Bahasa Banjar dikategorikan sebagai C3 Wider Communication menurut SIL Ethnologue, artinya bahasa ini digunakan di wilayah yang cukup luas maupun dipertuturkan cukup luas, misalnya beberapa kota
Cari artikel bahasaCari berdasarkan kode ISO 639 (Uji coba)Kolom pencarian ini hanya didukung oleh beberapa antarmuka
Halaman bahasa acak
Bahasa Banjar (Basa Banjar atau Pandir Banjar) adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh Suku Banjar yang merupakan etnis pribumi yang berasal dari daerah Banjar di Kalimantan Selatan, Indonesia.[5][6][7][8] Bahasa Banjar termasuk dalam daftar bahasa daerah yang paling banyak digunakan di Indonesia.[9][10]
Sebagian ahli bahasa berpendapat bahwa bahasa Banjar termasuk kelompok bahasa Melayu, Borneo Timur. Kelompok Borneo Timur pula menurunkan dua kelompok, yaitu Borneo Utara dan Borneo Tenggara. Borneo Tenggara menurunkan satu cabang yang akhirnya menurunkan bahasa Berau dan bahasa Kutai, satu cabang lagi disebut sebagai kelompok Borneo Selatan yang menurunkan bahasa Banjar dan Bukit. Beberapa dialek Melayu di Borneo tersebut ada yang hanya menurunkan 3 vokal saja, yaitu: /i/; /u/ ; /a/. Collin (1991) menemukan gejala penyatuan vokal e dan a menjadi /a/ di Berau dan juga dialek lain di timur pulau Borneo, yakni dalam dialek Banjar dan Kutai (Kota Bangun).[11][12][13]Walaupun bahasa Banjar dianggap sebagai bahasa Melayu,[14] tetapi faktanya tidak ada kekerabatan dengan bahasa Melayu lainnya.[15]
Di tanah asalnya di Kalimantan Selatan, bahasa Banjar yang merupakan bahasa sastra lisan terbagi menjadi dua dialek besar, yaitu Banjar Kuala dan Banjar Hulu. Sebelum Bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional, masyarakat Banjar menggunakan bahasa Melayu Banjar yang ditulis dengan aksara Arab untuk berpidato, menulis, atau mengarang. Tulisan atau huruf yang digunakan umumnya huruf atau tulisan Arab gundul dengan bahasa tulis bahasa Melayu (versi Banjar). Semua naskah kuno yang ditulis dengan tangan seperti puisi, Syair Siti Zubaidah, Syair Tajul Muluk, Syair Burung Karuang, bahkan Hikayat Banjar dan Tutur Candi juga menggunakan huruf Arab berbahasa Melayu (versi Banjar).
Karena kedudukannya sebagai lingua franca, pemakai bahasa Banjar lebih banyak daripada jumlah suku Banjar itu sendiri. Selain di Kalimantan Selatan, bahasa Banjar yang semula sebagai bahasa suku bangsa juga menjadi lingua franca di daerah lainnya, yakni Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur serta di daerahKabupaten Indragiri Hilir, Riau, sebagai bahasa penghubung antarsuku.[18] Di Kalimantan Tengah, tingkat pemertahanan bahasa Banjar cukup tinggi tidak sekadar bertahan di komunitasnya sendiri, bahkan menggeser bahasa-bahasa orang Dayak.[19] Penyebaran bahasa Banjar sebagai lingua franca ke luar dari tanah asalnya memunculkan varian bahasa Banjar versi lokal yang merupakan interaksi bahasa Banjar dengan bahasa yang ada di sekitarnya misalnya bahasa Samarinda,[20][21] bahasa Kumai, dan lain-lain. Di sepanjang daerah hulu sungai Barito atau sering disebut kawasan Barito Raya (Tanah Dusun) dapat dijumpai bahasa Banjar versi logat Barito misalnya di kota Tamiang Layang digunakan bahasa Banjar dengan logat Dayak Maanyan.
