Artikel atau sebagian dari artikel ini mungkin diterjemahkan dari Sandakan di en.wikipedia.org. Isinya masih belum akurat, karena bagian yang diterjemahkan masih perlu diperhalus dan disempurnakan. Jika Anda menguasai bahasa aslinya, harap pertimbangkan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini. Anda juga dapat ikut bergotong royong pada ProyekWiki Perbaikan Terjemahan.
(Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat. Lihat pula: panduan penerjemahan artikel)
Halaman ini berisi artikel tentang sebuah tempat di Malaysia. Untuk sebuah novel, lihat Sandokan.
Sandakan (pengucapan bahasa Malaysia: [ˈsan daˈkan], Jawi: سنداکن, Hanzi: 山打根; Pinyin: Shān Dǎ Gēn) yang awalnya dikenal pada beberapa waktu sebagai Elopura, adalah kota terbesar kedua di Sabah setelah Kota Kinabalu, di pesisir timur laut Borneo, Malaysia. Kota tersebut terletak di pesisir timur pulau tersebut di pusat administratif Divisi Sandakan dan merupakan bekas ibu kota dari Borneo Utara Britania. Kota tersebut memiliki jumlah penduduk sekitar 157,330 jiwa[2] sementara wilayah munisipal di sekitaranya memiliki jumlah penduduk sejumlah 396,290 jiwa.[2]
Sebelum pendirian Sandakan, Kepulauan Sulu merupakan sumber persengketaan antara Spanyol dan Kesultanan Sulu untuk dominasi ekonomi di kawasan tersebut. Pada 1864, Spanyol telah memblokade wilayah Kesultanan tersebut di Kepulauan Sulu. Kesultanan Sulu meberikan sebidang lahan di Teluk Sandakan oleh seorang mantan anggota layanan konsuler Jerman untuk melindungi diri dari Jerman. Pada 1878, Kesultanan tersebut menjual timur laut Borneo kepada seorang konsul Austria-Hungaria yang kemudian memberikan teritorial tersebut kepada pedagang kolonial Inggris. Kehadiran Jerman pada wilayah tersebut mendapatkan sorotan dari Inggris. Akibatnya, protokol ditandatangani antara Inggris, Jerman dan Spanyol untuk mengakui kedaulatan Spanyol atas Kepulauan Sulu, dikembalikan ke Spanyol tanpa mencampuri urusan Inggris di utara Borneo.
Sandakan mulai berjaya ketika Perusahaan Borneo Utara Britania mulai membangun sebuah pemukiman baru pada 1879, mengembangkannya menjadi sebuah pusat perdagangan dan komersial aktif serta menjadikannya pusat administratif utama untuk Borneo Utara. Inggris juga mengadakan migrasi Tionghoa dari Hong Kong Britania untuk mengembangkan ekonomi Sandakan. Namun kejayaan tersebut terhenti ketika Jepang menduduki kawasan tersebut. Karena perang berlanjut dan pengeboman Sekutu dimulai pada 1944, kota tersebut hancur total. Karena tak dapat mendanai biaya pembangunan kembali, pemerintah administratif Borneo Utara menyerahkannya kepada pemerintah Koloni Mahkota. Kemudian, ibu kota administratif Borneo Utara dipindahkan ke Jesselton. Sebagai bagian dari Rencana Pengembangan dan Pembangunan Kembali Kantor Kolonial 1948–1955, pemerintah koloni mahkota mulai mengembangkan industri perikanan di Sandakan. Sekarang, Sandakan berisi para imigran ilegal dari selatan Filipina.
Sandakan adalah salah satu pelabuhan utama untuk ekspor minyak, tembakau, kopi, sagu, dan kayu. Aktivitas ekonomi lainnya meliputi perikanan, pembangunan kapal, pariwisata, dan pabrik. Beberapa tujuan wisata di Sandakan adalah Museum Warisan Sandakan, festival Kebudayaan Sandakan, Monumen Perang Sandakan, Penampungan Orang Utan Sepilok, Taman Nasional Kepulauan Penyu, dan Gua Gomantong.
