Sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik, Fransiskus tidak melakukan kunjungan secara luas sebelum ia terpilih sebagai Paus. Paus Fransiskus dan Paus Yohanes XXIII adalah satu-satunya Paus yang tidak pernah berkunjung ke Amerika Serikat sebelum terpilih menjadi Paus.[1]
Kunjungannya ke Filipina pada bulan Januari 2015 termasuk acara kepausan terbesar dalam sejarah dengan sekitar 6–7 juta umat yang hadir dalam misa terakhirnya di Manila, melampaui acara kepausan terbesar pada saat itu di Hari Pemuda Sedunia 1995 di tempat yang sama dua puluh tahun sebelumnya.
Paus Fransiskus mengunjungi Rio de Janeiro, Brasil, dalam rangka Hari Orang Muda Sedunia. Ia tiba di Brasil pada 22 Juli dan meninggalkan Brasil pada 28 Juli.[2] Perjalanan ini menjadi satu-satunya perjalanan luar negeri yang ia lakukan pada tahun itu. Paus secara resmi disambut di Brasil dalam sebuah upacara di Istana Guanabara dan bertemu dengan Presiden BrasilDilma Rousseff.[3] Sepanjang perayaan, tercatat 3,5 juta orang berkumpul untuk merayakan Misa di Pantai Copacabana.[4] Dalam pidatonya, Fransiskus menghimbau umat untuk tidak menjadi "umat Kristiani paruh waktu", tetapi menjalani kehidupan yang penuh dan bermakna.[5] Perjalanan ini sebelumnya dijadwalkan untuk dilakukan oleh pendahulunya, Paus Benediktus XVI, sebelum Benediktus XVI memutuskan untuk pensiun.[6]
Paus Fransiskus datang ke Pangkalan Udara Seoul pada 14 Agustus untuk memulai kunjungan lima harinya di Korea Selatan untuk merayakan Hari Orang Muda Asia Keenam.[12] Pada saat kedatangannya, Fransiskus disambut oleh Presiden Korea Selatan Park Geun-hye.[13] Setelah itu, Fransiskus mengadakan pertemuan pribadi dengan keluarga-keluarga korban peristiwa feri MV Sewol.[14] Ia kemudian membuat sebuah pidato dalam bahasa Inggris pertamanya sebagai Paus. Berpidato di Kantor Presidensial di Seoul, ia berkata "Aku datang kesini dengan pemikiran damai dan rekonsiliasi di Semenanjung Korea." [15] Fransiskus mengadakan misa publik pertamanya pada kunjungannya pada 15 Agustus di depan 50,000 orang di Stadion Piala Dunia Daejeon.[16] Ia membeatifikasi generasi pertama dari 124 Martir Korea di Lapangan Gwanghwamun di depan sekitar 800,000 orang pada 16 Agustus.[17] Francis mengisi kunjungan lima harinya dengan sebuah misa untuk perdamaian dan rekonsiliasi semenanjung Korea yang terpecah di Katedral Myeongdong di Seoul.[18]
Paus Fransiskus mengumumkan dalam kotbah Angelusnya pada 15 Juni 2014 yang menyatakan bahwa ia akan membuat kunjungan satu hari ke kota Tirana di Albania..[19] Keamanan diperketat pada hari-hari sebelum kunjungan tersebut setelah para pemimpin pemerintahan Irak mendapatkan laporan intelijensi yang menyatakan bahwa fundamentalis Islam akan merencakan sebuah upaya terhadap hidup Paus ketika di Albania.[20]
Kunjungan 11 jam tersebut adalah kunjungan Eropa pertama yang dibuat oleh Fransiskus.
Pada saat lawatannya, ia bertemu dengan Presiden Albania Bujar Nishani, mengadakan misa di lapangan Bunda Teresa di Tirana, dan bertemu dengan para pemimpin keagamaan, yakni dari kepercayaan Muslim, Ortodoks, Bektashi, Yahudi dan Protestan. Ia juga menghargai orang-orang yang dianiaya dibawah kekuasaan mantan diktator komunis Enver Hoxha. Sekitar 130 biarawan Kristen meninggal dalam detensi atau dieksekusi pada kediktatoran 1944-1985 Hoxha, yang mendeklarasikan Albania sebagai negara ateis pertama di dunia pada 1967.[21]
Paus Fransiskus membuat sebuah kunjungan empat jam, sebuah kunjungan terpendek yang dibuat oleh Paus, di Strasbourg pada 25 November 2014, dimana ia menyampaikan kepada Parlemen Eropa dan Dewan Eropa mengenai kabar-kabar seperti imigran yang datang secara ilegal ke Eropa dan kondisi yang baik untuk para pekerja.[22]
Paus Fransisikus menerima undangan untuk mengunjungi Turki atas permintaan Presiden Recep Tayyip Erdoğan pada bulan September 2014. Undangan ini juga datang dari Patriark Bartolomeus I dalam rangka Pesta Santo Andreas.[23] Paus Fransiskus tiba di Bandar Udara Internasional Esenboğa pada tanggal 28 November di mana ia bertemu dengan para pejabat Turki sebelum mengunjungi Anıtkabir. Di sana ia meletakkan karangan bunga untuk mengenang sang pendiri Republik Turki, Mustafa Kemal Atatürk.[24] Ia kemudian melanjutkan perjalanan ke Kompleks Kepresidenan di mana ia bertemu dengan Presiden Erdoğan dan menyampaikan pidato yang mendesak dialog antar agama untuk melawan fanatisme dan fundamentalisme serta menyerukan pembaruan desakan untuk perdamaian Timur Tengah, katanya wilayah tersebut telah "terlalu lama menjadi suatu teater perang saudara".[25] Pada hari berikutnya Paus Fransiskus mengunjungi Masjid Biru di mana ia berdoa dalam hati bersama para ulama Islam senior.[26] Ia menutup kunjungannya dengan perayaan liturgi di Gereja St. George bersama dengan Patriark Bartolomeus I, dan meminta restu darinya "untuk saya dan Gereja Roma" serta mendesak persatuan kembali antara kedua Gereja. Kepada umat Ortodoks yang berkumpul di Gereja St. George ia mengatakan bahwa "Saya ingin memastikan kepada kalian masing-masing yang berkumpul di sini bahwa, untuk meraih tujuan persatuan sepenuhnya sebagaimana diharapkan, Gereja Katolik tidak berniat untuk memaksakan kondisi apapun selain pengakuan iman bersama".[27]
Kunjungan Paus Fransiskus ke Filipina pada bulan Januari 2015 menjadi ajang kepausan terbesar dalam sejarah dengan kehadiran sekitar 6-7 juta orang saat misa terakhir di Manila yang bahkan melampaui acara kepausan terbesar pada Hari Orang Muda Sedunia 1995 di tempat yang sama 20 tahun sebelumnya.[31][32][33]
Paus Fransiskus mengumumkan pada tanggal 1 Februari 2015 bahwa ia berniat untuk mengunjungi Sarajevo, ibu kota Bosnia dan Herzegovina, pada tanggal 6 Juni 2015. Dalam kunjungannya ia menekankan pentingnya dialog ekumenis. Diperkirakan ada 67.000 orang yang mengunjungi acara tersebut yang mana berpuncak pada misa di stadion Koševo. Kebanyakan peziarah berasal dari Kroasia dan Bosnia kendati ada juga 1.000 peziarah dari Serbia, banyak kelompok dari Hungaria, Slovenia, Makedonia, berbagai komunitas Kroasia yang berasal dari Jerman, Austria, Amerika Serikat, dan sekelompok biarawati dari Panama serta Mesir.[34]
Takhta Suci pada bulan Mei 2015 mengumumkan bahwa Paus Fransiskus akan mengunjungi Bolivia pada bulan Juli 2015, serta dua negara Amerika Selatan lainnya, yakni Ekuador dan Paraguay. Sebelum kunjungan tersebut, Presiden Bolivia Evo Morales menegaskan bahwa Paus Fransiskus akan bertemu dengan berbagai organisasi masyarakat pribumi di sela-sela acara resmi.[35][36] Jadwal yang dirilis mengindikasikan bahwa sang paus akan berada di Ekuador pada tanggal 5–8 Juli, di Bolivia tanggal 8–10 Juli, dan Paraguay tanggal 10–12 Juli 2015. Ia dijadwalkan kembali ke Roma pada tanggal 13 Juli 2015.[37][38] Direktur Kantor Pers Takhta Suci, Federico Lombardi, S.J., mengakui adanya laporan bahwa Paus Fransiskus mungkin mengunyah daun koka, atau mungkin minum teh yang dibuat dari coca (ia akhirnya minum teh coca dengan beberapa bahan lainnya), yang mana di wilayah tersebut dianggap sakral oleh beberapa kalangan dan merupakan suatu tanaman pangan yang penting (kaya akan kandungan kalsium, protein, dan besi, selain nutrisi lainnya, juga berpotensi mengatasi penyakit ketinggian yang menjadi alasan populer pengunaannya, tetapi juga merupakan bahan utama dalam kokain), selama perjalanan ini, tetapi ia menyatakan bahwa tidak ada keputusan apapun terkait hal ini. Paus Yohanes Paulus II dan Paus Paulus VI memiliki pengalaman serupa, sehingga keterlibatan dalam adat kultural ini bukannya belum pernah terjadi sebelumnya.[39]
Pada tangal 19 Septermber 2015 Paus Fransiskus berangkat dengan pesawat AlitaliaA330 ("Shepherd One") dari Bandar Udara Internasional Leonardo da Vinci di Roma, menuju Bandar Udara Internasional José Martí di Havana di mana ia tiba dengan suatu Upacara Penyambutan resmi.
Keesokan harinya ia menjadi selebran utama (pemimpin misa) saat Misa Kepausan di Plaza de la Revolución di Havana pada pukul 9.00 sebelum melakukan kunjungan kehormatan ke Presiden Dewan Negara dan Dewan Menteri Republik di Palacio de la Revolución di Havana. Hari tersebut diakhiri dengan perayaan Vesper (ibadat sore) bersama para imam, biarawan/ti, dan seminaris, di Katedral Havana, serta menyapa kaum muda dari "Centro Cultural Padre Félix Varela" di Havana menjelang petang hari itu.[40]
Di atas pesawat yang membawanya kembali dari Filipina, Paus Fransiskus menyatakan bahwa ia berharap dapat mengunjungi Afrika pada akhir tahun 2015 sambil menyebut Republik Afrika Tengah dan Uganda sebagai tempat-tempat yang mungkin akan dikunjunginya.[41] Kantor Berita Takhta Suci mengkonfirmasikan pada bulan Juni 2015 bahwa sang paus akan mengunjungi kedua negara tersebut.[42] Vatikan memberi konfirmasi pada bulan September bahwa kunjungan terakhir yang dilakukan Paus Fransiskus pada tahun 2015 sebenarnya mencakup Kenya, Uganda, dan Republik Afrika Tengah. Kunjungan tersebut diharapkan berawal dari Nairobi, Kenya (25–27 November), lalu dilanjutkan ke Entebbe, Uganda dengan kunjungan ke Namugongo dan Kampala (27–29 November), dan akan diakhiri dengan kunjungan ke Bangui, Republik Afrika Tengah (29–30 November) di mana ia akan menghabiskan waktu selama 39 jam sebelum kembali ke Roma.[43][44] Kunjungan Paus Fransiskus ke Republik Afrika Tengah, yang sedang berada dalam keadaan perang saudara, menjadikannya sebagai paus pertama yang memasuki suatu zona perang aktif.[45]
Pada tanggal 5 April 2015 berbagai sumber melaporkan bahwa Paus Fransiskus akan mengunjungi Pulau Lesbos di Yunani untuk memberikan dukungan bagi ribuan pengungsi yang sedang menantikan suaka, atau yang melintasi pulau tersebut dalam perjalanan mereka menuju Eropa dan sekitarnya. Paus melaporkan bahwa ia mempertimbangkan kunjungan ini.[52] Tidak lama kemudian diumumkan bahwa Paus akan melakukan kunjungan satu hari ke pulau tersebut pada tanggal 16 April 2016.[53]
Presiden Armenia Serzh Sargsyan memberikan suatu undangan resmi kepada Paus Fransiskus untuk mengunjungi Armenia pada tahun 2015, yang diterima oleh sang paus tanpa keraguan, seraya mengungkapkan keinginannya yang tulus untuk mengunjungi negara tersebut. Belum ada penetapan tanggal untuk kunjungan ini.[54] Pada tahun 2015 dikonfirmasikan bahwa sang paus akan mengunjungi Armenia pada tahun 2016.[55] Kunjungan ini awalnya diyakini berlangsung pada bulan April, tetapi pada bulan Februari 2016 dilaporakan bahwa kemungkinannya akan berlangsung pada bulan September seiring dengan kunjungan ke Azerbaijan dan Georgia.[56] Pada bulan Maret 2016, Vatikan menegaskan bahwa kemungkinan kunjungan ke Armenia adalah pada paruh kedua bulan Juni, kendati hal tersebut masih dalam tahap perencanaan awal.[57] Sebuah buletin pers pada tanggal 9 April 2016 mengumumkan bahwa Paus akan mengunjungi Armenia dari tanggal 24 sampai 26 Juni setelah secara resmi menerima undangan yang diberikan kepadanya.
