-21: 27). Sedangkan Bahasa Gayo termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia seperti yang disebutkan Domenyk Eades dalam bukunya A Grammar of Gayo: A Language of Aceh, Sumatra:
“Gayo belongs to the Malayo-Polynesian branch of the Austronesian family of languages. Malayo-Polynesian languages are spoken in Taiwan, the Philippines, mainland Southeast Asia, western Indonesia…”(Eades 2005:4)
Variasi Dialek
Salah satu dampak dari pesebaran yang terjadi yaitu adanya variasi dialek pada bahasa Gayo. Meski demikian, perbedaan tersebut tidak memengaruhi penutur bahasa Gayo dalam berkomunikasi satu sama lain. Pengaruh dari luar yaitu bahasa di luar bahasa Gayo turut memengaruhi variasi dialek tersebut. Perbedaan tersebut tidak hanya pada aspek fonologi tetapi juga pada kosakata yang digunakan. Namun, untuk yang kedua (kosakata) tidak menunjukan pengaruh yang begitu besar. Sebagai contoh, bahasa Gayo yang ada di Lokop, sedikit berbeda dengan bahasa Gayo yang ada di Gayo Kalul, Gayo Lut, Linge dan Gayo Lues. Hal tersebut disebabkan karena pengaruh bahasa Aceh yang lebih dominan di Aceh Timur. Begitu juga halnya dengan Gayo Kalul, di Aceh Tamiang.
Dalam hal dialek yang ada pada Suku Gayo, M.J. Melalatoa membagi dialek Gayo Lut terdiri dari sub-dialek Gayo Lut dan Deret; sedangkan Bukit dan Cik merupakan sub-subdialek. Demikian pula dengan dialek Gayo Lues terdiri dari sub-dialek Gayo Lues dan Serbejadi. Sub-dialek Serbejadi sendiri meliputi sub-sub dialek Serbejadi dan Lukup (1981:53). Sementara Baihaqi Ak., dkk menyebut jumlah dialek bahasa Gayo sesuai dengan persebaran suku Gayo tadi (Gayo Lut, Deret, Gayo Lues, Lokop/Serbejadi dan Kalul). Namun, dialek Gayo Lues, Gayo Lut, Gayo Lukup/Serbejadi dan Gayo Deret dapat dikatakan sama atau amat berdekatan. Di Gayo Lut sendiri terdapat dua dialek yang disana dinamakan dialek Bukit dan Cik (1981:1).
"'versi Dialek"'
"Bukit
"Cik
"Linge
"Syiah utama
"Lukup
"Serberjadi
"Blangkejeren
"Gayo Alas (Kutecane)
Dalam bahasa Gayo, kita juga mengenal tingkat kesopanan yang ditunjukan dengan tutur (memanggil seseorang) dengan panggilan yang berbeda. Hal tersebut menunjukan tata krama, sopan santun, rasa hormat, penghargaan dan kasih sayang. Kepada orang tua, misalnya, akan memiliki tutur yang berbeda dengan anak-anak. Dapat kita contohkan, pemakaian ko dan kam, yang keduanya berarti kamu (anda) Panggilan ko biasa digunakan dari orang tua dan/atau lebih tua kepada yang lebih muda, sebaliknya, terasa janggal atau tidak sopan bila yang muda menggunakan kata ini kepada orang yang lebih tua. Kata kam sendiri lebih sopan dibandingkan dengan ko. Selain itu, kam ini menunjukan makna jamak dan panggilan intim antara suami istri. Tambahan pula, bahasa Gayo Lut dinilai lebih sopan dan halus dibandingkan dengan bahasa Gayo lainnya.
Fungsi
Dalam pergaulan sehari-hari antar orang Gayo, bahasa ini berfungsi sebagai alat komunikasi. Meski terdapat adanya perbedaan dialek dan kosakata dalam bahasa Gayo seperti yang disebutkan sebelumnya (Gayo Lut, Gayo Deret, Gayo Lues, Lokop dan Kalul), tetapi perbedaan tersebut tidak menjadi persoalan yang berarti dalam proses komunikasi antar penutur bahasa Gayo. Perbedaan dialek dan kosakata tersebut menjadi cerminan kayanya kandungan bahasa Gayo. Kedua, bahasa ini berfungsi sebagai bahasa pengantar terutama pada periode awal penyebaran Islam dan dalam dunia pendidikan. Dapat kita lihat pada saman, didong dan beberapa sastra lisan Gayo lainnya. Dengan demikian, proses peyampaian menjadi lebih efektif dan mudah dimengerti oleh masyarakat. Di kota Takengon sendiri, yang multietnis dan multikultural, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar untuk berkomunikasi. Ketiga, sebagai identitas; melalui bahasa, kita dapat mengetahui kepribadian, identitas dan budaya bangsa lain, begitu juga halnya dengan bahasa Gayo. Pada akhirnya, keberadaan bahasa menjadikan penuturnya bangga akan kepemilikan bahasa yang bersangkutan. Demikian halnya bagi orang Gayo, bahasa Gayo menjadi kebanggaan tersendiri bagi para penuturnya.
- Basa Gayo = Bahasa Gayo
- Sahen gëral Kam? = Siapakah nama Anda?
- Ariga, gëralku = Ariga, namaku
- Kunë këbër ni Kam? = Bagaimana kabar Anda?
- Alhamdulillah jëroh, Kam kunë? = Alhamdulillah baik, Anda bagaimana?
- Ngë mangan kë, Kam = Sudah makankah, Anda?
- Gërë ilën = Belum
- I Takèngën, isi kitë tarëng? = Di Takèngën, dimana Kamu tinggal?
- I Bëbësën, umahku = di Bëbësën, rumahku
- Sëlohën gèh wè ku umah? = Kapankah dia datang ke rumah?
- Ama malè bëluh ku Lingë sërloni = Ayah akan pergi ke Lingë hari ini
- Singah ku umah = Mampir ke rumah
- Barëk sëlo ikë ara masa = Kapan-kapan jikalau ada waktu
- Ëntah Mangan, ënti këmèl-këmèl! = Mari makan , jangan malu-malu!
- Aku malè ulak = Saya mau pulang
- Tëngah ngunë? = Sedang apa?
- Tëngah mubasuh = Sedang mencuci/membasuh
Rujukan
- ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Bahasa Gayo". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.
- ^ "Bahasa Gayo". www.ethnologue.com (dalam bahasa Inggris). SIL Ethnologue.
Pranala luar
Bahasa Gayo
Wilayah Bahasa Gayo