Dinasti Ming (/mɪŋ/ming),[7] secara resmi disebut Ming Agung, adalah sebuah dinasti kekaisaran Tiongkok, yang memerintah dari tahun 1368 hingga 1644 setelah runtuhnya Kekaisaran Mongol yang dipimpin oleh Dinasti Yuan. Dinasti Ming adalah dinasti kekaisaran terakhir Tiongkok yang diperintah oleh orang Han, kelompok etnis mayoritas di Tiongkok. Meskipun ibu kota utama Beijing jatuh pada tahun 1644 akibat pemberontakan yang dipimpin oleh Li Zicheng (yang mendirikan dinasti Shun yang berumur pendek), banyak negara bagian yang dikuasai oleh sisa-sisa Keluarga Kekaisaran. Negara yang tersisa kemudian disebut Ming Selatan, yang tetap bertahan hingga tahun 1662.[c]
Pendiri Dinasti Ming, Kaisar Hongwu (Templat:R.1368–1398), berusaha menciptakan masyarakat komunitas pedesaan yang mandiri dan tertata dalam sistem yang kaku dan tidak bergerak yang akan menjamin dan mendukung kelas permanen prajurit untuk dinastinya:[8] jumlah tentara tetap kekaisaran melebihi satu juta tentara dan galangan kapal angkatan laut di Nanjing adalah yang terbesar di dunia.[9] Dia juga sangat berhati-hati dalam mematahkan kekuasaan kasim istana[10] dan tokoh terkemuka yang tidak ada hubungannya, memberikan hak istimewa kepada banyak putranya di seluruh Tiongkok dan berusaha membimbing para pangeran ini melalui Huang-Ming Zuxun, serangkaian instruksi dinasti yang diterbitkan. Hal ini gagal ketika penerus remajanya, Kaisar Jianwen, berusaha membatasi kekuasaan pamannya, sehingga memicu kampanye Jingnan, sebuah pemberontakan yang menempatkan Pangeran Yan di atas takhta sebagai Kaisar Yongle pada tahun 1402. Kaisar Yongle menetapkan Yan sebagai ibu kota sekunder dan menamainya Beijing, membangun Kota Terlarang, dan memulihkan Terusan Besar dan memberikan ujian Kenegaraan untuk mengangkat oara pejabat. Dia memberi penghargaan kepada para pendukung kasimnya dan menjadikan mereka sebagai penyeimbang negara, disamping para ahli-pejabat Konfusianisme. Seorang kasim, Cheng Ho, memimpin tujuh pelayaran eksplorasi yang sangat besar ke Samudera Hindia hingga ke Arab dan pantai timur Afrika. Kaisar Hongwu dan Yongle juga telah memperluas kekuasaan kekaisaran ke wilayah Asia Dalam.
Munculnya kaisar-kaisar baru dan faksi-faksi baru mengurangi ekspedisi tersebut; penangkapan Kaisar Yingzong dari Ming selama Krisis Tumu tahun 1449 mengakhiri ekspansi pengaruh sepenuhnya. Angkatan laut kekaisaran dibiarkan rusak sementara para pekerja paksa membangun pagar kayu palisade Liaodong dan menghubungkan serta membentengi Tembok Besar ke dalam bentuk modernnya. Sensus luas di seluruh kekaisaran dilakukan setiap sepuluh tahun, namun keinginan untuk menghindari tenaga kerja dan pajak serta kesulitan dalam menyimpan dan meninjau arsip-arsip besar di Nanjing menghambat angka akurat.[8] Perkiraan populasi Dinasti Ming akhir bervariasi antara 160 hingga 200 juta,[d] namun pendapatan yang diperlukan diperas dari jumlah petani yang semakin sedikit karena semakin banyak petani yang hilang dari catatan resmi atau “mendonasikan” tanah mereka kepada kasim atau kuil yang bebas pajak.[8] Undang-undang Haijin yang dimaksudkan untuk melindungi pantai dari bajak laut Jepang malah mengubah banyak orang menjadi penyelundup dan bajak laut.