Dilaporkan pada awal tahun 2016 bahwa kunjungan ke Georgia dan Azerbaijan kemungkinan berlangsung pada bulan September 2016 bersama dengan rencana kunjungan ke Armenia. Belakangan dikabarkan bahwa hal itu masih dalam tahap perencanaan awal dan belum ada pengaturan secara konkret. Pada tanggal 9 April 2016, diumumkan dalam sebuah buletin pers bahwa sang paus akan mengunjungi negara-negara tersebut dari tanggal 30 September sampai dengan 2 Oktober setelah menerima undangan-undangan resmi dari otoritas sipil dan Patriark-Katolikos Ilia II dari Georgia.
Perjalanan Paus Fransiskus bermula pada hari Jumat di Georgia, tempat ia ditemui di bandara oleh Patriark Ilia II, kepala Gereja Ortodoks Georgia. Saat di Georgia, Paus Fransiskus menyambangi gereja Georgia, kendati para pemimpin Ortodoks setempat menolak untuk menghadiri Misa yang akan dipimpinnya pada hari Sabtu di sebuah stadion yang hanya sedikit terisi hadirin di Tblisi, ibu kota Georgia, setelah mereka juga meminta jemaat mereka untuk tidak menghadirinya. Upaya untuk menjalin persatuan mencakup komentar-komentarnya tentang perkawinan, yang merangkul gagasan-gagasan yang dijunjung tinggi oleh Gereja Ortodoks Georgia. Tanpa secara langsung membahas homoseksualitas, ia mengkritik "kolonisasi ideologis"—sebutan untuk pengaruh gagasan-gagasan asing pada nilai-nilai tradisional—karena berkontribusi pada serangan terhadap kelembagaan perkawinan.
Dalam kunjungannya ke Azerbaijan, negara tetangga Georgia yang berpenduduk mayoritas Muslim, Paus Fransiskus berfokus pada toleransi dan dialog antaragama, tidak mengkritik secara langsung kepemimpinan Presiden Ilham Aliyev yang dikabarkan semakin otoriter. Di bawah kepemimpinan Aliyev, dikatakan bahwa otoritas Azerbaijan telah menangkap sejumlah pekerja hak asasi manusia dan anggota kelompok-kelompok oposisi politik, dan telah memotong aliran dana asing ke kelompok-kelompok itu sambil mendorong peningkatan kekuasaan presiden. Dalam sambutannya kepada sang presiden, Paus Fransiskus menekankan pentingnya untuk tidak "menyalahgunakan hak-hak orang lain yang memiliki perspektif-perspektif dan gagasan-gagasan berbeda", seraya memujinya atas upaya-upaya yang dilakukannya untuk mendorong peningkatan pertumbuhan masyarakat.
Pada bulan Januari 2016, berbagai sumber melaporkan bahwa Paus Fransiskus akan melakukan perjalanan ke Swedia pada bulan Oktober untuk suatu upacara ekumenis yang menandai peringatan 500 tahun Reformasi Protestan.[58] Hal ini kemudian dilansir secara resmi pada tanggal 25 Januari 2016 bahwa pada minggu terakhir Oktober 2016 Paus Fransiskus akan melakukan kunjungan satu hari ke negara itu dalam rangka hari peringatan tersebut,[59] kendati kemudian rencana semula diubah dengan menyertakan satu hari tambahan sehingga sang paus dapat merayakan Misa dengan umat Katolik yang sedikit jumlahnya di Swedia.
Presiden Abdel Fattah el-Sisi mengundang Paus Fransiskus untuk mengunjungi Mesir pada bulan November 2014, ketika keduanya bertemu; Paus Fransiskus menyetujui kunjungan tersebut. Paus Tawadros II juga mengundang Paus Fransiskus untuk berkunjung. Duta besar resmi menyampaikan undangan resmi kepada Paus pada bulan Juni 2015.[61] Takhta Suci mengumumkan pada tanggal 18 Maret 2017 bahwa Paus memang akan mengunjungi Mesir dari tanggal 28 hingga 29 April.
Uskup Antonio Marto mengumumkan bahwa pada tanggal 25 April 2015 Paus Fransiskus mengkonfirmasi bahwa dia akan kunjungi Fátima di Portugal untuk memperingati seratus tahun penampakan Bunda dari Fátima. Pemerintah dan Konferensi Waligereja Portugal juga telah menyampaikan undangan kepada Paus. Paus Fransiskus juga akan mengkanonisasi Francisco dan Jacinta Marto, dua dari tiga visioner Bunda Maria dari Fátima.[72][73] Telah dilaporkan bahwa kunjungan tersebut dapat dilakukan dari tanggal 11–14 Mei (di mana Paus akan mengunjungi Lisboa, Fátima dan Braga) dan dapat mencakup kanonisasi Bartolomeus dari Braga; jadwal tersebut dibantah ketika Paus sendiri menyatakan bahwa saat ini ia hanya akan berada di sana selama satu hari di Fátima saja, meskipun laporan November 2016 mengindikasikan bahwa kunjungan tersebut dapat berlangsung selama dua hari.
Paus Fransiskus tiba di Portugal pada 12 Mei 2017 untuk kunjungan dua hari setelah mendarat di pangkalan Angkatan Udara Portugis Monte Real dan disambut oleh Presiden Portugis Marcelo Rebelo de Sousa.[74] Paus kemudian mengadakan pertemuan pribadi dengan Sousa sebelum mengadakan kebaktian di kapel pangkalan tersebut.[74] Ia kemudian melakukan perjalanan dengan helikopter ke Tempat Ziarah Bunda dari Fátima,[74] di mana ia berdoa di depan patung Madonna dan mengadakan doa malam di depan puluhan ribu peziarah di Chapel of the Sanctuary di tempat suci tersebut. Penampakan]].[74] Kemudian, ia memimpin Pemberkatan Lilin tradisional di depan patung Bunda dari Fátima di Kapel.[74] Keesokan harinya, Paus Fransiskus bertemu dengan Perdana Menteri Portugal, António Costa dan berdoa di depan makam Francisco dan Jacinta Marto.[75] Kemudian, ia mengkanonisasi Francisco dan Jacinta Marto sebagai orang kudus Katolik sambil memimpin Misa untuk ratusan ribu peziarah di Basilika Bunda Maria dari Rosario di tempat kudus tersebut;[75] lebih banyak peziarah yang menghadiri Misa berlokasi di alun-alun besar Basilika.[75]
Paus Fransiskus dilaporkan bermaksud mengunjungi Kolombia pada kesempatan secepat mungkin. Diyakini bahwa kunjungan itu akan terjadi selama tur Amerika Latinnya tahun 2015, tetapi terungkap bahwa hal itu akan terjadi kemudian.[76] Pada bulan Januari 2016, Takhta Suci mengumumkan bahwa tanggal yang memungkinkan untuk kunjungan potensial adalah sekitar tahun 2017.[77] Kemudian dikonfirmasi pada bulan Januari 2016 bahwa Paus Fransiskus memang akan mengunjungi Kolombia pada tahun 2017.[78] Presiden mengatakan Paus akan berkunjung pada kuartal pertama tahun 2017.[79] Namun, Takhta Suci mengumumkan pada 10 Maret 2017 bahwa perjalanan tersebut dijadwalkan pada tanggal 6 hingga 11 September.[80] Kunjungannya diharapkan dapat membantu memperkuat proses perdamaian Kolombia dan mendorong rekonsiliasi.[81]
Paus Fransiskus tiba di Bandara Internasional Bogota pada tanggal 6 September dan disambut oleh Presiden Kolombia Juan Manuel Santos, Ibu Negara Maria Rodriguez, dan nunsius apostolik untuk Kolombia, Ettore Balestrero, di pangkalan udara bandara yang berdekatan.[82] Peserta Randoms juga menyambutnya di bandara dengan banyak sapu tangan putih yang melambai untuk melambangkan moral bagi proses perdamaian.[83] Putra mantan calon Wakil Presiden Clara Rojas, yang lahir pada tahun 2004 ketika ibunya masih ditawan FARC,[83] memberinya seekor merpati.[83] Banyak yang melaporkan mengerumuni Mobil Paus saat mobil itu membawa Paus ke Kedutaan Besar Takhta Suci negara itu di Bogota dan beberapa melemparkan bunga kepada Fransiskus dan mengangkat anak-anak untuk dikecup oleh Paus Fransiskus.[83]
Pada tanggal 7 September, Paus Fransiskus melakukan perjalanan dari Kedutaan Besar Takhta Suci ke Istana Presiden untuk mendukung perdamaian dalam sebuah pesan kepada Presiden Santos dan elit politik, budaya, dan ekonomi Kolombia.[84] Ia kemudian tiba di Katedral Bogotá di mana ia memimpin Misa yang dihadiri oleh puluhan ribu orang yang mendorong rekonsiliasi dan kaum muda untuk membantu memimpin peran dalam mempromosikan pengampunan untuk menyembuhkan negara dari perjuangan panjangnya dengan pemberontakan FARC;[84] Kerumunan Paus dilaporkan sulit ditahan saat ia tiba di Plaza Bolivar di luar Katedral juga.[84] Dalam sebuah pesan di kediaman Uskup Agung Bogota, Fransiskus menyampaikan pidato di hadapan para Uskup Kolombia dan mendorong mereka untuk memainkan peran penting dalam proses perdamaian dan menyatukan Gereja Katolik setempat di masa perpecahan besar.[84] Paus Fransiskus kemudian memimpin Misa di Taman Simon Bolivar Bogota,[84] yang sekali lagi dihadiri oleh puluhan ribu orang dan mendorong perdamaian dan persatuan nasional. rekonsiliasi.[84] Kemudian pada hari itu, Fransiskus kembali ke Kedutaan Besar Takhta Suci dan mengadakan pertemuan dengan Kardinal Jorge Urosa, Uskup Agung Caracas, Venezuela,[84] dan para Uskup Venezuela lainnya juga;[85] Kardinal Urosa menggambarkan krisis di Venezuela saat ini sebagai "sangat serius" dan sebelumnya dalam sebuah wawancara dengan harian Bogota El Tiempo, Kardinal Venezuela tersebut menggambarkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro sebagai "seorang diktator."[84] Paus juga mengadakan pertemuan dengan para kardinal dan uskup terkemuka dari Amerika Latin dan Karibia untuk menekankan peran penting yang dimainkan perempuan dalam kelangsungan hidup Gereja Katolik,[84] bahkan mencatat peran yang dimainkan neneknya dalam pembentukan imannya sendiri,[84] sembari juga menegaskan bahwa larangan Gereja terhadap pastor perempuan akan tetap berlaku.[84]