Etimologi
Sebuah pemukiman Eropa pertama dibangun oleh seorang penyeludup Skotlandia dari Glasgow bernama William Clark Cowie yang menamai pemukiman tersebut "Sandakan", (dalam bahasa Suluk artinya "Tempat yang digadaikan").[3] Tempat tersebut kemudian diganti namanya menjadi Kampong German (Kampung Jerman), karena kehadiran beberapa basis Jerman disana. Ketika pemukiman baru lainnya dibangun tak lama setelah pemukiman Cowie sebelumnya dihancurkan oleh sebuah kebakaran, pemukiman tersebut disebut sebagai Elopura, yang artinya "kota cantik".[4] Nama tersebut diberikan oleh Perusahaan Borneo Utara Britania namun penduduk lolkal tetap menggunakan nama yang lama dan kemudian pemukiman tersebut kembali namanya diubah menjadi Sandakan.[4][5][6] Selain Elopura, pemukiman tersebut juga dijuluki Hong Kong Kecil karena keberadaan etnis Tionghoa yang kuat yang bermigrasi dari Hong Kong (utamanya Kanton dan Hakka).[7][8][9] Pryer merupakan orang yang menamai pemukiman tersebut Elopura yang artinya "kota cantik". Beberapa tahun kemudian, pemukiman tersebut kembali dinamai menjadi Sandakan.[10] Namun, nama Elopura masih digunakan untuk beberapa fungsi pemerintahan lokal dari Majelis Legislatif Negara Bagian Sabah, termasuk pemilihan.[11] Kota tersebut biasanya disebut "Sandakan" pada masa sekarang ketimbang "Elopura" atau "Hong Kong Kecil". Namun, terdapat sebuah upaya yang dibuat untuk mengembangkan Sandakan sehingga kota tersebut kembali disebut "Hong Kong Kecil".[12][13]
Sejarah
Seperti sebagian besar Borneo, kawasan tersebut sempat berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Brunei[14] pada abad ke-15 sebelum diberikan kepada Kesultanan Sulu antara 1600-an[15] dan 1700-an[16] sebagai hadiah karena telah membantu pasukan Brunei pada masa Perang Saudara Brunei. Pada 1855, ketika Spanyol mulai menguasai kepulauan Filipina, mereka mulai melirik perdagangan negara-negara asing dengan Sulu dengan mendirikan sebuah pelabuhan di Zamboanga dan mengeluarkan sebuah peraturan yang mengharuskan kapal-kapal yang melakukan perdagangan pada Kepulauan Sulu mula-mula harus melewati pelabuhan Spanyol.[17] Pada 1860, Kesultanan Sulu menjadi tempat berpengaruh pada Inggris karena kepulauan tersebut memperbolehkan Inggris untuk mendominasi rute dagang dari Singapura menuju China daratan. Namun pada 1864, William Frederick Schuck, seorang mantan anggota Jerman untuk layanan konsuler Jerman datang ke Sulu dan bertemu dengan Sultan Jamal ul-Azam, yang mempebolehkannya untuk menetap di Jolo.[17] Schuck mengasosiasikan dirinya sendiri dengan firma perdagangan Singapura-Jerman Schomburg dan mulai bekerja untuk kepentingan Sultan dan Datu Majenji, yang merupakan penguasa di pulau Tawi-Tawi. Ketika ia melanjutkan perjalanannya ke Sulawesi, ia memutuskan untuk membuka markas besar pertamanya di Jolo. Sejumlah besar senjata, candu, tekstil dan tembakau dari Singapura dibawa ke Tawi-Tawi untuk ditukar dengan para budak dari Kesultanan tersebut.[17]
Pada November 1871, kapal-kapal meriam Spanyol membombardir desa-desa Samal di kepulauan Tawi-Tawi dan memblokade Jolo. Karena perang di perairan Sulu meningkat, pihak Kesultanan mulai pergi ke pasar Singapura untuk meminta bantuan.[17] Ketika Kesultanan meningkatkan hubungan dagang mereka dengan pelabuhan dagang Inggris Labuan dam Singapura, hal ini memaksa Spanyol untuk mengambil langkah besar lainnya untuk menaklukan Kepulauan Sulu. Kedatangan kapal perang Jerman Nymph di Laut Sulu pada 1872 untuk menyelidiki konflik Sulu-Spanyol membuat Kesultanan percaya bahwa Schuck memiliki hubungan dengan pemerintah Jerman,[18] kemudian pihak Kesultanan memberikan Schuck sebuah lahan di Teluk Sandakan untuk mendirikan sebuah pelabuhan dagang untuk memonopoli perdagangan rotan di pesisir timur laut dimana Schuck bebas beroperasi tanpa blokade Spanyol.[17] Keterlibatan Jerman terhadap masalah Sulu terendus Inggris dan membuat mereka khawatir, khsuusnya ketika pihak Kesultanan memerintahkan perlindungan dari mereka.[18] Schuck kemudian mendirikan gudang-gudang dan pemukiman di Teluk Sandakan, bersama dengan kedatangan dua kapal uap berbendera Jerman dan bertugas sebagai basis untuk menjalankan bubuk meriam dan senjata api. Ketika kapal perang Jerman lainnya Hertha mendatangi Teluk Sandakan, komandannya mendeskripsikan aktivitas di Kampung Jerman:[17]
... saat kami singgah, dua kapal uap kecil berbendera Jerman, yang datang dari Labuan, berjalan; selain itu, kapal ketiga yang hampir berukuran sama, dengan bendera yang seluruhnya berwarna kuning, properti dan bendera, seperti yang dikatakan Datu Alum. Menghakimi dari toko-toko di pemukiman, barang-barang kapas, senjata dan secara khusus senjata api, tampil pada artikel-artikel dagang dengan orang-orang pribumi Sulu.[17]
Pada 1878, Kesultanan Sulu menjual lahan mereka di timur laut Borneo kepada seorang konsul Austria-Hungaria yang bernama Baron von Overbeck.[17] Setelah upaya oleh Overbeck untuk menjual utara Borneo kepada Kekaisaran Jerman, Austria-Hungaria dan Kerajaan Italia untuk digunakan sebagai koloni tahanan gagal, ia mengundurkan diri pada 1880. Lahan tersebut ditinggalkan kepada Alfred Dent untuk mengurus dan mendirikan Perusahaan Borneo Utara Britania, sebagai Sandakan menjadi ibu kota Borneo Utara pada 1884.
