Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman iniKlasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
Rumpun Anglikan, yang juga dikenal sebagai rumpun Jermanik Kepulauan, mencakup bahasa Inggris Kuno dan semua variasi linguistik yang diturunkan darinya. Untuk lebih lengkap, lihat bagan berikut:
Bahasa Inggris dikategorikan sebagai C0 Internasional menurut SIL Ethnologue, artinya bahasa ini merupakan bahasa pengantar internasional ataupun bahasa yang digunakan pada kancah antar bangsa
All human beings are born free and equal in dignity and rights. They are endowed with reason and conscience and should act towards one another in a spirit of brotherhood.
Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan.
Negara maupun teritori yang menggunakan bahasa Inggris dan bahasa kreol turunan sebagai bahasa keseharian mayoritas penduduknya
Negara maupun teritori yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi ataupun bahasa administratif, tetapi tidak digunakan dalam keseharian ataupun tidak dituturkan oleh penutur jati dalam jumlah besar
Bahasa Inggris berkembang pertama kali di kerajaan-kerajaan Anglia-Sachsen dan di wilayah yang saat ini merupakan Skotlandia tenggara. Setelah meluasnya pengaruh Inggris Raya pada abad ke-17 dan ke-20 melalui Imperium Inggris Raya, bahasa Inggris tersebar luas di seluruh dunia.[9][10][11][12] Di samping itu, luasnya penggunaan bahasa Inggris juga disebabkan oleh penyebaran kebudayaan dan teknologi Amerika Serikat yang mendominasi di sepanjang abad ke-20.[13] Hal-hal tersebut telah menyebabkan bahasa Inggris saat ini menjadi bahasa utama dan secara tidak resmi (de facto) dianggap sebagai bahasa penghubung (lingua franca) di berbagai belahan dunia.[14][15]
Menurut sejarahnya, bahasa Inggris berasal dari peleburan beragam dialek yang saling berkerabat, yang di zaman sekarang secara kolektif dikenal sebagai bahasa Inggris Kuno, yang dibawa ke pantai timur Pulau Britania Raya oleh pendatang Jermanik (Anglia-Sachsen) pada abad ke-5; kata English berasal dari nama suku Anglia.[16] Bangsa Anglia-Sachsen ini sendiri berasal dari wilayah Anglia (saat ini Schleswig-Holstein, Jerman). Bahasa Inggris awal juga dipengaruhi oleh bahasa Nordik Kuno setelah Viking menaklukkan Inggris pada abad ke-9 dan ke-10.
Selain bahasa Anglia-Sachsen dan bahasa Prancis Norman, sejumlah besar kata dalam bahasa Inggris juga berakar dari bahasa Latin, karena bahasa Latin adalah lingua francaGereja Kristen dan bahasa utama di kalangan intelektual Eropa,[19] dan telah menjadi dasar kosakata bagi bahasa Inggris modern.
Karena telah mengalami perpaduan beragam kata dari berbagai bahasa di sepanjang sejarah, bahasa Inggris modern memiliki kosakata yang sangat banyak, dengan ejaan yang kompleks dan tidak teratur (irregular), khususnya vokal. Bahasa Inggris modern tidak hanya merupakan perpaduan dari bahasa-bahasa Eropa, tetapi juga dari berbagai bahasa di seluruh dunia. Oxford English Dictionary memuat daftar lebih dari 250.000 kata berbeda, tidak termasuk istilah-istilah teknis, sains, dan slang (bahasa gaul) yang jumlahnya juga sangat banyak.[20][21]
Etimologi
Kata English berasal dari eponim Angle, nama suku Jermanik yang diperkirakan berasal dari wilayah Angeln di Jutlandia (sekarang Jerman utara).[22] Untuk kemungkinan etimologi kata ini, lihat artikel Angeln dan suku Anglia.
Bahasa Inggris modern, kadang digambarkan sebagai lingua franca global pertama,[23][24] adalah bahasa dominan, atau dalam beberapa kasus bahkan ditetapkan sebagai bahasa internasional dalam bidang komunikasi, sains, teknologi informasi, bisnis, kelautan,[25] kedirgantaraan,[26] hiburan, radio, dan diplomasi.[27] Penyebaran bahasa Inggris di luar Kepulauan Britania dimulai dengan pertumbuhan Imperium Britania, dan pada abad ke-19 jangkauannya telah global.[28] Setelah kolonisasi Britania sejak abad ke-16 hingga ke-19, bahasa Inggris menjadi bahasa dominan di Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Pertumbuhan pengaruh budaya dan ekonomi Amerika Serikat dan statusnya sebagai negara adidaya global sejak Perang Dunia II turut mempercepat penyebaran bahasa Inggris ke seluruh dunia.[24] Bahasa Inggris menggantikan bahasa Jerman sebagai bahasa sains yang dominan dalam penghargaan Hadiah Nobel pada paruh kedua abad ke-20.[29] Bahasa Inggris telah menyamai dan bahkan telah melampaui bahasa Prancis sebagai bahasa dominan dalam dunia diplomasi pada paruh kedua abad ke-19.