Pada tanggal 8 September, Paus Fransiskus mengeluarkan sepucuk surat dari mantan pemimpin FARC Rodrigo Londono, yang lebih dikenal dengan nama samaran Timochenko,[86] yang meminta pengampunan[85][86] Dalam suratnya yang terakhir, Londono, yang menerbitkan surat tersebut di media sosial,[85][86] menyatakan bahwa ia berharap dapat meyakinkan Fransiskus untuk memahami bahwa Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia selalu termotivasi oleh keinginan tulus untuk membela warga negara yang paling miskin dan paling terpinggirkan.[85][86] Sore harinya, Paus Fransiskus tiba di Villavicencio.[85][86] Di Catama Bahasa Indonesia: Lapangan,[87] puluhan ribu orang berkumpul untuk melihat Paus Fransiskus secara langsung mengbeatifikasi dua martir Katolik Kolombia, Uskup Jesús Emilio Jaramillo Monsalve dari Arauca dan "Martir Armero" Romo Pedro María Ramírez Ramos,[85] dan memimpin Misa yang mendorong perdamaian,[85][86] nasional rekonsiliasi,[85][86] dan pengampunan.[88] Paus juga mengunjungi Para penyintas longsor di kota Mocoa,[89] yang terletak di dekat perbatasan Kolombia dengan Ekuador, dan juga mengenakan ponco bergaris biru yang diberikan kepadanya oleh 10 penduduk setempat.[89] Kemudian, sekitar 6.000 orang memadati Taman Las Malocas di Villavicencio,[90] yang terletak di tepi Amazon,[86] tempat Paus menyelenggarakan Khotbah mempromosikan rekonsiliasi nasional.[90] Dalam Homilinya, Paus mendengarkan kesaksian pribadi dari setidaknya dua mantan pejuang FARC dan dua penyintas konflik Kolombia,[89] mendesak kerja sama,[89] dan merangkul para korban dan mantan pejuang yang berdiri di kaki patung Kristus yang hancur yang diselamatkan dari gereja yang hancur dalam serangan mortir tahun 2002 di Bojaya.[89]
Pada tanggal 9 September, Paus Fransiskus tiba di Medellin dan menghibur anak yatim, orang miskin, dan orang sakit — sambil juga menuntut agar para pastor dan warga Kolombia biasa melihat melampaui doktrin gereja yang kaku untuk merawat para pendosa dan menyambut mereka.[91] Banyak yang bersorak kegirangan dan melambaikan sapu tangan putih serta bendera Kolombia saat Fransiskus melaju di sekitar lapangan dengan Mobil Paus dengan kecepatan yang luar biasa cepat untuk mengejar waktu yang hilang akibat penundaan karena hujan yang memaksanya untuk membatalkan rencana penerbangan helikopternya dan sebagai gantinya melakukan perjalanan melalui darat menyusuri Andes, sehingga Misa tertunda hampir satu jam.[91] Selama Misa, yang diadakan di Bandara Enrique Olaya Herrera Medillin dan diadakan dalam bahasa Latin dan Spanyol,[92] Fransiskus mendesak gereja konservatif Kolombia untuk melihat melampaui aturan dan norma doktrin gereja yang kaku untuk keluar dan menemukan orang berdosa serta melayani mereka.[91] Setelah Misa, Paus pergi ke panti asuhan untuk bertemu dengan anak-anak terlantar dan orang sakit.[91] Ia juga mengadakan pertemuan dengan para pastor, seminaris, biarawati, dan keluarga mereka di stadion La Macarena di Medellin sebelum kembali ke Bogota untuk bermalam.[91]
Pada 10 September, Paus Fransiskus mengunjungi kota pelabuhan Cartagena,[93] di mana ada penundaan dalam jadwalnya setelah segerombolan simpatisan menyebabkan dia kehilangan keseimbangan saat berpegangan pada palang setinggi pinggul mobil paus dan mengakibatkan mata kiri lebam lebam, tulang pipi lebam, dan luka di alisnya yang meneteskan darah ke jubah putihnya dan yang juga memerlukan perban.[93] Dia memberkati batu pertama dari dua lembaga yang akan dibangun: satu akan menyediakan rumah bagi para tunawisma,[94] dan yang lainnya akan menjadi rumah bagi karya Talitha Kum, jaringan internasional kehidupan bakti, yang membantu para korban perdagangan manusia.[94] Ia kemudian mengunjungi seorang perempuan di lingkungan miskin Cartagena yang diidentifikasi sebagai Nyonya Lorenza,[94] yang dilaporkan menyambut orang-orang yang membutuhkan setiap hari,[94] memberi mereka makanan dan kasih sayang,[93][94][95] Setelah menerima perawatan medis treatment[94] Paus kemudian mengunjungi gereja St. Peter Claver, di mana ia memuji misionaris abad ke-17 tersebut karena telah mengakui martabat yang melekat pada budak,[93] mengingat bahwa orang suci itu biasa menunggu kapal-kapal dari Afrika yang membawa para pria dan wanita yang dipaksa menjadi budak ke tempat yang saat itu merupakan pusat perdagangan utama perbudakan di Dunia Baru.[94] Ia juga mengecam perdagangan manusia modern sebagai bentuk perbudakan modern juga.[93][94] Paus juga menyerukan diakhirinya kekerasan politik di Venezuela dan perlindungan bagi orang miskin yang dirugikan oleh krisis ekonomi "parah" negara itu.[95] Sekitar pukul 7.30 malam pada tanggal 10 September, Paus Fransiskus meninggalkan Kolombia setelah perpisahan yang emosional, di mana ia dihibur oleh irama Karnaval tradisional negara tersebut yang meriah.[95] Presiden Kolombia Juan Manuel Santos hadir di Cartagena pada hari Minggu untuk menemani Fransiskus di karpet merah menuju pesawat yang membawanya ke Roma.[95] Mengakhiri kunjungan lima harinya, Paus menyampaikan permohonan terakhir kepada warga Kolombia untuk berdamai berdasarkan perjanjian damai yang ditandatangani tahun lalu antara pemerintah dan kelompok pemberontak terbesar yang bertujuan untuk mengakhiri konflik terlama di Amerika Latin. Presiden Kolombia juga berjanji kepada Paus Fransiskus bahwa Kolombia akan tetap membuka pintunya bagi ribuan pengungsi Venezuela meskipun negara itu berupaya menemukan solusi politik untuk krisis tetangganya.[95] Santos juga mengatakan bahwa ia memberi tahu Paus dalam pertemuan terakhir mereka hari Minggu bahwa "Kolombia akan selalu menjadi tanah yang ramah" dan bahwa ia juga memberi Fransiskus sebuah pin burung merpati perdamaian simbolis yang dikenakan Santos sejak dimulainya negosiasi dengan pemberontak sayap kiri beberapa tahun lalu.[95]
Pada tanggal 2 Oktober 2016, Paus menyatakan bahwa hampir dapat dipastikan bahwa ia akan melakukan kunjungan apostolik ke India dan Bangladesh pada suatu waktu di tahun 2017 sebagai bagian dari tur ke Asia, tetapi harapan untuk melakukan perjalanan ke India memudar pada tahun 2017 karena kunjungan tersebut tidak dapat direncanakan dengan baik.[96] Kardinal Patrick D'Rozario dari Dhaka di Bangladesh mengumumkan bahwa tanggal kunjungan Paus ke Bangladesh dan Myanmar akan berlangsung dari 23 November hingga 8 Desember, meskipun ia berhati-hati dalam mengonfirmasi Myanmar sebagai tujuan kedua bagi lawatan Paus ke Asia.[97]
Pada tanggal 28 Agustus 2017, Kantor Pers Takhta Suci mengonfirmasi kunjungan ke Myanmar. Peristiwa itu terjadi antara tanggal 27 dan 30 November dan diikuti oleh perjalanan ke negara tetangga Bangladesh antara tanggal 30 November dan 2 Desember.[98] Ia juga merupakan Paus pertama yang mengunjungi Myanmar.[98] Seluruh program diselesaikan pada tanggal 10 Oktober,[99] dan termasuk perjalanan ke ibu kota Naypyidaw dan Yangon[99] saat berada di Myanmar dan ibu kota Bangladesh, Dhaka, pada perjalanan kedua Paus Fransiskus.[98] Ia menyelenggarakan Misa,[99] mengunjungi berbagai tempat seperti Museum Peringatan Bangabandhu dan Rumah Bunda Teresa setempat,[99] dan bertemu dengan berbagai pejabat pemerintah kedua negara,[99] termasuk Htin Kyaw,[99]Aung San Suu Kyi,[99] dan Abdul Hamid,[99] serta dengan orang lain seperti pastor Katolik,[99] kaum muda,[99] anggota masyarakat sipil,[99] dan Dewan Tertinggi biksu Buddha.[99]
2018
Chili dan Peru (15 Januari hingga 21 Januari 2018)
Presiden ChiliMichelle Bachelet menyampaikan undangan kepada Paus untuk berkunjung ke negara tersebut pada tahun 2016.[100] Pada tanggal 19 Juni 2017, Takhta Suci mengumumkan bahwa Paus Fransiskus akan mengunjungi Chili dan Peru antara tanggal 15 dan 21 Januari 2018,[101] dimulai di Chili pada 15 Januari, di mana ia berencana untuk mengunjungi Santiago, Temuco dan Iquique.[101] Pada 21 Maret 2017, Presiden PeruPedro Pablo Kuczynski mengirim surat kepada Paus Fransiskus yang mengundangnya untuk kunjungan resmi.[102]
Pada tanggal 19 Juni 2017, Presiden dan Kuasa Usaha Nunsiatur Apostolik Takhta Suci di Peru Grzegorz Piotr Bielaszka mengumumkan bahwa Fransiskus berencana untuk mengunjungi Peru pada bulan Januari 2018 dan bahwa Menteri Tenaga Kerja Alfonso Grados akan bertanggung jawab atas persiapannya.[103] Fransiskus akan mengunjungi kota-kota Lima, Trujillo dan Puerto Maldonado. Presiden Kuczynski mengumumkan bahwa pada bulan September ia akan menyampaikan undangan resmi kepada Paus di Kota Vatikan.
Pada tanggal 15 Januari, Fransiskus tiba di Chili di tengah suasana yang menegangkan akibat pembakaran berbagai gereja dan pengambilalihan Nunsiatur Apostolik oleh Asosiasi Nasional Debitur Hipotek, yang memprotes biaya kunjungan Paus yang sangat mahal. Sebagai cara untuk meredakan ketegangan yang meningkat dan menyambut kedatangan Paus tanpa insiden besar, presiden Chili yang akan lengser, Michelle Bachelet, meminta para pencela Paus untuk tetap tenang.[104]
Pada hari kedua kunjungannya, Paus Fransiskus makan siang bersama para perwakilan dari berbagai komunitas Mapuche sebagai cara untuk meredakan kemarahan kelompok etnis yang terpinggirkan, yang menyerukan protes keras saat kedatangannya. Selama pertemuan makan siang, perwakilan Mapuche meminta Fransiskus untuk mengakui "genosida Mapuche", dan juga memintanya untuk berbicara kepada perwakilan pemerintah sebagai cara untuk mendapatkan ganti rugi atas banyaknya kematian anggota mereka sepanjang sejarah.[104]
Salah satu tantangan besar yang dihadapi Fransiskus di Chili adalah rendahnya kredibilitas Gereja Katolik karena tuduhan pelecehan seksual oleh para klerus. Di tengah krisis ini, Fernando Karadima, yang dikenal sebagai "penguasa neraka" terungkap, karena ia dianggap sebagai pelaku pelecehan seksual agama yang paling berbahaya di Chili. Paus membela uskup OsornoJuan Barros, yang dituduh menutupi tuduhan pelecehan seksual terhadap Karadima. Paus mengatakan, "Pada hari seseorang mengajukan bukti terhadap Juan Barros, saya akan berbicara. Tidak ada satu pun bukti yang memberatkannya, itu semua kampanye kotor. Apakah ini jelas?"[104][105] Kata-kata ini menimbulkan kemarahan bagi para korban Karadima.
