Port Moresby adalah ibu kota, kota terbesar sekaligus pusat ritel/konveksi di negara Papua Nugini. Port Moresby terletak di pesisir Teluk Papua dijazirah bagian tenggara (ekor burung) negara Papua Nugini. Produksi lokal termasuk karet, emas dan kopra. Kota Port Moresby berpenduduk 259.908 jiwa (berdasarkan hasil perhitungan cepat LSM setempat pada tahun 2007). Kota ini terletak pada koordinat 09°30' LS 147°07' BT[pranala nonaktif permanen].
Port Moresby didirikan oleh Kapten pasukan Inggris yang bernama John Moresby pada tahun 1873 sebagai sebuah pos pemerikasaan pinggir pantai. Kerajaan Britania Raya lalu menduduki kota ini pada tahun 1883 setelah merebutnya dari Jerman. Sewaktu Perang Dunia II, sebuah markas tentara Sekutu ada di jantung/pusat kota ini.
Distrik Ibu kota Nasional (NCD: National Capital District) termasuk di dalamnya adalah Port Moresby, terdiri atas perkampungan yang tersebar luas, pusat pemerintahan, pinggiran kota, dan perkampungan liar. Port Moresby merupakan kota terbesar (195570 orang) dan terpadat penduduknya di Papua Nugini (783 orang/km2). NCD memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak daripada 12 Provinsi lain di Papua Nugini. 5/9 penduduk di NCD lahir di luar NCD. Hal ini membuat penduduk asli (orang-orang Motu dan Koitabu) kurang dari sepersepuluh dari total populasi penduduk yang menempati NCD. Desa orang-orang Motu dan Koitabu adalah pusat keramaian dan kemiskinan. Seperempat penduduk NCD hidup di perkampungan liar. Sebaliknya, kota ini juga memiliki bangunan tertinggi dan perumahan paling mewah. NCD tidak terhubung oleh jalan dengan kota besar lainnya.
Kegiatan pemerintahan merupakan kegiatan utama di NCD. Museum Nasional dan Galeri Seni merupakan salah satu tempat wisata di NCD. Festival Tahunan Port Moresby dan Festival Hiri Moale merupakan salah satu festival yang diadakan di NCD.
Ringkasan
Populasi: 188089 warga dan ekspatriat 7481.
Luas tanah: 240 km2.
Anggota parlemen: 4.
Kantor Pusat: Waigani.
Sejarah
Para ilmuwan percaya orang-orang Motu telah menetap di NCD lebih dari 400 tahun yang lalu. Orang-orang Motu mulai mendirikan desa Pari dan Badihagwa 250 tahun yang lalu, Hanuabada (Kampung Besar) 130 tahun yang lalu, Vabukori dan Tatana baru-baru ini. Orang-orang Motu membangun rumah-rumah panggung di atas laut. Pisang, ubi jalar, dan ikan adalah makanan pokok mereka. Sagu adalah makanan utama mereka dari bulan November sampai Mei, di antara musim ubi jalar. Orang-orang Motu menggunakan lakatois (sampan dengan 2 lambung besar) untuk mengangkut periuk dan kerang ke Gulf untuk ditukarkan dengan sagu. Orang-orang Koitabu pedalaman berteman dengan Motu dan menukarkan tanaman untuk mendapatkan ikan. Orang-orang Koitabu mendirikan desa Baruni, Kilakila dan Korobosea di perbukitan pantai. Mereka juga menetap di pinggir desa Motu, dan perkawinan antara keduanya, membuat keduanya semakin erat.
Pada tahun 1873, Kapten Laut Britania, John Moresby, meneliti pelabuhan di NCD. Ia menamai dua pelabuhan yang ia teliti dengan nama Pelabuhan Fairfax dan Pelabuhan Moresby, untuk menghormati ayahnya, Laksamana Fairfax Moresby. Pada tahun 1975. Williarn G. Lawes mendirikan markas besar Masyarakat Missionaris London di dekat Hanuabada. Port Moresby adalah pelabuhan yang terdekat dengan Australia yang dijadikan sebagai markas kolonial Britania (1884-1906) dan Australia (1906-75).
Jepang mengebom Port Moresby berulang kali pada tahun 1942, pada awal Perang Dunia II. Jenderal Douglas MacArthur bersama pasukan sekutu membuat markas utama sementara di Port Moresby. Kebanyakan pria Motu dan Koitabu terdaftar sebagai buruh, tenaga kerja di perusaan pengangkut, pelayan, dan tenaga medis. Perempuan dan anak-anak pindah ke desa yang letaknya jauh di timur maupun barat untuk menyelamatkan diri. Ketika perang berakhir pada tahun 1945, desa Motu-Koitabu hancur akibat perang. Mereka membangun tempat penampungan sementara dengan perlengkapan perang yang ditinggalkan. Di akhir 1940-an, Australia membantu mereka membangun kembali Hanuabada.
