Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Kitab Nahum

Kitab Nahum sebagai salah satu kitab dalam Alkitab

Kitab Nahum (disingkat Nahum; akronim Nah.) merupakan salah satu kitab yang termasuk dalam kelompok kitab-kitab kenabian dan khususnya dalam kelompok nabi-nabi kecil pada Perjanjian Lama di dalam Alkitab Kristen.[1][2] Dalam Tanakh atau Alkitab Ibrani, kitab ini menjadi bagian dari kitab kolektif yang bernama "Dua Belas Nabi", yang termasuk dalam kelompok Nevi'im, atau yang lebih tepatnya dalam kelompok nabi-nabi akhir.

Sejumlah ahli menganggap kitab ini pertama-tama disusun sebagai liturgi tahun baru untuk perayaan musim gugur pada tahun 612 SM, sesaat setelah jatuhnya Niniwe.[3] Kitab ini juga dapat diumpamakan sebagai nyanyian lagu pembebasan.[4]

Nama

Nabi Nahum, dilukis oleh James Tissot (1888)

Nama kitab ini merujuk pada tokoh utama kitab ini, yaitu Nahum, seorang nabi kecil dari Elkosh yang diperkirakan menjadi nabi pada saat Yehuda berada di bawah jajahan Kekaisaran Asyur. Nama "Nahum" sendiri merupakan serapan dari bahasa Ibrani: נַחוּם‎ (Nakhum), yang diperkirakan berasal dari kata נַחֵם (nakhem, har. "menghibur, melipur") atau kata נִחָם (nikham, har. "menyesali, merasa bersalah").[5]

Isi

Kitab ini terdiri dari tiga pasal dan 47 ayat.[6]

Secara sederhana, kitab ini dapat dibagi ke dalam tiga bagian tema besar yakni:[5][7]

Versi lain menggambarkan struktur kitab ini sebagai berikut:[8]

  • Nahum 1:2–14 Pemberitahuan umum akan penghukuman Niniwe. Nubuat yang tegas dari Allah melalui Nahum untuk melawan dan menghukum Niniwe memastikan kedaulatan Allah. Niniwe akan mengalami keganasan murka Allah sehingga penindasan terhadap kota itu akan dirasakan dengan segera.
  • Nahum 2:1–14 Gambaran penghakiman Allah atas Niniwe. Penghakiman Allah ini digambarkan dengan realitas luka dan darah yang jauh lebih buruk dari rasa sakit, panik, atau malapetaka yang disebabkan oleh gerombolan perampok bersenjata. Murka atau amarah digambarkan dengan hebat.
  • Nahum 3:1–19 Kepastian penghakiman atau penghukuman Niniwe. Dengan sebuah pertanyaan retoris (bandingkan Nahum 3:7), Nahum menegaskan akan kepastian datangnya penghukuman Allah. Kepastian akan penghukuman Allah ini disebabkan oleh dosa mereka dan sebuah seruan kejatuhan dan kelemahan Niniwe.

Secara rinci, bagian-bagian dalam kitab Nahum dapat dilihat dalam skema sebagai berikut:[6]

Naskah sumber

Kepengarangan

Kitab ini diperkirakan ditulis oleh Nahum sendiri. Nahum adalah nabi abad pada ke-7, kira-kira 675-597 SM.[3] Tidak banyak latar belakang pribadi Nahum yang dapat diketahui, termasuk kampung halamannya.[3] Nama Nahum muncul hanya satu kali dalam Perjanjian Lama (dalam judul pembuka kitab ini) dan sekali dalam Perjanjian Baru (Lukas 3:25).[6] Kota Elkosh yang disebut di awal kitab ini juga tidak dapat dipastikan identitas letaknya. Atas dasar inilah, sulit untuk menarik kesimpulan mengenai Nabi Nahum, termasuk asal-usulnya.[3][5]

Perikop

Judul perikop dalam Kitab Mikha menurut Alkitab Terjemahan Baru oleh LAI adalah sebagai berikut.

Allah dan Yehuda
  • Judul (1:1)
  • Murka TUHAN (1:2–8)
  • Firman TUHAN kepada Yehuda dan Niniwe (1:9 – 2:2)
Kehancuran Niniwe
  • Musuh merusakkan Niniwe (2:3–13)
  • Hukuman atas Niniwe (3:1–19)

Latar belakang

Peta Niniwe.
Nahum dan kehancuran Niniwe.