Pada tanggal 18 Januari, Paus tiba di Lima, Peru, dalam suasana yang berbeda. Sebelum meninggalkan Chili, Paus bertemu dengan keluarga orang-orang yang telah dieksekusi oleh mantan diktator Chili Augusto Pinochet selama tahun 1970-an.[106][107] Di Peru, Paus diterima oleh 4.000 anggota masyarakat adat dari hutan hujan Amazon. Di tengah tarian dan pertunjukan kasih sayang, Fransiskus mengatakan bahwa masyarakat Amazon kini lebih terancam daripada sebelumnya, dan mempertanyakan kebijakan konservasi yang memengaruhi hutan hujan Peru.[104]
Di Puerto Maldonado, Paus makan siang dengan anggota masyarakat adat. Di sana, ia meminta agar masyarakat adat diakui sebagai mitra, bukan sebagai kaum minoritas. "Semua upaya yang kita lakukan untuk memulihkan kehidupan masyarakat Amazon akan selalu terlalu sedikit", katanya. Paus juga meminta masyarakat Peru untuk mengakhiri praktik-praktik yang merendahkan martabat perempuan, dan mengkritik sikap medis yang mendukung sterilisasi perempuan adat.[104]
Terakhir, di Istana Pemerintah di Lima, Paus mengkritik "virus sosial" yang memengaruhi Peru, korupsi, dalam pidatonya. Fransiskus mengatakan bahwa korupsi merupakan fenomena yang paling merusak bagi negara-negara Amerika Latin.[104] Pada tanggal 21 Januari, lebih dari satu juta orang berbondong-bondong ke pangkalan udara Peru di luar Lima pada hari Minggu untuk menghadiri Misa terakhir yang diadakan oleh Paus Fransiskus sebelum ia kembali ke Roma.[108]
Hal ini dilaporkan pada tanggal 27 Februari 2018, Paus sedang “mempelajari” prospek kunjungan ke Jenewa untuk menyampaikan pidato di hadapan Dewan Gereja Dunia (WCC; Gereja Katolik bukan anggota organisasi ini) guna membahas inisiatif perdamaian untuk Suriah. Dikonfirmasi pada hari berikutnya bahwa kunjungan tersebut akan dilaksanakan pada bulan Juni setelah undangan yang diberikan oleh pemerintah Swiss dan WCC sendiri diterima.[109][110][111] Ia kemudian mengunjungi Jenewa pada tanggal 21 Juni dan menghadiri kebaktian doa ekumenis dengan berbagai anggota dari 350 gereja WCC.[112] Kunjungannya, yang juga mencakup pertemuan dengan para pemimpin WCC serta Presiden Swiss Alain Berset dan pejabat pemerintah Swiss lainnya,[113] merupakan kunjungan pertama Paus baik ke Jenewa maupun ke kantor pusat WCC, yang dikenal sebagai Pusat Ekumenis WCC,[114] sejak 1982 dan juga merupakan kunjungan kepausan pertama yang berpusat di sekitar pertemuan WCC.[115][116][117] Ia mengakhiri kunjungannya dengan Misa untuk umat Katolik di pusat konvensi Palaexpo di Jenewa.[118]
Paus Fransiskus memilih Irlandia sebagai tuan rumah berikutnya untuk Pertemuan Keluarga Dunia berikutnya yang dijadwalkan pada tahun 2018, yang menunjukkan keinginannya untuk berkunjung sekitar waktu tersebut.[119] Kunjungan yang dimaksud dikonfirmasi pada bulan Mei 2016 dan sekali lagi pada tanggal 29 November 2016 selama pertemuan antara Paus dan kepala negara.[120]
Paus Fransiskus tiba di Dublin pada tanggal 25 Agustus dan disambut oleh Nuncio Apostolik Uskup Agung Jude Thaddeus Okolo, Tánaiste Irlandia (wakil kepala pemerintahan Irlandia) Simon Coveney, Kardinal Kevin Farrell, kepala Diakasteri Awam, Keluarga, dan Kehidupan yang telah menyelenggarakan Pertemuan Keluarga Sedunia, Presiden Konferensi Episkopal Irlandia, Uskup Agung Armagh Eamon Martin, Uskup Agung Dublin Diarmuid Martin, dan anggota hierarki lainnya di Irlandia.[121][122] Setelah tiba, Paus Fransiskus menyampaikan pidato di Kastil Dublin di hadapan ratusan politisi, pegawai negeri, dan lain-lain,[123] saat ia memuji perdamaian selama 20 tahun antara Republik Irlandia dan Kerajaan Inggris yang merupakan hasil dari Perjanjian Jumat Agung tahun 1998, dan juga menyatakan harapan bahwa Irlandia dan Irlandia Utara dapat menemukan cara untuk mengatasi perbedaan yang masih ada.[123] Ia juga bertemu dengan Taoiseach Irlandia, atau kepala pemerintahan, Leo Varadkar di istana, dan mengakui serta menyesalkan sejarah panjang pelecehan seksual oleh pastor Katolik di Irlandia.[124][125] Ia juga melakukan perjalanan ke Istana Kepresidenan untuk bertemu dengan Presiden Irlandia Michael D. Higgins.[126] Paus berjalan menuju doa hening di Candle of Innocence, yang didedikasikan pada tahun 2011 untuk menghormati para korban pelecehan seksual,[127] di St. Katedral Pro-Maria Mary di pusat kota Dublin dan kemudian melakukan perjalanan kejutan ke Pusat Capuchin Day untuk para tunawisma.[127][128] Ia kemudian mengadakan pertemuan selama satu jam dengan para penyintas pelecehan seksual setelah menyatakan bahwa kaum muda berhak marah atas tanggapan tokoh-tokoh senior di gereja Katolik terhadap "kejahatan yang menjijikkan."[127] Ribuan orang menyambut Paus saat Popemobile melakukan perjalanan ke seluruh pusat kota Dublin[128] dan hari pertama kunjungan Paus ditutup dengan kerumunan sekitar 82.500 orang yang menghadiri Festival Keluarga di Croke Park[128] di mana berbagai orang, termasuk penyanyi musik country,[128] tampil dan memberikan kesaksian kepada Paus.[128]
Pada tanggal 26 Agustus, Paus Fransiskus tiba di County Mayo dengan pesawat dan mengunjungi Knock Shrine,[129] yang terletak di desa Mayo di Knock.[130] Ia juga menyapa para peziarah yang mengunjungi tempat suci tersebut dan mengadakan kebaktian doa di dalam kapel tempat suci tersebut, di mana ia berdoa kepada Perawan Maria untuk pengampunan atas skandal pelecehan seksual.[130] Ia kemudian terbang kembali ke Dublin untuk merayakan Misa pada hari Minggu di Salib Kepausan di Phoenix Park, mengulangi kunjungan Paus Yohanes Paulus II ke Irlandia pada tahun 1979]].[130] Sebelum kembali ke Roma, Fransiskus kembali bertemu dengan Varadkar, yang menyambut seruan Paus untuk bertindak dan memaafkan pelecehan seksual.[130] Namun, Varadkar juga menyatakan bahwa Fransiskus harus bertindak sesuai dengan kata-katanya juga.[130]
Nuncio apostolik untuk Estonia mengumumkan pada bulan November 2017 bahwa Paus Fransiskus akan mengunjungi negara tersebut pada musim gugur, dengan kemungkinan tanggalnya adalah September. Lebih lanjut, seminggu setelah itu, Paus juga akan mengunjungi negara tetangga Latvia dan Lithuania; ia akan mengunjungi ketiga negara tersebut untuk merayakan seratus tahun kemerdekaan mereka. Konfirmasi resmi untuk kunjungan tersebut akan dilakukan, menurut laporan media, pada bulan Desember 2017.[131][132] Kunjungan ke negara-negara Baltik dikonfirmasi dalam siaran pers Takhta Suci pada tanggal 9 Maret 2018.
Paus Fransiskus tiba di bandara di ibu kota Lithuania, Vilnius, pada tanggal 22 September, di mana ia disambut oleh Presiden Lithuania Dalia Grybauskaite dan perwakilan politik dan sipil lainnya.[133] Ia kemudian berpidato di luar istana Presiden, di mana ia mencatat bagaimana pendudukan Nazi dan Soviet melemahkan toleransi beragama di negara tersebut dan menghormati "para martir" yang meninggal selama pendudukan tersebut.[134][135] Ia juga menyerukan persatuan antara umat Katolik, Lutheran, dan pengikut Ortodoks Timur di negara tersebut.[136] Ia juga mengunjungi Tempat Ziarah Kerahiman Ilahi, yang berfungsi sebagai tujuan ziarah utama bagi warga Polandia dari negara tetangga Polandia, dan mengadakan upacara doa di sana.[137] Pada tanggal 23 September, ia mengunjungi kota terbesar kedua di Lithuania, Kaunas. Berbicara di Taman Santakos di kota itu kepada sekitar 100.000 orang, Paus menghormati orang-orang Yahudi yang menderita penindasan selama pendudukan Nazi antara tahun 1941 dan 1944.[138] Dalam memperingati Hari Peringatan Holocaust Lithuania, Paus mengutuk anti-Semitisme yang memicu propaganda Holocaust.[138][139][140][141] Ia juga memberi penghormatan kepada orang-orang Lithuania yang dideportasi ke gulag Siberia atau disiksa dan ditindas selama lima dekade pendudukan Soviet.[138] Ia kemudian kembali ke Vilnius untuk mengadakan doa hening selama tiga menit di tugu peringatan Holocaust Ghetto Vilnius pada tanggal yang menandai peringatan 75 tahun likuidasi orang-orang Yahudi di area tersebut dan juga meletakkan bunga.[142] Ia kemudian mengunjungi Museum Pendudukan dan Perjuangan Kemerdekaan di Vilnius, sebuah Museum yang berisi barang-barang dan dokumen yang merinci sejarah panjang penindasan Soviet di Lithuania dan yang pernah menjadi kantor pusat cabang lokal KGB Soviet yang sekarang sudah tidak ada lagi, di mana ia juga berbicara di alun-alun luar untuk memuji orang-orang Lithuania yang membela iman mereka dan menggambarkan negara itu sebagai "suar harapan" yang potensial.[142]
Pada 24 September, Paus Fransiskus melakukan perjalanan ke Latvia. Setibanya di bandara di ibu kota Latvia, Riga, ia bertemu dengan Presiden Latvia Raimonds Vejonis dan keduanya melakukan perjalanan ke Istana Kepresidenan.[143][144] Memperingati 100 tahun kemerdekaan Latvia dari kendali Rusia,[144] Paus meletakkan bunga di Monumen Bahasa Indonesia: Kemerdekaan.[145] Di Katedral Lutheran utama Riga,[146] ia bergabung dengan para pemimpin Lutheran dan Ortodoks Timur setempat dalam doa ekumenis yang diiringi musik dan mengakui banyaknya cobaan yang dialami warga Latvia selama dua pendudukan Soviet dan pendudukan Nazi Jerman pada era Perang Dunia II.[145] Setelah pertemuan ini,[146] ia mengadakan kebaktian doa di depan para umat Katolik Latvia lanjut usia yang selamat dari pendudukan Nazi dan Soviet di Katedral Katolik utama Riga, di mana ia memuji mereka karena mempertahankan iman mereka selama pendudukan brutal dan meminta mereka untuk menggunakannya untuk memberi contoh.[145] Ia mengulangi pesan ini selama homili di Basilika Bunda Allah di Aglona,[145] yang dianggap sebagai Tempat suci Katolik terpenting di Latvia,[145] dan juga memperingatkan terhadap isolasionisme.[147]
Pada tanggal 25 September, Paus Fransiskus mengakhiri perjalanan empat harinya ke negara-negara Baltik dengan mengunjungi Estonia. Ia tiba di bandara di ibu kota Estonia, Tallinn.[148] Paus Fransiskus bertemu dengan Presiden Kersti Kaljulaid, dan keduanya menyampaikan pidato publik di Rose Garden di distrik Tallinn, Kadriorg, tempat Paus mengakui bagaimana skandal pelecehan seksual menjauhkan orang dari gereja.[149] Sebelum meninggalkan Estonia, Paus Fransiskus mengadakan Misa di luar ruangan di hadapan lebih dari 10.000 orang di Freedom Square.[150][151]
Paus Fransiskus mengunjungi Panama selama beberapa hari dalam rangka Hari Pemuda Sedunia 2019; tempat penyelenggaraan diumumkan pada tanggal 31 Juli 2016 di akhir Hari Orang Muda Sedunia 2016 yang diselenggarakan di Kraków, Polandia. Di akhir kunjungannya selama Misa penutupan acara, Kardinal Kevin Farrell mengumumkan bahwa Hari Pemuda Sedunia 2022 akan diselenggarakan di Lisbon, Portugal.