Kemampuan berbahasa Inggris telah menjadi kebutuhan dalam sejumlah bidang ilmu, pekerjaan, dan profesi semisal kedokteran dan komputasi; sebagai akibatnya, lebih dari satu miliar orang di dunia bisa berbahasa Inggris setidaknya pada tingkat dasar (lihat bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau internasional). Bahasa Inggris adalah salah satu dari enam bahasa resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa.[30]
Salah satu dampak pertumbuhan bahasa Inggris adalah berkurangnya keragaman bahasa di berbagai belahan dunia. Pengaruh bahasa Inggris berperan penting dalam kepunahan bahasa.[31] Sebaliknya, berbagai keragaman bahasa Inggris juga berpotensi menciptakan bahasa-bahasa baru dari waktu ke waktu, bersama dengan bahasa kreol dan bahasa pijin.[32]
Klasifikasi
Bahasa Inggris merupakan bahasa Indo-Eropa yang termasuk ke dalam cabang Jermanik Barat dari subrumpun Jermanik.[33]Bahasa Inggris Kuno berasal dari sebuah wilayah kesinambungan dialek dan budaya di sekujur pesisir Laut UtaraFrisia. Ragam tutur di wilayah ini secara bertahap berkembang menjadi bahasa-bahasa Anglik di Kepulauan Britania serta bahasa-bahasa Frisia dan Jerman Hulu/Saksen Hulu di Eropa Daratan. Bahasa-bahasa Frisia merupakan kerabat terdekat bagi bahasa Inggris dan bahasa-bahasa Anglik lainnya; keseluruhan bahasa ini tergabung dalam subkelompok Anglo-Frisia. Ragam tutur Jerman Hulu/Saksen Hulu juga berkerabat dekat dengan subkelompok ini; terkadang bahasa-bahasa Inggris, Frisia, dan Jerman Hulu digolongkan ke dalam subkelompok Ingvaeonik (Jermanik Laut Utara), walaupun pengelompokan ini masih diperselisihkan keabsahannya.[34] Bahasa Inggris Kuno berevolusi menjadi bahasa Inggris Pertengahan, yang kemudian menurunkan bahasa Inggris Modern.[35] Beberap ragam tutur bahasa Inggris Kuno dan Pertengahan juga berkembang menjadi bahasa-bahasa Anglik lainnya, seperti Bahasa Skot yang dituturkan di Skotlandia[36], atau ragam Fingal serta Forth dan Bargy (Yola) di Irlandia.[37]
Sebagaimana bahasa Islandia dan Faroe yang berkembang di kepulauan terpisah dari daratan Eropa, perkembangan bahasa Inggris di Kepulauan Britania membuatnya terisolasi dari pengaruh bahasa-bahasa Jermanik daratan. Bahasa Inggris pun berubah secara signifikan. Bahasa Inggris tidak berkesalingpahaman dengan bahasa Jermanik kontinental mana pun, akibat perbedaan dalam hal kosa kata, sintaksis, dan fonologi. Walaupun begitu, beberapa di antaranya, seperti bahasa Belanda dan Frisia, memiliki kedekatan yang kuat dengan bahasa Inggris, terutama pada tahap-tahap awal pembetukannya.[38]
Namun, tidak seperti bahasa Islandia dan Faroe yang terisolasi, bahasa Inggris berkembang dengan pengaruh yang didapatkan melalui serangkaian invasi pihak luar ke Kepualaun Britania, terutama oleh penutur bahasa Norse Kuno dan Perancis Norman. Bahasa-bahasa ini meninggalkan pengaruh yang dalam, sampai-sampai bahasa Inggris memiliki beberapa kesamaan dalam hal kosa kata dan tata bahasa dengan banyak bahasa di luar kladus linguistiknya—walaupun hal ini tidak lantas menjadikan penutur bahasa Inggris dapat saling paham dengan penutur bahasa-bahasa tersebut. Beberapa peneliti bahkan berpendapat bahwa bahasa Inggris dapat dianggap sebagai bahasa campuran atau kreol. Pandangan ini juga dikenal sebagai hipotesis kreol Inggris Pertengahan. Meski begitu, terlepas dari pengaruh bahasa-bahasa lain terhadap kosa kata dan tata bahasa Inggris Modern yang diakui secara luas, sebagian besar ahli di bidang kontak bahasa tidak menganggap bahasa Inggris sebagai bahasa campuran sejati.[39][40]
Bahasa Inggris digolongkan sebagai bahasa Jermanik karena ia mengalami beberapa inovasi bahasa yang sama dengan bahasa-bahasa Jermanik lainnya seperti bahasa Belanda, Jerman, dan Swedia.[41] Inovasi-inovasi ini menunjukkan bahwa bahasa-bahasa tersebut diturunkan dari leluhur bersama, yaitu bahasa Proto-Jermanik. Termasuk di antara ciri khas bahasa Jermanik adalah: pemabgian verba-verba menjadi kelas verba kuat dan verba lemah, penggunaan verba modal, serta perubahan-perubahan bunyi yang berdampak pada konsonan-konsonan dari bahasa Proto-Indo-Europa, seperti Hukum Grimm dan Hukum Verner. Bahasa Inggris digolongkan sebagai bagian dari cabang Anglo-Frisia, sebab bahasa Frisia dan bahasa Inggris berbagi ciri yang lebih spesifik, seperti palatalisasi konsonan velar Proto-Germanik.[42]
Bahasa Inggris berasal dari dialek Jermanik Laut Utara yang dibawa ke Britania oleh pemukim Jermanik dari berbagai wilayah yang saat ini dikenal dengan Belanda, Jerman utara, dan Denmark.[43] Menjelang periode ini, penduduk Britania Romawi berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Brittonik, Keltik, beserta bahasa-bahasa Romawi yang dipengaruhi oleh bahasa Latin setelah pendudukan Romawi yang berlangsung selama 400 tahun.[44] Salah satu suku Jermanik yang datang ke Britania adalah Angles,[45] yang diperkirakan pindah seluruhnya ke Britania.[46] Nama England (dari Engla land[47] "Land of the Angles") and English (Old English Englisc[48]) berasal dari nama suku ini–meskipun suku-suku Jermanik lainnya seperti Saxon, Jute, dan suku-suku dari pantai Frisia, Saxon Hulu, Jutland, dan Swedia selatan juga pindah ke Britania pada periode ini.[49][50][51]
Bahasa Inggris Kuno kemudian diubah lagi oleh dua gelombang invasi. Yang pertama adalah invasi oleh penutur bahasa Jermanik Utara, ketika Halfdan Ragnarsson dan Ivar the Boneless mulai menaklukkan dan menguasai Kepulauan Britania bagian utara pada abad ke-8 dan ke-9 (lihat Danelaw). Invasi kedua berasal dari penutur bahasa RomawiNormandia Kuno pada abad ke-11 setelah penaklukan Normandia terhadap Inggris. Normandia mengembangkan bahasa Inggris menjadi bahasa Anglo-Norman, dan kemudian Anglo-Prancis–dan memperkenalkan penggolongan kata, khususnya di kalangan istana dan pemerintahan. Normandia juga memperluas leksikon bahasa Inggris dengan menyerap kata-kata dari bahasa Skandinavia dan Prancis. Hal ini pada akhirnya menyederhanakan tatabahasa dan mengubah bahasa Inggris menjadi sebuah "bahasa pinjaman"–bahasa yang secara terbuka menerima kata-kata baru dari bahasa lain.