Sebagai ibu kota Borneo Utara, Sandakan menjadi sebuah pusat komersial dan perdagangan aktif. Mitra dagang utamanya adalah Hong Kong dan Singapura. Beberapa pedagang Hong Kong kemudian bermukim di Sandakan dan oleh karena itu kota tersebut juga disebut 'Hong Kong Kecil dari Borneo Utara'.[19] Pemukiman Cowie secara tak sengaja terbakar habis pada 15 Juni 1879 dan setelah itu tidak pernah dibangun kembali.[20] Residen Inggris pertama, William B. Pryer kemudian memindahkan administrasi ke sebuah pemukiman baru pada 21 Juni 1879 pada sebuah tempat tinggal yang sekarang dikenal sebagai Buli Sim Sim di dekat Teluk Sandakan.
Pada masa Pryer menjabat sebagai residen pertama Sandakan, salah satu tugas utamanya adalah mendirikan hukum dan perintah. Namun bagi penduduk lokal,meskipun dilindungi oleh meriam-meriam Angkatan Laut Britania Raya, menganggap Inggris sebagai perampas tanah mereka, sehingga mereka memberontak kepada otoritas Perusahaan Borneo Utara Britania. Akibatnya, Pryer mengimpor polisinya dari India dan Singapura. Satuan polisi pertamanya terdiri dari orang Sikh India berbadan besar.[21] Polisi India diyakini berasal dari PerusahaanSepoy di India dan umumnya disebut 'Sipai' oleh penduduk lokal.[19]
Sementara itu, Spanyol masih memperkuat blokade aktivitas dagang mereka di Kepulauan Sulu, yang menyebabkan perlawanan blokade dari Jerman setelah beberapa kapal dagang mereka disita oleh Spanyol. Baik Berlin maupun London menyatakan bahwa kepulauan tersebut masih terbuka untuk rute dagang dunia.[17] Kemudian, Inggris mulai bekerja sama dengan Jerman ketika rumor tentang penyitaan kapal dagang mereka oleh Spanyol mulai datang ke Britania Raya yang membuat Inggris menentang tindakan Spanyol tersebut.[18] Inggris dan Jerman kemudian menolak untuk mengakui kedaulatan Spanyol atas Sulu. Namun dengan perlawanan kuat dari Jerman atas penyitaan ilegal dari kapal-kapal mereka dan ketakutan Inggris terhadpa kehadiran Jerman (yang lebih kuat ketimbang Spanyol pada waktu itu),[18] sebuah protokol yang dikenal sebagai Protokol Madrid ditandatangani di Madrid untuk menjaga kedaulatan Spanyol atas kepulauan tersebut, membuat Spanyol terbebas dari perang manapun dengan Kesultanan Sulu tanpa takut akan keterlibatan kekuatan barat asing lainnya, dan ketika berpulang, Spanyol tidak akan ikut campur dalam urusan Inggris di utara Borneo.[17][18]
Namun, kejayaan Sandakan sebagai ibu kota Borneo Utara berakhir ketika Jepang menduduki kota tersebut pada 19 Januari 1942.[3][22] Pada masa pendudukan mereka, Jepang merestorasi nama sebelumnya dari kota tersebut, Elopura dan mendirikan sebuah kamp tahanan perang untuk menahan para musuh mereka. Sekutu berencana memulai serangan ke Sandakan pada September 1944. Ketika Jepang takut akan serangan dari pasukan Sekutu, mereka mulai memindahkan seluruh tahanan dan memaksa mereka untuk berpawai ke Ranau.[23] Ribuan prajurit Inggris dan Australia kehilangan nyawa mereka saat pawai paksa tersebut selain para buruh Jawa dari Hindia Belanda.[24][25][26] Hanya enam prajurit Australia yang selamat dari kaml tersebut, semuanya setelah melarikan diri. Sandakan hancur secara keseluruban baik oleh pengeboman dari pasukan Sekutu maupun oleh pendudukan Jepang.[5][27][28]
Pada akhir perang, Perusahaan Borneo Utara Britania kembali mengurus kota tersebut namun tak dapat mendanai biaya pembangunan kembali. Mereka menyerahkan kendali Borneo Utara kepada Mahkota Britania pada 15 Juli 1946. Pemerintah kolonial yang baru memiliki untuk memindahkan ibu kota Borneo Utara ke Jesselton ketimbang membangunnya kembali karena biaya pembangunan kembalinya sangat tinggi akibat kerusakan-kerusakan yang ada. Meskipun Sandakan tidak lama menjadi ibu kota administratif, kota tersebut masih menjadi "ibu kota ekonomi" dengan aktivitas pelabuhannya terkait dengan ekspor kayu dan produk agribudaya lainnya di pesisir timur.[29] Untuk menyediakan fasilitas, pemerintahan Koloni Mahkota merancang sebuah rencana, yang kemudian dikenal sebagai "Rencana Pengembangan dan Pembangunan Ulang Kantor Pemerintah untuk Borneo Utara: 1948–1955”. Rencana tersebut mendirikan Departemen Perikanan Sandakan pada April 1948. Sebagai langkap pertama menuju pengembangan industri perikanan Sandakan, Koloni Mahkota mencanangkan "Rencana Kerja Muda" melalui "Skema Pengembangan dan Kesejahteraan Kolonial". Melalui rencana tersebut, pemerintah Inggris diberi tanggung jawab untuk mengimpor bahan-bahan dasar dari Hong Kong untuk nelayan dan mendistribusikan bahan-bahan dengan harga yang lebih rendah ketimbang yang ditawarkan oleh kalangan kapitalis. Akibatnya, para towkay (bos) Hong Kong terlibat dalam industri perikanan di Sandakan.[29]
Terdapat tiga anggota parlemen yang mewakili tiga konstituensi parlementer di distrik tersebut: Libaran (P.184), Batu Sapi (P.185), dan Sandakan (P.186).