Pada bulan Juni 2016, Paus menerima dan menyetujui undangan untuk mengunjungi Uni Emirat Arab dan Takhta Suci mengirimkan surat kepada pejabat negara tersebut yang mengonfirmasi bahwa kunjungan akan dilakukan di masa mendatang.[152] Pada tanggal 6 Desember 2018, Paus dikonfirmasi akan mengunjungi Uni Emirat Arab untuk berpartisipasi dalam Pertemuan Lintas Agama Internasional tentang "Persaudaraan Manusia" di Abu Dhabi.[153] :Pada 3 Februari Paus Fransiskus 2019 mendarat di Bandara Kepresidenan Abu Dhabi pada pukul 21.47. Bahasa Indonesia: waktu setempat di mana ia disambut oleh Sheikh Mohamed bin Zayed, Putra Mahkota Abu Dhabi dan Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata UEA dan kemudian Dr Ahmed el-Tayeb, Imam Besar Universitas Al Azhar, yang berfungsi sebagai sumber utama untuk pendidikan Islam Sunni,[154] dan Ketua Dewan Tetua Muslim.[155] Kunjungan ini juga menjadikannya Paus pertama yang mengunjungi suatu wilayah di kawasan Arab Peninsula.[156] Pada tanggal 4 Februari, Paus menghadiri Pertemuan Lintas Agama, di mana ia dan el-Tayeb menandatangani “Sebuah Dokumen tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama.”[157] Pada hari yang sama, Paus berpidato di Monumen Pendiri Abu Dhabi, mengadakan pertemuan dengan el-Tayeb dan sejumlah tokoh Muslim terkemuka di Masjid Agung Sheikh Zayed, dan mengadakan pertemuan dengan Putra Mahkota Zayed di Istana Kepresidenan.[154][158] Pada tanggal 5 Februari, Paus Fransiskus mengakhiri perjalanannya setelah merayakan Misa Kudus di hadapan banyak orang, diperkirakan berjumlah 180.000 orang, di Zayed Sports City.[159]
Kantor Pers Takhta Suci mengonfirmasi pada 13 November 2018 bahwa, setelah diundang oleh Raja Mohammed VI dan para uskup negara itu, Paus Fransiskus akan mengunjungi Maroko pada akhir Maret 2019 untuk Bahasa Indonesia:dua hari, dan bahwa ia akan mengunjungi Rabat dan Casablanca.[160] Akan tetapi, jadwal Paus, yang dirilis pada 26 Februari, mencakup:termasuk kunjungan ke Rabat dan Temara, tetapi tidak termasuk perjalanan ke Casablanca.[161]
Pada tanggal 30 Maret 2019 Paus Fransiskus tiba di Bandara Internasional Rabat-Salé di ibu kota Maroko, Rabat,[162] di mana ia disambut oleh Raja Mohammed VI.[163] Paus dan Raja Maroko kemudian mengadakan parade sebelum tiba di kompleks menara Hassan, di mana Paus menyampaikan pidato yang memuji upaya Maroko untuk mempromosikan Islam yang menolak ekstremisme, mendesak negara tersebut untuk terus menawarkan sambutan dan perlindungan bagi para migran, dan mengatakan bahwa "Penting" bagi semua penganut agama untuk melawan fanatisme dan ekstremisme agama dengan solidaritas, dan menggambarkan ekstremisme agama sebagai "pelanggaran terhadap agama dan terhadap Tuhan sendiri."[162] Paus juga mengunjungi makam bersejarah Makam Mohammed V di Rabat, memperingati kunjungannya dengan menandatangani "Buku Kehormatan" di makam tersebut, dan berdoa untuk "persaudaraan dan solidaritas" yang lebih baik antara umat Kristen dan Muslim di makam Raja Mohammed V, yang dikenal sebagai pendiri Maroko modern, dan putra Mohammed V, serta ayah Mohammed VI, Raja Hassan II sebelum bertemu dengan Mohammad VI, yang menyerukan dialog dan pendidikan yang lebih baik dalam seluruh komunitas agama di dunia,[162] dan keluarga besarnya.[164] Selama pertemuan mereka di Istana Kerajaan,[165] Paus dan Raja Maroko menandatangani deklarasi bersama yang menyerukan, atas nama Amir al-Mu'minin, pengakuan dan pelestarian "Kota Suci Yerusalem/Al-Quds Acharif" dan bagi Israel untuk mengakui kota tersebut sebagai tempat di mana orang Yahudi, Muslim, dan Kristen semuanya memiliki "kebebasan akses penuh," dapat digunakan sebagai "tempat pertemuan dan simbol hidup berdampingan secara damai," dan dapat "menyampaikan doa mereka kepada Tuhan, pencipta segalanya, untuk masa depan yang damai dan persaudaraan di bumi."[162][166][167]
Paus kemudian mengunjungi Caritas Catholic charity yang mengurus para migran yang berbondong-bondong ke Maroko untuk mencari jalan ke Eropa.[162] Selama kunjungan ini, Paus berbicara di depan sekelompok migran, di mana ia mengecam "para pedagang daging manusia" yang berdagang dalam keputusasaan, menyatakan dukungan untuk saluran hukum yang lebih besar untuk migrasi, dan menyatakan bahwa semua migran, terlepas dari status hukum mereka, berhak mendapatkan perlindungan, khususnya yang paling Bahasa Indonesia: anak-anak dan perempuan yang rentan.[162] Paus dan Raja Maroko kemudian mengunjungi Institut Mohammed VI, yang melatih para siswa dari seluruh dunia untuk menjadi imam, pengkhotbah, dan instruktur Islam dan bahkan mengizinkan perempuan untuk dilatih sebagai pengkhotbah.[162] Selama kunjungan ini, Paus dan Mohammed VI berbincang-bincang dengan para siswa, baik laki-laki maupun perempuan.[162][168] Salah satu kesaksian penting datang dari seorang siswi dari Nigeria.[162] Dua dari acara 30 Maret juga dihadiri oleh para pemimpin Yahudi dan Kristen.[169][170]
Pada tanggal 31 Maret, Paus Fransiskus mengunjungi sebuah pusat perawatan sosial di Temara yang dipimpin oleh tiga biarawati yang merupakan anggota Putri-putri Kasih Santo Vincent de Paul.[171] Paus juga mengadakan Misa di Katedral Santo Petrus di Rabat.[172][173] Misa dihadiri oleh komunitas Kristen kecil di Maroko, termasuk beberapa dari mereka yang berasal dari jumlah pastor dan biarawati yang sedikit di negara itu.[172][174] Paus mengakhiri kunjungannya ke Maroko setelah menyampaikan Misa di Stadion Pangeran Moulay Abdellah di Rabat di hadapan 10.000 orang yang memecahkan rekor, sebagian besar migran dari negara-negara di sub-Sahara Afrika.[174][175]
Pengumuman dibuat pada 13 Desember 2018 bahwa Paus akan mengunjungi Bulgaria dari 5 hingga 7 Mei, sementara setelah itu ia akan mengunjungi Makedonia Utara pada 7 Mei. Ia akan mengunjungi Sofia dan Rakovski di Bulgaria, dan Skopje di Makedonia Utara.[176]
Pada tanggal 5 Mei 2019, Paus Fransiskus tiba di Bulgaria setelah mendarat di Bandara Sofia, di mana ia disambut oleh Nuncio Apostolik Bulgaria, Uskup Agung Anselmo Guido Pecorari, Kepala Protokol, dan Perdana Menteri Bulgaria Boyko Borisov.[177] Ia kemudian pergi ke ruang tunggu pemerintah di bandara, tempat ia mengadakan pertemuan dengan Borisov.[177] Paus juga mengunjungi St. Katedral Ortodoks Alexander Nevsky akan mengadakan pertemuan umum dengan Patriark Ortodoks Neophyte,[178] meskipun keduanya menyampaikan pidato di hadapan para Metropolitan Gereja Ortodoks Bulgaria dan Uskup Sinode Suci.[178] Neophyte mengesampingkan saran-saran tentang dirinya atau siapa pun di Gereja Ortodoks Bulgaria yang mengadakan doa lintas agama atau kebaktian gereja bersama paus.[179][180] Berbicara kepada ribuan orang dalam Misa di Lapangan Pangeran Alexander I di Sofia, Paus Fransiskus mendorong Bulgaria untuk lebih menerima para migran.[180]
Pada Bahasa Indonesia: 6 Mei Paus Fransiskus tiba di Rakovski.[181] Setelah kedatangannya, Paus mengadakan komuni pertamanya selama kunjungannya ke Bulgaria di Gereja Hati Kudus.[181] Sekitar 10.700 dari sekitar 20.000 penduduk kota hadir.[181] Selama Komuni, Fransiskus juga menyampaikan homili,[182] yang ditujukan kepada 242 anak di kota yang mayoritas beragama Katolik, yang menerima komuni pertama mereka,[181][182] dan ia kembali mendorong Bulgaria agar lebih menerima para migran.[182][183] Ia kemudian kembali ke Sofia untuk memimpin sesi doa di Independence Square, yang dihadiri tidak hanya oleh umat Katolik, tetapi juga anggota komunitas Ortodoks, Yahudi, Muslim, Armenia, dan Protestan.[184] Selama acara tersebut, yang merupakan acara publik terakhir selama lawatannya ke Bulgaria, menyerukan ensiklik kepausanPacem in terris sebagai tata perilaku untuk perdamaian antara umat Katolik dan agama-agama lain;[185] ensiklik tersebut telah diterbitkan oleh Paus Yohanes XXIII, yang pernah menjabat sebagai perwakilan Takhta Suci di Bulgaria.[184][185]Mawar hadir untuk mewakili Bulgaria,[184][185] yang dikenal dengan produksi mawar dan minyak mawar,[182] dan enam lilin dinyalakan untuk mewakili enam agama yang hadir.[184][185]
Pada tanggal 7 Mei Paus Fransiskus melakukan perjalanan ke [[Bunda Teresa|St. Bahasa Indonesia: Tempat kelahiran Bunda Teresa di Skopje, Makedonia Utara, yang juga berfungsi sebagai ibu kota negara tersebut.[186] Tak lama setelah tiba, Paus mengunjungi Rumah Kenangan Bunda Teresa di Skopje.[186] Saat berada di Memorial, Paus berdoa di depan relik kapel agar warisan Teresa tetap hidup dan menyapa sejumlah orang miskin yang telah dibantu oleh organisasinya Misionaris Cinta Kasih.[186] Ia juga memuji kesediaan Makedonia Utara untuk lebih menerima berbagai etnis dan budaya serta mengadakan pembicaraan dengan presiden yang akan lengser, Gjorge Ivanov, mengenai berbagai masalah yang dihadapi Makedonia Utara, yang baru-baru ini mengalami perubahan nama untuk mengakhiri pertikaian lama dengan Yunani.[187] Meskipun komunitas Katolik di negara itu sangat kecil, sekitar 15.000 orang menghadiri Misa yang diadakan Paus Fransiskus di Lapangan Makedonia, tempat ia mendorong kaum muda dan pekerja gereja Katolik untuk menjadikan St. Bunda Teresa sebagai panutan.[188]
Pada bulan Mei 2015, Presiden Rumania Klaus Iohannis mengeluarkan undangan terbuka kepada Paus untuk mengunjungi negara tersebut.[189] Kunjungan tersebut diharapkan bertepatan dengan tahun 2018 peringatan seratus tahun Persatuan Agung, yang didukung pada tahun 2017 oleh episkopat Rumania untuk kunjungan pada akhir tahun 2018, ketika tujuh martir Komunisme dapat dibeatifikasi.[190] Paus kemudian meyakinkan Perdana Menteri saat kunjungannya ke Vatikan pada 11 Mei 2018 bahwa ia akan berkunjung pada awal 2019. Takhta Suci mengumumkan pada 11 Januari 2019 bahwa kunjungan tersebut akan berlangsung dari 31 Mei hingga 2 Juni dan bahwa Paus akan mengunjungi tiga kota ditambah tempat perlindungan di kota keempat.[191] Fransiskus juga diharapkan akan membeatifikasi tujuh martir pada tanggal 2 Juni 2019 saat berada di Blaj.