Pergeseran linguistik dalam bahasa Inggris setelah pendudukan Normandia menghasilkan bahasa baru yang saat ini dikenal dengan bahasa Inggris Pertengahan; The Canterbury Tales karya Geoffrey Chaucer adalah karya terkenal yang ditulis dalam bahasa ini. Pada periode ini, bahasa Latin merupakan lingua franca di kalangan Gereja Kristen dan intelektual Eropa, dan karya-karya ditulis atau disalin dalam bahasa Latin.[19] Kata-kata Latin kemudian turut diserap untuk menciptakan istilah atau konsep yang tidak terdapat dalam kata bahasa Inggris asli.
Pemakaian bahasa Inggris Modern, termasuk dalam karya-karya William Shakespeare[53] dan Alkitab Versi Raja James, umumnya bermula sejak tahun 1550, dan setelah Britania Raya menjadi kekuatan kolonial, bahasa Inggris berfungsi sebagai lingua franca di negara-negara jajahan Imperium Britania. Pada periode pascakolonial, beberapa negara baru yang memiliki beragam bahasa pribumi memilih untuk tetap menggunakan bahasa Inggris sebagai lingua franca untuk menghindari pertentangan politik yang mungkin muncul akibat menggunakan salah satu bahasa pribumi ketimbang bahasa yang lainnya. Sebagai akibat pertumbuhan Imperium Britania, bahasa Inggris digunakan secara luas di wilayah bekas jajahan Britania di Amerika Utara, India, Afrika Selatan, Australia, Singapura, dan di berbagai wilayah lainnya. Penggunaan bahasa Inggris semakin meluas setelah Amerika Serikat muncul sebagai negara adidaya pada pertengahan abad ke-20.
Selain dengan bahasa Frisia, bahasa lainnya yang juga terkait jauh dengan bahasa Inggris adalah bahasa-bahasa Jermanik Barat non-Anglo-Frisia (bahasa Belanda, Afrikaans, Jerman Hulu, Jerman Hilir, Yiddish) serta rumpun bahasa Jermanik Utara (Swedish, Denmark, Norwegia, Islandia, dan Faroe). Tidak ada satupun dari bahasa-bahasa tersebut yang saling berpahaman dengan bahasa Inggris, umumnya karena perbedaan leksis, sintaks, semantik, dan fonologi, serta isolasi yang dialami oleh bahasa Inggris di Kepulauan Britania yang terpisah dari dataran Eropa, meskipun beberapa bahasa seperti Belanda memiliki afinitas yang cukup kuat dengan bahasa Inggris, terutama pada tingkat dasar. Pengisolasian telah memungkinkan bahasa Inggris (serta bahasa Islandia dan Faroe) untuk berkembang secara mandiri dan terpisah dari pengaruh bahasa Jermanik Eropa daratan.[54]
Selain karena isolasi, perbedaan leksikal antara bahasa Inggris dengan bahasa Jermanik lainnya juga disebabkan oleh perubahan diakronis, pergeseran semantik, dan banyaknya kata bahasa Inggris yang diserap dari bahasa lain, terutama Latin dan Perancis (meskipun penyerapan kata ini sama sekali bukanlah hal unik bagi bahasa Inggris). Misalnya: kata "exit" diserap dari bahasa Latin, bukannya uitgang (Belanda) dan Ausgang (Jerman), juga kata "change" (Perancis).
Persebaran geografis
Pada tahun 2016, sekitar 400 juta orang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pertama mereka, sementara 1.1 milyar orang menuturkannya sebagai bahasa kedua.[55] English is the largest language by number of speakers. Komunitas penutur bahasa Inggris dapat ditemui di tiap benua.[56]
Negara-negara yang menjadi tempat bahasa Inggris dituturkan dapat digolongkan menjadi tiga kategori berbeda, tergantung peran yang diambil oleh bahasa Inggris di negara tersebut. Negara "lingkar dalam" (inner circle)[57] yang memiliki banyak penutur jati bahasa Inggris berbagi ragam tulisan standar yang bersifat internasional dan secara kolektif mempengaruhi norma bertutur bahasa Inggris di seluruh dunia. Bahasa Inggris bukan hanya milik satu negara saja, dan bukan pula milik pemukim keturunan Inggris semata. Bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa resmi di beberapa negara yang memiliki sedikit keturunan penutur jati bahasa Inggris. Bahasa ini juga telah menjadi bahasa terpenting dalam komunikasi internasional dengan bertindak sebagai lingua franca bagi orang-orang yang tidak berbagi bahasa ibu yang sama di seluruh dunia.
Tiga lingkar negara-negara penutur bahasa Inggris
Ahli bahasa berkebangsaan India, Braj Kachru, membedakan antara negara-negara penutur bahasa Inggris dengan model tiga lingkar.[57] Dalam model ini,
negara-negara di "lingkar dalam" memiliki komunitas penutur jati bahasa Inggris yang besar;
negara-negara di "lingkar luar" memilki komunitas penutur jati bahasa Inggris yang kecil, tetapi penggunaan bahasa Inggris yang luas sebagai bahasa kedua di bidang pendidikan, penyiaran, atau keperluan resmi setempat; dan
negara-negara di "lingkar pengembangan", yang memiliki banyak pembelajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing.
Kachru mendasarkan modelnya pada metode penyebaran bahasa Inggris di negara yang berbeda-beda, bagaimana cara penutur mempelajarinya, dan lingkup penggunaan bahasa Inggris di negara tersebut. Cakupan ketiga lingkar ini dapat berubah seiring waktu.[58]
Fonetik dan fonologi bahasa Inggris berbeda dari satu dialek ke dialek yang lain, meskipun hal ini biasanya tidak mengganggu komunikasi antar penutur berbeda dialek. Keragaman fonologi menjadikan jumlah fonem (bunyi yang dapat mengubah arti) yang berbeda-beda, sementara keragaman fonetik memberikan perbedaan dalam hal realisasi pengucapan fonem-fonem tersebut. [59] Ringkasan berikut utamanya menjabarkan dua sistem pengucapan baku, yaitu Pengucapan Lazim (Received Pronunciation, RP) yang dipakai di Britania Raya, serta logat Amerika Umum (General American, GA) yang dipakai di Amerika Serikat.