Kota tersebut diurus oleh Majelis Perkotaan Sandakan (Majlis Perbandaran Sandakan). Presiden Majelis Perkotaan Sandakan saat ini adalah Datuk Ir. James Wong, yang menggantikan Mr. Yeo Boon Hai pada 2009.[32] Wilayah tersebut berada di bawah naungan yuridiksi Distrik Sandakan yang melingkupi wilayah kota (46 mil persegi), wilayah setengah kota (56 mil persegi), kawasan pedesaan dan kepulauan (773 mil persegi) yang semuanya memiliki total wilayah seluas 875 mil persegi.[33]
Keamanan
Saat ini, Sandakan merupakan salah satu dari enam distrik yang terlibat dalam pengamanan timur laut Sabah yang dibentuk sejak 19 Juli 2014 oleh pemerintah Malaysia untuk menghalai serangan dari kelompok militan di Filipina Selatan.[34]
Geografi
Sandakan terletak di pesisir timur Sabah menghadap Laut Sulu, dengan kota yang dikenal sebagai salah satu kota pelabuhan di Malaysia.[35] Kota tersebut berjarak sekitar 1,900 kilometer dari ibu kota Malaysia Kuala Lumpur, 28 kilometer dari perbatasan internasional dengan Filipina dan 319 kilometer dari ibu kota Sabah.[33][36] Distrik itu sendiri bersebelahan dengan distrik Beluran (sebelumnya dikenal sebagai Distrik Labuk-Sugut) dan Kinabatangan.[37][38] Tidak jauh dari kota tersebut, terdapat tiga Pulau Penyu Malaysia, Selingaan, Gulisaan dan Bakkungan Kechil.[39] Pulau-pulau terdekat dengan kota tersebut adalah pulau Berhala, Duyong, Nunuyan Darat, Nunuyan Laut, dan Bai.[37]
Iklim
Sandakan memiliki iklim hutan hujan tropis menurut klasifikasi iklim Köppen. Iklimnya relatif hangat dan basang dengan suhu rata-rata sekitar 32 °C, dengan sekitar 32 °C pada siang hari dan turun menjadi sekitar 27 °C pada malam hari. Kota tersebut mengalami pretisipasi sepanjang tahun, dengan tendensi bulan Oktober sampai Februari menjadi bulan-bulan terbasah, sementara April merupakan bulan terkering. Curah hujannya beragam dari 2184 mm sampai 3988 mm.[40][41]
Menurut Sensus Malaysia pada 2010, secara keseluruhan kawasan munisipalitas kota tersebut memiliki total penduduk sejumlah 396,290 jiwa.[2] Warga negara non-Malaysia menjadi kelompok mayoritas di kota tersebut dengan jumlah 144,840 jiwa yang disusul oleh Bumiputra lainnya (100,245), Tionghoa (63,201), Bajau/Suluk (38,897), Melayu (22,244), Kadazan-Dusun (16,616), India (974), Murut (519) dan lain-lain (8,754).[2]
Sebagian besar warga negara non-Malaysia berasal dari selatan Filipina.[12][43] Kaum Tionghoa, seperti halnya tempat lainnya di Sabah, sebagian besar adalah Kanton dan Hakka yang datang pada masa penjajahan Inggris dan memiliki pemukiman asli mereka sebelum kota tersebut didirikan yang sekarang dikenal sebagai Dewan Sungai Kebun Tionghoa.[8] Suku Bajau, Suluk dan Melayu mayoritas Muslim, Kadazan-Dusun dan Murut utamanya mempraktikan Kekristenan dengan beberapa dari mereka menjadi Muslim[44] sementara Tionghoa utamanya Buddhis dan beberapa Kristen.[45][46] Terdapat juga sejumlah kecil Hindu, Sikh, Animis, dan sekuleris
Kelompok besar non-warga negara diifentifikasi sebagai mayoritas Muslim dan beberapa wanita Kristen Filipina berpindah ke Islam untuk menikahi Muslim Filipina disana.[43] Seperti di Kota Kinabalu, arus imigran pertama datang pada akhir abad ke-15 pada masa penjajahan Spanyol, sementara yang lainnya datang pada awal 1970-an karena ketegangan di selatan Filipina.[43] Mereka terdiri dari para pekerja migran dengan beberapa di antara mereka dinaturalisasi sebagai warga negara Malaysia, namun beberapa orang masih tinggal tanpa dokumentasi sebagai imigran ilegal di kota tersebut dengan pemukiman ilegal mereka sendiri.[43]
Bahasa
Seperti bahasa nasional, masyarakat Sandakan utamanya menggunakan bahasa Melayu, dengan kreolSabahan yang khas.[47] Bahasa Melayu di Sandakan berbeda dari bahasa Melayu di pesisir barat yang dipengaruh bahasa Melayu Brunei.[48] Di Sandakan, bahasa ini dipengaruhi dengan beberapa kata dari bahasa Suluk.[49] Karena Sandakan juga didominasi oleh Tionghoa Hakka dan Kanton, bahasa Hakka dan Kanton sering dipakai dan diajarkan sebagai bahasa resmi di sekolah sejak dulu. Meskipun berada di pesisir timur Bajau, bahasa mereka memiliki kemiripan dengan bahasa Sama di Filipina dan juga memiliki beberapa bahasa Suluk yang berbeda dari pesisir Barat Bajau yang dipengaruhi oleh rumpun bahasa Melayik dari Melayu Brunei.[50][51]
