Kitab Yehezkiel (disingkat Yehezkiel; akronim Yeh.; bahasa Ibrani: סֵפֶר יְחֶזְקֵאל, translit. Sefer Yekhezqel) merupakan salah satu kitab pada Perjanjian LamaAlkitab Kristen dan Tanakh (atau Alkitab Ibrani). Dalam Perjanjian Lama, Kitab Yehezkiel merupakan bagian dalam kelompok kitab-kitab kenabian dan khususnya dalam kelompok nabi-nabi besar. Sementara dalam Alkitab Ibrani, kitab ini merupakan bagian dari kelompok Nevi'im, dan lebih tepatnya dalam kelompok nabi-nabi akhir.
Nama
Nama kitab ini merujuk pada tokoh utama kitab ini, yaitu Yehezkiel bin Busi yang merupakan imam dan nabi, terutama pada zaman pembuangan ke Babel, yaitu pada abad ke-6 SM. Nama "Yehezkiel" sendiri merupakan serapan dari bahasa Ibrani: יְחֶזְקֵאל (Yekhezqel) dengan pengaruh pengejaan dari padanan dalam bahasa Yunani Ἰεζεκιήλ (Iezekiḗl), yang diperkirakan merupakan gabungan dari kata יֶחֱזַק (yekhezak, akan menjadi kuat) atau יְחַזֵּק (yechazek, har. akan menguatkan) atau יְחֻזַּק (yekhuzak, har. akan dikuatkan) dan juga kata אֵל (el, har. "Allah/Tuhan"),[1][2] sehingga nama ini kurang lebih berarti "Allah sumber kekuatan", "Allah yang menguatkan", atau "yang dikuatkan Allah".[3]
'
'== Isi ==
Kitab Yehezkiel umumnya berisi nubuat-nubuat yang disampaikan oleh nabi besar Yehezkiel ketika berada dalam pembuangan di Babel setelah jatuhnya Yerusalem pada tahun586 SM, yaitu dari bulan Juli 593 SM – April 571 SM.[4]. Pesannya ditujukan kepada orang-orang yang dibuang di Babel dan mereka yang tinggal di Yerusalem. Kitab Yehezkiel menggambarkan pembaruan-pembaruan dari nubuat-nubuat atas Israel.[5]
Kisah hidup Yehezkiel juga diceritakan dalam kitab ini. Sebelum menjadi nabi, ia adalah seorang imam yang melayani di Bait Allah (Yehezkiel 1:3). Ia muncul setelah masa Nabi Yeremia yang menubuatkan hukuman atas Yehuda sebagai penegakkan keadilan Allah kepada umat. Yehezkiel dibawa dalam ke pembuangan pada masa pembuangan pertama Yehuda pada tahun 597 SM dan selama di dalam pembuangan ia mulai bernubuat tentang penekanan kembali perjanjian antara Allah dan umat Israel.
Di dalam kitab ini, Yehezkiel sering kali dipanggil Allah dengan sebutan "anak manusia". Sebutan atau gelar ini mungkin menitikberatkan pada kerendahan Yehezkiel sebagai seorang manusia biasa.[6] Menurut John Bright, pada waktu Yehezkiel masih muda ia sudah mendengar "keluh kesah" dari nabi Yeremia di Yerusalem.[7]
Yehezkiel digambarkan sebagai orang yang teguh imannya dan hebat daya khayalnya. Sebagian besar dari pesannya didapatnya melalui penglihatan-penglihatan, dan dinyatakannya dengan perbuatan yang merupakan lambang yang jelas bagi bangsa Israel. Yehezkiel menekankan perlunya pembaharuan hati dan jiwa, serta tanggung jawab setiap orang atas dosa-dosanya sendiri. Ia juga menyatakan harapannya akan pembaharuan hidup bagi bangsa Israel. Sebagai imam dan juga selaku nabi, Yehezkiel memberi perhatian khusus kepada Bait Allah dan pentingnya hidup menurut kehendak Tuhan.