Kebanyakan dialek bahasa Inggris menggunakan 24fonem konsonan yang sama. Daftar konsonan yang diberikan di bawah ini berlaku untuk dialek Inggris California[63] dan RP.[64]
Untuk konsonan hambat (hentian, afrikat, dan frikatif) yang berpasangan pada tabel di atas, seperti /pb/, /tʃdʒ/, dan /sz/, fonem yang pertama bersifat fortis (kuat), sementara yang kedua bersifat lenis (lemah). Konsonan hambat fortis seperti /ptʃs/ diucapkan dengan otot yang lebih tegang dan hembusan napas yang lebih kuat daripada konsonan lenis seperti /bdʒz/, dan selalu bersifat nirsuara (diucapkan tanpa menggetarkan pita suara). Pada konsonan lenis di awal dan akhir ujaran, getaran pita suara dilakukan secara parsial, sementara pada konsonan lenis di antara vokal, getaran pita suara dilakukan secara penuh. Pada kebanyakan dialek, hentian fortis seperti /p/ memiliki ciri artikulasi atau akustik tambahan, yaitu: 1) diucapkan dengan aspirasi[pʰ] jika konsonan tersebut berdiri sendiri di awal suku kata bertekanan; 2) sering kali diucapkan tanpa aspirasi pada kasus lainnya, dan 3) sering kali diucapkan tanpa letupan[p̚] atau dengan pra-glotalisasi [ʔp] di akhir suku kata. Pada kata yang terdiri dari satu suku kata, bunyi vokal sebelum hentian fortis dipendekkan, sehingga bunyi vokal pada kata nip 'cubit' terdengar lebih pendek (secara fonetis, bukan fonemis) daripada vokal dalam kata nib[nɪˑb̥] 'ujung yang runcing'.[65]
hentian lenis: bin[b̥ɪˑn] 'wadah', about[əˈbaʊt] 'tentang', nib[nɪˑb̥] 'ujung yang runcing'
Pada dialek RP, aproksiman lateral /l/ memiliki dua alofon (variasi pengucapan) berbeda, yaitu [l] yang pengucapannya jelas atau polos, seperti pada kata light 'cahaya', serta [ɫ] yang diucapkan dengan velarisasi (lidah belakang dinaikkan sampai mendekati velum) sehingga terkesan "gelap" (dark l), seperti pada kata full 'penuh'.[66] Dialek GA menggunakan l gelap pada kebanyakan kasus.[67]
l jelas: pengucapan RP untuk light[laɪt] 'cahaya'
l gelap: pengucapan RP dan GA untuk full[fʊɫ] 'penuh', pengucapan GA untuk light[ɫaɪt] 'cahaya'
Semua konsonan sonoran (baik likuida /l,r/ maupun sengau /m,n,ŋ/) bersifat nirsuara (diucapkan tanpa getaran pita suara) jika didahului oleh bunyi hambat nirsuara, dan bersifat silabis (diucapkan sebagai suku kata tersendiri) jika didahului oleh konsonan lain di akhir kata.[68]
sonoran nirsuara: clay[kl̥eɪ̯] 'lempung'; snow RP [sn̥əʊ̯], GA [sn̥oʊ̯] 'salju'
Pengucapan vokal-vokal dalam bahasa Inggris amat bervariasi dari satu dialek ke dialek lainnya, dan merupakan salah satu aspek yang paling mudah dideteksi untuk mengetahui logat yang digunakan oleh penuturnya. Tabel di bawah ini mendaftar fonem-fonem vokal dalam dialek Received Pronunciation (RP) dan General American (GA), dengan contoh-contoh kata yang mengandung vokal-vokal tersebut, berdasarkan set kosakata yang disusun oleh para linguis. Vokal-vokal di sini direpresentasikan dengan simbol IPA; daftar vokal RP mengikut daftar vokal standar yang biasa ditemukan dalam kamus-kamus dan publikasi lain yang berasal dari Inggris.[69]
Dalam dialek RP, panjang vokal bersifat fonemis; vokal panjang ditandai dengan simbol titik dua serupa ujung panah [ː] dalam tabel di atas. Contohnya adalah vokal dalam kata need[niːd] yang berlawanan dengan vokal dalam kata bid[bɪd]. Sementara dalam dialek GA, panjang vokal tidak bersifat fonemis atau mengubah makna.