Pemakaian bahasa Banjar dalam percakapan dan pergaulan sehari-hari di Kalimantan Selatan dan sekitarnya lebih dominan dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Berbagai suku di Kalimantan Selatan, bahkan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur berusaha menguasai bahasa Banjar, sehingga dapat pula kita jumpai bahasa Banjar yang diucapkan dengan logat Dayak, Bugis, Jawa dan Madura.
Bahasa Banjar juga masih digunakan pada sebagian permukiman suku Banjar di Malaysia seperti di Kampung (Desa) Parit Abas, Mukim (Kecamatan) Kuala Kurau, Daerah (Kabupaten) Kerian, dan Negeri Perak Darul Ridzuan.
Dalam perkembangannya, bahasa Banjar ditengarai mengalami kontaminasi dari intervensi bahasa Indonesia dan bahasa asing.[26] Bahasa Banjar berada dalam kategori cukup aman dari kepunahan karena masih digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh masyarakat Banjar maupun oleh pendatang.[27] Walaupun terjadi penurunan penggunaan bahasa Banjar, tetapi laju penurunan tersebut tidak sangat kentara.[28] Saat ini, bahasa Banjar diajarkan di sekolah-sekolah di Kalimantan Selatan sebagai muatan lokal.[29] Bahasa Banjar juga memiliki sejumlah peribahasa.[30]
Fonologi
Leksikon Banjar Purba dan Etimon Austronesia
Salah satu hasil telaah sarjana-sarjana Barat atas bahasa-bahasa Nusantara yang sangat berharga bagi perkembangan linguistik Indonesia adalah rekonstruksi sebuah bahasa nusantara purba yang dinamai Austronesia Purba atau Proto Austronesia (PAN). Bahasa-bahasa daerah yang ada sekarang seperti bahasa-bahasa di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali dan lain-lain di Nusantara merupakan refleksi dari PAN. Penelitian (dalam Kawi:1993, Refleksi etimon proto Austronesia dalam bahasa Banjar) menyajikan informasi mengenai rekaman refleksi fonem-fonem Proto-Austronesia (PAN) yang di dalamnya terurai mengenai perwujudan bentuk-bentuk refleksi, gejala perubahan bunyi fonetis, dan perubahan struktur fonologis. Etimon-etimon Proto-Autronesia menurut persepsi mereka masih terefleksi dengan utuh pada bahasa Banjar. Secara umum fonem-fonem etimon Proto-Austronesia secara umum diwarisi tanpa perubahan, kecuali fonem *z> j, v >. w . b>b,w,q >,h,g,k,[31].
Dari data kebahasaan yang diperoleh dari buku English Finderlist of Reconstruction in Austronesian Languages (post-branstetter) oleh Wurm dan Wilson (1978) dapat dilihat dengan jelas bahwa bahasa Banjar memang berasal dari sebuah bahasa Purba yang bernama Proto Austronesia. Setelah membandingkan kosa-kosakata Proto Austronesia dan Banjar, Kawi dan Effendi (2002) menemukan banyak sekali kosa-kosakata yang sama atau mirip sehingga berdasarkan kesamaan dan kemiripan itu dapat disimpulkan bahwa bahasa Banjar merupakan turunan langsung bahasa Austronesia Sulung (Proto Austronesia).[32][33]
Kontribusi Bahasa Melayu Banjarmasin berperan dalam merekonstruksi Proto-Melayu. Bukti-bukti dalam bidang fonologi yang ditemukan Wolff dapat digunakan untuk memberikan kontribusi dalam merekonstruksi adanya sistem asli, yaitu adanya sistem empat vokal dalam Melayu Banjarmasin.[34][35]
Kekerabatan dengan Bahasa Austronesia lainnya