Garis besar
Peringatan kepada umat Israel bahwa Allah akan menghakimi mereka dan bahwa Yerusalem akan jatuh dan hancur.
Pesan dari Tuhan bahwa Ia akan menghakimi bangsa-bangsa yang menindas dan menyesatkan umat-Nya.
Penghiburan bagi Israel setelah jatuhnya Yerusalem, dan janji tentang masa depan yang cerah.
Gambaran Yehezkiel tentang Bait Allah dan bangsa yang diperbaharui.
Tema teologis
Secara garis besar kitab Yehezkiel mengandung tema, kesucian, keagungan Tuhan dan pertobatan umat.[8] Yehezkiel melihat bahwa, mula-mula Allah mengasihi, memilih dan merawat umat yang menjadi istri-Nya. Tetapi umat hanya melacurkan diri saja dalam Yehezkiel 16.[8] Keberdosaan umat menurut Yehezkiel telah sampai pada titik tertinggi yaitu keberdosaan dalam ibadah dll.[8] Dia melihat keberdosaan umat ini berlawanan dengan kekudusan Allah. Allah adalah Allah yang melampaui segala sesuatunya.[8] Allah tidak terikat ataupun terkurung oleh apapun.[8] Maka Allah tidak hanya hadir alam bait suci-Nya di Yerusalem, tetapi juga hadir pada kaum buangan di Babel.[8] Yehezkiel melihat kemulian Allah, ialah kemulian Allah yang menyatakan diri berkuasa, meninggalkan bait Allah yang telah dicemarkan dan hadir di Babel (Yehezkiel 10:1–20; 11:22–25).[8]
Tetapi engkau mengandalkan kecantikanmu dan engkau seumpama bersundal dalam menganggarkan ketermasyhuranmu dan engkau menghamburkan persundalanmu kepada setiap orang yang lewat. Engkau mengambil dari pakaian-pakaianmu untuk membuat bukit-bukit pengorbananmu berwarna-warni dan engkau bersundal di situ; seperti itu belum pernah terjadi dan tidak akan ada lagi....
Menurut tradisi Yahudi, kitab ini ditulis oleh Yehezkiel sendiri dalam bentuk layaknya autobiografi. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan sudut pandang orang pertama dalam kitab ini. Selain itu, banyaknya cerita tentang apa yang Nabi Yehezkiel lakukan dan kerjakan, yang dituliskan secara tegas dan terperinci, juga menjadi bukti atas sifat autobiografi kitab ini. Sering kali, kitab ini dengan tegas menyatakan kapan dan di mana nubuatan tersebut disampaikan dengan tanggal dan nama tempat yang jelas, seolah-olah Nabi Yehezkiel membuat semacam "catatan harian" (Yehezkiel 1:1; 3:16; 8:1; 20:1; 26:1; 29:1; 29:17; 30:20; 31:1; 32:1,17; 33:21; 40:1). Tidak seperti Kitab Yeremia, kitab ini disusun secara teratur.[10]
Kitab Yehezkiel diperkirakan ditulis pada zaman pembuangan sekitar tahun 593-571 SM.[5] Buktinya, bahasa Ibrani yang digunakan dalam kitab ini banyak dipengaruhi dari bahasa Akkadia, yang tampak dalam ciri kenabian lama yaitu kekuatan mimpi, ekstase dan penglihatan-penglihatan gaib.[11] Kitab ini juga beberapa kali menyinggung peristiwa yang terjadi pada masa itu, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak mungkin seseorang yang tinggal di luar Babilonia (Babel) dapat menulis hal-hal seperti itu.[12] Pandangan ini lebih mendekati karena memang benar Yehezkiel ikut dalam pembuangan pada saat Yeremia menyampaikan nubuatnya. Panggilan kenabiannya terjadi di Sungai Kebar, daerah Tel Abib (Yehezkiel 1:1), yaitu sungai yang menghubungkan Babilonia dan Uruk dan juga melalui Nibru.[13][14][15]
