Air France adalah maskapai nasional terbesar di Prancis. Sejak awal pendiriannya pada tahun 1933, maskapai ini telah berkembang sebagai maskapai terbesar dunia yang didukung oleh pengembangan ekonomi Prancis yang menghubungkan daerah jajahan di Afrika, Karibia & Kepulauan Polinesia di Pasifik. Penggabungan dengan KLM Royal Dutch Airlines pada tahun 2004 membuat kehadirannya di Eropa dan dunia menjadi lebih komprehensif. Seperti kebanyakan perusahaan lain, meskipun terkena pukulan resesi ekonomi, memaksa manajemenuntuk melakukan evaluasi ulang usai menghadapi resesi yang melanda Air France. Perusahaan telah meluncurkan Program "Trasformasi 2015" yang nantinya bisa meningkatkan keuntungan yang penuh dan pemenuhan kebutuhan penumpang dalam penerbangan.
Per tahun 2013, Air France melayani 36 destinasi di Prancis dan mengoperasikan layanan penumpang dan kargo terjadwal di seluruh dunia ke 175 destinasi di 78 negara (93 termasuk departemen dan wilayah luar Prancis) dan juga mengangkut 46.803.000 penumpang pada tahun 2019. Hub global maskapai ini berada di Bandara Charles de Gaulle dengan Bandara Orly sebagai hub domestik utama. Kantor pusat perusahaan Air France, sebelumnya di Montparnasse, Paris, terletak di Bandara Charles de Gaulle, utara Paris.[1]
Sejarah
Dekade 1910-1930an: Awal Pendirian & Merger
Meskipun Air France terbentuk pada tahun 1933, akar sejarah maskapai bisa ditelusuri seusai Perang Dunia 1, ketika Pierre-Georges Latécoère mendirikan maskapai penerbangan berpenumpang pertama di Prancis, Societe des Lignes Latécoère, pada tahun 1919. Pada dekade berikutnya, banyak maskapai yang berdiri seperti Air Orient, Compagnie Générale Aéropostale dan Société Générale de Transport Aérien (SGTA) telah memasuki pasar dengan tingkatan keberhasilan yang berbeda. Pada tahun 1930, terjadi resesi global yang memaksa Pemerintah Prancis untuk melakukan penyelamatan pada maskapai mereka, baik secara finansial dan manajerial untuk memastikan keberlangsungan operasional mereka ditengah krisis yang menghadang. Sementara itu Pemerintah bersama beberapa ahli keuangan merencanakan penggabungan yang nantinya bisa mengurangi risiko kebangkrutan dan kemiskinan yang sudah tinggi di negeri itu, usai menghadapi krisis tersebut, pemerintah melangsungkan penggabungan tersebut dengan berbagai penyesuaian dan pembaharuan dan akhirnya, maskapai ini resmi berdiri dengan nama "Air France", penggabungan ini dilakukan oleh pemerintah Prancis dan beberapa maskapai yang terkena merger dengan rentang waktu selama 5 tahun dan melibatkan lebih dari 250 Armada Pesawat dengan 30 jenis yang berbeda dan dikurangi menjadi 100 pesawat dengan 3 jenis pesawat.
Dekade 1940-1960an: Perang Dunia 2 & Pembangunan Kembali
Awal Dekade 1940an, maskapai menghadapi peperangan yang lebih besar, yaitu Perang Dunia 2 dan perang ini juga merambah ke Prancis, hal ini menyebabkan keterancaman operasional manajemen maskapai dan belum lagi jatuhnya Prancis di tangan rezim NaziJerman, sebelumnya Pemerintah Prancis sudah mengetahui invasi yang di lakukan oleh Nazi tersebut dan pemerintah bersama pejabat dan warga Prancis melakukan evakuasi secara massal untuk mendirikan pemerintahan pengasingan di London, Inggris dan hal itu juga dilakukan oleh Air France sendiri untuk mengamankan operasional mereka dengan mendirikan kantor pusat darurat di Casablanca, Maroko sekaligus sebagai kantor perwakilan maskapai dan negara dalam mengemban tugas pembelaan negara selama Perang Dunia 2. Setelah PD 2, tepatnya tanggal 26 Juni 1945, maskapai ini dinasionalisasikan pemerintah melalui Kementerian transportasi dengan peresmian pembukaan rute pertama mereka seusai PD 2, yaitu rute dari Paris menuju New York menggunakan Douglas DC-4 dengan waktu perjalanan selam 19 jam 51 menit termasuk perhentian dan pada waktu yang bersamaan, maskapai juga memperkenalkan pramugari dalam penerbangan tersebut dan di sela-sela keberhasilan maskapai dalam meluncurkan rute internasional mereka, parlemen Prancis pada tanggal 16 Juni 1948 mengesahkan keputusan pemerintah.