Kesamaan leksikal bahasa Banjar terhadap bahasa lainnya yaitu 73% dengan bahasa Indonesia [ind], 66% dengan bahasa Tamuan (Malayic Dayak), 45% dengan bahasa Bakumpai [bkr], 35% dengan bahasa Ngaju [nij].[36] Hasil penelitian Wurm dan Willson (1975), hubungan kekerabatan antara Bahasa Melayu dan Bahasa Banjar mencapai angka 85 persen. Adapun kekerabatan dengan bahasa Maanyan sekitar 32 % dan dengan bahasa Ngaju 39 %, berdasarkan penelitian Zaini HD. Bahasa Banjar mempunyai hubungan dengan bahasa yang digunakan suku Kedayan (sebuah dialek dalam bahasa Brunei) yang terpisahkan selama 400 tahun dan bahasa Banjar sering pula disebut Bahasa Melayu Banjar.[37]
Kekerabatan dengan Bahasa Austronesia lainnya [38]
Walaupun bahasa Banjar dianggap sebagai bahasa Melayu,[48] tetapi faktanya tidak ada kekerabatan dengan bahasa Melayu lainnya.[49] Bahasa Banjar dibagi menjadi dua dialek besar, yaitu dialek Banjar Hulu dan Banjar Kuala. Perbedaan utama antara kedua dialek tersebut adalah fonologi dan kosakata, meskipun susunan sintaksisnya yang sedikit berbeda juga dapat diberitahukan. Banjar Hulu hanya mempunyai tiga huruf vokal saja, yaitu /i/, /u/, and /a/. Apabila sebuah kata mengandung huruf vokal selain huruf ketiga tersebut, maka huruf asing tersebut diganti dari salah satu dari mereka berdasarkan pada kedekatan ketinggiannya dan kualitas huruf vokal yang lain.
Sebagai contoh, penutur bahasa Banjar mencoba mengucapkan kata yang berasal dari bahasa Inggris "logo" akan diucapkan seperti kata bahasa Indonesia untuk polos, "lugu". Kata bahasa Indonesia "orang" akan diucapkan sebagai "urang". Kata "ke mana" akan diucapkan dan bahkan sering kali diucapkan sebagai "kamana". Karakteristik khusus yang lain dari dialek Banjar Hulu adalah kata yang berawalan dengan huruf vokal sebagian besar diucapkan /h/ di awal pada sebuah kata. Penambahan /h/ juga dapat diucapkan dalam ejaan.
Banjar Kuala mempunyai lima huruf vokal /a, i, u, e, o/.
Penyebaran
Secara geografis, suku ini pada mulanya mendiami hampir seluruh wilayah provinsi Kalimantan Selatan sekarang ini yang kemudian akibat perpindahan atau percampuran penduduk dan kebudayaannya di dalam proses waktu berabad-abad, maka suku Banjar dan bahasa Banjar tersebar meluas sampai ke daerah-daerah pesisir Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, bahkan banyak didapatkan di beberapa tempat di pulau Sumatra yang kebetulan menjadi permukiman perantau Banjar sejak lama seperti di Muara Tungkal, Tembilahan, dan Sapat.[50]
Selain di pantai timur pulau Sumatra, bahasa Banjar dapat dijumpai juga pada perkampungan Suku Banjar[51] yang berada di pantai barat semenanjung Malaya di Malaysia Barat[52] (Perak Tengah, Krian, Pahang, Kuala Selangor, Batu Pahat, Kuala Lumpur,[53] walaupun karena pertimbangan politik, suku Banjar di Malaya disebut sebagai orang Melayu, tetapi di luar wilayah Malaya, seperti di Sabah dan Sarawak misalnya di daerah Tawau masih menyebut dirinya suku Banjar.[54][55]