Pada tanggal 31 Mei 2019, Paus tiba di Rumania setelah mendarat di Bandara Henri Coandă di ibu kota negara Bucharest, di mana ia disambut oleh presiden negara Klaus Iohannis, istri Iohannis Carmen, dan sekelompok guru sekolah Katolik dan anak-anak sekolah.[192][193] Paus kemudian diantar melalui ibu kota tempat kerumunan orang berbaris di jalan untuk melihat iring-iringan mobilnya.[193] Di Istana Kepresidenan, yang dikenal sebagai Istana Cotroceni, ia mengadakan pertemuan dengan Iohannis, Perdana Menteri Viorica Dăncilă,[192][194] dan para pemimpin agama negara itu,[195] di mana ia menyarankan bahwa mendukung warga Rumania yang miskin dan kurang beruntung lainnya adalah kunci untuk membangun kesuksesan di Rumania.[194] Setelah pertemuan berakhir, Paus memberikan pidato publik di Istana Cotroceni, di mana ia memperingatkan bahwa meskipun langkah-langkah besar telah diambil sejak jatuhnya Komunisme, negara itu masih menghadapi bahaya dengan bangkitnya populisme nasionalis.[196] Saat berada di Istana, Paus juga bertukar hadiah dengan Dăncilă.[197] Ia juga mengunjungi Dealul Mitropoliei, kantor pusat Gereja Ortodoks Rumania, tempat ia bertemu dengan Sinode Umum Gereja Ortodoks Rumania dan sekali lagi dengan kepala gereja tersebut, Patriark Daniel.[198][199] Fransiskus dan Daniel kemudian melakukan perjalanan ke Katedral Keselamatan Rakyat Ortodoks yang baru, yang pembangunannya belum selesai, di mana Paus Fransiskus menyerukan agar persekutuan bersama antara umat Katolik dan Gereja Ortodoks dipulihkan, dan membacakan Doa Bapa Kami bersama dengan Daniel, Fransiskus dalam bahasa Latin, diikuti oleh Daniel dalam bahasa Rumania.[198][199] Ia mengakhiri hari pertama kunjungannya ke Rumania dengan menyampaikan khotbah di depan kerumunan yang padat di Katedral Saint Joseph, di mana ia lebih lanjut mendukung hak-hak perempuan dan mendasarkan pertemuan antara Elizabeth dan Maria dalam Injil sebagai pembenaran Kristen untuk mempertahankan dan memperluasnya.[195][200]
Pada tanggal 1 Juni, Paus Fransiskus menyampaikan Misa di Gua Maria Șumuleu Ciuc (asalnya dalam bahasa Hongaria: Csíksomlyó [hu])[201] di wilayah bersejarah Transylvania, tempat, saat berbicara di tengah hujan kepada sekitar 80.000 hingga 100.000 orang,[202] ia menyarankan agar masalah masa lalu tidak menjadi penghalang untuk hidup berdampingan dan meminta Maria untuk "mengajari kita menenun masa depan."[203][204] Tempat suci yang terletak di Carpathia Timur ini juga merupakan situs warisan Szeklerland dan tempat ziarah bagi umat Katolik Hongaria dan Rumania.[204] Ia kemudian melakukan perjalanan ke Iaşi, di wilayah bersejarah Moldavia, tempat ia disambut oleh lebih dari 100.000 orang.[205] Paus menyampaikan Misa singkat di Katedral Our Lady Queen of Iaşi dan bertemu dengan kaum muda dan keluarga di Alun-alun Istana Iaşi, di depan Istana Kebudayaan kota tersebut.[206][207] Di Lapangan Istana Kebudayaan, Paus Fransiskus juga mendengar kesaksian dari keluarga-keluarga ini dan menyampaikan pidato yang menyerukan persatuan antara umat Katolik dan Gereja Ortodoks dan mengutip kata-kata dari, antara lain, penyair nasional Rumania, Mihai Eminescu, dan sebuah cerita yang diceritakan tentang biarawan Galaction Ilie dari Biara Sihăstria, sebuah lembaga terkemuka Ortodoks Rumania, sebagai contoh mengapa orang Kristen harus bersatu.[207]
Pada tanggal 2 Juni, Paus Fransiskus kembali ke Transylvania dan melakukan perjalanan ke Blaj, di mana, sementara berbicara tentang Câmpia Libertății kota di depan 100.000 orang,[208] ia membeatifikasi tujuh Uskup Katolik Yunani yang mati syahid, yang ditangkap, diselidiki, dan meninggal di penjara komunis atau di tempat penahanan wajib antara tahun 1950 dan 1970 akibat penolakan untuk beralih ke Gereja Ortodoks pada tahun 1948, sementara juga memperingatkan tentang ideologi-ideologi baru yang mungkin akan mengambil alih dan mengulangi penindasan selama pemerintahan Komunis Rumania juga.[209][210] Saat berada di Blaj, Paus juga mengadakan pertemuan dengan anggota komunitas Roma Rumania, di mana ia mengakui sejarah Gereja Katolik yang mempromosikan "diskriminasi, segregasi, dan penganiayaan" terhadap masyarakat Roma di seluruh dunia, meminta maaf, dan meminta maaf kepada kaum gipsi.[209][211][212][213] Klaus dan Carmen Iohannis bertemu dengan Paus, dan juga melambaikan tangan saat ia menaiki pesawatnya di Bandara Sibiu, dan meninggalkan Rumania setelah kunjungan tiga harinya ke negara tersebut.[214]
Pada bulan Oktober 2018 Kardinal Désiré Tsarahazana mengatakan kepada wartawan bahwa Paus Fransiskus akan mengunjungi Madagaskar pada tahun 2019, meskipun juru bicara Takhta Suci Greg Burke mengatakan bahwa kunjungan tersebut sedang dipertimbangkan, dan belum dikonfirmasi secara definitif. Bahasa Indonesia: Pada bulan Januari 2019, nuncio apostolik negara tersebut mengonfirmasi bahwa paus akan mengunjungi tiga kota (Antananarivo, Toamasina, dan Morondava) dan bahwa bulan September dipandang sebagai waktu yang memungkinkan bagi paus untuk berkunjung.[215] Presiden Mozambik Filipe Nyusi dengan bersemangat menyampaikan undangan kepada Paus Fransiskus untuk mengunjungi negara tersebut pada tahun 2019. Paus Fransiskus berkata, "Jika saya masih hidup, saya akan melakukannya". Takhta Suci tidak mengonfirmasi pada saat itu apakah kunjungan tersebut akan dilakukan pada tahun 2019, tetapi kunjungan tersebut akan dipertimbangkan.[216]
Kantor Pers Takhta Suci mengonfirmasi bahwa Paus akan mengunjungi Mozambik dan Madagaskar selain Mauritius pada bulan September dalam sebuah rilis pada tanggal 27 Maret 2019.[217] Pada tanggal 30 Agustus 2019, Takhta Suci mengumumkan bahwa Paus Fransiskus akan mengunjungi pusat pengobatan HIV yang dikelola Katolik selama kunjungannya ke ibu kota Mozambik, Maputo antara tanggal 5–6 September.[218]
Pada tanggal 4 September 2019 Paus Fransiskus tiba di Mozambik setelah pesawatnya mendarat di bandara di ibu kota negara tersebut, Maputo, sekitar pukul 6:00 sore waktu setempat.[219][220] Ia adalah Paus pertama yang mengunjungi Mozambik sejak Yohanes Paulus II pada tahun 1988.[221] Setibanya di bandara, Paus Fransiskus disambut oleh Presiden Nyusi, dua anak yang menawarkan bunga, penghormatan militer, dan penari asli.[222] Kerumunan besar juga berjejer di jalan-jalan saat Paus diantar ke kantor kedutaan apostolik negara itu, tempat ia tinggal selama kunjungannya ke Mozambik.[222]
Pada tanggal 5 September, Paus Fransiskus melakukan perjalanan ke Istana Kepresidenan Ponta Vermelha, tempat ia bertemu dengan Nyusi dan pemimpin oposisi Ossufo Momade serta menyampaikan pidato yang memuji perjanjian damai terbaru mereka dan mendesak mereka untuk juga menjaga "perdamaian dan rekonsiliasi" mereka.[223][224] Ia juga menyatakan solidaritas dengan orang-orang yang terkena dampak Siklon Idai dan Kenneth dan mendesak perlawanan terhadap pengurasan sumber daya dan menyerah pada kepentingan asing dengan merusak lingkungan.[224] Dalam kunjungannya yang kedua di Mozambik, Paus melakukan perjalanan ke Katedral Bahasa Indonesia: Maria Dikandung Tanpa Noda, di mana ia bertemu dengan "para uskup, pastor, biarawan dan biarawati, seminaris dan katekis" dan menyampaikan pidato yang menyerukan mereka untuk mengakui krisis negara tersebut terkait dengan "AIDS, anak yatim piatu, seorang nenek yang mengurus banyak cucu, atau seorang muda yang datang ke kota dan putus asa karena ia tidak dapat menemukan pekerjaan" dan mengutip bagian-bagian dalam Alkitab sebagai pembenaran untuk memerangi masalah-masalah ini.[225] Paus Fransiskus juga menyatakan bahwa ketika memerangi masalah-masalah ini isu-isu tersebut telah membuat tokoh-tokoh Katolik "lelah dan khawatir,"[225] mereka masih harus terus memerangi isu-isu ini dan tidak menyerah pada produk-produk komersial sebagai jalan keluar.[225] Ia kemudian mengadakan rapat umum antar agama di Maxaquene Pavilion, yang dihadiri oleh banyak orang muda.[224] Paus juga memberi tahu orang-orang yang hadir bahwa mereka "penting" karena mereka "bukan hanya masa depan Mozambik, gereja dan kemanusiaan," tetapi juga "masa kini mereka."[224]
Pada tanggal 6 September Paus Fransiskus mengunjungi Rumah Sakit Zimpeto, dan meminta bantuan lebih lanjut dalam memerangi krisis HIV/AIDS di Mozambik.[226] Paus kemudian mengakhiri kunjungannya ke Mozambik setelah Misa di hadapan sekitar 42.000 orang yang memadati Stadion Zimpeto.[227][228] Selama Misa ini, Paus Fransiskus, yang berbicara di tengah hujan dingin[227][228] mengecam para pemimpin politik dan bisnis di negara itu yang memberikan tekanan dari pihak luar,[229] menyalahkan mereka atas korupsi di negara tersebut,[229] dan selanjutnya menyatakan bahwa Mozambik memiliki "hak untuk perdamaian."[230] Setelah Misa, Paus Fransiskus berangkat ke Madagaskar dan mendarat pada pukul 4 sore waktu setempat di bandara di ibu kota negara tersebut, Antananarivo, di mana ia disambut di bandara oleh Presiden Madagaskar Andry Rajoelina, istrinya Mialy Rajoelina, dan delegasi resmi para uskup.[231][232] Dua anak berpakaian tradisional memberinya bunga dan kerumunan 300 umat Katolik yang beriman juga menghadiri upacara penyambutan di bandara.[231][232] Paus kemudian dibawa ke kantor kedutaan apostolik negara itu, ia disambut oleh paduan suara yang menyanyikan dua himne lokal untuk menghormatinya.[231] Paus, yang tinggal di kantor kedutaan selama kunjungannya ke Madagaskar, juga disambut oleh orang-orang lain hadir.[231]