Pada abad ke-16, ekspansi perdagangan Eropa—meskipun terbatas pada pulau-pulau dekat Guangzhou seperti Makau—menyebarkan pertukaran Columbus berupa hasil panen, tanaman, dan hewan ke Tiongkok, memperkenalkan cabai ke masakan Sichuan dan jagung dan kentang yang sangat produktif, yang mengurangi kelaparan dan memacu pertumbuhan populasi. Pertumbuhan Portugis, Spanyol, dan Belanda menciptakan permintaan baru terhadap produk-produk Tiongkok dan menghasilkan masuknya perak Amerika Selatan dalam jumlah besar. Kelimpahan mata uang ini memonetisasi kembali perekonomian Ming, yang uang kertasnya telah berulang kali mengalami hiperinflasi dan tidak lagi dipercaya. Walaupun penganut Konfusianisme tradisional menentang peran penting dalam perdagangan dan orang kaya baru yang diciptakannya, heterodoksi yang diperkenalkan oleh Wang Yangming mengizinkan sikap yang lebih akomodatif. Reformasi Zhang Juzheng yang awalnya berhasil terbukti menyebabkan kehancuran ketika terjadinya perlambatan di bidang pertanian disebabkan oleh Zaman Es Kecil. Nilai perak meningkat pesat karena terganggunya pasokan perak impor dari sumber Spanyol dan Portugis, sehingga petani Tiongkok tidak dapat membayar pajak. Dikombinasikan dengan kegagalan panen, banjir, dan Wabah Besar di akhir dinasti Ming, dinasti ini runtuh pada tahun 1644 ketika pasukan pemberontak Li Zicheng memasuki Beijing.[11] Li kemudian mendirikan Dinasti Shun, tetapi tak lama kemudian dikalahkan oleh pasukan Delapan Panji yang dipimpin orang Manchu dari Dinasti Qing, dengan bantuan dari jenderal Ming yang membelot, Wu Sangui.
Kronologi sejarah
Awal berdiri
Penghujung Dinasti Yuan
Dinasti Yuan adalah dinasti yang didirikan oleh bangsa Mongol yang dianggap sebagai bangsa asing oleh suku Han. Diskriminasi kekaisaran terhadap suku Han yang mayoritas sangat terlihat dengan pembagian kasta yang didasarkan atas etnisitas. Suku Han dialokasikan di dua kasta terendah pada zaman tersebut.
Penghujung Dinasti Yuan ditandai dengan pemerintahan yang korup, pajak dan inflasi yang tinggi. Hal ini diperparah dengan tingkah laku bangsawan Mongol yang sewenang-wenang. Kekaisaran kemudian mengganti mata uang yang telah beredar sejak zaman Kubilai Khan dengan mata uang baru. Mata uang baru ini kemudian dicetak dalam jumlah besar sehingga menyebabkan hiperinflasi. Perekonomian ambruk dan bencana kelaparan merebak di mana-mana.
Tahun 1351, Sungai Kuning meluap dan menyebabkan banjir besar. Bencana ini memperparah kondisi perekonomian menjadi sangat kacau. Kekaisaran kemudian memerintahkan seluruh ratusan ribu petani dan tentara untuk memperbaiki bendungan Sungai Kuning. Kerja paksa ini menyebabkan ketidakpuasan rakyat mencapai puncaknya dan banyak rakyat jelata yang meninggal dunia.
Pemberontakan petani
Hiperinflasi dan ketidakpuasan atas kerja paksa menanggulangi bencana banjir Sungai Kuning menyebabkan pecahnya pemberontakan petani secara massal. Pemberontakan ini dikenal dengan Pemberontakan Serban Merah yang meletus pada bulan Mei 1351.
