Kuala Lumpur (sering disingkat KL), atau nama lengkapnya Wilayah Federal Kuala Lumpur (Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur), adalah ibu kota dan kota terbesar di Malaysia. Secara administratif, daerah ini merupakan wilayah federal yang berada langsung di bawah Pemerintah Federal Malaysia. Kawasan tersebut meliputi wilayah seluas 244 km2 (94 sq mi), dengan penduduk sekitar 1,6 juta jiwa (2010).[2] Wilayah metropolitan Kuala Lumpur atau yang juga dikenal sebagai Lembah Klang, memiliki jumlah penduduk sebesar 5,7 juta jiwa.[3] Kuala Lumpur merupakan wilayah metropolitan dengan pertumbuhan paling pesat di Malaysia, baik dalam jumlah penduduk maupun ekonomi.[4]
Di Kuala Lumpur berdiri Parlemen Malaysia. Kota ini juga pernah menjadi lokasi kantor pemerintahan eksekutif dan kehakiman, yang telah pindah ke Putrajaya sejak tahun 1999.[5] Namun beberapa kantor cabang kehakiman masih berdiri di kota ini. Kediaman resmi Yang di-Pertuan Agong, yaitu Istana Negara, berada di Kuala Lumpur. Kota ini juga merupakan pusat kebudayaan dan ekonomi Malaysia karena kedudukannya sebagai ibu kota dan kota utama.[6] Globalization and World Cities Study Group and Network (GaWC) menilai Kuala Lumpur sebagai sebuah kota global alfa.[7]
Sejak tahun 1990-an, kota ini telah menjadi tuan rumah dari berbagai acara olahraga, politik, dan kebudayaan internasional, seperti Commonwealth Games 1998 dan Formula Satu.[9] Selain itu, di Kuala Lumpur berdiri gedung kembar tertinggi di dunia, yaitu Menara Kembar Petronas.[10]
Sejarah modern Kuala Lumpur dimulai pada tahun 1850-an, ketika Raja Abdullah[11] membayar buruh Cina untuk membuka tambang timah yang baru dan lebih besar.[12] Mereka tiba di muara Sungai Gombak dan Sungai Klang untuk membuka tambang di Ampang.[12]
Tambang-tambang ini berkembang menjadi kawasan perdagangan yang semakin diterima sebagai kota perbatasan. Banyak kemelut yang dialami Kuala Lumpur, seperti Perang Saudara Selangor, wabah penyakit, kebakaran, dan banjir.[12] Di penghujung abad ke-19, Mohamed Taib bin Haji Abdul Samad seorang saudagar Melayu asal Minangkabau, membuka kawasan Chow Kit dan Kampung Bahru sebagai kawasan permukiman masyarakat Melayu.[13]
Pada tahun 1880, ibu kota Selangor dipindah dari Klang ke Kuala Lumpur yang jauh lebih strategis.[14] Pada tahun 1881, kebakaran dan banjir menghancurkan struktur kayu dan atap Kuala Lumpur. Residen Inggris di Selangor, Frank Swettenham, bertindak dengan mewajibkan semua bangunan dibangun dari batu bata dan ubin saja.[14] Kebanyakan bangunan baru menyerupai rumah toko di Cina Selatan, dengan ciri "kaki lima". Transportasi ke kota ini dipermudah dengan pembangunan jalur kereta api. Pembangunan semakin pesat pada tahun 1890-an, sehingga didirikan sebuah Lembaga Kebersihan (Sanitary Board). Pada tahun 1896, Kuala Lumpur dipilih sebagai ibu kota "Negeri-Negeri Melayu Bersekutu" yang baru.[15]
Berbagai komunitas datang menetap di Kuala Lumpur. Kaum Cina menetap di sekitar pusat perdagangan Medan Pasar di sebelah timur Sungai Klang. Orang Melayu, Chettiar, dan India Muslim menetap di sepanjang Java Street (kini Jalan Tun Perak). Lapangan yang kini dikenal sebagai Lapangan Merdeka, merupakan pusat kantor pemerintahan Inggris.[12]
Pada masa Perang Dunia Kedua, Kuala Lumpur dikuasai oleh tentara Jepang dari 11 Januari 1942 hinggga 15 Oktober 1945.[16] Pada tahun 1957, Federasi Malaya berhasil meraih kemerdekaan dari Britania Raya, dan Kuala Lumpur dipilih menjadi ibu kota.[17] Setelah pembentukan Malaysia pada 16 September 1963, kota ini juga dipilih sebagai ibu kota negara.