Bunyi vokal dalam dialek RP maupun GA dipendekkan jika ditutup oleh konsonan fortis (seperti /ttʃf/) pada suku kata yang sama, tetapi tidak dipendekkan sebelum konsonan lenis seperti /ddʒv/ atau jika berada pada suku kata terbuka. Karena itu, bunyi vokal dalam kata rich[rɪtʃ], neat[nit], dan safe[seɪ̯f] terkesan lebih pendek daripada bunyi vokal dalam kata ridge[rɪˑdʒ], need[niˑd], dan save[seˑɪ̯v], begitu pula dengan bunyi vokal dalam kata light[laɪ̯t] yang lebih pendek daripada bunyi vokal dalam kata lie[laˑɪ̯]. Karena konsonan lenis sering kali bersifat nirsuara pada akhir suku kata, panjang sebuah bunyi vokal merupakan penanda yang penting untuk mengetahui apakah konsonan yang mengikutinya bersifat lenis atau fortis.[70]
Vokal /ə/ hanya muncul pada suku kata tanpa penekanan dan diucapkan dengan mulut yang lebih terbuka pada posisi akhir bentuk dasar/pangkal kata (stem).[71][72] Beberapa dialek tidak membedakan antara bunyi /ɪ/ dan /ə/ dalam posisi tanpa penekanan, sehingga kata rabbit 'kelinci' dan abbot 'abbas, kepala biara' berbagi rima yang serupa, sementara nama Lenin dan Lennon memiliki pengucapan yang sama (homofon). Ciri dialektal ini disebut sebagai penggabungan vokal lemah (weak vowel merger).[73] Bunyi /ɜr/ dan /ər/ dalam dialek GA direalisasikan sebagai vokal dengan corak bunyi r[ɚ]. Contohnya adalah kata further 'lebih jauh', yang secara fonemis direpresentasikan sebagai /ˈfɜrðər/ tapi diucapkan sebagai [ˈfɚðɚ] dalam GA. Kata yang sama dalam RP direpresentasikan secara fonemis sebagai /ˈfɜːðə/ dan direalisasikan sebagai [ˈfəːðə].[74]
Tekanan, ritme dan intonasi
Tekanan memiliki peran yang besar dalam bahasa Inggris. Dalam kata-kata bahasa Inggris, ada suku kata yang ditekan dan ada yang tidak. Tekanan yang dimaksud di sini mencakup perbedaan dalam hal durasi, intensitas, dan kualitas vokal, dan terkadang juga perubahan pada nada (pitch). Suku kata yang ditekan diucapkan dengan lebih panjang dan lebih nyaring daripada suku kata yang tidak ditekan. Bunyi vokal dalam suku kata tanpa tekanan sering kali mengalami reduksi sementara vokal dalam suku kata dengan tekanan tidak direduksi.[75] Beberapa kata—terutama kata tugas, tetapi juga kata kerja modal seperti can—memiliki bentuk lemah dan kuat tergantung dari apakah kata tersebut muncul di posisi yang ditekan atau tidak dalam sebuah kalimat.
Tekanan dalam bahasa Inggris bersifat fonemis, dan terdapat beberapa pasang kata yang dibedakan hanya berdasarkan posisi tekanannya. Contohnya, kata contract ditekan pada suku kata pertama (/ˈkɒntrækt/KON-trakt) ketika digunakan sebagai nomina ('kontrak'), tetapi ditekan pada suku kata terakhir (/kənˈtrækt/kən-TRAKT) ketika digunakan sebagai verba yang dapat mencakup banyak makna (termasuk misalnya contract yang berarti 'menyusut').[76][77][78] Di sini, tekanan berkaitan dengan reduksi vokal: pada contract yang bermakna nomina, vokal pada suku kata pertama yang ditekan diucapkan tanpa reduksi sebagai /ɒ/, tetapi pada contract yang bermakna verba, suku kata pertama tidak ditekan dan vokalnya direduksi menjadi /ə/. Tekanan juga digunakan untuk membedakan antara kata dan frasa, sehingga gabungan kata serangkai hanya diberi tekanan pada salah satu bagian, tetapi frasa dengan komponen yang sama ditekan dua kali: contohnya a burnout (/ˈbɜːrnaʊt/) 'kelelahan mental' versus to burn out (/ˈbɜːrnˈaʊt/) 'membakar habis', serta a hotdog (/ˈhɒtdɒɡ/) 'sepotong hotdog' versus a hot dog (/ˈhɒtˈdɒɡ/) 'seekor anjing yang panas'.[79]
Bahasa Inggris umumnya dianggap sebagai bahasa yang ritmenya diatur oleh suku kata bertekanan (stress-timed rhythm); selisih waktu pengucapan antara suku kata bertekanan dalam bahasa Inggris cenderung konstan.[80] Suku kata dengan tekanan diucapkan lebih panjang, sementara suku kata tanpa tekanan (yang berada di antara suku kata bertekanan) dipendekkan. Pemendekan bunyi vokal dalam suku kata tanpa tekanan menyebabkan perubahan dalam kualitas vokal; fenomena ini disebut juga dengan reduksi vokal.[81]
Ragam regional
Ragam-ragam bahasa Inggris Baku dan ciri khasnya[82]
Perbedaan paling besar dalam ragam-ragam bahasa Inggris adalah pada pengucapan bunyi vokalnya. Terdapat dua ragam utama yang digunakan sebagai ragam baku dalam pengajaran bahasa Inggris di negara-negara yang penduduknya mayoritas bukan penutur bahasa tersebut, yaitu bahasa Inggris Britania (British English, BrE) dan bahasa Inggris Amerika (American English, AmE). Negara-negara seperti Kanada, Australia, Irlandia, Selandia Baru dan Afrika Selatan memiliki ragam baku mereka sendiri yang lebih jarang dipakai dalam pengajaran bahasa Inggris secara internasional. Beberapa perbedaan antara ragam-ragam ini dapat dilihat pada tabel "Ragam-ragam bahasa Inggris Baku dan ciri khasnya".[82]
Sepanjang sejarahnya, bahasa Inggris telah melalui berbagai perubahan bunyi. Sebagian perubahan bunyi ini berlaku pada seluruh ragam bahasa Inggris, sementara sebagian yang lain hanya berlaku pada beberapa ragam saja. Ragam-ragam baku bahasa Inggris pada umumnya mengalami Pergeseran Vokal Besar (Great Vowel Shift) yang memengaruhi pengucapan vokal-vokal panjang, walaupun terdapat perbedaan dalam bunyi vokal yang dihasilkan oleh pergeseran ini pada sebagian kecil dialek. Di Amerika Utara, beberapa pergeseran berantai (pergeseran bunyi yang memicu pergeseran lainnya) seperti Pergeseran Vokal Kota-Kota Utara (Northern Cities Vowel Shift) dan Pergeseran Kanada (Canadian Shift) menghasilkan bentang vokal yang amat khas pada sebagian logat daerah.[83]
