Perkembangan peradaban Kamboja terjadi pada abad 1 Masehi. Selama abad ke-3,4 dan 5 Masehi, negara Funan dan Chenla bersatu untuk membangun daerah Kamboja. Negara-negara ini mempunyai hubungan dekat dengan Cina dan India. Kekuasaan dua negara ini runtuh ketika Kerajaan Khmer dibangun dan berkuasa pada abad ke-9 sampai abad ke-13.
Kerajaan Khmer masih bertahan hingga abad ke-15. Ibu kota Kerajaan Khmer terletak di Angkor, sebuah daerah yang dibangun pada masa kejayaan Khmer. Angkor Wat, yang dibangun juga pada saat itu, menjadi simbol bagi kekuasaan Khmer.
Pada tahun 1432, Khmer dikuasai oleh Kerajaan Thai. Dewan Kerajaan Khmer memindahkan ibu kota dari Angkor ke Lovek, di mana Kerajaan mendapat keuntungan besar karena Lovek adalah bandar pelabuhan. Pertahanan Khmer di Lovek akhirnya bisa dikuasai oleh Thai dan Vietnam, dan juga berakibat pada hilangnya sebagian besar daerah Khmer. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1594. Selama 3 abad berikutnya, Khmer dikuasai oleh Raja-raja dari Thai dan Vietnam secara bergilir.
Pada tahun 1863, Raja Norodom, yang dilantik oleh Thai, mencari perlindungan kepada Prancis. Pada tahun 1867, Raja Norodom menandatangani perjanjian dengan pihak Prancis yang isinya memberikan hak kontrol provinsi Battambang dan Siem Reap yang menjadi bagian Thai. Akhirnya, kedua daerah ini diberikan pada Kamboja pada tahun 1906 pada perjanjian perbatasan oleh Prancis dan Thai.
Kamboja dijadikan daerah Protektorat oleh Prancis dari tahun 1863 sampai dengan 1953, sebagai daerah dari Koloni Indochina. Setelah penjajahan Jepang pada 1940-an, akhirnya Kamboja meraih kemerdekaannya dari Prancis pada 9 November1953. Kamboja menjadi sebuah kerajaan konstitusional dibawah kepemimpinan Raja Norodom Sihanouk.
Pada saat Perang Vietnam tahun 1960-an, Kerajaan Kamboja memilih untuk netral. Hal ini tidak dibiarkan oleh petinggi militer, yaitu Jendral Lon Nol dan Pangeran Sirik Matak yang merupakan aliansi pro-AS untuk menyingkirkan Norodom Sihanouk dari kekuasaannya. Dari Beijing, Norodom Sihanouk memutuskan untuk beraliansi dengan gerombolan Khmer Merah, yang bertujuan untuk menguasai kembali tahtanya yang direbut oleh Lon Nol. Hal inilah yang memicu perang saudara timbul di Kamboja.
Khmer Merah akhirnya menguasai daerah ini pada tahun 1975, dan mengubah format Kerajaan menjadi sebuah Republik Demokratik Kamboja yang dipimpin oleh Pol Pot. Mereka dengan segera memindahkan masyarakat perkotaan ke wilayah pedesaan untuk dipekerjakan di pertanian kolektif. Pemerintah yang baru ini menginginkan hasil pertanian yang sama dengan yang terjadi pada abad 11. Mereka menolak pengobatan Barat yang berakibat rakyat Kamboja kelaparan dan tidak ada obat sama sekali di Kamboja.
Pada November 1978, Vietnam menyerbu RD Kamboja untuk menghentikan genosida besar-besaran yang terjadi di Kamboja. Akhirnya, pada tahun 1989, perdamaian mulai digencarkan antara kedua pihak yang bertikai ini di Paris. PBB memberi mandat untuk mengadakan gencatan senjata antara pihak Norodom Sihanouk dan Lon Nol.