Kota ini menjadi saksi dari kerusuhan etnis yang meletus antara orang Melayu dengan orang Cina pada tanggal 13 Mei 1969.[18] Kerusuhan ini disebabkan oleh ketidakpuasan orang Melayu terhadap keadaan sosio-politik mereka saat itu. Kerusuhan 13 Mei menewaskan sekitar 196 jiwa,[18] dan memicu perubahan kebijakan ekonomi negara.
Kuala Lumpur memperoleh status kota pada tahun 1972,[19] dan menjadikannya permukiman pertama di Malaysia yang mendapatkan status tersebut sejak kemerdekaan. Pada 1 Februari 1974, Kuala Lumpur menjadi wilayah federal,[20] sehingga ibu kota Selangor dipindah ke Shah Alam pada tahun 1978.[21]
Pada tahun 1998, sebuah gerakan politik yang dikenal sebagai "Reformasi" berlangsung di kota ini.[22] Gerakan ini disebabkan oleh pemecatan Wakil Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim. Pendukung Anwar turun ke jalan dan meminta reformasi di tubuh pemerintahan.[22]
Putrajaya dinyatakan sebagai wilayah federal dan pusat pemerintahan Malaysia pada tanggal 1 Februari 2001.[23] Fungsi-fungsi eksekutif dan yudikatif dipindah dari Kuala Lumpur ke Putrajaya. Namun, Parlemen Malaysia dan kediaman resmi Yang di-Pertuan Agong masih berada di Kuala Lumpur.[24][25]
Geografi
Geografi Kuala Lumpur berciri lembah besar yang dikenal sebagai Lembah Klang yang berbatasan dengan Pegunungan Titiwangsa di timur, beberapa pegunungan kecil di utara dan selatan, dan Selat Malaka di barat. Kuala Lumpur terletak di muara antara Sungai Klang dan Gombak.[26]
Terletak di tengah-tengah negara bagian Selangor, Kuala Lumpur pernah berada di bawah pemerintahan Selangor. Pada tahun 1974, Kuala Lumpur dipisah untuk membentuk wilayah federal pertama yang diatur secara langsung oleh Pemerintah Federasi Malaysia. Luas wilayah kota ini adalah 24.365 km2 (9.407 sq mi), dengan rata-rata ketinggian 2.195 m (7.201 ft).
Iklim dan cuaca
Terlindung oleh Pegunungan Titiwangsa di timur dan pulau Sumatra, Indonesia, di barat, Kuala Lumpur memiliki iklim hutan hujan tropis (klasifikasi iklim KöppenAf) yang hangat dan cerah, dengan curah hujan yang lebat sepanjang tahun, terutama pada musim muson timur laut dari bulan Oktober hingga Maret. Suhu kota ini cenderung konstan, dengan titik maksimum sekitar 31 dan 33 °C (88 dan 91 °F) dan tidak pernah melampaui 37 °C (99 °F), sementara titik minimum sebesar 22 dan 235 °C (72 dan 455 °F) dan tidak pernah kurang dari 19 °C (66 °F). Kuala Lumpur setiap tahunnya menerima curah hujan sebesar 2.266 mm (89,2 in); bulan Juni dan Juli relatif kering, namun demikian, curah hujan biasanya melebihi 125 mm (5 in) sebulan.