Beberapa dialek memiliki bunyi konsonan fonemis dan fonetis yang lebih banyak atau lebih sedikit dari jumlah bunyi dalam ragam-ragam baku. Sebagian ragam konservatif seperti bahasa Inggris Skotlandia menggunakan bunyi nirsuara[ʍ] dalam kata whine 'mengeluh', kontras dengan bunyi [w] dalam kata wine '(minuman) anggur' yang menggunakan getaran pita suara. Sementara itu, kebanyakan dialek lainnya menggunakan [w] dalam kedua kondisi; ciri ini disebut juga sebagai merger konsonan wine–whine. Bunyi frikatif velar nirsuara /x/ dapat ditemukan dalam bahasa Inggris Skotlandia, yang membedakan antara pengucapan kata loch/lɔx/ 'danau' dengan kata lock/lɔk/ 'mengunci, gembok'. Logat seperti Cockney yang mengalami fenomena "penghapusan h" (h-dropping) tidak memiliki bunyi frikatif glotal /h/, dan logat yang mengalami "penghentian th" (th-stopping) dan "pengedepanan th" (th-fronting) seperti dialek Afrika-Amerika dan Inggris Estuari tidak memiliki frikatif dental /θ,ð/, tetapi menggantinya dengan hentian dental/alveolar /t,d/ atau frikatif labiodental /f,v/.[84][85] Perubahan lain yang memengaruhi fonologi ragam-ragam tempatan di antaranya adalah penghapusan yod (penghapusan bunyi /j/ dalam beberapa kondisi), peleburan yod (peleburan bunyi /j/ yang membentuk kluster dengan konsonan lain menjadi bunyi sibilan), dan pemupusan kluster konsonan.[86]
Dialek GA dan RP berbeda dalam hal pengucapan bunyi historis /r/ yang menutup vokal di akhir suku kata. Dialek GA merupakan ragam rhotis, yaitu ragam bahasa Inggris yang merealisasikan bunyi /r/ di akhir suku kata, sementara dialek RP yang bersifat non-rhotis menghilangkan bunyi /r/ di posisi tersebut. Dialek-dialek bahasa Inggris dapat digolongkan sebagai ragam rhotis dan non-rhotis tergantung apakah dialek tersebut menghilangkan bunyi /r/ seperti dialek RP atau melestarikan bunyi tersebut seperti dialek GA.[87]
Terdapat perbedaan dialektal yang kompleks dalam kosakata yang memiliki bunyi vokal terbuka depan dan vokal terbuka belakang /æɑːɒɔː/. Keempat bunyi vokal ini hanya dibedakan dalam dialek RP, Australia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan. Dalam dialek GA, vokal-vokal ini melebur menjadi /æɑɔ/,[88] sementara dalam dialek Kanada, kesemuanya melebur menjadi dua bunyi saja: /æɑ/.[89] Selain itu, kosakata yang mengandung vokal-vokal tersebut dapat berbeda-beda tergantung dialeknya. Tabel "Vokal terbuka dalam beberapa dialek" menunjukkan keragaman ini dalam beberapa kosakata yang mengandung bunyi-bunyi vokal tersebut.
Tata bahasa Inggris memiliki variasi dalam struktur dan penggunaannya, itu tergantung tradisi yang digunakan oleh suatu negara yang dipengaruhi oleh bahasa asli dari negara tersebut. Secara umum, tata bahasa yang dipedomani adalah tata bahasa Inggris Amerika (American English) dan Inggris Britania Raya (British English).
Sistem kala
Bahasa Inggris umumnya dikenal memiliki empat bentuk kala yakni:
Namun, kala yang sejati dalam bahasa Inggris hanya kala lampau dan kala kini (taklampau) karena dua kala lainnya hanya berupa kata dasar ditambah verba bantu.
Untuk menunjukkan perbedaan aspek gramatikal lebih lanjut, masing-masing kala memiliki "empat bagian" yakni:
Simple (umumnya menunjukkan aspek habitual, frekuentatif, atau momentan tergantung adverbia yang ada)
Continuous/Progressive (aspek kontinuatif atau progresif)
^Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "English". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.Pemeliharaan CS1: Tampilkan editors (link)
^Baugh, Albert C. and Cable, Thomas (1978). "Latin Influences on Old English". An excerpt from Foreign Influences on Old English. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-11-27. Diakses tanggal 5 September 2010.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^ abDaniel Weissbort (2006). "Translation: theory and practice: a historical reader". p.100. Oxford University Press, 2006
^"How many words are there in the English Language?". Oxford Dictionaries (dalam bahasa bahasa Inggris). Oxford University Press. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-11-30. Diakses tanggal 19-02-2016.Periksa nilai tanggal di: |accessdate= (bantuan)Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^"Vista Worldwide Language Statistics" (dalam bahasa bahasa Inggris). Vistawide.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-11-20. Diakses tanggal 31-10-2010.Periksa nilai tanggal di: |accessdate= (bantuan)Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^"The triumph of English". The Economist. 20-12-2001. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-03-26. Diakses tanggal 26-03-2007.Periksa nilai tanggal di: |accessdate=, |date= (bantuan)(perlu berlangganan)
^"Lecture 7: World-Wide English". EHistLing. Archived from the original on 2007-04-01. Diakses tanggal 26-03-2007.Periksa nilai tanggal di: |accessdate= (bantuan)Pemeliharaan CS1: Url tak layak (link)
^Collingwood, R. G. (1936). "The English Settlements. The Sources for the period: Angles, Saxons, and Jutes on the Continent". Roman Britain and English Settlements. Oxford, England: Clarendon. hlm. 325 et sec. ISBN0-8196-1160-3.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^ abcdeKesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Borjars
Daftar pustaka
Aarts, Bas; Haegeman, Liliane (2006). "6. English Word classes and Phrases". Dalam Aarts, Bas; McMahon, April. The Handbook of English Linguistics. Blackwell Publishing Ltd.
Aitken, A. J.; McArthur, Tom, ed. (1979). Languages of Scotland. Occasional paper – Association for Scottish Literary Studies; no. 4. Edinburgh: Chambers. ISBN978-0-550-20261-1.
Algeo, John (1999). "Chapter 2:Vocabulary". Dalam Romaine, Suzanne. Cambridge History of the English Language. IV: 1776–1997. Cambridge University Press. hlm. 57–91. doi:10.1017/CHOL9780521264778.003. ISBN978-0-521-26477-8.