Ekonomi
Pada masa penjajahan Inggris, Sandakan berkembang dengan cepat sebagai salah satu pemukiman Inggris terbesar di pesisir timur Borneo Utara yang sempat menjadi ibu kota di teritorial tersebut.[52] Kota tersebut berkembang karena aktivitas ekspor sebagai kota pelabuhan. Pelabuhan tersebut berpengaruh pada kegiatan ekspor kelapa sawit, tembakau, kakao, kopi, tali manila dan sagu.[4][53] Pada pertengahan 1930-an, ekspor kayu tropis dari Sandakan mencapai 180,000 meter kubik yang menjadikan kota tersebut sebagai eksportir kayu keras terbesar di dunia.[4] Beberapa batang kayu Sandakan dapat ditemukan di Tian Tan, Beijing'.[52] Sandakan juga menikmati pembangunan modern seperti layanan telegraf ke London dan jalan aspal sebelum Hong Kong dan Singapura.[52]
Tionghoa perantauan berjasa atas pengembangan kota tersebut sejak imigrasi mereka pada akhir abad ke-19.[54] Para imigran yang datang ke Sandakan adalah para petani dan buruh sementara beberapa di antara mereka bekerja sebagai pengusaha dan wirausahawan.[8][54] Pada zaman modern, Sandakan digerakkan untuk menjadi salah satu pusat bisnis Sabah.[55] Kota itu sendiri merupakan salah satu pelabuhan utama Sabah, selain Kota Kinabalu, Teluk Sepanggar, Tawau, Lahad Datu, Kudat, Semporna dan Kunak.[35][56] Distrik Sandakan dikenal karena pusat pariwisata alamnya, seperti stasiun rehabilitasi orangutan di Pusat Rehabilitasi Sepilok, Taman Kepulauan Penyu, Sungai Kinabatangan dan Gua Gomantong yang dikenal karena sarang burung-nya.[55] Karena letak Sandakan berdekatan dengan Selatan Filipina, terdapat juga hubungan perdagangan barter dan Sandakan dianggap sebagai titik transit untuk makanan yang akan memasuki Selatan Filipina. Pemerintah negara bagian telah membantu para pedagang dengan meningkatkan sistem dagang mereka dan menyediakan fasilitas infrastruktur.[57]
Zona-zona industri utama Sandakan pada dasarnya berbasis pada tiga kawasan seperti kawasan Kamunting yang dikenal karena depo-depo minyaknya, kilang-kilang minyak pangannya dan pabrik-pabrik lemnya.[58] Di Batu Sapi, sebuah galangan kapal, pupuk gas oksigen dan pabrik-pabrik berbahan dasar kayu bertempat.[58] Jalan tol utama, Jalan Batu Sapi, diperbaharui pada 2014.[59] Sebuah taman industrial khusus besar, Majulah Industrial Centre juga mulai beroperasi pada 2015.[60][61] Kawasan industri Seguntor yang direncanakan terdiri dari 1,950 hektar (4,833 acre) aslinya merupakan sebuah kawasan agribudaya dan kawasan tersebut sekarang berada dalam proses penzonaan ulang menjadi sebuah kawasan industri. 2,531 acre akan digunakan untuk industri berbasis kayu sementara 2,302 acre lainnya akan digunakan untuk industri-industri umum. Pada saat ini, 55 pabrik berbasis kayu telah disahkan, yang 35 pabrik diantaranya telah beroperasi. Sementara 340 hektar lainnya untuk industri umum dan 30 hektar untuk industri layanan yang terletak di berbagai bagian Sandakan.[58]
Namun pada tahun-tahun terkini, beberapa pengusaha mengalihkan operasi mereka dari pusat kota ke subperkotaan lainnya karena kehadiran para imigran ilegal yang berjumlah besar dari kepulauan Mindanao di Filipina yang menyebabkan ketegangan, sebagian besar kejahatan seperti pencurian dan vandalisme di fasilitas publik dan juga polusi limbah padat di laut dan kawasan pesisir.[43][53][62] Namun kemudian pada Januari 2003, sebuah proyek pembaharuan perkotaan diluncurkan untuk membangkitkan pusat kota sebagai pusat komersial di Sandakan dan sejak 2013, Pemerintah Malaysia telah meluncurkan penindakan tegas terhadap para imigran ilegal.[53][63]
Transportasi
Seluruh jalan internal menghubungkan bagian-bagian yang berbeda dari kota tersebut umumnya merupakan rute negeri yang dibangun dan diutamakan oleh Departemen Pekerjaan Publik sementara dewan lokal (Dewan Munisipal Sandakan) mengurusi perumahan yang berdiri di pinggiran jalan tersebut.[64] Saat ini, sebagian besar jalan di Sandakan sedang dirombak besar-besaran karena masalah-masalah seperti bocornya jaringan jalanan dan kemacetan.[64][65] Hal terdapat satu jalan arteri federal yang menghubungkan Sandakan dengan pesisir barat Sabah, Rute Federal 22, sementara jalan-jalan lainnya meliputi jalan internal yang disebut rute negeri.[64] Sebagian besar jalan internal besar adalah jalan raya kembar. Satu-satunya rute jalan tol dari Tawau menghubungkan: Sandakan – Telupid – Ranau – Kundasang – Tamparuli – Tuaran – Kota Kinabalu, serta Lahad Datu – Kunak – Semporna – Tawau (bagian dari Jalan Tol Pan Borneo)[66]