Kitab Yehezkiel tersusun secara baik dan teratur. Kitab Yehezkiel sangat berbeda dengan kitab-kitab kenabian yang lain, seperti Kitab Yeremia ataupun Kitab Yesaya. Kitab Yehezkiel terdiri dari 48 pasal dan terletak di antara Kitab Yeremia dan dua belas nabi kecil di dalam Alkitab Ibrani, sedangkan dalam Alkitab Septuaginta, kitab ini terletak di antara Surat Nabi Yeremia dan Kitab Daniel. Bentuk yang lebih pendek dari teks ini dapat ditemukan dalam Septuaginta, dan secara umum kitab Yehezkiel termasuk dalam kitab nabi-nabi besar. Dalam Kitab Suci Katolik modern, kitab ini berada setelah Kitab Barukh. Sementara dalam Alkitab Protestan saat ini, Kitab Yehezkiel berada sesudah Kitab Ratapan.[4][10]
Kesejarahan
Politik
Kematian raja Yosia dan pemecatan raja Yoahas oleh Mesir membawa keguncangan bagi kerajaan Yehuda. Raja Yoyakim yang pro Mesir tidak disukai oleh rakyat. Apalagi pemerintahnnya dinilai tirani. Pertentangan antara Babel dan Mesir dalam memperebutkan Siria dan Filistin berakhir dengan kemenangan Babel pada tahun 605 SM.
Kemenangan ini menentukan kekuasaan Babel atas kedua daerah tersebut. Hal ini berdampak pada Yehuda yang kemudian takluk pada tiga tahun kemudian. Akan tetapi sekitar tahun 600 SM Yoyakim memberontak terhadap Babel. Hal-hal yang mendorong Yoyakim memberontak adalah kegagalan invasi ke Mesir. Yoyakim berpandangan bahwa, kegagalan Babel itu memberikan harapan untuk mendapat bantuan dari Mesir. Permintaan bantuan ini diperkuat dengan sebuah surat yang ditemukan di Saqqarah, Mesir.
Surat itu ditulis dalam bahasa Aram ditujukan kepada Firaun dengan maksud memohon bantuan untuk melawan tentara Kasdim. Untuk menghadapi pemberontakan Yoyakim tersebut, Nebudkanezar mengirimkan tentara yang terdiri dari orang Kasdim, Moab, Amon dan Edom ke medan pertempuran (2 Raja–raja 24:2). Pada tahun 598 SM tentara tersebut mengepung Yehuda. Kemungkinan pada pengepungan ini Yoyakim mati terbunuh. Setelah Yoyakim meninggal, ia diganti oleh Yoyakhin anaknya pada tahun 597 SM dan Yoyakhin kemudian takluk kepada Nebukadnezar (2 Raja–raja 24:12; 2 Tawarikh 36:10). Pada tahun itu juga Yoyakin dan kalangan atas Yehuda dibuang ke Babel, juga tua-tua, keluarga kerajaan, para imam dan arsitek. Termasuk juga Yehezkiel.[16]
Yehuda tidak berdiri sendiri namun, masuk dalam provinsi yang lain dalam lingkungan Babel dan dipimpin oleh seorang gubernur yaitu Gedalya. Tidak berapa lama memerintah, Gedalya dibunuh oleh Ismael, yang kemudian melarikan diri ke Mesir karena tidak ada simpati dari rakyat Yehuda.[11]
Selain bukti di atas terdapat juga beberapa bukti lain yang terdapat dalam Alkitab dan juga dalam inskripsi Mesopotamia. Baik Asyur mapun Babel menempatkan para buangan di tempat-tempat yang dihancurkan dengan maksud untuk membagun kembali tempat-tempat seperti itu. Selain itu juga para buangan ditempatkan pada wilayah-wilayah yang dikembangkan menjadi daerah pertanian. Selain itu juga ditempatkan pad pusat-pusat administrasi. Perlu kita catat bahwa kita tidak memperoleh informasi yang jelas tentang kehidupan yang pahit para buangan. Tidak ada informasi adanya penindasan selama tahun 587-536 SM. Bahkan ada keterangan bahwa mereka menikmati kebebasan untuk mengatur masyarakat mereka (Yehezkiel 33:30-33). Pemimpin orang Yehuda dipembuangan adalah keturunan Daud yang dibantu oleh tua-tua (Yehezkiel 8:1; 14:1; 20:1).[16]