Menurut Cense,[56] bahasa Banjar dipergunakan oleh penduduk sekitar Banjarmasin dan Hulu Sungai. Akibat penyebaran penduduk, bahasa Banjar sampai di Kutai dan tempat-tempat lain di Kalimantan Timur.[57] Sedangkan Den Hamer[56] melokalisasi bahasa Banjar itu di samping daerah Banjarmasin dan Hulu Sungai sampai pula ke daerah pulau Laut (Kalimantan Tenggara) dan Sampit yang secara administratif pemerintahan termasuk provinsi Kalimantan Tengah sekarang ini.[56] Dibandingkan dengan perantau-perantau dari daerah lain yang umumnya masih mempunyai ikatan yang cukup kuat dengan daerah asal maupun kerabat dari daerah asal seperti perantau Minang, Bugis dan Madura, maka pola merantau suku Banjar berbeda. Perantau Banjar cenderung merantau hilang, yakni tak lagi menjalin kontak dengan orang-orang daerah asal, tak banyak surat menyurat dan tak banyak pulang ke daerah asal, namun tidak sama sekali meninggalkan kebanjarannya. Ciri kebanjaran yang mencolok yang cenderung dipertahankan orang Banjar adalah bahasa Banjar yang dapat dipertahankan dengan cara membangun permukiman khusus komunitas orang yang berasal dari daerah Banjar di tanah rantau, sehingga di dalam rumah tangga maupun kampung yang baru, mereka dapat mempertahankan bahasa Banjar, maka kebanjaran orang Banjar terutama sekali terletak pada bahasanya dan tanah air orang Banjar adalah bahasa Banjar.
Selama seseorang fasih menggunakan bahasa Banjar dalam kehidupan sehari-hari maka dia dapat disebut orang Banjar, tidak peduli apakah ia lahir di Tanah Banjar atau bukan, berdarah Banjar atau bukan, dan sebagainya. Bahasa merupakan salah satu faktor kebanjaran disamping faktor lainnya seperti adat istiadat dan lain-lain.[58]
Dialek
Banjar Hulu
Dialek-dialek Bahasa Banjar Hulu[59] bersesuaian dengan kecamatan-kecamatan yang berpenduduk suku Banjar yang ada di Hulu Sungai, karena orang Banjar menyebut dirinya berdasarkan asal kecamatan atau banua masing-masing.
Bahasa Banjar Kuala dituturkan dengan logat datar tanpa intonasi tertentu, jadi berbeda dengan bahasa Banjar Hulu dengan logat yang kental (ba-ilun). Dialek Banjar Kuala yang asli misalnya yang dituturkan di daerah Kuin, Sungai Jingah, Banua Anyar dan sebagainya di sekitar kota Banjarmasin yang merupakan daerah awal berkembangnya kesultanan Banjar.
Bahasa Banjar yang dituturkan di Banjarmasin dengan penduduknya yang heterogen berbeda dengan Bahasa Banjar yang dituturkan di Hulu Sungai dengan penduduknya yang agak homogen. Perbedaan pada umumnya terletak pada intonasi, tekanan, tinggi-rendah
dan sebagian kosakata. Di Banjarmasin, intonasi terbagi tiga karakter:[60][61]
Di kawasan barat kecamatan Banjarmasin Utara yaitu daerah sepanjang tepian sungai Barito, dekat Pasar Terapung, tepatnya di perkampungan Alalak (dahulu Alalak Besar), penduduk asli di sana menuturkan kata, frasa, kalimat lebih cepat, keras dan tinggi.
Di sepanjang sungai Martapura (Banjarmasin hulu) yang termasuk dalam kawasan timur Kecamatan Banjarmasin Utara dan Banjarmasin Tengah, terutama sekitar Kelurahan Seberang Mesjid, sekitar Kampung Melayu Darat serta di sekitar Kelurahan Sungai Jingah, masyarakat asli di sana bertutur agak cepat, mengalun dan tinggi.
Di pusat kota Banjarmasin di kecamatan Banjarmasin Tengah, khususnya remaja perkotaan di sana bertutur bercampur bahasa Indonesia dan gaya penuturannya tidak seperti penuturan di daerah pinggiran.