Kitab Nahum ditulis untuk memperingati jatuhnya kota Niniwe, ibu kota bangsa Asiria (2 Raja–raja 19:36; Yunus 1:2; Yunus 3:1).[5][10] Nabi Nahum bernubuat terhadap Asyur antara tahun 663, ketika tentara Asyurbanipal mengalahkan tentara Mesir dan menjatuhkan ibu kotanya serta tahun 612, ketika Niniwe direbut orang Babel.[7] Ada kemungkinan Nahum berkarya di tengah-tengah bangsa Israel, ketika Asyur masih di puncak kekuasaan. Asyur memerintah dengan keras dan kejam melalui serangkaian tindakan dan peraturan yang ketat.[7] Hal ini nyata dengan tindakan Asyur yang memindahkan penduduk-penduduk jajahan mereka dari negeri asal mereka ke negeri yang jauh (kebanyakan diantaranya mati di tengah jalan), memusnahkan bangsa-bangsa yang berani memberontak, menuntut pajak yang berat, dan tidak berkompromi terhadap pembatalan perjanjian [3][4] Ini terlihat jelas dalam penggambaran kerajaan Asyur yang negatif di kitab ini: digambarkan bersikap seperti seekor singa betina yang menerkam rezeki rakyat sebagai mangsa untuk anak-anaknya (2:12); pedagangnya seperti belalang pelompat banyaknya (3:16) yang memakan habis keperluan orang yang dijajah; para penjaganya seperti belalang pindahan dan para pegawainya seperti kawanan belalang yang hinggap pada tembok-tembok pada waktu dingin (3:17) yang menindas rakyat; Niniwe merupakan kota penumpah darah yang selalu merampas dan tiada henti menerkam (3:1); Niniwe seperti perempuan sundal yang cantik parasnya dan ahli dalam sihir (3:4).[7] Dalam kondisi yang demikian, Nahum tampil, bernubuat, dan memberitahukan tentang Allah serta mengajar orang-orang Yehuda untuk menanti-nantikan Tuhan, sekalipun masyarakat berada di dalam situasi yang suram.[7]

Muatan teologis

Ada beberapa pokok ajaran teologis singkat yang dapat kita temui dalam kitab Nahum yakni sebagai berikut:

  1. Syair pertama dari kitab ini menggambarkan Allah sebagai hakim untuk seisi dunia sekaligus yang pencemburu, pembalas, dan pendendam bagi mereka yang bersalah.[5] Allah yang maha adil sangat menentang tindakan ketidakadilan dan ketidakberkemanusiaan.[5] Dengan menjalani suatu kehidupan yang beriman, yang ditentukan oleh Allah, maka orang dapat lepas dari kemarahan Allah.[5]
  2. Suatu konsep tabur-tuai yang mana barangsiapa hidup dengan ketidakadilan, ia mati dalam ketidakadilan; barangsiapa hidup dalam kejahatan, akan dirangkul oleh kejahatannya sendiri; barangsiapa hidup dalam perang akan jatuh oleh perang; barangsiapa hidup dengan pedang akan mati dengan pedang.[5] Dengan ini, kitab Nahum berusahakan menekankan akan adanya kesamaan hak dan keadilan bagi semua manusia.[5]
  3. Hubungan antara Allah dengan kehidupan manusia nyata digambarkan dengan jelas melalui penggambaran hubungan antara Allah dengan bangsa Israel dan Yehuda.[5] Gambaran Allah mengasihi umat-Nya menunjukkan bahwa terjadi patokan-patokan etis serta sikap moral sebagai bentuk nyata dari hubungan tersebut.[5]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ (Indonesia) H. Boschma. 1986. Ringkasan Pengajaran Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 9.
  2. ^ (Indonesia) David L. Baker. 1986. Mari Mengenal Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 21
  3. ^ a b c d e (Indonesia) W.S. Lasor, D.A. Hubbard, F.W. Bush. 2007. Pengantar Perjanjian Lama 2: Sastra dan Nubuat. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 363, 364, 368, 191.
  4. ^ a b (Indonesia) Dianne Bergant, Robert J. Karris (ed). 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 686.
  5. ^ a b c d e f g h i j k (Indonesia) Dr. J. Veitch. 1977. Tafsiran Nahum. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 9.
  6. ^ a b c (Inggris) Ralph. L. Smith. 1984. World Biblical Commentary: Micah-Maleachi. Texas: Word Books Publisher. Hlm. 63, 65, 68-69
  7. ^ a b c d e (Indonesia) Dr. C. Barth. 1989. Theologia Perjanjian Lama 4. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 65, 66.
  8. ^ (Inggris) O. Palmer Robertson. 1990. The New International Commentary on the Old Testament: The Books of Nahum, Habakuk, and Zephaniah. Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company. Hlm. 57, 80, 99
  9. ^ "Transkrip Naskah Laut Mati". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-06-30. Diakses tanggal 2013-05-13. 
  10. ^ (Indonesia) H.H. Rowley. 1991. Atlas Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 37
Kembali kehalaman sebelumnya