Tahun berikutnya, Guo Zixing memimpin pemberontakan dan berhasil menguasai wilayah Haozhou (sekarang Kabupaten Fengyang, Anhui). Pada saat ini, Zhu Yuanzhang ikut berpartisipasi dan berjasa dalam beberapa pertempuran. Jasa Zhu kemudian menarik perhatian Guo yang akhirnya menikahkan putri angkatnya kepada Zhu. Setelahnya, Zhu kemudian meninggalkan Haozhou dan memperkuat diri sendiri. Tahun 1356, dengan kekuatannya sendiri, ia berhasil menaklukkan Jiqing (sekarang Nanjing, Jiangsu) dan mengganti nama menjadi Yingtian. Yingtian inilah yang kemudian menjadi ibu kota yang baru setelah Dinasti Ming berdiri.
Berdirinya Dinasti Ming
Zhu Yuanzhang kemudian memutuskan untuk berbasis di Yingtian untuk memusatkan kekuatan demi mempersatukan daratan Tiongkok. Pada awalnya, situasi Zhu di wilayah Yingtian sangat tidak strategi buat mengumpulkan kekuatan dalam waktu singkat. Kemudian ia menerima nasihat Zhu Sheng untuk memperkuat pertahanan dan memusatkan perhatian pada perbaikan logistik dan tidak terlalu gegabah untuk mengangkat diri sendiri menjadi raja.
Kebijakan ini menyebabkan Zhu dapat memperkuat dirinya dalam waktu singkat. Ia kemudian menyerang kekuatan pemberontak lainnya, Chen Youliang pada tahun 1360. Ia kemudian berhasil memukul mundur pasukan Chen ke Jiangzhou, wilayah pesisir sebelah timur Yingtian. Dalam waktu tiga tahun, Zhu berhasil menghancurkan kekuatan Chen.
Tahun 1367, Zhu berhasil menaklukkan Zhang Shicheng, pemberontak lainnya dan menguasai Pingjiang (sekarang Suzhou, Jiangsu). Dalam tahun yang sama, Zhu juga menghancurkan kekuatan Fang Guozhen yang pada saat itu menguasai wilayah pesisir Zhejiang. Setelah keberhasilan ini, Zhu Yuanzhang mengangkat diri sebagai kaisar pada tahun 1368, memulai sejarah Dinasti Ming selama 300 tahun ke depan. Ia menetapkan Hongwu sebagai tahun pemerintahan sehingga ia dikenal juga sebagai Kaisar Hongwu.
Pada tahun itu juga, Kaisar Hongwu melakukan ekspedisi ke utara untuk mempersatukan Tiongkok. Kekaisaran Yuan yang saat itu telah melemah tidak dapat menghambat tentara Ming yang saat itu bermoral tinggi karena kemenangan demi kemenangan. Ibu kota Yuan, Dadu berhasil dikuasai dan dibumi-hanguskan atas perintah Kaisar Hongwu. Suku Mongol kemudian berhasil diusir kembali ke padang rumput Mongol.
Setelah berhasil menghancurkan Dinasti Yuan, Kaisar Hongwu menaklukan pemberontak Ming Yuzhen di Sichuan pada tahun 1371. Sepuluh tahun kemudian, hancurnya kekuatan Raja Liang dari Dinasti Yuan di Yunnan mengukuhkan penyatuan Tiongkok daratan di bawah Dinasti Ming.
Setelah berhasil mendirikan Dinasti Ming, Kaisar Hongwu melaksanakan kebijakan untuk menenangkan rakyat. Di antaranya dengan mengembalikan gerak roda perekonomian, melakukan reformasi birokrasi Dinasti Yuan, meringankan pajak dan beban petani dan menghukum berat para pejabat yang korup. Masa ini dikenal sebagai pemerintahan Hongwu dalam sejarah.