Banjir sering terjadi di Kuala Lumpur ketika turun hujan deras, khususnya di pusat kota dan wilayah hilir.[27] Terkadang, wilayah Kuala Lumpur dan sekitarnya tercemar oleh abu yang berasal dari kebakaran hutan di Sumatra. Debu tersebut merupakan penyebab polusi utama di kota ini, yang diperburuk oleh pembakaran emisi dari kendaraan bermotor dan proses konstruksi.[28]
Tugas pemerintahan kota menjadi tanggung jawab Dewan Bandaraya Kuala Lumpur, sebuah lembaga di bawah naungan Kementerian Wilayah Federal Malaysia.[31] Dewan Bandaraya Kuala Lumpur bertanggung jawab terhadap kebersihan dan kesehatan umum, pembuangan dan pengelolaan sampah dan limbah, perencanaan kota, perlindungan lingkungan, pengawasan konstruksi, pembangunan sosial dan ekonomi, dan pemeliharaan prasarana kota secara umum. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh Datuk Bandar yang dilantik dengan masa jabatan tiga tahun oleh Kementerian Wilayah Federal. Sistem pelantikan datuk bandar ini berlaku sejak pemilu pemerintah setempat ditunda pada tahun 1970.[32]
Sejak Kuala Lumpur menjadi wilayah federal pada 1 Februari 1974, kota ini telah dipimpin oleh sembilan orang wali kota (datuk bandar).[33] Datuk Bandar Kuala Lumpur kini adalah Dato' Ahmad Fuad Ismail, yang dilantik pada tahun 2008.[34]
Politik negara
Kuala Lumpur adalah tempat berdirinya Parlemen Malaysia, yang terdiri dari Dewan Rakyat dan Dewan Negara. Kota ini diwakilkan di Dewan Rakyat oleh sebelas orang anggota parlemen,[35] yang dipilih untuk masa jabatan lima tahun. Setelah sekian lama cenderung dikuasai oleh Barisan Nasional, pada pemilihan umum 8 Maret 2008, partai oposisi menguasai kursi-kursi parlemen untuk Kuala Lumpur. Partai-partai tersebut adalah Partai Tindakan Demokratik (5 kursi), Partai Keadilan Rakyat (4 kursi), dan Partai Islam Se-Malaysia (1 kursi); hanya satu kursi Dewan Rakyat yang diduduki oleh BN.
Demografi
Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010, Kuala Lumpur memiliki jumlah penduduk sebesar 1,6 juta jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 6.891 penduduk per kilometer persegi (17.310/mil persegi). Penurunan tingkat kelahiran yang berlanjut, telah menyebabkan persentase penduduk di bawah usia 15 tahun turun dari 33% pada tahun 1980 ke 27% pada tahun 2000.[36] Sebaliknya, golongan usia bekerja 15–59 tahun justru meningkat dari 63% (1980) menjadi 67% (2000).[36] Persentase penduduk berusia tua (60 tahun ke atas) juga naik dari 4% (1980) ke 6% (2000).[36]
Bahasa Melayu yang menjadi bahasa nasional, merupakan bahasa utama di Kuala Lumpur. Bahasa lain yang digunakan di kota ini adalah dialek-dialek Kanton, Mandarin, dan Tamil. Bahasa Inggris juga berperan besar sebagai perantara bisnis dan merupakan mata pelajaran wajib di sekolah.[37]
Berdasarkan sensus tahun 2010, orang Melayu merupakan yang terbesar di Kuala Lumpur. Masyarakat Melayu yang mayoritasnya berasal dari Kepulauan Nusantara, membentuk sekitar 44,2% dari keseluruhan penduduk kota.[40] Kebanyakan mereka datang dari Minangkabau, Bugis, dan Jawa.[41]
Pada akhir abad ke-18, ketika Eropa mengalami Revolusi Industri, banyak pekerja Cina dari wilayah Fujian dan Guangdong dibawa ke Tanah Melayu untuk bekerja di industri timah yang sedang berkembang pesat.[42] Orang Cina di Kuala Lumpur menuturkan berbagai dialek. Tetapi kebanyakan dari mereka merupakan orang Kanton[43] dan Hakka.[44] Pada tahun 2010, masyarakat Cina berjumlah sekitar 43,2% dari keseluruhan penduduk kota.