Kosakata
Kosakata dialek Banjar Hulu tidak semuanya ada pada semua subdialek bahasa Banjar, tetapi jelas tidak akan ditemukan dalam dialek Banjar Kuala, ataupun sebaliknya kosakata seperti unda (aku), dongkah (sobek besar), atung (taat) dan sebagainya dalam dialek Banjar Kuala tidak akan ditemukan pada dialek Banjar Hulu. Dilihat dari kosakata, baik dalam hal jumlah maupun variasi subdialeknya, tampaklah dialek Banjar Hulu jauh lebih banyak dan kompleks. Misalnya antara subdialek satu dengan subdialek lainnya seperti Alabio, Kalua, Amuntai dan lain-lain banyak berbeda kosa katanya, sehingga dapat terjadi kosakata yang dipergunakan pada daerah satu tidak jarang atau kurang biasa dipergunakan pada daerah lainnya. Tetapi dibandingkan dengan dialek Banjar Kuala, subdialek Banjar Hulu ini lebih berdekatan satu sama lain. Karena itu di dalam Kamus Banjar–Indonesia sering hanya dibedakan antara Banjar Kuala (BK) dan Banjar Hulu (BH). Dalam perkembangannya pergaulan dan pembauran antara kedua pemakai dialek tersebut kian intensif.[50][62]
Hagan apa hampiyan mahadang di sia, hidin hudah hampai di rumah hampian (Dialek Kandangan?)
Sagan apa sampiyan mahadang di sini, sidin sudah sampai di rumah sampiyan. (Banjar populer)
Inta hintalu pang sa’igi, imbah ngintu ambilakan buah nang warna habang lawan warna hijau sa’uting dua uting. Jangan ta’ambil nang igat (Dialek Amuntai)
Minta hintalu sabigi, limbah itu ambilakan buah nang warna habang lawan warna hijau sabuting dua buting. Jangan ta’ambil nang rigat.(Banjar populer)
Dalam bahasa Banjar tidak ada F, Q, V karena F dan V masuk ke P, dan Q masuk ke K, dan Z masuk ke abjad S/J.[50]
Bahasa sastra dan wayang Banjar
Syair madihin menggunakan bahasa Banjar.[66] Dalam penulisan karya sastra Banjar maupun dalam kesenian Wayang Kulit Banjar sejak dahulu sering digunakan secara khusus kosakata yang diserap dari bahasa Jawa, padahal kosakata tersebut tidak dipakai dalam bahasa Banjar sehari-hari, tetapi memang banyak pula kosakata yang diserap dari bahasa Jawa yang sudah lazim menjadi bahasa Banjar sehari-hari. Contoh kata-kata dalam penulisan karya sastra maupun wayang Banjar tersebut misalnya:
karsa (karsa/kersa), gani (geni), danawa (denawa), ngumbi (ngombé), sadusu (sedasa), sadulur (sadulur/sedulur) dan lain-lain.
Tingkatan bahasa
Bahasa Banjar juga mengenal tingkatan bahasa (Jawa: unggah-ungguh), tetapi hanya untuk kata ganti orang, yang tetap digunakan sampai sekarang. Zaman dahulu sebelum dihapuskannya Kesultanan Banjar pada tahun 1860, bahasa Banjar juga mengenal sejenis bahasa halus yang disebut basa dalam (bahasa istana).[67][68]
Basa dalam merupakan bahasa yang sudah punah, tetapi sesekali masih digunakan dalam kesenian daerah Banjar. Di dalam Hikayat Banjar, banyak digunakan kata ganti diri manira (saya) dan pakanira (anda) yang merupakan varian bahasa Bagongan yang digunakan di Kesultanan Banten. Serapan bahasa Jawa-Serang, diantaranya istilah Siti-lohor dari Siti-Luhur (= Siti Hinggil).
unda, sorang = aku ; nyawa = kamu → (agak kasar)
aku, diyaku = aku ; ikam, kawu = kamu → (netral, sepadan)
Berikut merupakan beberapa angka (bilangan/wilangan) dalam Bahasa Banjar. Bilangan / angka dalam bahasa Banjar memiliki kemiripan dengan bilangan / angka dalam bahasa Jawa Kuno.