Kawasan industri Badili dikembangkan pada tahun 1950. Universitas Papua Nugini dibuka pada tahun 1965. Pengembangan kantor pusat pemerintahan nasional di Waigani dimulai pada tahun 1970. Port Moresby memiliki Dewan Kota dipilih dari tahun 1971 hingga 1980, ketika kabinet Nasional ditangguhkan akibat kesalahan keuangan. Dewan memiliki 21 anggota yang mewakili 7 kota. Pada Mei 1982, Parlemen mengadopsi sebuah sistem pemerintahan untuk NCD, sementara itu pemerintahan alternatif tengah dipelajari. Pemerintahan dipimpin oleh 10 anggota Motu-Koitabu yang dipilih, 4 anggota parlemen nasional, dan 10 orang yang diangkat secara politik pada tahun 1991. Sistem tersebut digantikan oleh sistem saat ini pada tahun 1992.
Iklim
Port Moresby memiliki iklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim laut dengan suhu yang relatif konstan/stagnan sepanjang tahun. Musim hujan mulai dari bulan Desember hingga awal bulan Mei, sedangkan musim kemarau mencakup enam bulan tersisa. Curah hujan rata-rata di Port Moresby sekitar 2.000 mm dengan daerah sekitar Ponditoanga sebagai daerah tangkapan hujan tertinggi yang curah hujannya rata-rata mencapai 3.400 mm pertahun. Suhu rata-rata setiap hari-nya berkisar sntara 28 °C hingga 32 °C, tergantung pada musim di waktu yang bersangkutan, sedangkan suhu terendah rata-rata menunjukkan sedikit sekali perubahan, berkisar antara 24 °C. Musim pancaroba di Port Moresby terkadang menjadi sedikit lebih sejuk pada musim kering.
Papua Nugini kaya akan sumber daya alam, yang menyumbang dua pertiga dari pendapatan ekspor mereka. Meskipun dipenuhi dengan sumber daya, kurangnya pembangunan membuat negara-negara asing mengambil alih beberapa lokasi. Permintaan asing yang berkelanjutan untuk sumber daya membuat Amerika Serikat mendirikan perusahaan minyak yang mulai mengekspor pada tahun 2004. Ini adalah proyek terbesar dalam sejarah kota ini. Proyek ini meningkatkan potensi menjadi tiga kali lipat pendapatan ekspor. Papua Nugini memperoleh banyak bantuan dari Australia dan ditawari bantuan dua ratus juta dolar setahun, dan banyak negara seperti Singapura, Jepang, dan Cina juga memainkan peran besar dalam bisnis industri Port Moresby.[3] Keputusan untuk menjadi tuan rumah pertemuan APEC 2018,[4] membawa sejumlah besar pemimpin dunia ke Port Moresby, menunjukkan kecepatan Port Moresby memasuki ekonomi dunia.
Dalam beberapa tahun terakhir Port Moresby telah ada pertumbuhan besar secara ekonomi. Ada banyak bangunan perumahan, menara perkantoran, pusat perbelanjaan dan perusahaan komersial di atasnya. Area tepi laut telah sepenuhnya dibangun kembali dengan apartemen, restoran, dan pusat perbelanjaan. Fasilitas olahraga ditingkatkan secara signifikan untuk Olimpiade Pasifik Selatan 2015, dan pengembangan lebih lanjut dilakukan sebagai persiapan untuk Piala Dunia Wanita U-20 FIFA 2016.[5]
Dalam beberapa tahun,pemerintah kota ini mencanangkan Bandara Internasional Jacksons dibangun kembali dan akan dikembangkan lebih lanjut pada waktunya untuk pertemuan Kepala Pemerintahan APEC pada tahun 2018.[6]
Port Moresby Melayani di dalam kota dengan Bus dan taksi milik pribadi. Penerbangan sangat penting untuk transportasi di negara ini, jalan raya tidak tersedia secara luas. Port Moresby dilayani oleh Bandara Internasional Jacksons, bandara internasional terbesar dan pangkalan Angkatan Udara Papua Nugini di negara tersebut. Air Nugini dan Airlines Port Moresby melakukan layanan domestik dan internasional reguler dari bandara, sementara Virgin, Australia dan Qantas terbang ke Brisbane. Jacksons memiliki penerbangan internasional ke Brisbane, Cairns, Sydney, Honiara, Nadi, Manila, Port Vila, Singapura, Hong Kong dan Tokyo.
Karena sistem jalan raya nasional tidak sepenuhnya terhubung, ada banyak penerbangan internal ke kota-kota lain, seperti Lae dan Madang, yang tidak memiliki koneksi jalan langsung ke Port Moresby.
^"The World Factbook". www.cia.gov. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-04-10. Diakses tanggal 2016-03-14.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"APECPNG2018.ORG". www.apecpng2018.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-07-09. Diakses tanggal 2020-01-21.