Agama
Hal yang menarik ialah walaupun merka yang ada di pembuangan berintegrasi dalam kehidupan sosial dan ekonomi secara umum, namun mereka tetap memilihara keunikan etnik dan kebangsaan mereka. Identitas keagamaan mereka tetap dipertahankan. Karena itu misalnya upacara-upacara hari Sabat dan sunat masih mereka berlakukan (Yehezkiel 44:6 bandingkan Yesaya 56:4; 58:13). Bagi para nabi kemenangan babel atas Yehuda tidak bearti kemenangan dewa Bael, bahkan para nabi mnyatakan bahwa Allah adalah satu-satunya yang menguasai bangsa-bangsa. Keyakinan para nabi ini bertentangan dengan sebagian umat Yehuda yang beranggapan dengan jatuhnya Yerusalem dan hancurnya bait Allah maka Allah telah dikalahkan. Itulah sebabmya banyak orang buangan yang meminta pertolongan pada dewa-dewa Babel sekaligus melakukan ibadah kepada dewa-dewa tersebut. Inilah yang dikecam Yehezkiel. Nabi berpendapat bahwa, masih ada pengharapan dan penebusan yang akan terjadi. Selain itu juga pengaruh keagamaan Babel dapat kita lihat dalam berkembangnya pemahaman tentang setan dan juga perkembangan astrologi yang turut memengaruhi agama Israel.
Sosial dan ekonomi
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas kita dapat mengetahui bahwa, dalam pembuangan memang umat diberikan sedikit kebebasan dalam kehidupannya. Dari beberapa penjelasan dalam catatan nabi-nabi kita melihat bahwa pemimpin umat dalam pembuangan adalah orang yang dari garis keuturunan Daud yang dibantu oleh tua-tua. Mereka juga bebas untuk memiliki harta (Yeremia 29:5). Menurut keterangan Ezra 1:6; 2:68, mereka yang berada di dalam pembuangan sempat mengirim sumbangan-sumbangan dalam jumlah yang besar ke Yerusalem. Di antara mereka ada juga yang bergabung ke dalam unit-unit militer sesuai dengan kebiasaan Asyur dan Babel.[16]
^ ab(Indonesia) C. Groenen. Pengantar Ke Dalam Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius. 1992. Hal.269, 273
^ abc(Indonesia) Darmawijaya. Warta Nabi Masa Pembuangan dan Sesudahnya. Yogyakarta: Kanisus. 1990. Hal.23-24, 28-29
^(Indonesia) R. Wahyosudibyo. Kitab Nabi-Nabi I. Flores: Nusa Indah. 1966. Hal.395
^(Inggris) George Fohrer. History Of Israelite Religion. London: SPCK. 1981. Hal.316-317
^
Berdasarkan pandangan lain yang kurang populer menurut C.C. Torey, kitab ini ditulis pada abad ke-3 SM, kitab ini tidak merefleksikan kondisi aktual saat itu, melainkan berisi kekejian pada zaman pemerintahan Manasye dan tindakan anti-Samaria, yakni penolakan atas Bait Suci di Gerizim (Yehezkiel 40-48).
^(Inggris) Dillard, Raymond B, dan Tremper Longman III. An Introduction to the Old Testament. Michigan: Zondervan Publishing House. 1993. Hal.316
^ abc(Indonesia) Barnabas Ludji. Perkembangan Sosial Ekonomi Israel Kuno dan Zaman Leluhur Israel. Jakarta: STT Jakarta. Hal.44-45, 49