Orang India membentuk 10,3% dari jumlah penduduk Kuala Lumpur (2010). Kebanyakan dari mereka beragama Hindu dan menuturkan bahasa Tamil dan berbagai bahasa lain seperti bahasa Hindi, Malayalam, Punjabi, Telugu, dan Pashtun. Kebanyakan orang India dibawa ke Malaysia pada masa penjajahan Inggris.[42]
Sementara itu, data pada sensus Malaysia tahun 2020, etnis Melayu dan Tionghoa adalah dua etnis mayoritas di Kuala Lumpur. Berikut adalah besaran penduduk Kuala Lumpur berdasarkan etnis, menurut data sensus Malaysia tahun 2020;[45][46]
Agama Islam merupakan agama terbesar di Kuala Lumpur dengan jumlah pengikut mencapai 45,29% (2020). Agama ini dianut oleh orang Melayu dan sebagian masyarakat India. Agama-agama lain yang dianut di Kuala Lumpur adalah agama Hindu (terutama di kalangan kaum India), Buddha (terutama di kalangan orang Cina), dan Kristen.[47] Berikut adalah banyaknya penduduk Kuala Lumpur menurut agama yang dianut, berdasarkan data sensus Malaysia 2020:[45]
Kuala Lumpur dan kawasan-kawasan sekitarnya merupakan kawasan yang paling pesat pembangunan ekonominya di Malaysia.[4] Walaupun kantor pemerintahan pindah ke Putrajaya, kota ini tetap menjadi pusat ekonomi, keuangan, bisnis, asuransi, properti, media, dan kesenian negara. Badan-badan penting seperti Bank Negara Malaysia, Komisi Perusahaan Malaysia, dan Komisi Sekuritas Malaysia, serta kebanyakan kedutaan dan misi diplomatik, tetap berada di Kuala Lumpur.[48]
Produk Domestik Bruto (PDB) Kuala Lumpur pada tahun 2000 diperkirakan mencapai RM 25.968 juta, dengan rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 4,2%.[36] PDB per kapita Kuala Lumpur pada tahun 2000 adalah RM 30.727, dengan rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 6,1%.[36] Jumlah tenaga kerja di Kuala Lumpur diperkirakan sekitar 838.400 orang.[36] Sektor jasa seperti keuangan, asuransi, properti, bisnis, retail, restoran, hotel, transportasi, penyimpanan, komunikasi, jasa pribadi, dan jasa pemerintah, menyerap tenaga kerja sebesar 83% dari keseluruhan jumlah tenaga kerja.[36] 17% sisanya berada dalam sektor manufaktur dan konstruksi.
Besarnya sektor jasa dapat dilihat dari jumlah perusahaan perbankan dan asuransi yang beroperasi di kota ini. Kuala Lumpur siap menjadi pusat keuangan Islam sedunia[50] karena semakin banyaknya institusi keuangan yang menawarkan layanan keuangan Islam, serta kehadiran lembaga keuangan dari Timur Tengah seperti Al-Rajhi Bank[51] dan Kuwait Finance House. Disamping itu, di kota ini juga banyak terdapat cabang perusahaan luar negeri.[52]
Pariwisata
Sektor pariwisata juga berperan penting dalam ekonomi Kuala Lumpur. Selain membuka lapangan pekerjaan, sektor ini memperluas peluang usaha. Berbagai hotel didirikan di kota ini. Kuala Lumpur juga berkembang menjadi tujuan belanja internasional. Berbagai macam pusat perbelanjaan dan mal berdiri di kota ini. Pariwisata konferensi juga semakin berkembang pada tahun-tahun terakhir dan menjadi komponen penting dalam industri pariwisata.