Pada tanggal 7 September, Paus Fransiskus bertemu dengan Presiden Rajoelina dan para pemimpin politik lainnya di Istana Kepresidenan Iavoloha, yang rampung pada tahun 1975 dengan pendanaan dari Korea Utara,[233] untuk mendorong mereka berbuat lebih banyak guna melindungi ekosistem Madagaskar dan memerangi korupsi serta kemiskinan.[234] Presiden kemudian memimpin Paus ke gedung seremonial untuk menyampaikan pidato di hadapan otoritas sipil Madagaskar, korps diplomatik, dan para pemimpin agama.[233] dan menyampaikan pidato yang mendorong mereka untuk "mengenali, menghargai, dan mengapresiasi tanah yang diberkati ini atas keindahannya dan sumber daya alamnya yang tak ternilai" dan juga mengikuti Romo. Antoine de Padoue Rahajarizafy contoh merangkul "aina."[235] Paus kemudian membaca doa tengah hari di Biara Karmelit Tak Beralas Kaki.[236] Saat bertemu dengan Uskup Katolik Madagaskar di Katedral Andohal[237] Setelah pertemuan dengan tiga pemimpin agama, Paus Fransiskus mengunjungi makam Beato Victoire Rasoamanarivo, yang terletak di kapel Katedral, tempat ia berhenti untuk berdoa dan memberkati gambarnya.[238] Kemudian ia mengadakan "Vigili Bersama Kaum Muda" di lapangan keuskupan Soa Mandrakizay,[239] Berbicara atas nama orang banyak, diperkirakan 1 juta,[240] Paus mendorong kaum muda Madagaskar untuk tidak jatuh ke dalam "kepahitan" atau kehilangan harapan, bahkan ketika mereka tidak memiliki "kebutuhan minimum" untuk bertahan hidup dan ketika "kesempatan pendidikan tidak mencukupi."[239][240]
Pada tanggal 8 September Paus Fransiskus kembali ke lapangan Soa Mandrakizay untuk menyampaikan homili di hadapan kerumunan yang juga diperkirakan berjumlah 1 juta orang.[241] Berbicara dalam homili, yang diyakini sebagian orang sebagai pertemuan publik terbesar dalam sejarah negara tersebut, Paus Fransiskus mendorong masyarakat Madagaskar "untuk membangun sejarah dalam persaudaraan dan solidaritas" dan "dengan rasa hormat penuh terhadap bumi dan karunia-karunianya, sebagai lawan dari segala bentuk eksploitasi."[241] Setelah makan siang dengan rombongan kepausan di kantor kedutaan,[242] Paus Fransiskus pergi ke pemukiman Antananarivo Akamasoa, tempat ia dan Pastor Pedro Opeka, yang mendirikan pemukiman tersebut, menyampaikan pidato bersama kepada komunitas tersebut, dengan Paus menyatakan Akamasoa sebagai contoh bahwa "kemiskinan bukanlah sesuatu yang tak terelakkan!"[243] Paus kemudian mengadakan kebaktian doa di lokasi kerja Mahatzana, di mana ia memuji orang dewasa yang "bekerja dengan tangan mereka dan dengan upaya fisik yang luar biasa" dan "menenangkan tubuh mereka yang lelah, sehingga mereka dapat dengan lembut membelai anak-anak mereka dan bergabung dalam permainan mereka."[244] Bagian apostolik dari kunjungannya ke Madagaskar kemudian ditutup dengan para imam, biarawan dan biarawati, orang yang ditahbiskan, seminaris, novis, dan postulan di Kolese Saint Michel, sebuah lembaga di Antananarivo yang didirikan oleh para misionaris Jesuit Prancis pada tahun 1888, di mana ia mendorong mereka untuk "menjadi tanda kehadiran-Nya yang hidup" dan berjuang dalam pertempuran mereka dalam doa dan pujian.[245]
Pada tanggal 9 September Paus Fransiskus meninggalkan Madagaskar sebentar setelah mendarat di Bandara Internasional Port Louis di Mauritaus, di mana ia disambut oleh Perdana Menteri Pravind Kumar Jugnauth, Kardinal Maurice Piat dan dua anak yang mempersembahkan bunga.[246] Setelah upacara penyambutan, Paus Fransiskus pergi ke Monumen Maria, Ratu Perdamaian, di mana ia disambut dengan lambaian daun palem yang dibawa oleh banyak dari hampir 80.000 orang yang hadir.[247] Selama Misa, Paus Fransiskus mengakui pentingnya memberikan kebahagiaan bagi orang-orang muda, menggambarkan Kebahagiaan sebagai "kartu identitas Kristen," dan merayakan pesta Beato Jacques-Désiré Laval.[248] Di akhir perayaan, Kardinal. Piat mengumumkan bahwa para uskup telah meminta 100 ribu pohon ditanam untuk memperingati kunjungan tersebut.[247] Fransiskus kemudian bersantap di episkopat Port Louis bersama 5 Uskup CEDOI (Konferensi Episkopal Samudra Hindia).[247] Paus kemudian mengunjungi Jugnauth, Presiden sementara Barlen Vyapoory, para pemimpin masyarakat sipil, dan korps diplomatik di istana kepresidenan,[249][250] di mana ia juga memberikan pidato yang mengecam status Mauritius sebagai surga pajak dan mendesak para pemimpin politik untuk memerangi masalah ini.[249][250] Paus kemudian meninggalkan Mauritius dan terbang kembali ke Madagaskar setelah upacara perpisahan.[242]
Pada 10 September, pesawat Airbus Air Madagascar mengangkut Paus Fransiskus dari Bahasa Indonesia: Bandara Internasional Antananarivo dan kembali ke Roma.[251] Sebelum keberangkatannya, Presiden Madagaskar, otoritas politik lainnya, para uskup negara tersebut, dan kerumunan umat beriman berada di bandara untuk menghadiri upacara perpisahan, dan Garda Kehormatan memberinya penghormatan terakhir.[251] Secara tradisional, penerbangan keberangkatan Paus selalu menggunakan maskapai penerbangan nasional Italia, Alitalia, sedangkan maskapai penerbangan nasional negara yang ditinggalkannya adalah yang akan membawanya kembali ke rumah.[251]
Thailand dan Jepang (19 November hingga 26 November 2019)
Pada 19 Agustus 2019, Reuters mengumumkan bahwa Paus Fransiskus akan mengunjungi Thailand sebelum melakukan perjalanan ke Jepang.[252] Ia adalah Paus pertama yang mengunjungi Thailand sejak Yohanes Paulus II pada tahun 1984.[252] Ia mengunjungi Thailand dari tanggal 20 hingga 23 November.[253][254]
Perdana Menteri Shinzo Abe mengundang Paus Fransiskus untuk mengunjungi Jepang ketika mereka bertemu pada 6 Juni 2013 dan Paus menyatakan kesediaannya untuk pergi [255] Pada tanggal 30 Juli 2016, Takhta Suci dilaporkan mempertimbangkan kunjungan kepausan ke Jepang pada tahun 2017 dengan harapan pemerintah dapat Dijadwalkan bertepatan dengan kunjungan ke Indonesia.[256] Pada akhir tahun 2018, Paus Fransiskus menyatakan kesediaannya untuk mengunjungi Jepang, kemungkinan pada bulan November 2019, menegaskan rencana ini saat berbicara kepada wartawan pada tanggal 23 Januari 2019 dan keesokan harinya Kardinal Thomas Aquino Manyo Maeda, Uskup Agung Osaka, mengatakan kunjungan tersebut akan dilakukan pada paruh kedua bulan November dan mencakup Tokyo, Hiroshima, dan Nagasaki. Satu-satunya Paus yang sebelumnya mengunjungi Jepang adalah Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1981.[257]
Jadwal terbaru diterbitkan pada tanggal 28 Oktober 2019. Di Thailand, Paus mengunjungi Bangkok dan Sampran,[258] sementara di Jepang, ia mengunjungi Tokyo, Nagasaki dan Hiroshima.[259] Di Jepang, Paus Fransiskus menyatakan penentangannya terhadap senjata nuklir dan energi nuklir, pada satu titik menyatakan bahwa “Keputusan penting harus dibuat tentang penggunaan sumber daya alam dan sumber energi masa depan khususnya” dan bahwa “Zaman kita tergoda untuk menjadikan kemajuan teknologi sebagai ukuran kemajuan manusia."[260]
Pada tanggal 7 Desember 2020, Direktur Pers Takhta Suci Matteo Bruni merilis pernyataan yang mengonfirmasi bahwa Paus Fransiskus akan melakukan kunjungan apostolik internasional pertamanya dalam 15 bulan setelah menerima undangan dari Republik Irak dan Gereja Katolik setempat untuk mengunjungi negara Timur Tengah Irak dari tanggal 5–8 Maret 2021. Menurut pernyataan Kantor Pers Takhta Suci, Paus Fransiskus “akan mengunjungi Baghdad, dataran Ur, yang terkait dengan kenangan Abraham, kota Erbil, serta Mosul dan Qaraqosh di dataran Niniwe.” Kardinal Louis Raphael Sako, Patriark Babel dari kaum Kasdim, menegaskan bahwa Paus Fransiskus juga akan mengunjungi negara tersebut. Bahasa Indonesia: Terungkap pula bahwa persiapan untuk kunjungan tersebut hampir selesai pada awal tahun 2020, ketika ia bertemu dengan Presiden Irak, Barham Salih, dalam sebuah audiensi di Vatikan pada tanggal 25 Januari tahun itu.[261] Paus Fransiskus menjadi Paus pertama yang pernah mengunjungi Irak.[262][263] Selama kunjungannya ke Irak, Paus Fransiskus mengunjungi kota-kota dan wilayah Irak yang berada pada jadwal Tahta Suci asli dan juga melakukan kunjungan tambahan ke Najaf.[264][265][266][267] Di antara mereka yang ditemui Paus Fransiskus selama kunjungannya ke Irak adalah ulama Syiah terkemuka Ayatollah AgungAli al-Sistani, yang dikunjungi Paus di Najaf dan dengan siapa ia mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam ekstremisme.[268][269][270][271]
Siprus dan Yunani (2 Desember hingga 6 Desember, 2021)
Takhta Suci secara resmi mengumumkan pada tanggal 5 November 2021 bahwa Paus Fransiskus akan melakukan perjalanan ke Siprus dan Yunani pada tanggal 2–6 Desember. Perjalanan empat hari ke dua negara Mediterania tersebut mencakup pemberhentian di Nicosia, ibu kota Siprus, Athena, ibu kota Yunani, dan Pulau Lesbos di Yunani. Paus mengunjungi Siprus pada tanggal 2–4 Desember sebelum terbang ke Athena pada tanggal 4 Desember dan Lesbos pada tanggal 5 Desember. Ini adalah kunjungan kedua Paus Fransiskus ke Lesbos, yang juga dikenal sebagai Lesvos, sebuah pulau yang menjadi rumah bagi kamp pengungsi Moria yang terkenal yang rusak akibat kebakaran tahun lalu.[274]
Paus Fransiskus mengunjungi negara kepulauan Malta.[275] Kunjungan pastoral ini awalnya direncanakan untuk Hari Raya Pentakosta, pada tanggal 31 Mei 2020.