Apabila mengarang orang Banjar menggunakan bahasa Banjar Persuratan atau bahasa Melayu Banjar, misalnya pada Hikayat Banjar yang pernah diteliti dan diedit oleh Johannes Jacobus Ras, orang Belanda kelahiran Rotterdam tahun 1926 untuk disertasi doktoralnya di Universitas Leiden. Promotornya adalah Dr. A. Teeuw.
Sepenggal kisah dalam Hikayat Banjar:
Maka dicarinya Raden Samudera itu. Dapatnya, maka dilumpatkannya arah parahu talangkasan. Maka dibarinya jala kacil satu, baras sagantang, kuantan sabuah, dapur sabuah, parang sabuting, pisau sabuting, pangayuh sabuting, bakul sabuah, sanduk sabuting, pinggan sabuah, mangkuk sabuah, baju salambar, salawar salambar, kain salambar, tikar salambar. Kata Aria Taranggana: "Raden Samudera, tuan hamba larikan dari sini karana tuan handak dibunuh hua tuan Pangeran Tumanggung. Tahu-tahu manyanyamarkan diri. Lamun tuan pagi baroleh manjala, mana orang kaya-kaya itu tuan bari, supaya itu kasih. Jangan tuan mangaku priayi, kalau tuan dibunuh orang, katahuan oleh kaum Pangeran Tumanggung. Jaka datang ka bandar Muara Bahan jangan tuan diam di situ, balalu hilir, diam pada orang manyungaian itu: atawa pada orang Sarapat, atawa pada orang Balandean, atawa pada orang Banjarmasih, atawa pada orang Kuwin. Karana itu hampir laut maka tiada pati saba ka sana kaum Pangeran Tumanggung dan Pangeran Mangkubumi, kaum Pangeran Bagalung. Jaka ada tuan dangar ia itu ka sana tuan barsambunyi, kalau tuan katahuannya. Dipadahkannya itu arah Pangeran Tumanggung lamun orang yanghampir-hampir itu malihat tuan itu, karana sagala orang yanghampir itu tahu akan tuan itu. Tuan hamba suruh lari jauh-jauh itu". Maka kata Raden Samudera: "Baiklah, aku manarimakasih sida itu. Kalau aku panjang hayat kubalas jua kasih sida itu." Maka Raden Samudera itu dihanyutkannya di parahu kacil oleh Aria Taranggana itu, sarta air waktu itu baharu bunga baah. Maka Raden Samudera itu bakayuh tarcaluk-caluk. Bahalang-halang barbujur parahu itu, karana balum tahu bakayuh.
— J.J. Ras, Hikajat Bandjar: A Study in Malay Historiography.
Dalam penggalan Hikayat Banjar ini dapat dijumpai beberapa bahasa Banjar yang dimelayukan (bahasa Melayu Banjar) misalnya:
Bahasa Banjar
Bahasa Melayu Banjar
Arti
ba-sambunyi
bar-sambunyi
ber-sembunyi
ba-bujur
bar-bujur
mem-bujur (lurus)
nang
yang
yang
banyu
air
air
hanyar
baharu
baru
sidin
sida
beliau (dia)
parak
hampir
dekat
kada pati datang
tiada pati saba
jarang berkunjung
Sistem penulisan
Sistem penulisan bahasa Banjar menggunakan alfabet Latin dan Jawi.