Di Kuala Lumpur terdapat 66 pusat perbelanjaan, yang menempatkannya sebagai pusat retail dan fesyen Malaysia.[54] Pada tahun 2006, sektor perbelanjaan di Malaysia menyumbangkan RM 7,7 miliar atau 20,8% dari pendapatan pariwisata.[55]
Suria KLCC adalah salah satu tujuan belanja utama di Malaysia karena terletak di bawah Menara Kembar Petronas. Selain Suria KLCC, Bukit Bintang memiliki jumlah outlet belanja terbanyak di Kuala Lumpur. Bukit Bintang, yang merupakan bagian dari Segi Tiga Emas Kuala Lumpur, meliputi 3 jalan raya, yaitu Jalan Bukit Bintang, Jalan Imbi, dan Jalan Sultan Ismail. Di Bukit Bintang terdapat berbagai kafe, outlet makanan, dan kompleks perbelanjaan seperti Berjaya Plaza, Berjaya Times Square, Bukit Bintang Plaza, Imbi Plaza, Kuala Lumpur Plaza, Lot 10, Low Yat Plaza, Pavilion KL, Starhill Plaza, dan Sungei Wang Plaza. Di Kuala Lumpur juga terdapat toserba terbesar di Malaysia, yaitu SOGO Kuala Lumpur[56] yang terletak di Jalan Tuanku Abdul Rahman.
Beberapa kompleks perbelanjaan juga dapat ditemui di wilayah Bangsar, seperti Bangsar Village, Mid Valley Megamall, dan The Gardens. Kawasan Damansara di barat laut Kuala Lumpur merupakan tempat berdirinya satu-satunya cabang IKEA di Malaysia. Selain itu, terdapat beberapa mall seperti Cathay Multi Screen Cinemas, The Curve, Ikano Power Centre, Citta Stripmall at Ara Jaya, dan One Utama.
Selain pusat perbelanjaan, beberapa zona di Kuala Lumpur telah ditetapkan untuk memasarkan produk lokal seperti tekstil dan kerajinan tangan. Pecinan di Kuala Lumpur, atau lebih dikenal sebagai Jalan Petaling, serta Pasar Seni merupakan beberapa tempat memasarkan produk-produk lokal.
Pemandangan kota
Arsitektur
Arsitektur Kuala Lumpur merupakan paduan pengaruh kolonial, Asia, Melayu Islam, modern, dan post-modern.[57] Sebagai sebuah kota yang relatif muda dibandingkan dengan ibu kota lain di Asia Tenggara seperti Bangkok, Jakarta, dan Manila, kebanyakan bangunan masa kolonial di Kuala Lumpur dibangun sekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Bangunan-bangunan ini menunjukan gaya Moor, Tudor, Neo-Gothik, atau Yunani-Spanyol.[58]
Sebelum Perang Dunia Kedua, di sekitar pusat kota lama terdapat banyak rumah toko, kebanyakan bertingkat dua. Rumah-rumah toko ini terinspirasi dari tradisi Cina Peranakan dan Eropa.[59][60] Walaupun sebagian telah dirobohkan untuk pembangunan baru, masih banyak rumah toko lama yang berdiri di sekitar wilayah Medan Pasar, Jalan Petaling, Jalan Tuanku Abdul Rahman, Jalan Doraisamy, Bukit Bintang, dan Tengkat Tong Shin.
Pada akhir 1990-an dan awal 2000-an, bangunan bergaya modern dan post-modern semakin bermunculan. Seiring dengan perkembangan ekonomi, bangunan-bangunan lama seperti Rumah Bok terpaksa dirobohkan untuk digantikan dengan bangunan baru. Bangunan-bangunan dengan kerangka kaca berjamuran di Kuala Lumpur, seperti Menara Kembar Petronas dan Kuala Lumpur Convention Centre.[64]
Taman
Taman Tasik Perdana, taman seluas 92 hektare yang terletak dekat dengan Parlemen Malaysia, sebelumnya merupakan tempat tinggal seorang pejabat Britania. Taman ini meliputi Taman Kupu-kupu, Taman Rusa, Taman Anggrek, Taman Bunga Raya, dan Taman Burung Kuala Lumpur (taman burung terbesar di Asia Tenggara).[65] Taman-taman lain di Kuala Lumpur adalah Taman ASEAN, Taman KLCC, Taman Tasik Titiwangsa, Taman Tasik Metropolitan di Kepong, Institut Penyelidikan Hutan Malaysia,[66] Taman Tasik Permaisuri, Taman Botani, Taman Ekuestrian, dan Taman Lembah Barat Bukit Kiara, Taman Tun Dr. Ismail, dan Taman Internasional Bukit Jalil.