Kaisar Hongwu juga merupakan kaisar yang penuh kecurigaan terhadap para menterinya. Ia takut pejabat kekaisaran menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan mereka untuk kepentingan diri sendiri yang pada akhirnya dapat mengancam dan membahayakan kekuasaannya. Karena hal itu, ia terkenal sebagai kaisar yang kerap menjatuhkan hukuman kepada para menterinya.
Pada akhirnya, hampir seluruh pejabat kekaisaran yang berjasa dalam pendirian Dinasti Ming kecuali Tang He dihukum mati oleh Kaisar Hongwu. Setelah ini, Kaisar Hongwu juga membentuk badan intelijen yang selanjutnya makin mengukuhkan kekuasaan absolut di tangannya.
Insiden Jingnan adalah peristiwa kudeta berdarah karena perebutan tahta kekaisaran antara Kaisar Jianwen dan Raja Yan, Zhu Di yang selanjutnya menjadi Kaisar Yongle. Kaisar Jianwen, Zhu Yunwen adalah cucu tertua dari Zhu Yuanzhang. Zhu Yunwen sendiri adalah anak dari Zhu Biao, anak sulung Zhu yang mati muda sebelum sempat naik tahta.
Tahun 1398, Kaisar Hongwu wafat dan digantikan oleh Kaisar Jianwen. Kaisar Jianwen atas nasihat menterinya, Qi Tai melakukan pembersihan lawan-lawan politiknya yang masing-masing memiliki kekuatan sendiri di seluruh negeri. Lawan politik yang dimaksud adalah para raja yang sebenarnya masih merupakan pamannya sendiri, anak dari mendiang Kaisar Hongwu.
Lima raja berhasil diturunkan dari tahta dan menjalani hukuman sebagai rakyat biasa. Raja Yan, Zhu Di adalah anak keempat dari Kaisar Hongwu, mempunyai kekuatan paling besar kemudian melakukan kudeta saat mendengar bahwa kekuatannya akan menjadi target pembersihan selanjutnya oleh Kaisar Jianwen.
Zhu Di akhirnya melakukan penyerangan ke ibu kota Nanjing pada tahun 1399 atas saran dari penasihatnya Yao Guangxiao. Perang saudara pecah antara Kaisar Jianwen dan Zhu Di, tetapi akhirnya berhasil dimenangkan oleh Zhu Di pada tahun 1402. Kaisar Jianwen hilang dan tidak diketahui nasibnya setelah insiden berdarah ini.
Zhu Di lalu naik tahta dengan gelar Chengzu, menetapkan era pemerintahan sebagai Yongle sehingga dikenal juga sebagai Kaisar Yongle.
Pada masa pemerintahan Kaisar Yongle, Ming mengalami masa kejayaan awal. Ekspedisi militer dilakukan oleh Kaisar Yongle untuk mempertahankan kejayaan ini. Annam (sekarang Vietnam) berhasil ditaklukkan dan kemudian menjadi protektorat Ming. Kaisar Yongle juga memimpin ekspedisi ke utara untuk memukul mundur bangsa Mongol ke Asia Tengah demi mencegah ancaman dari mereka.
Tahun 1405, Kaisar Yongle juga memerintahkan Zheng He untuk memimpin ekspedisi maritim ke lautan selatan. Tujuh kali ekspedisi melayari lautan sampai ke Madagaskar.
Pada tahun 1406, istana kekaisaran dibangun di Beiping (sekarang Beijing) dan menggunakan Beiping sebagai basis untuk melakukan ekspedisi ke Mongolia. Sampai pada tahun 1422, pembangunan dan perkembangan Beiping sangat pesat dan Kaisar Yongle kemudian menitahkan untuk memindahkan ibu kota dari Nanjing ke Beiping. Beiping kemudian berganti nama menjadi Beijing.