Sistem Penulisan Menggunakan Alfabet Latin
10. Isaak
Limba perkara itoe samoa Toehan Allah mentjobai Аbraham, oedjarnja lawan Abraham: Ambil anak ikam nang toenggal, nang boeah hati ikam, ija itoe Isaak, badjalan katanah Morija, sambalinja disitoe mendjadi perhadjatan api, diatas goenoeng nang kena koe menampaiakan lawan ikam. Soedah inja mendangar prentah itoe, inja bangoen esok-esok, menatapakan kaldeinja, menjoeroh doea ekong tambahnja laki-laki ompat lawannja, dan lagi Isaak, anaknja, ompat djoea. Limba talong hari, lamon Abraham melihat tampat itoe nang oedjarnja Toehan Allah, inja menjoeroh tambahnja tatinggal lawan kaldei, tapi kajoe pakeinja membanam perhadjatan inja mamoeat diatas blakangnja Isaak. Inja sa-orang mamingkoet lading lawan wadah api belaloe inja badoea itoe badjalan baimba-imbai. Didjalan oedjarnja Isaak, betakon: hei baрa! арі lawan kajoe ada, tapi mananja biri-biri pakei perhadjatan. Oedjar Abraham menjinggai: diam adja, anak, kena Toehan Allah adja, memilih saekong anak biri-biri pakeinja perhadjatan, balaloe badoea itoe badjalan baimba-imbai, diam adja, ndada inja batjerita lagi.
Lamon inja soedah sampei tampat nang ditantoeakan Allah, maka Abraham maolah medja perhadjatan menaroh kajoe diatasnja, maikat batis tangannja Isaak, belaloe merabahakannja diatas kajoe nang diatas medja perhadjatan itoe. Soedah itoe, maka Abraham mamingkoet ladingnja, belaloe menjoerong tangannja, hendak menjambali anaknja. Таng ada boenji soearanja melaikat, bakoetjiak toematan di-langit, oedjarnja: Аbraham! Аbraham! djangan ikam menjakiti anak ikam. Каrna sekarang Akoe katahoean, ikam takoetan lawan Аllah, ikam ndada koeler mendjoelong anak ikam nang toenggal, lamon Аkoe mamintanja.
Limba itoe Abraham maangkat matanja, belaloe melihat biri-biri laki-laki, nang tandoknja tasangkot di-dahan kajoe. Маkа Аbraham maambil biri-biri itoe, belaloe menjambali inja ganti anaknja. Маka kadoea kali melaikat Toehan Allah mengiaoe Abraham, oedjarnja: Аkoe basompah lawan dirikoe, oedjar Тоеhаn Аllah, sabab ikam soedah menoeloesakan gawian itoe, ndada ikam soedah koeler mendjoelong anak ikam nang toenggal, Аkoe kendak bangat memberkat ikam, dan menambahakan toeroenan ikam kaja banjaknja bintang dilangit dan didalam toeroenan ikam kamoedian hari, bangsa orang samoa nang ada di-boemi
deberkati, ija itoe, sabab ikam soedah menoeroet prentahkoe.
11. Sara meninggal dan inja dipatak.
Мaka Abraham soedah saratoes talong poeloe tahon oemoernja, koetika Sara meninggal di Hebron. Коеtika itoe Abraham soedah badiam di-tanah Kanaan anam poeloe tahon lawasnja tapi balom inja' soedah dapat bahagian tanah, maski besarnja sakaki, nang boleh disambat angginja. Кawan satoea angginja soedah makan roempoet nang anggi orang samoa, inja soedah badiam di-tanah orang Kanani kaja orang baaktiar menjalat. Limba bininja maninggal, maka inja bерikir hendak manoekar tanah sedikit, pakei koeboeran kasan bininja nang soedah meninggal. Inja mamadahakan nang katoedjoenja lawan radja orang Het, belaloe inja minta, hendak menoekar tanah sedikit. Radja hendak membari adja, ndada inja hendak menarima harganja. Тарі sabab Abraham minta, hendak betahor harganja djoea, maka radja menarima djoea harganja, ija itoe ampat ratoes ropia salaka. Limba itoe Abraham mamatak Sara, bininja, dalam lubang tanah Makpela, parak Hebron, mahadap kajoean Mamrе.