Terdapat tiga hutan di Kuala Lumpur, yaitu Hutan Simpan Bukit Nanas (10.52 ha), Hutan Simpan Bukit Sungai Putih (7.41 ha), dan Hutan Simpan Bukit Sungai Besi (42.11 ha).[67]
Budaya
Kuala Lumpur adalah pusat acara dan kegiatan kebudayaan di Malaysia. Salah satu tempat budaya terpenting di kota ini adalah Museum Negara yang terletak di Lebuhraya Mahameru. Museum ini menyimpan berbagai koleksi artefak dan lukisan yang terkumpul dari seluruh Malaysia.[68] Di Kuala Lumpur juga berdiri Museum Kesenian Islam yang menyimpan lebih dari tujuh ribu artefak Islam.[69] Koleksi museum ini tidak terbatas pada hasil karya kesenian Timur Tengah, tetapi juga menekankan pusaka kesenian dari Asia, terutama Cina dan Asia Tenggara. Di Museum Kesenian Islam juga terdapat kubah dan ruang pameran yang besar. Museum ini terletak di Jalan Lembah Perdana, di sebelah Masjid Negara.
Dewan Filharmonik Petronas merupakan salah satu tempat acara pertunjukan seni utama di Malaysia. Orkestra yang mendiami gedung ini adalah Orkestra Filharmonik Malaysia (MPO).[70]Balai Seni Lukis Negara yang terletak di Jalan Temerloh merupakan pusat keunggulan dan amanah warisan seni nasional. Balai seni ini menerapkan unsur arsitektur Melayu lama yang dipadukan dengan unsur arsitektur modern. Galeri Petronas yang terletak di pusat perbelanjaan Suria KLCC merupakan pusat seni murni. Galeri ini memamerkan hasil karya seni yang berubah-ubah sesuai dengan tema. Kuala Lumpur Performing Arts Centre (KLPac) di Sentul West merupakan pusat seni pertunjukan (terutama teater, musik, dan film) yang tersohor di Malaysia. Selain menjadi pusat produksi seni lokal, KLPac juga mendukung artis pertunjukan lokal dan regional yang independen.[71]
Setiap tahun, Kuala Lumpur mengadakan festival Malaysia International Gourmet Festival[72] dan Kuala Lumpur Fashion Week.[73]
Transportasi
Berkendara sendiri merupakan metode transportasi utama di Kuala Lumpur.[74] Oleh sebab itu, setiap bagian kota terhubung dengan jalan bebas hambatan. Sebagai ibu kota Malaysia, Kuala Lumpur memiliki jaringan jalan yang terhubung dengan kota-kota lain Malaysia.[75]
Kuala Lumpur dihubungkan dengan dua bandar udara. Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) yang terletak di Sepang merupakan bandara utama. KLIA terletak 50 km di sebelah selatan kota, dan menghubungkan Kuala Lumpur dengan berbagai kota di dunia.[76] Bandar Udara ini dapat dicapai dengan menggunakan kereta KLIA Ekspres.[77] Bandara lainnya adalah Bandar Udara Sultan Abdul Aziz Shah, yang merupakan pintu masuk utama ke Kuala Lumpur dari tahun 1965 hingga dibukanya KLIA tahun 1998. Kini, bandara ini hanya digunakan untuk penerbangan charter dan turbopro.[78]
Operator kendaraan umum terbesar di Kuala Lumpur dan Lembah Klang adalah RapidKL.[80] Sejak mengambil alih tugas Intrakota Komposit Sdn Bhd, RapidKL telah mengatur ulang seluruh jaringan bus di Kuala Lumpur dan kawasan metropolitan Lembah Klang[81] demi meningkatkan mutu sistem transportasi publik Kuala Lumpur.