Sekarang, Kamboja mulai berkembang berkat bantuan dari banyak pihak asing setelah perang, walaupun kestabilan negara ini kembali tergoncang setelah sebuah kudeta yang gagal terjadi pada tahun 1997
Geografi
Kamboja mempunyai area seluas 181.035 km2. Berbatasan dengan Thailand di barat dan utara, Laos di timurlaut dan Vietnam di timur dan tenggara. Kenampakan geografis yang menarik di Kamboja ialah adanya dataran lacustrine yang terbentuk akibat banjir di Tonle Sap. Gunung tertinggi di Kamboja adalah Gunung Phnom Aoral yang berketinggian sekitar 1.813 mdpl.
Pemerintah Kamboja digambarkan oleh direktur Human Rights WatchAsia Tenggara, David Roberts, sebagai "koalisi yang relatif otoriter melalui demokrasi yang dangkal".[7]
Perdana Menteri Hun Sen telah bersumpah untuk memerintah sampai dia berusia 74 tahun.[8][9] Dia adalah mantan anggota Khmer Merah yang membelot. Pemerintahannya sering dituduh mengabaikan hak asasi manusia dan menekan perbedaan pendapat politik. Hasil pemilu 2013 dibantah oleh oposisi Hun Sen, yang menyebabkan demonstrasi di ibu kota. Demonstran terluka dan tewas di Phnom Penh di mana dilaporkan 20.000 pengunjuk rasa berkumpul, dengan beberapa bentrok dengan polisi anti huru hara.[10] Dari latar belakang pertanian yang sederhana, Hun Sen baru berusia 33 tahun ketika dia mengambil alih kekuasaan pada tahun 1985, dan oleh beberapa orang dianggap sebagai diktator yang telah lama berkuasa.[11]
Sejak penumpasan perbedaan pendapat politik dan kebebasan pers pada 2017, Kamboja digambarkan sebagai negara satu partaide facto.[12][13][14]
Kamboja telah menjalin hubungan diplomatik dengan banyak negara; pemerintah melaporkan dua puluh kedutaan besar di negara tersebut[15] termasuk banyak negara tetangganya di Asia dan para pemain penting selama negosiasi perdamaian Paris, seperti AS, Australia, Kanada, Tiongkok, Uni Eropa (UE), Jepang, dan Rusia.[16] Sebagai hasil dari hubungan internasionalnya, berbagai organisasi amal telah membantu kebutuhan infrastruktur sosial, ekonomi, dan sipil.
Sementara kekerasan tahun 1970-an dan 1980-an telah berlalu, beberapa sengketa perbatasan antara Kamboja dan tetangganya tetap ada. Konflik atas beberapa pulau lepas pantai dan perbatasan dengan Vietnam menyebabkan ketegangan antara kedua negara. Konflik batas wilayah dengan Thailand karena kurangnya sumber daya untuk militer perbatasan Kamboja telah membuat situasi tidak menentu sejak 1962.[17][18]
Kamboja dan Tiongkok telah memupuk hubungan di tahun 2010-an. Sebuah perusahaan Tiongkok dengan dukungan Tentara Pembebasan Rakyat membangun pelabuhan laut dalam sepanjang 90 km (56 mil) garis pantai Kamboja di Teluk Thailand di Provinsi Koh Kong; pelabuhannya cukup dalam untuk digunakan oleh kapal pesiar, kapal curah atau kapal perang. Dukungan diplomatik Kamboja sangat berharga bagi upaya Beijing untuk mengklaimpr wilayah yang disengketakan di Laut Tiongkok Selatan. Karena Kamboja adalah anggota ASEAN, dan karena di bawah aturan ASEAN "keberatan satu anggota dapat menggagalkan inisiatif kelompok apa pun", Kamboja secara diplomatik berguna bagi Tiongkok sebagai penyeimbang negara-negara Asia Tenggara yang memiliki hubungan lebih dekat dengan Amerika Serikat.[19]
Pengenalan struktur komando yang telah direvisi pada awal tahun 2000 merupakan kunci awal untuk reorganisasi militer Kamboja. Ini melihat kementerian pertahanan membentuk tiga departemen umum bawahan yang bertanggung jawab atas logistik dan keuangan, material dan layanan teknis, dan layanan pertahanan di bawah Markas Besar Komando Tinggi (HCHQ).