— Doea kali 52 tjeritaan toematan di kitab Allāh (1865).[73]
Bahasa yang digunakan sehari-hari oleh beragam etnik yang ada di wilayah Kalimantan Selatan adalah bahasa Banjar, sehingga dalam kegiatan misi Katolik dan zending Kristen di Kalimantan Selatan, pada tempo dulu ada juga digunakan buku-buku berbahasa Banjar beraksara Latin yang ditulis dalam ejaan Ejaan Van Ophuijsen, diantaranya sebuah buku tertua yang menggunakan bahasa Banjar telah dicetak pada tahun 1865 berjudul Doea kali 52 - tjeritaan toematan di kitab Allāh.[73]
Pengaruh bahasa Jawa
Bahasa Banjar mengambil kosakata serapan dari bahasa Jawa seperti banyu (bahasa Jawa Baru), diduga dahulu yang dipakai kosakata ayying (bahasa Bukit). Dalam kenyataannya kata iwak hanya direalisasikan oleh Banjar dan Jawa. Data ini setidak-tidaknya memberi pertimbangan: pertama, boleh jadi terjadi proses peminjaman dari Jawa kepada Banjar atau sebaliknya; dan kedua, boleh jadi pemunculannya pada Banjar bukan karena proses pinjam-meminjam atau pengaruh mempengaruhi, tetapi merupakan pewarisan dari bahasa atau dialek proto yang sama. Dalam daftar etimon Proto Austronesia (Wurm dan Wilson, 1978).[77][78].
Bahasa Banjar termasuk dalam varian bahasa Melayik Borneo bagian Timur.[79][80]
Berikut ini adalah tabel perbandingan bahasa Banjar dengan varian bahasa-bahasa Melayik Borneo bagian Timur.
Perbandingan bahasa Banjar dengan varian bahasa Melayik Borneo Barat
Kalimantan Barat (Borneo Barat) dianggap sebagai daerah asal bahasa Melayu.[86] Berikut ini adalah tabel perbandingan bahasa Banjar dengan varian bahasa-bahasa Melayik Borneo bagian Barat.
^Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Banjar–Bukit". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.Pemeliharaan CS1: Tampilkan editors (link)
^"Bahasa Banjar". www.ethnologue.com (dalam bahasa Inggris). SIL Ethnologue.
^Djantera Kawi (1993). Refleksi Etimon Proto Austronesia Dalam Bahasa Banjar. Jakarta, Indonesia: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN979459315X.Parameter |coauthor= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^"Lembaga Bahasa Nasional. Cabang II., Balai Penelitian Bahasa (Yogyakarta, Indonesia)". Widyaparwa. Indonesia: Lembaga Bahasa Nasional Cabang II, Direktorat Jendral Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. hlm. 28.
^ abcCense, A.A. (1995). Critical Survey of Studies on Language of Borneo. 'S-Gravenhage - Martinus Nijhoff.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^Balai Bahasa Banjarmasin (Indonesia), Kamus bahasa Indonesia-Banjar dialek Hulu, Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa, Balai Bahasa Banjarmasin, 2008
ISBN 979-685-776-6, 9789796857760. Diakses pada 11 Juni2010.
^Balai Bahasa Banjarmasin (Indonesia), Kamus bahasa Indonesia-Banjar dialek Kuala, Penerbit Balai Bahasa Banjarmasin, 2008. Diakses pada 11 Juni2010
Morfo Sintaksis Bahasa Banjar Kuala [Syntactic Morphology of Kuala Banjarese]. Jakarta: Language Development Center of the Republic of Indonesia. 1986.
Nomina Bahasa Banjar [Nouns in Banjarese Language]. Jakarta: Research and Development Agency and Bookkeeping of the Republic of Indonesia. 1998. ISBN979-459-833-X.
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Banjar [General Guidelines for Banjarese Spelling] (edisi ke-1). Banjarmasin: Banjarmasin Linguistic Center, Language Center, Department of National Education of the Republic of Indonesia. 2009.