Di Kuala Lumpur, kebanyakan taksi berwarna merah dan putih. Perusahaan taksi yang besar, seperti Syarikat Teksi Oren Innovasi Timur, diperbolehkan pemerintah untuk menggunakan warna selain dari yang ditetapkan. Taksi-taksi di Kuala Lumpur telah menggunakan gas alam terkompresi (CNG) sebagai bahan bakar.
Kuala Lumpur dihubungkan ke jalur pelayaran internasional melalui Pelabuhan Klang. Pelabuhan Klang merupakan pelabuhan terbesar dan tersibuk di Malaysia.[82]
Pendidikan
Kuala Lumpur mencapai tingkat melek huruf sebesar 97.5% pada tahun 2000, tertinggi di seluruh Malaysia.[83] Di Kuala Lumpur terdapat 13 insititusi pendidikan tinggi, 79 sekolah menengah, 155 sekolah dasar, dan 136 TK.[84] Terdapat beberapa institusi terkemuka di ibu kota yang sudah ada sejak satu abad lebih, seperti Sekolah Menengah Kebangsaan Victoria (1893); Methodist Girls' School (1896); Methodist Boys' School (1897); Convent Bukit Nanas (1899) dan Institusi St. John (1904).
Kuala Lumpur memiliki kompleks olahraga berkelas internasional yang dibangun untuk Commonwealth Games 1998, yaitu Kompleks Olahraga Nasional di Bukit Jalil. Selain itu, kompleks olahraga, lapangan sepak bola, kolam renang, dan lapangan tenis banyak menyebar di pinggir kota. Kuala Lumpur juga memiliki beberapa lapangan golf, seperti: Berjaya Golf Course di Bukit Jalil; Kuala Lumpur Golf and Country Club (KLGCC) dan Malaysia Civil Service Golf Club di Bukit Kiara.
^"Kuala Lumpur". Columbia Encyclopedia, Sixth Edition 2007. Columbia University Press. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-28. Diakses tanggal 2007-12-06.
^"Sejarah Shah Alam". Majlis Bandaraya Shah Alam. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-03-06. Diakses tanggal 2007-12-14.
^"Climate of Kuala lumpur" (dalam bahasa Rusia). Weather and Climate (Погода и климат). Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 Maret 2018. Diakses tanggal 8 Oktober 2013.
^Mark Harris, Zainuddin Zainal; Muzium Negara Kuala Lumpur: Sejarah dan Kebudayaan Malaysia; Syarikat S. Abdul Majeed, 1990
^ ab"Religion of Malaysia". Windows on Asia. Michigan State University, Asian Studies. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-08-12. Diakses tanggal 2007-12-18.
^"Key Economic Indicators"(PDF). Economic Planning Unit, Prime Minister's Department, Malaysia. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2008-02-27. Diakses tanggal 2007-12-10.
^Shanti Gunaratnam. "Wooing Indonesian shoppers". New Straits Times, Travel News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-12-18. Diakses tanggal 2007-12-18.
^Ahmad, A. Ghafar (1997). British Colonial Architecture in Malaysia 1800-1930. Kuala Lumpur: Museums Association of Malaysia.extractDiarsipkan 2007-12-19 di Wayback Machine.
^Gurstien, P (1985) Malaysia Architecture Heritage Survey – A Handbook, Malaysia Heritage Trust. M/s 65
^Henry, Brandi. "Petronas Towers". illumin. USC Viterbi, School of Engineering. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-11-26. Diakses tanggal 2007-12-10.
^"Lokasi Universiti". Universiti Pertahanan Nasional Malaysia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-01-21. Diakses tanggal 2010-2-18.Periksa nilai tanggal di: |accessdate= (bantuan)