Nasi gonjleng merupakan masakan olahan nasi khas yang berasal dari sekitar wilayah Banten. Hampir disetiap Kota/Kabupaten di Banten dapat ditemui tradisi menu masakan tersebut. Bentuk dan rasanya mirip dan menyerupai nasi samin atau nasi kebuli khas Timur Tengah.[1] Menu ini diduga merupakan hasil perpaduan dua kebudayaan, Timur Tengah dan Nusantara khususnya Banten.[2] Nasi gonjleng umumnya hanya tersaji pada hari-hari besar seperti Lebaran (Idul Fitri), Isra Mikraj, atau Maulid Nabi Muhammad bagi warga Banten[1]
Asal mula
Pada dasarnya, kuliner ini memiliki bumbu mirip dengan nasi samin atau nasi kebuli yang beraroma pekak dan kapulaga dan dihidangkan dengan acar dan emping. Terkait hal tersebut, ada satu kisah atau anekdot yang diyakini merupakan latar belakang penamaan kuliner ini.[2] Cerita yang berkembang di masyarakat Kota Serang bahwa makanan ini disebut nasi gonjleng karena nasi tersebut dimasak dan dinikmati beramai-ramai pada malam hari oleh para peronda. Biasanya, masakan ini dihidangkan dengan daging kerbau, sapi, kambing, atau ayam. Keseluruhan proses itu disebut dengan gonjlengan.
Hal serupa diutarakan Hj. Wiwi, pemilik warung makan nasi gonjleng yang berlokasi di Kota Cilegon. Berdasarkan keterangannya, khusus untuk nasi gonjleng ayam, dahulu masyarakat Kota Cilegon banyak yang memelihara ayam. Ketika para peronda memasak nasi gonjleng, terasa ada yang kurang tanpa lauk pauk. Para peronda yang jahil kemudian mencuriayam warga. Ketika hidangan siap disantap, pemilik ayam akan dibangunkan untuk ikut makan.[2] Besoknya yang punya ayam mencari-cari ayamnya yang hilang bertanya kesana kemari. Untuk merespon pertanyaan pemilik ayam, para peronda akan berlagak seolah tidak berdosa, malahan peronda akan bertanya balik kepada pemilik ayam. "Lah yang kamu makan kemarin memangnya ayam siapa?" tanya peronda sambil berkelakar.[2]