Layanan bus reguler dengan van mini dan taksi juga dapat ditemukan.[67][68] Terdapat tiga terminal bus yang beroperasi di kota tersebut seperti Terminal Bus menuju Sepilok, Terminal Bus Lokal dan Terminal Bus Jarak Jauh.[69] terminal bus jarak jauh berjarak sekitar 4 km dari utara kota tersebut sementara bus lokal menghubungkan dengan pusat kota.[67]
Bandar Udara Sandakan (SA) (Kode ICAO: WBKS) menyediakan penerbangan yang menghubungkan kota tersebut dengan destinasi domestik lainnya. Karena hubungan kota kembar dengan Kota Zamboanga dan jiwa ASEAN di kawasan BIMP-EAGA, terdapat sebuah rute internasional dari Sandakan menuju Bandar Udara Internasional Zamboanga.[70][71] Destinasi lokal lainnya untuk bandar udara tersebut meliputi Kota Kinabalu, Kuching, Kuala Lumpur dan beberapa tempat lainnya. Bandar udara tersebut juga merupakan salah satu destinasi untuk MASWings, yang melayani penerbangan ke kota-kota kecil lainnya atau lawasan pedesaan di Malaysia Timur. Pada 2014, bandar udata tersebut dikembangkan dan diperluas untuk melayani jumlah wisatawan yang lebih banyak.[72]
Terdapat sebuah terminal feri yang menghubungkan kota tersebut dengan beberapa bagian di Selatan Filipina seperti Kota Zamboanga, Kepulauan Sulu dan Tawi-Tawi.[73]
Pemerintah negara bagian berusaha untuk merencanakan sebuah terminal feri baru untuk melayani jumlah wisatawan yang lebih banyak dari Filipina dan juga dari Indonesia.[74] Namun, rencana tersbeut diurungkan karena ketegangan di selatan Filipina yang menyebar ke negara bagian tersebut dan sebuah panggilan dari Ketua Menteri Sabah dan Presiden Partai Progresif Sabah Saat Ini Yong Teck Lee untuk menunda layanan feri tersebut untuk melawan migrasi tingkat tinggi dari Filipina yang sekarang telah menjadi masalah utama bagi Sabah karena mereka terlalu lama singgah di negara bagian tersebut dan menjadi imigran ilegal.[75][76][77]
Markas besar polisi di distrik tersebut juga terletak di Lebuh Empat,[81] bersama dengan kantor polisi kota tersebut yang terletak tak jauh dari kompleks pengadilan di samping Wisma Sandakan.[78] Kantor polisi lainnya dapat ditemukan di seluruh distrik tersebut di KM52, Ulu Dusun dan di Seguntor.[82] Cabang kantor polisi (Pondok Polis) dapat ditemukan di kawasan Sg. Manila, Suan Lamba, Sibuga dan Kim Fong BT4,[82] dan Rumah Tahanan Sandakan terletak di pusat kota tersebut.[83]
Terdapat satu rumah sakit publik, delapan klinik kesehatan publik, satu klinik kesehatan ibu dan anak, delapan klinik desa, tiga klinik mobile dan dua klinik 1Malaysia di Sandakan.[84][85]Duchess of Kent Hospital, yang terletak di sepanjang Jalan Utara, adalah rumah sakit publik terbesar kedua di Sabah setelah Rumah Sakit Queen Elizabeth dengan 400 kasur.[86] Dibangun pada 1951, rumah sakit tersebut juga menjadi rumah sakit modern pertama dan salah satu rumah sakit berpengaruh di Sabah.[86]
Pada 2008, sebuah rumah sakit swasta direncanakan untuk dibangun di Jalan Utara. Fook Kuin Medical Centre akan menjadi rumah sakit swasta terbesar di Sabah dengan 276 kasur mengalahkan Sabah Medical Centre dengan 134 kasur di Kota Kinabalu saat bangunan tersebut selesai dibangun pada 2011.[87][88] Perpustakaan Regional Sandakan terletak di kota tersebut dan merupakan salah satu dari tiga perpustakaan regional di Sabah, yang lainnya terdapat di Keningau dan Tawau. Seluruh perpustakaan tersebut dioperasikan oleh departemen Perpustakaan Negara Bagian Sabah.[89]
Terdapat beberapa sekolah negeri atau pemerintah di dalam dan di sekitar kota tersebut. SD pertama di kota tersebut adalah St. Mary Town Primary School yang dibuka oleh Rev. Fr. A. Prenger yang menjadi kepala sekolah pertamanya bersama dengan Rev. Fr. Pundleider, yang merupakan para pendeta dari Mill Hill.[3] SD tersebut merupakan Sekolah Misi Katolik khusus laki-laki dan dibuka sejak 24 Juli 1883, membuatnya menjadi sekolah tertua di Borneo.