Ammon, Ulrich (2006). "Language Conflicts in the European Union: On finding a politically acceptable and practicable solution for EU institutions that satisfies diverging interests". International Journal of Applied Linguistics. 16 (3): 319–338. doi:10.1111/j.1473-4192.2006.00121.x.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Ammon, Ulrich (2008). "Pluricentric and Divided Languages". Dalam Ammon, Ulrich N.; Dittmar, Norbert; Mattheier, Klaus J.; et al. Sociolinguistics: An International Handbook of the Science of Language and Society / Soziolinguistik Ein internationales Handbuch zur Wissenschaft vov Sprache and Gesellschaft. Handbooks of Linguistics and Communication Science / Handbücher zur Sprach- und Kommunikationswissenschaft 3/2. 2 (edisi ke-2nd completely revised and extended). de Gruyter. ISBN978-3-11-019425-8.
Australian Bureau of Statistics (28 March 2013). "2011 Census QuickStats: Australia". Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 November 2015. Diakses tanggal 25 March 2015.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Bailey, G. (1997). "When did southern American English begin". Dalam Edgar W. Schneider. Englishes around the world. hlm. 255–275.
Bammesberger, Alfred (1992). "Chapter 2: The Place of English in Germanic and Indo-European". Dalam Hogg, Richard M. The Cambridge History of the English Language. 1: The Beginnings to 1066. Cambridge University Press. hlm. 26–66. ISBN978-0-521-26474-7.
Barry, Michael V. (1982). "English in Ireland". Dalam Bailey, Richard W.; Görlach, Manfred. English as a World Language. University of Michigan Press. hlm. 84–134. ISBN978-3-12-533872-2.
Bauer, Laurie; Huddleston, Rodney (2002). "Chapter 19: Lexical Word-Formation". Dalam Huddleston, Rodney; Pullum, Geoffrey K. The Cambridge Grammar of the English Language. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 1621–1721. ISBN978-0-521-43146-0. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-12. Diakses tanggal 10 February 2015. Ringkasan(PDF) (10 February 2015).
Boberg, Charles (2010). The English language in Canada: Status, history and comparative analysis. Studies in English Language. Cambridge University Press. ISBN978-1-139-49144-0. Ringkasan (2 April 2015).
Cassidy, Frederic G. (1982). "Geographical Variation of English in the United States". Dalam Bailey, Richard W.; Görlach, Manfred. English as a World Language. University of Michigan Press. hlm. 177–210. ISBN978-3-12-533872-2.
Collingwood, Robin George; Myres, J. N. L. (1936). "Chapter XX. The Sources for the period: Angles, Saxons, and Jutes on the Continent". Roman Britain and the English Settlements. Book V: The English Settlements. Oxford, England: Clarendon Press. JSTOR2143838. LCCN37002621.
Eagleson, Robert D. (1982). "English in Australia and New Zealand". Dalam Bailey, Richard W.; Görlach, Manfred. English as a World Language. University of Michigan Press. hlm. 415–438. ISBN978-3-12-533872-2.
"Summary by language size". Ethnologue: Languages of the World. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-26. Diakses tanggal 10 February 2015.
Fasold, Ralph W.; Connor-Linton, Jeffrey, ed. (2014). An Introduction to Language and Linguistics (edisi ke-Second). Cambridge University Press. ISBN978-1-316-06185-5.
Görlach, Manfred (1991). Introduction to Early Modern English. Cambridge University Press. ISBN978-0-521-32529-5.
Gordin, Michael D. (4 February 2015). "Absolute English". Aeon. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 February 2015. Diakses tanggal 16 February 2015.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Gordon, Elizabeth; Campbell, Lyle; Hay, Jennifer; Maclagan, Margaret; Sudbury, Angela; Trudgill, Peter (2004). New Zealand English: its origins and evolution. Studies in English Language. Cambridge University Press. ISBN978-0-521-10895-9.
Graddol, David; Leith, Dick; Swann, Joan; Rhys, Martin; Gillen, Julia, ed. (2007). Changing English. Routledge. ISBN978-0-415-37679-2. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-24. Diakses tanggal 11 February 2015.
Greenbaum, S.; Nelson, G. (2002). An introduction to English grammar (edisi ke-Second). Longman. ISBN978-0-582-43741-8.
Halliday, M. A. K.; Hasan, Ruqaiya (1976). Cohesion in English. Pearson Education ltd.
Hancock, Ian F.; Angogo, Rachel (1982). "English in East Africa". Dalam Bailey, Richard W.; Görlach, Manfred. English as a World Language. University of Michigan Press. hlm. 415–438. ISBN978-3-12-533872-2.
Hickey, R., ed. (2005). Legacies of colonial English: Studies in transported dialects. Cambridge University Press.
Hogg, Richard M. (1992). "Chapter 3: Phonology and Morphology". Dalam Hogg, Richard M. The Cambridge History of the English Language. 1: The Beginnings to 1066. Cambridge University Press. hlm. 67–168. doi:10.1017/CHOL9780521264747. ISBN978-0-521-26474-7.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
"How many words are there in the English language?". Oxford Dictionaries Online. Oxford University Press. 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-11-30. Diakses tanggal 2 April 2015. How many words are there in the English language? There is no single sensible answer to this question. It's impossible to count the number of words in a language, because it's so hard to decide what actually counts as a word.
Hughes, Arthur; Trudgill, Peter (1996). English Accents and Dialects (edisi ke-3rd). Arnold Publishers.
International Civil Aviation Organization (2011). "Personnel Licensing FAQ". International Civil Aviation Organization – Air Navigation Bureau. In which languages does a licence holder need to demonstrate proficiency?. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-12-20. Diakses tanggal 16 December 2014. Controllers working on stations serving designated airports and routes used by international air services shall demonstrate language proficiency in English as well as in any other language(s) used by the station on the ground.
König, Ekkehard; van der Auwera, Johan, ed. (1994). The Germanic Languages. Routledge Language Family Descriptions. Routledge. ISBN978-0-415-28079-2. JSTOR4176538. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-02. Diakses tanggal 26 February 2015. The survey of the Germanic branch languages includes chapters by Winfred P. Lehmann, Ans van Kemenade, John Ole Askedal, Erik Andersson, Neil Jacobs, Silke Van Ness, and Suzanne Romaine.
König, Ekkehard (1994). "17. English". Dalam König, Ekkehard; van der Auwera, Johan. The Germanic Languages. Routledge Language Family Descriptions. Routledge. hlm. 532–562. ISBN978-0-415-28079-2. JSTOR4176538. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-02. Diakses tanggal 26 February 2015.