Masa pemerintahan Yongle ditandai dengan kedamaian dan kemajuan yang pesat di seluruh negeri. Dalam catatan sejarah, masa ini dikenal sebagai era kejayaan Yongle (永樂勝世). Namun, di balik masa kejayaan ini, Kaisar Yongle bukanlah seorang kaisar yang pengasih. Hukuman yang dijatuhkan kepada lawan politik dan oposisi tidak berkurang, ditandai dengan peristiwa penjatuhan hukuman mati sepuluh kerabat kepada Fang Xiaoru. Ini merupakan peristiwa satu-satunya di dalam sejarah Tiongkok yang biasanya hanya membunuh sampai sembilan kerabat.
Kaisar Yongle wafat pada tahun 1424 dan digantikan oleh anaknya, Zhu Gaochi.
Pemerintahan Renxuan
Setelah Kaisar Yongle wafat pada tahun 1424, anak sulungnya Zhu Gaochi naik tahta menggantikannya sebagai kaisar. Era pemerintahan diganti menjadi Hongxi. Malangnya, ia meninggal tahun berikutnya dalam usia 48 tahun.
Walau era pemerintahannya sangat pendek, tetapi Kaisar Hongxi melakukan banyak keputusan yang penting di antaranya menghentikan ekspedisi maritim Zheng He dan ekspedisi militer. Ia juga mempromosikan produksi rakyat demi perkembangan ekonomi, mengampuni banyak tawanan politik, meringankan hukuman penjara dan melakukan penghematan di banyak bidang.
Setelah Kaisar Hongxi mangkat, anaknya Zhu Zhanji meneruskan tahta kekaisaran dan kebijakan yang ditinggalkan sang ayah. Ia bertahta sebagai Kaisar Xuande dan terkenal akan kemahirannya dalam seni lukis. Beberapa lukisannya menjadi lukisan ternama dalam sejarah Tiongkok.
Pada tahun 1431, Kaisar Xuande merasakan bahwa pengiriman upeti dari negara-negara protektorat Ming menyusut. Oleh karenanya, ia memerintahkan Zheng He untuk mempersiapkan ekspedisi maritim ketujuh. Ekspedisi ini menjadi ekspedisi terakhir bagi Zheng He karena ia kemudian meninggal di Guli, sebuah kota di pesisir India.
Masa pemerintahan Kaisar Xuande diwarnai dengan campur tangan kasim dalam keputusan kekaisaran yang dilarang sejak masa pemerintahan Kaisar Hongwu. Kaisar Xuande juga dijuluki sebagai kaisar jangkrik karena ia sangat gemar memelihara dan berlaga jangkrik. Hal ini menyebabkan para menteri dan kasim di istana berlomba-lomba untuk memberikan hadiah jangkrik kepada sang kaisar.
Walaupun ada berbagai kekurangan di atas, tetapi pada masa ini rakyat Ming mengalami kehidupan yang relatif aman dan tenteram. Era ini dikenal sebagai pemerintahan Renxuan (仁宣之治) diambil dari gelar kedua kaisar yang memerintah, Renzong dan Xuanzong.
Era pertengahan (1436-1573)
Invasi Mongol
Pada tahun 1435, Zhu Qizhen naik tahta dengan gelar Yingzong dan era tahun Zhengtong. Kaisar Zhengtong adalah satu-satunya kaisar dinasti Ming yang memerintah dengan dua era pemerintahan, Zhengtong dan Tianshun setelah restorasi tahta kekaisaran.
Masa pemerintahan Kaisar Zhengtong diwarnai dengan penyalahgunaan wewenang oleh kasim ternama, Wang Zhen. Wang adalah seorang guru kekaisaran yang kemudian dikebiri untuk menjadi kasim di dalam istana. Wang secara terang-terangan melanggar peraturan Kaisar Hongwu bahwa kasim tidak diperbolehkan untuk mencampuri urusan kenegaraan. Selama kurun waktu tujuh tahun dengan latar belakang sebagai kasim kesayangan kaisar, tindak-tanduknya yang korup semakin merajalela.