[90] Untuk sekolah-sekolah menengah, terdapat Sekolah Menengah Kebangsaan Elopura, Sekolah Menengah Kebangsaan Elopura II, Sekolah Menengah Kebangsaan Batu Sapi, Sekolah Menengah Kebangsaan Datu Pengiran Galpam, Sekolah Menengah Kebangsaan Gum-Gum, Sekolah Menengah Kebangsaan Muhibbah, Sekolah Menengah Kebangsaan Taman Fajar, Sekolah Menengah Kebangsaan Perempuan, Sekolah Menengah Kebangsaan Paris, Sekolah Menengah Kebangsaan Merpati, Sekolah Menengah Kebangsaan Segaliud, Sekolah Menengah Kebangsaan Libaran, Sekolah Menengah Kebangsaan Sandakan, Sekolah Menengah Kebangsaan Sandakan II, Sekolah Menengah Tiong Hua, Sekolah Menengah Konven Cecilia, Sekolah Menengah St. Mary, Sekolah Menengah St. Michael, Sekolah Menengah Sung Siew, Sekolah Menengah Teknik Sandakan dan Sekolah Menengah Kebangsaan Agama Sandakan.[91][92] Satu sekolah swasta independen juga hadir di kota tersebut yang bernama Sekolah Menengah Yu Yuan.[93]
Beberapa tempat kebudayaan terletak di Sandakan. Museum Warisan Sandakan, yang terletak di Jalan Lebuh Empat, merupakan museum utama di Sandakan. Museum tersebut terletak di sisi kanan jalan tersebut dan berada di lantai pertama Gedung Wisma Warisan yang bersebelahan dengan gedung munisipal.[94] Di samping itu, sebuah festival kebudayaan yang dikenal sebagai Festival Sandakan dirayakan setahun sekali di kota tersebut, setelah diperkenalkan pada 2000 oleh Dewan Munisipal Sandakan.[95][96]
Museum lainnya di Sandakan adalah Rumah Agnes Keith yang terletak di atas bukit sepanjang Jalan Istana. Rumah tersebut dikenal sebagai bekas rumah dari Harry Keith dan istrinya Agnes Newton Keith.[97] Tempat bersejarah lainnya meliputi Air Mancur Malaysia, Monumen Perusahaan Berpiagam, Monumen Chong Tain Vun, Monumen Gerakan Kepanduan Borneo Utara, Pemakaman Jepang Sandakan, Monumen Pembebasan Sandakan, Monumen Pembantaian Sandakan, Taman Peringatan Sandakan, Monumen Perang Sandakan dan Monumen William Pryer. Bangunan keagamaan tertua di wilayah tersebut adalah Paroki St. Mikael dan Seluruh Malaikat, Kelenteng Sam Sing Kung dan Masjid Jamek, yang dibuka oleh seorang pedagang pakaian Muslim dari India, yang dikenal sebagai Damsah, pada 1890.[98]
Sejumlah tempat waktu luang dan kawasan konservasi tersedia di sekitaran Sandakan. Penampungan Orang Utan Sepilok merupakan sebuah tempat dimana orangutan-orangutan yiatim piatu atau terluka dibawa untuk direhabilitasi untuk dikembalikan ke kehidupan hutan. Didirikan pada 1964, tenpat tersebut merupakan salah satu dari empat penampungan orangutan di dunia.[99][100] Kawasan konservasi lainnya adalah Kepulauan Penyu Malaysia dimana beberapa penyu menempatkan telur-telurnya di atas kepulauan tersebut. Kepulauan tersebut meliputi wilayah seluas 1,740 hektare yang meliputi laut dan karang di sekitarnya. Kepulauan tersebut juga merupakan tempat ideal untum berenang, snorkelling dan scuba diving.[101]
Tempat wisata lainnya adalah Gua Gomantong, yang merupakan tempat tinggal dari ratusan ribu burung walet yang membangun sarang mereka di dinding-dinding gua dan karang-karang. Selain burung walet, gua tersebut juga ditinggali oleh jutaan kelelawar.[99] Selain itu, Rumah Anggrek Sandakan memiliki koleksi anggrek yang banyak. Di sepanjang Jalan Labuk dari Sandakan, terdapat sebuah peternakan buaya yang menyimpan sekitar 1,000 buaya dalam berbagai ukuran.[102]
Kawasan perbelanjaan utama di Sandakan adalah Harbour Mall. Diluncurkan pada 2003, tempat tersebut terletak di distrik bisnis pusat baru Sandakan dan dibangun di sebuah teluk lahan reklamasi.[100] Tempat tersebut merupakan bagian dari Lapangan Pelabuhan Sandakan dan dianggap sebagai mall modern pertama di kota tersebut.[103][104] Pada 2014, sebuah proyek mall baru dengan 341 unit toko telah diluncurkan dan akan menjadi tempat perbelanjaan utama kedua untuk Sandakan saat mall tersebut selesai dibangun.[105][106]
Rugbi sangat populer di Sandakan. Eddie Butler, seorang mantan kapten Rugby Union Wales memanggil kota tersebut dengan sebutan "Limerick dari wilayah tropis".[107] Pada 2008, Borneo Eagles-Sabahans (sebuah tim yang meliputi beberapa pemain Fiji profesional) di Sandakan Rugby Club yang baru dibentuk mentuanrumahi turnamen 10-a-side untuk kedelapan dan terakhir kalinya. Pada 2009, turnamen tersebut diubah menjadi seven-a-side.[107]
Selain rugbi, sebuah kompleks olahraga yang berisi lapangan buku tangkis, kolam renang, ruang angkat besi, stadion hoki, stadion sepak bola, lapangan kriket, fasilitas tinju dan panahan lapangan tersedia di kota tersebut.