Menteri Pertahanan Nasional adalah Jenderal Tea Banh. Banh menjabat sebagai menteri pertahanan sejak 1979. Sekretaris Negara untuk Pertahanan adalah Chay Saing Yun dan Por Bun Sreu.
Pada tahun 2010, Angkatan Bersenjata Kerajaan Kamboja terdiri dari sekitar 102.000 personel aktif (200.000 cadangan). Total pengeluaran militer Kamboja mencapai 3% dari PDB nasional. Royal Gendarmerie Kamboja berjumlah lebih dari 7.000 personel. Tugas sipilnya termasuk memberikan keamanan dan kedamaian publik, untuk menyelidiki dan mencegah kejahatan terorganisir, terorisme, dan kelompok kekerasan lainnya; untuk melindungi milik negara dan pribadi; untuk membantu warga sipil dan pasukan darurat lainnya dalam keadaan darurat, bencana alam, kerusuhan sipil, dan konflik bersenjata.
Hun Sen telah mengumpulkan kekuatan yang sangat tersentralisasi di Kamboja, termasuk penjaga praetorian yang 'tampaknya menyaingi kemampuan unit militer reguler negara itu', dan diduga digunakan oleh Hun Sen untuk menumpas oposisi politik'.[20] Kamboja menandatangani perjanjian PBB tentang Larangan Senjata Nuklir.[21]
Kamboja dibagi menjadi 20 provinsi (khett) and 4 kota praja (krong). Daerah Kamboja kemudian dibagi menjadi distrik (srok), komunion (khum), distrik besar (khett), and kepulauan(koh).
Perekonomian Kamboja sempat turun pada masa Republik Demokratik berkuasa. Tapi, pada tahun 1990-an, Kamboja menunjukkan kemajuan ekonomi yang membanggakan. Pendapatan per kapita Kamboja meningkat drastis, namun peningkatan ini tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara - negara lain di kawasan ASEAN. PDB bertumbuh 5.0% pada tahun 2000 dan 6.3 % pada tahun 2001. Agrikultur masih menjadi andalan utama kehidupan ekonomi masyarakat terutama bagi masyarakat desa, selain itu bidang pariwisata dan tekstil juga menjadi bidang andalan dalam perekonomian di Kamboja.
Perlambatan ekonomi pernah terjadi pada masa Krisis finansial Asia 1997. Investasi asing dan turisme turun dengan sangat drastis, kekacauan ekonomi mendorong terjadinya kekerasan dan kerusuhan di Kamboja.
Mayoritas penduduk Kamboja adalah penganut Buddha, kemudian disusul oleh agama minoritas lain seperti Islam, Agama Tradisional (agama rakyat), kristen, dan lainnya.
Budaya
Budaya di Kamboja sangatlah dipengaruhi oleh agama Buddha Theravada. Di antaranya dengan dibangunnya Angkor Wat. Kamboja juga memiliki atraksi budaya yang lain, seperti, Festival Bonn OmTeuk, yaitu festival balap perahu nasional yang diadakan setiap November. Rakyat Kamboja juga menyukai sepak bola.
Kuliner
Dari arah atas kiri: Sup kari (samlar kari); Sambal prahok kelapa (prahok k'tis); num banhchok; dan samlar kako
Beras merupakan makanan pokok, seperti halnya di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Ikan dari Sungai Mekong dan Danau Tonlé Sap juga merupakan bagian penting dari diet. Pasokan ikan dan produk ikan untuk makanan dan perdagangan hingga 2000[update] adalah sekitar 20 kilogram (44 pon) per orang atau 2 ons per hari per orang.[22] Beberapa jenis ikan dapat diolah menjadi prahok untuk penyimpanan jangka panjang.