Seiring dengan ini, kekuatan suku Oirat di Asia Tengah makin meningkat. Pada tahun 1449, Esen Khan dari Oirat menginvasi Beijing. Wang Zhen lalu memaksa Kaisar Zhengtong untuk memimpin langsung 500.000 tentara keluar dari Beijing untuk menahan serangan Mongol. Karena pasukan ini tidak terlatih dan juga bermoral rendah menyebabkan garis depan dapat dikalahkan oleh pasukan Mongol.
Mendengar kekalahan ini, Wang Zhen lalu takut untuk meneruskan pertempuran melawan Mongol dan memerintahkan seluruh pasukan untuk mundur. Kuatir kampung halamannya akan luluh lantak setelah dilewati pasukan Ming, ia mengambil rute jalan yang lebih jauh sehingga menyebabkan pasukan Oirat berhasil mengejar pasukan Ming sesampai Kastil Tumu.
Dalam pertempuran di kastil Tumu ini, Kaisar Zhengtong berhasil ditawan oleh Esen Khan, sedangkan Wang tewas dalam pertempuran. Dalam beberapa catatan sejarah tidak resmi, dikatakan bahwa Wang tewas karena dibunuh oleh jenderal Fan Zhong, pengawal kekaisaran yang tidak puas akan tindak tanduk Wang. Namun kebenaran peristiwa ini tidak diakui oleh sejarah resmi kekaisaran. Peristiwa ini dikenal sebagai Insiden Tumu dalam catatan sejarah.
Setelah kabar bahwa insiden ini sampai ke Beijing, menteri-menteri kuatir akan keselamatan mereka bila Beijing jatuh ke tangan Oirat mengusulkan untuk memindahkan ibu kota ke Nanjing dan menyerahkan Beijing. Namun usulan ini ditolak oleh salah seorang menteri, Yu Qian yang kemudian menyarankan supaya adik dari Kaisar Zhengtong, Zhu Qiyu untuk meneruskan tahta kekaisaran demi kelanjutan dinasti. Zhu kemudian naik tahta dengan gelar Daizong dan era pemerintahan Jingtai.
Esen Khan sampai ke Beijing namun tidak berhasil menguasai Beijing karena pertahanan kota yang relatif kuat karena strategi pertahanan Yu Qian. Yu Qian kemudian memimpin pasukan Ming keluar Beijing dan memukul mundur pasukan Oirat. Esen Khan kemudian mundur bersama pasukannya dengan membawa Kaisar Zhengtong sebagai tawanan.
Yu Qian tidak menghiraukan tawaran damai dari Esen Khan sebagai tebusan atas Kaisar Zhengtong, tetapi menyusun strategi pertahanan yang lebih kuat dan selanjutnya mengusir pasukan Oirat lebih jauh ke utara. Esen Khan memperlakukan Kaisar Zhengtong dengan baik dan kemudian melepaskannya setelah merasa bahwa tidak ada gunanya lagi menawan sang kaisar pada tahun 1450.
Restorasi Kaisar Zhengtong
Kaisar Zhengtong yang dilepaskan oleh Esen Khan kemudian pulang ke Beijing. Malangnya, kepulangannya ini tidak disambut gembira oleh Kaisar Jingtai, sang adik yang bertahta menggantikannya selama menjadi tawanan.
Walaupun atas saran para menteri, Kaisar Jingtai memberikan gelar Maha Kaisar, tetapi ia tidak keluar menyambut Kaisar Zhengtong di gerbang kota, malah menjatuhkannya sebagai tahanan rumah di Istana Selatan. Lebih jauh, Zhu Jianshen yang sebelumnya adalah putra mahkota dicabut gelarnya dan digantikan oleh anak Kaisar Jingtai, Zhu Jianji yang tak lama kemudian meninggal karena sakit.