^Mohd. Jamil Al-Sufri (Pehin Orang Kaya Amar Diraja Dato Seri Utama Haji Awang.); K. Agustinus; Mohd. Amin Hassan (2002). Survival of Brunei: a historical perspective. Brunei History Centre, Ministry of Culture, Youth and Sports.
^Ben Cahoon. "Sabah". worldstatesmen.org. Diakses tanggal 10 Oktober 2014. Sultan of Brunei cedes the lands east of Marudu Bay to the Sultanate of Sulu in 1704.
^"Sabah Early History". Pemerintah Negara Bagian Sabah. New Sabah Times. 6 December 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-30. Diakses tanggal 8 Juni 2015. His first contingent of police was, therefore, made up of Indian Sikhs whose stature alone must have been quite frightening to some of the natives.
^ abIsmail Ali. "The Role and Contribution of the British Administration and the Capitalist in the North Borneo Fishing Industry, 1945–63"(PDF). Pascasarjana Unipa Surabaya. hlm. 1–3. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2015-06-07. Diakses tanggal 22 April 2015. The Crown Colony administration chose Jesselton, now known as Kota Kinabalu, as its new centre of administration and the new capital. This decision was made owing to the devastating damage suffered by Sandakan as mentioned previously and the ever growing development of the rubber industry along the Western residential coast of North Borneo. Although Sandakan is no longer the capital city, it remained as the "economic capital of the state" for North Borneo, specifically as a port which handles activities pertaining to the export of timber and other agricultural products from the eastern coast of North Borneo. While, the fishing industry at the final stages of the British administration era saw a great involvement by the Hong Kong "towkays" to the prawn commodity around the coasts of Kudat, Sandakan and up Tambisan. For example, in 1951 the British administration granted an Hong Kong based Chun-Li Company to operate prawn industry in the North Borneo waters.
^Sintang, Suraya; Khambali, Khadijah Mohd; Baharuddin, Azizan; Ahmad, Mahmud (2011). "Interfaith marriage and religious conversions: A case study of muslim converts in Sabah, Malaysia". International Conference on Behavioral, Cognitive and Psychological Sciences (BCPS 2011). 23: 170–176. Diakses tanggal 8 Juie 2015. TABLE III indicates the number of Muslim converts all over districts of Sabah within eight years beginning from the year 2000-2007. The city of Kota Kinabalu states the highest number of conversion (3526), then followed by Keningau (1307), Sandakan (1051), Tawau (829), Ranau (741) and Lahad Datu (714).Periksa nilai tanggal di: |accessdate= (bantuan)
^ abc"Transport (Road Networks)". Town and Regional Planning Department, Sabah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Maret 2014. Diakses tanggal 29 March 2014.
^Lonely Planet; Simon Richmond; Cristian Bonetto; Celeste Brash, Joshua Samuel Brown, Austin Bush, Adam Karlin, Shawn Low, Daniel Robinson (1 April 2013). Lonely Planet Malaysia Singapore & Brunei. Lonely Planet. hlm. 777–. ISBN978-1-74321-633-0.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^"Sandakan Town Map"(PDF). SabahExpress.com. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2014-04-03. Diakses tanggal 29 Maret 2014.
^"16 Social Facilities". Town and Regional Planning Department, Sabah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 Maret 2014. Diakses tanggal 30 March 2014.
^"Clinics in Sandakan". Sabah State Health Department. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-03-30. Diakses tanggal 30 Maret 2014.
^ ab"Sejarah Hospital" (dalam bahasa Malay). Duchess of Kent Hospital. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 March 2014. Diakses tanggal 30 Maret 2014. At present, the hospital possesses 400 beds, including 18 beds for intensive care.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^Roy Goh (23 December 2012). "Parties use town as `power base'". New Straits Times – via HighBeam (perlu berlangganan) . Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-10-18. Diakses tanggal 9 June 2015.