Pengaruh Prancis pada masakan Kamboja termasuk kari merah Kamboja dengan roti baguette panggang. Potongan roti baguette panggang dicelupkan ke dalam kari dan dimakan. Kari merah Kamboja juga dimakan dengan nasi dan mie vermicelli. Mungkin hidangan keluar makan yang paling populer, kuy teav, adalah kaldu babi mie sup dengan bawang putih goreng, daun bawang, bawang hijau yang juga dapat berisi berbagai topping seperti bola daging sapi, udang, hati babi atau selada. Lada Kampot terkenal sebagai yang terbaik di dunia dan menyertai kepiting di gubuk kepiting Kep dan cumi-cumi di restoran di sungai Ou Trojak Jet.[23] Masakannya relatif tidak dikenal oleh dunia dibandingkan dengan Thailand dan Vietnam.
Orang Kamboja minum banyak teh, yang tumbuh di Provinsi Mondulkiri dan sekitar Kirirom.[24]te krolap adalah teh yang kuat, dibuat dengan memasukkan air dan banyak daun teh ke dalam gelas kecil, menaruh piring saji di atasnya, dan membalikkannya untuk diseduh. Ketika warnanya cukup gelap, teh disaring ke cangkir lain dan banyak gula ditambahkan, tetapi tanpa susu. Teh lemon te kdau kroch chhma, dibuat dengan teh debu merah Cina dan jus lemon, segar baik panas dan dingin dan umumnya disajikan dengan dosis gula yang banyak.[25] Mengenai kopi, biji biasanya diimpor dari Laos dan Vietnam – meskipun kopi yang diproduksi secara domestik dari Provinsi Ratanakiri dan Provinsi Mondulkiri dapat ditemukan di beberapa tempat. Biji biasanya dipanggang dengan mentega dan gula, ditambah berbagai bahan lain yang mungkin termasuk apa saja mulai dari rum hingga lemak babi, memberikan minuman tersebut aroma aneh, kadang-kadang sedikit berbau cokelat.[25]
Kamboja memiliki beberapa pabrik bir industri, terletak terutama di Provinsi Sihanoukville dan Phnom Penh. Ada juga sejumlah mikro pabrik bir yang semakin banyak di Phnom Penh dan Siem Reap.[26][27] Sejak 2019, ada 12 pub bir atau mikro pabrik bir di Kamboja.[28][29] Anggur beras adalah minuman beralkohol yang populer. Kualitasnya bervariasi luas dan sering kali disuling dengan buah-buahan atau ramuan obat.[30] Ketika disiapkan dengan buah-buahan atau rempah-rempah yang dimacerate, seperti likur Sombai, disebut "sra tram" (anggur direndam).[31][32][33]
^"Income Gini coefficient". hdr.undp.org. World Bank. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 June 2010. Diakses tanggal 29 January 2020.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Smits, Johann (6 October 2009). "Khmer brew: exploring the parviflora tea strain". Phnom Penh Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 August 2017. Diakses tanggal 20 July 2017.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ ab"Food and drink | About Cambodia". Rough Guides (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 August 2017. Diakses tanggal 20 July 2017.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Heliot, Rebecca (26 May 2015). "Craft Beer Phnom Penh". The Phnom Penh Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 June 2017. Diakses tanggal 20 July 2017.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Craft Beer in Cambodia". AsiaLIFE Cambodia (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 August 2017. Diakses tanggal 20 July 2017.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Cambodian rice wine". AsiaLIFE Cambodia (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 July 2017. Diakses tanggal 20 July 2017.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Dunston, Lara (10 July 2014). "Cambodian Rice Wine Revival". Gourmet Traveller (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 July 2017. Diakses tanggal 20 July 2017.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Glasser, Miranda (1 August 2014). "Sombai Rice Wine Purveyors Open New Showroom". Phnom Penh Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 July 2017. Diakses tanggal 20 July 2017.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)