Sepeninggal Zhu Jianji, Kaisar Jingtai yang tidak mempunyai putra lainnya tidak juga mengembalikan kedudukan Zhu Jianshen sebagai putra mahkota. Pada tahun 1457, Kaisar Jingtai sakit parah dan beberapa menteri merencanakan kudeta untuk merestorasi Yingzong sebagai kaisar. Kudeta ini menyebabkan beberapa menteri yang setia kepada Jingtai dijatuh hukuman mati, di antaranya Yu Qian.
Kaisar Jingtai kemudian diturunkan kedudukannya menjadi raja dan meninggal sebulan kemudian. Sebaliknya, Yingzong bertahta kembali sebagai kaisar dengan era tahun Tianshun.
Wilayah
Pembagian administrasi
Di awal berdirinya Dinasti Ming, Kaisar Hongwu meneruskan administrasi dari dinasti sebelumnya, tetapi kemudian melakukan reformasi untuk membatasi wewenang pejabat daerah.
Dinasti Ming memerintah Tiongkok sejak 1368 hingga 1644 setelah menggulingkan Dinasti Yuan (Mongol). Dinasti ini runtuh setelah mengalami banyak huru-hara pemberontakan petani dan akhirnya digantikan oleh Dinasti Qing (Manchu). Enambelas kaisar telah berkuasa dalam kurun waktu 276 tahun. Setelah runtuhnya Dinasti Ming, beberapa pangeran marga Zhu mengklaim hak atas tahta dan berusaha membangkitkan kembali dinasti ini. Rezim ini dikenal dengan Ming Selatan yang berakhir setelah Kaisar Yongli dihukum mati tahun 1662.
1 Gelar anumerta dan nama kuil sering kali sama dengan kaisar-kaisar dari dinasti lainnya. Untuk membedakannya gelar ini biasanya didahului oleh nama dinasti yang bersangkutan. Sebagai contoh dalam Dinasti Ming ini, Kaisar Hongwu juga dikenal dengan nama Ming Taizu.
2 Kaisar Yongle merebut tahta setelah mengkudeta keponakannya, Kaisar Jianwen yang secara resmi dinyatakan tewas terbakar bersama istananya di Nanjing, namun desas-desus mengatakan dia selamat dan hidup membiara setelah kejatuhannya. Kaisar Yongle berusaha menghilangkan semua hal yang berhubungan dengan keponakannya sehingga tidak memberikannya nama kuil.
3 Kaisar Zhengtong ditawan Mongol dalam Insiden Tumubao (1449). Adiknya mengisi kevakuman kuasa selama masa ini. Setelah dibebaskan Mongol, Kaisar Zhengtong kembali ke Tiongkok namun diasingkan adiknya sendiri. Belakangan dia berhasil merebut kembali tahtanya setelah kematian adiknya, lalu mengubah nama rezimnya menjadi Tianshun.
^Sebelum memproklamirkan dirinya sebagai kaisar, Zhu Yuanzhang mendeklarasikan dirinya sebagai Raja Wu di Nanjing pada tahun 1364. Rezim ini dikenal dalam historiografi sebagai "Wu Barat" (西吳).
^Sisa-sisa Ming, yang rezimnya secara kolektif disebut Ming Selatan dalam historiografi, memerintah Tiongkok selatan hingga tahun 1662. Negara loyalis Ming Kerajaan Tungning di Taiwan bertahan hingga tahun 1683, tetapi itu tidak diperintah oleh klan Zhu dan karenanya biasanya tidak dianggap sebagai bagian dari Ming Selatan.
^Rezim loyalis Ming Kerajaan Tungning di pulau Taiwan, yang diperintah oleh Rumah Zheng, biasanya tidak dianggap sebagai bagian dari Ming Selatan.
^Brook, Timothy (2023). The price of collapse: the Little Ice Age and the fall of Ming China. Princeton Oxford: Princeton University Press. ISBN978-0-691-25040-3.