Labov, W. (1972). "13. The Social Stratification of (R) in New York City Department Stores". Sociolinguistic patterns. University of Pennsylvania Press.
Lanham, L. W. (1982). "English in South Africa". Dalam Bailey, Richard W.; Görlach, Manfred. English as a World Language. University of Michigan Press. hlm. 324–352. ISBN978-3-12-533872-2.
Lass, Roger (1992). "2. Phonology and Morphology". Dalam Blake, Norman. Cambridge History of the English Language. II: 1066–1476. Cambridge University Press. hlm. 23–154.
Lass, Roger (2000). "Chapter 3: Phonology and Morphology". Dalam Lass, Roger. The Cambridge History of the English Language, Volume III: 1476–1776. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 56–186.
Lass, Roger (2002), "South African English", dalam Mesthrie, Rajend, Language in South Africa, Cambridge University Press, ISBN978-0-521-79105-2
Lawton, David L. (1982). "English in the Caribbean". Dalam Bailey, Richard W.; Görlach, Manfred. English as a World Language. University of Michigan Press. hlm. 251–280. ISBN978-3-12-533872-2.
Levine, L.; Crockett, H. J. (1966). "Speech Variation in a Piedmont Community: Postvocalic r*". Sociological Inquiry. 36 (2): 204–226. doi:10.1111/j.1475-682x.1966.tb00625.x.
Li, David C. S. (2003). "Between English and Esperanto: what does it take to be a world language?". International Journal of the Sociology of Language. 2003 (164): 33–63. doi:10.1515/ijsl.2003.055. ISSN0165-2516.
"Macquarie Dictionary". Australia's National Dictionary & Thesaurus Online | Macquarie Dictionary. Macmillan Publishers Group Australia. 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-21. Diakses tanggal 15 February 2015.
Mair, C.; Leech, G. (2006). "14 Current Changes in English Syntax". The handbook of English linguistics.
Miller, Jim (2002). An Introduction to English Syntax. Edinburgh University Press.
Montgomery, M. (1993). "The Southern Accent—Alive and Well". Southern Cultures. 1 (1): 47–64. doi:10.1353/scu.1993.0006.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
National Records of Scotland (26 September 2013). "Census 2011: Release 2A". Scotland's Census 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-02. Diakses tanggal 25 March 2015.
Nevalainen, Terttu; Tieken-Boon van Ostade, Ingrid (2006). "Chapter 5: Standardization". Dalam Denison, David; Hogg, Richard M. A History of the English language. Cambridge University Press. ISBN978-0-521-71799-1.
Northern Ireland Statistics and Research Agency (2012). "Census 2011: Key Statistics for Northern Ireland December 2012"(PDF). Statistics Bulletin. Table KS207NI: Main Language. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 24 December 2012. Diakses tanggal 16 December 2014.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
O'Dwyer, Bernard (2006). Modern English Structures, second edition: Form, Function, and Position. Broadview Press.
Office for National Statistics (4 March 2013). "Language in England and Wales, 2011". 2011 Census Analysis. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-02. Diakses tanggal 16 December 2014.
Payne, John; Huddleston, Rodney (2002). "5. Nouns and noun phrases". Dalam Huddleston, R.; Pullum, G. K. The Cambridge Grammar of English. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 323–522.
Richter, Ingo (2012). "Introduction". Dalam Richter, Dagmar; Richter, Ingo; Toivanen, Reeta; et al. Language Rights Revisited: The challenge of global migration and communication. BWV Verlag. ISBN978-3-8305-2809-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-17. Diakses tanggal 2 April 2015.
Roach, Peter (2009). English Phonetics and Phonology (edisi ke-4th). Cambridge.
Romaine, Suzanne (1982). "English in Scotland". Dalam Bailey, Richard W.; Görlach, Manfred. English as a World Language. University of Michigan Press. hlm. 56–83. ISBN978-3-12-533872-2.
Romaine, Suzanne (1999). "Chapter 1: Introduction". Dalam Romaine, Suzanne. Cambridge History of the English Language. IV: 1776–1997. Cambridge University Press. hlm. 01–56. doi:10.1017/CHOL9780521264778.002. ISBN978-0-521-26477-8.
Ryan, Camille (August 2013). "Language Use in the United States: 2011"(PDF). American Community Survey Reports. hlm. 1. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 5 February 2016. Diakses tanggal 16 December 2014.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Schiffrin, Deborah (1988). Discourse Markers. Studies in Interactional Sociolinguistics. Cambridge University Press. ISBN978-0-521-35718-0. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-17. Diakses tanggal 5 April 2015. Ringkasan (5 April 2015).
Sheidlower, Jesse (10 April 2006). "How many words are there in English?". Slate Magazine. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-09-16. Diakses tanggal 2 April 2015. The problem with trying to number the words in any language is that it's very hard to agree on the basics. For example, what is a word?
Sweet, Henry (2014) [1892]. A New English Grammar. Cambridge University Press.
Thomas, Erik R. (2008). "Rural Southern white accents". Dalam Edgar W. Schneider. Varieties of English. 2: The Americas and the Caribbean. de Gruyter. hlm. 87–114. doi:10.1515/9783110208405.1.87. ISBN978-3-11-020840-5.
Todd, Loreto (1982). "The English language in West Africa". Dalam Bailey, Richard W.; Görlach, Manfred. English as a World Language. University of Michigan Press. hlm. 281–305. ISBN978-3-12-533872-2.
Toon, Thomas E. (1982). "Variation in Contemporary American English". Dalam Bailey, Richard W.; Görlach, Manfred. English as a World Language. University of Michigan Press. hlm. 210–250. ISBN978-3-12-533872-2.
Toon, Thomas E. (1992). "Old English Dialects". Dalam Hogg, Richard M. The Cambridge History of the English Language. 1: The Beginnings to 1066. Cambridge University Press. hlm. 409–451. ISBN978-0-521-26474-7.
Trudgill, Peter; Hannah, Jean (2002). International English: A Guide to the Varieties of Standard English (edisi ke-4th). London: Hodder Education. ISBN978-0-340-80834-4.