Paus Fransiskus mengunjungi Kanada untuk meminta maaf atas kejahatan yang dilakukan oleh para pemimpin agama di negara tersebut, khususnya terkait dengan sistem sekolah asrama bagi penduduk asli Kanada. Selama kunjungannya, ia bertemu dengan penduduk asli dan mengunjungi dua tempat suci di negara tersebut.[276]
Kazakhstan (13 September hingga 15 September 2022)
Paus Fransiskus menghadiri Forum Dialog Bahrain: Timur dan Barat untuk Koeksistensi Manusia[279] dan bertemu dengan Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa.[280]
Pada tanggal 1 November 2022, selama konferensi daring dengan para pelajar Afrika, Paus Fransiskus mengonfirmasi bahwa perjalanan ke Republik Demokratik Kongo (DRC) dan Sudan Selatan sedang dipersiapkan untuk awal Februari 2023.[281] Rencana perjalanan tersebut diumumkan oleh Takhta Suci pada tanggal 1 Desember 2022. Diperkirakan 1 juta orang menghadiri Misa yang diadakannya di ibu kota Republik Demokratik Kongo, Kinshasa pada tanggal 1 Februari.[282][283] pada tanggal 2 Februari, ia akan berpidato di hadapan 65.000 orang di Stadion Martir Kinshasa.[284][285] Ia adalah Paus pertama yang mengunjungi negara tersebut sejak Paus Yohanes Paulus II melakukannya pada tahun 1985.[282] Pada tanggal 3 Februari, Paus Fransiskus meninggalkan DRC dan terbang ke Sudan Selatan.[286] Setelah tiba di ibu kota Sudan Selatan, Juba, Paus melakukan perjalanan bersama Uskup Agung CanterburyAnglikanJustin Welby dan Moderator Gereja SkotlandiaIain Greenshields ke Istana Kepresidenan, tempat Paus menyampaikan pidato "ziarah perdamaian" bersama dengan rekan-rekannya dari Anglikan dan Presbiterian Skotlandia.[287][288][289] Ini akan menandai pertama kalinya dalam sejarah bahwa seorang Paus bepergian dengan Uskup Agung Canterbury atau Moderator Gereja Skotlandia.[289][288] Pada tanggal 4 Februari, Paus, Welby, dan Greenshields mengadakan kebaktian doa ekumenis bersama di Mausoleum John Garang di Juba yang dilaporkan dihadiri oleh 50.000 orang.[290] Pada tanggal 5 Februari, Paus Fransiskus terbang meninggalkan Sudan Selatan setelah Misa bersama dengan Welby dan Greenshields di Mausoleum John Garang yang dilaporkan dihadiri oleh 100.000 orang.[291][292]
Pada hari Senin, 27 Februari 2023, Kantor Pers Takhta Suci mengonfirmasi kunjungan kedua Paus ke Hongaria, dari Jumat, 28 April hingga Minggu, 30 April 2023. Paus Fransiskus akan mendarat di ibu kota Hongaria, Budapest pada 28 April.[293] Setelah tiba, Paus melakukan perjalanan ke Istana Sándor, kediaman resmi Presiden Hongaria, di mana ia menyapa Presiden Hongaria, Perdana Menteri, dan pejabat Hongaria lainnya.[294][295] Di Istana, ia mengadakan pertemuan pribadi, pertama dengan Presiden Hongaria Katalin Novák dan kemudian dengan Perdana Menteri Hongaria Viktor Orbán.[294][295] Novák juga menemani Paus saat memasuki Istana.[295][294] Selama misa di Basilika Santo Stefanus, Paus Fransiskus mengenang kehidupan para uskup, pastor, biarawan, dan biarawati yang dibunuh selama pemerintahan Komunis Hongaria, termasuk Kardinal Jozsef Mindszenty[296] Pada tanggal 29 April, Paus bertemu dengan kaum muda di Arena Olahraga Laszlo Papp Budapest dan mengunjungi Gereja Katolik Yunani St. Elizabeth untuk doa umum.[297] Ia juga bertemu dengan sejumlah pengungsi Ukraina dan pemimpin Gereja Ortodoks Rusia Patriark Kirill, sembari mempertahankan sikap netral historis Vatikan dalam peperangan.[297][298] Pada 30 April, Paus Fransiskus menyampaikan misa dari tepi Sungai Donau di Lapangan Kossuth Lajos, Budapest, dengan Parlemen Hongaria dan Jembatan Rantai Budapest yang terkenal sebagai latar belakang, dengan perkiraan kehadiran 100.000 orang, termasuk Perdana Menteri Victor Orbán dan Presiden Katalin Novák, yang memperkirakan ratusan ribu umat beriman menghadiri misa tersebut.[299][298][300] Sebelum meninggalkan negara itu, Paus juga menyampaikan pidato di Universitas Katolik Pázmány Péter.[301]
Diumumkan selama Misa penutupan Hari Pemuda Sedunia Panama 2019 bahwa acara tersebut akan diadakan di Lisbon pada tahun 2022 setelah Negara tersebut mengajukan tawaran pada tahun 2017 untuk menjadi tuan rumah acara tersebut. Paus mengulangi pernyataan sebelumnya bahwa dia atau keberhasilannya atau akan hadir.[302] Namun, pada tanggal 20 April 2020, acara tersebut ditunda hingga Agustus 2023 karena pandemi COVID-19 "dan konsekuensinya terhadap pergerakan dan perkumpulan kaum muda dan keluarga."[303][304][305] Paus Fransiskus tiba di Portugal pada 2 Agustus 2023 untuk memulai kunjungan lima harinya ke negara tersebut.[306][307]
Berangkat pada malam tanggal 31 Agustus, Paus tiba di ibu kota Ulaanbaatar pada tanggal 1 September setelah penerbangan selama 10 jam.[308] Pada tanggal 2 September, Paus bertemu dengan para pemimpin politik dan agama di negara tersebut. Paus Fransiskus menjadi paus pertama yang mengunjungi Mongolia. Perjalanannya dicatat sebagai kelanjutan misinya untuk memberikan perhatian kepada populasi Katolik yang lebih kecil, dengan hanya sekitar 1.450 umat Katolik yang tinggal di Mongolia yang mayoritas beragama Buddha.[309]
Paus Fransiskus mengonfirmasi niatnya untuk melakukan perjalanan ke Marseille pada kesempatan Pertemuan Uskup Mediterania. Paus Fransiskus tiba di Marseille pada 22 September dan menyampaikan pidato yang mendesak toleransi bagi para migran.[310] Sebagai bagian dari pertemuannya dengan para Uskup Mediterania, Paus Fransiskus juga mengadakan kebaktian doa antar agama di tugu peringatan kota itu untuk para pelaut dan migran yang hilang di laut.[311] Pada 23 September, Paus Fransiskus bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan mengadakan misa di hadapan puluhan ribu orang di Stadion Marseille.[312][313]
Paus Fransiskus sempat berencana untuk mengunjungi Indonesia pada tahun 2020, namun batal karena Pandemi COVID-19. Rencana kunjungan pada tahun 2024 diberitahukan oleh Uskup Agung Paul Richard Gallagher. Ia memberitahukannya pada April 2024 bahwa Paus Fransiskus berencana hendak mengunjungi sejumlah negara di Asia-Pasifik.[314]
Paus Fransiskus lepas landas dari Roma pada 2 September 2024.[315] Ia tiba di Jakarta pada 3 September dan disambut oleh sejumlah pejabat dan rohaniwan Katolik Indonesia.[316] Selama kunjungannya di Indonesia, ia hanya mengunjungi sejumlah tempat di Jakarta dan menginap di Nunsiatur Apostolik untuk Indonesia.[317] Keesokan harinya, Paus Fransiskus mengikuti upacara penyambutan di halaman Istana Merdeka dan bertemu dengan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.[318] Ia juga mengadakan pertemuan dengan para pejabat pemerintah, masyarakat sipil, dan korps diplomatik di Aula Istana Negara.[319] Paus sempat mengadakan pertemuan pribadi dengan para anggota Serikat Yesus di Nunsiatura. Paus kemudian mengunjungi Katedral Jakarta untuk bertemu dengan para uskup, imam, diakon, kaum hidup bakti, seminaris, dan katekis Indonesia. Ia juga bertemu dengan aktivis Scholas Ocurrentes di Grha Pemuda.[320]
Pada tanggal 26 September 2024, Paus Fransiskus tiba di Luksemburg.[325] Ia akan tinggal di Luksemburg kurang dari sehari.[326][325] Setibanya di Bandara Internasional Findel, Paus disambut oleh Adipati Agung Henri, istrinya Adipati Agung Maria Teresa, Perdana Menteri Luc Frieden dan Kardinal Jean-Claude Hollerich (Uskup Agung Luksemburg) serta sekelompok anak sekolah yang sebelumnya telah menghadiri acara Hari Orang Muda Sedunia 2023.[325][327] Sebelum meninggalkan bandara, Paus mengadakan pertemuan dengan para jurnalis.[325] Ia kemudian mengadakan pertemuan dengan Adipati Agung Henri dan otoritas lokal lainnya di Istana Grand Ducal.[325][327] Setelah pertemuan di Istana Grand Ducal, Paus bertemu dengan Perdana Menteri Frieden.[325] Saat menghadiri pertemuan pejabat pemerintah daerah (termasuk Perdana Menteri Frieden), anggota korps diplomatik, dan perwakilan daerah di Cercle Cite Luksemburg, Paus Fransiskus mendesak Luksemburg untuk memberikan lebih banyak bantuan asing kepada negara-negara yang kurang beruntung.[326][328] Paus juga mengutip, antara lain, kenangan Perang Dunia II sebagai contoh mengapa negara tersebut harus menjadi model kerja sama antarnegara, perdamaian, dan persatuan.[328][329] Dalam sebuah pertemuan dengan para anggota komunitas Katolik Luksemburg yang diadakan di Katedral Notre Dame negara itu, Paus Fransiskus menyerukan agar gereja berkembang, menyebarkan Injil, dan mengadakan dialog dengan bagian-bagian lain di dunia.[328] Setelah pertemuan pribadi dengan Adipati Agung Henri, Adipati Agung[325] Maria dan Perdana Menteri Frieden di VIP Lounge Bandara Findel, Paus Fransiskus akan berangkat dari Luksemburg dan memulai perjalanannya ke Belgia.[330]
Dalam perjalanan pertamanya sebagai paus, Fransiskus mengunjungi pulau kecil Lampedusa di Italia, tempat ia berdoa bagi migran gelap yang tenggelam saat mencoba mencapai Eropa. Ia melemparkan karangan bunga ke laut, sebagai tanda berkabung – sebelum memimpin Misa di udara terbuka.[332][333]
Fransiskus mengunjungi situs-situs yang terkait dengan Padre Pio, yang juga dikenal sebagai Santo Pio dari Pietrelcina, pada peringatan 50 tahun kematiannya.[338]
Fransiskus memperingati 25 tahun kematian Tonino Bello, Uskup Molfetta dari tahun 1982 hingga 1993, dengan mengunjungi makamnya di kota kelahirannya, Alessano, dan Misa di Molfetta.[339]
Di Nomadelfia, dekat Grosseto, Paus Fransiskus bertemu dengan keluarga-keluarga yang hidup bersama dan menerima anak-anak yang tidak diinginkan dalam sebuah persaudaraan yang didirikan pada tahun 1948 oleh Pastor Zeno Saltini. Ia menyerahkan dua anak ke dalam perawatan mereka. Di Loppiano [it], ia mengunjungi komunitas asli Gerakan Focolare, tempat 850 orang dari 65 negara hidup bersama untuk menunjukkan dan mempromosikan pemahaman internasional dan antarbudaya.[340]
Loreto: 25 Maret 2019 – menandatangani seruan apostolik pasca-Sinode Christus vivit. *Camerino: 16 Juni 2019 – memimpin Misa Minggu di katedral di Camerino, yang rusak parah akibat gempa bumi pada tahun 2016, dan mengenakan helm keselamatan pemadam kebakaran.[341]
Naples: 21 Juni 2019 – mempromosikan dialog Katolik antar-agama dengan orang Yahudi dan Muslim.[342][343]
Albano Laziale: 21 September – mengadakan Misa di Katedral St. Pancras yang merujuk kepada Zakheus, pemungut cukai dari Yerikho yang disebutkan dalam Injil Lukas, sebagai contoh mengapa tidak seorang pun tersesat di mata gereja.[344][345]
Fasano: 14 Juni 2024: Paus berpartisipasi dalam KTT G7 ke-50 di mana ia bergabung dengan sesi yang ditujukan untuk kecerdasan buatan dan mengadakan pembicaraan bilateral dengan beberapa pemimpin negara di dunia. Ini adalah pertama kalinya seorang Paus berpartisipasi dalam pertemuan puncak G7.[350][351]
^ ab"Paus tiba di Bulgaria - Berita Vatikan".Parameter |tanggal-akses= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |tanggal= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |bahasa= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |situs web= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Peringatan Paus Fransiskus". Kebijakan Luar Negeri.Parameter |tanggal-akses= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |tanggal= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |bahasa= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Google Translate". translate.google.com.Parameter |tanggal-akses= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |tanggal= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ ab"Presiden, penari, kerumunan menyambut Paus Fransiskus di Mozambik".Parameter |tanggal-akses= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |tanggal= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |situs web= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |url arsip= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |bahasa= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |tanggal-arsip= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Kunjungan Apostolik Paus Fransiskus ke Thailand". Situs web resmi berbahasa Inggris tentang Kunjungan Apostolik Yang Mulia Paus Fransiskus ke Thailand (dalam bahasa Inggris). LiCAS.news. 2019. Diakses tanggal 21 November 2020.
^"Sorotan pidato Paus Fransiskus di ... Forum Dialog Bahrain".Parameter |tanggal= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |tanggal arsip= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |kutipan= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |status-url= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |situs web= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |url arsip= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)