Memasuki dekade 1950an, maskapai memfokuskan pelayanan penerbangan jarak jauh, sebagai langkah awal dari program tersebut, maskapai mendatangkan Lockheed Super Constellation untuk memperkuat kehadiran mereka di rute Internasional Air France, tetapi, akibat dari ketidakseimbangan investasi melalui rute regional dan domestik menyebabkan banyak rute Internasional Air France rugi dan maskapai juga memindahkan pangkalan mereka dari Bandar Udara Paris Le Bourget ke Bandara Orly di selatan Paris diikuti dengan meningkatnya kualitas pelayanan maskapai terhadap para penumpang dan maskapai juga memperkenalkan Vicker viscount ke dalam armada mereka. Pemerintah yang kewalahan dengan jumlah rute yang bandara layani oleh maskapai semakin banyak, pemerintah Prancis melakukan regulasi terhadap beberapa maskapi asal Prancis untuk saling berbagi rute di Afrika, Asia & Pasifik dan beberapa maskapai yang terkena regulasi tersebut yaitu, Transports Aériens Intercontinentaux & Union Aéromaritime de Transport dan untuk melayani rute domestik, Perusahaan Kereta Api Prancis (SNCF), Caisses des Depo et Congsinations (Organisasi Keuangan Negara) dan beberapa investor melakukan usaha patungan untuk membentuk maskapai domestik, yaitu Air Inter dan maskapai ini merupakan maskapai pertama yang menggunakan armada jet, hal ini ditandai dengan masuknya armada De havilland Comet 1 pada tahun 1953 dan diikuti dengan masuknya beberapa armada jet seperti Boeing 707 dan Sud Aviation Caravelle untuk rute jarak menengah hingga jauh.
Memasuki Dekade 1960an, Penumpang yang ingin menaiki transportasi udara semakin banyak. Hal ini menyebabkan Air France melakukan regenerasi armada dengan memperkenalkan armada Boeing 727 sebagai pengganti Caravelle dan untuk armada jarak jauh, maskapai ini juga membeli Boeing 747 sebagai pengganti pesawat turboprop dan baling baling yang sudah menua.
Dekade 1970-1990an: Inovasi, Ekspansi & Concorde
Pada bulan Maret 1974, Bandara Internasional Charles de Gaulle yang merupakan pengganti dari bandara Paris Le Bourget menjadi gerbang internasional terbesar Prancis dan secara bertahap, maskapai ini memindahkan operasional maskapai menuju bandara tersebut dan diikuti dengan selesainya pembangunan bandara tersebut pada tahun 1982. Pada tanggal 21 Januari 1976, Air France meresmikan penerbangan angkutan supersonik (SST) yang bernama "Concorde". Pesawat ini merupakan hasil dari kerjasama dari BAC (British Aerospace Corporation)& Aerospatiale yang sudah di jalin sejak tahun 1970an. Pesawat ini dioperasikan oleh Air France dan British Airways, operasional pertamanya di Air france yaitu, menerbangi rute dari Bandar Udara Paris Charles de Gaulle menuju Rio de Janeiro dengan perhentian di Dakar, Senegaldan pesawat ini juga mendukung penerbangan yang dilakukan oleh Boeing 747 dari Paris CDG menuju New York JFK dan setahun kemudian, pesawat ini juga membuka rute menuju Bandar Udara Internasional Washington Dulles. Dengan Concorde, Waktu tempuh antara Paris-New York yang sebelumnya ditempuh dalam waktu 19 Jam 51 menciut menjadi 3 jam dan 23 menit (dengan dua kali kecepatan suara).
Mengakhiri Dekade 1970an, maskapai ini sempat terkena resesi ekonomi yang menimbulkan mahalnya minyak di pasaran dunia, tetapi hal ini tidak membuat Air France kehilangan pengaruh di dunia, malah menjadikan sebagai maskapai yang mampu bertahan di antara beberapa maskapai lainnya dan sepanjang dekade 80an, maskapi ini mengalami pertumbuhan jumlah penumpang yang terus meningkat dan maskapai ini juga memperkenalkan armada terbaru yang bernama Airbus A320 yang berkemudikan Fly by wire pertama didunia.
Memasuki Milenium baru, muncul sebuah kesadaran akan persaingan yang semakin ketat di lingkup trans-atlantik. Hal ini membuat Pemerintah Prancis & Amerika Serikat melakukan perjanjian jangka panjang dalam rangka "Open Skies" yang ditandatangani pada tanggal 19 Oktober 2001 yang membuat maskapai kedua negara lebih leluasa untuk terbang di antara Prancis dan Amerika Serikat sendiri dan langkah ini diikuti oleh anggota negara Uni Eropa yang resmi berlaku pada tahun 2008. Sementara itu, di sisi LCC, terjadi ekspansi yang cepat dan membuat Air France melakukan program terafiliasi terhadap kelima maskapai mereka dengan menggabungkan semua perusahaan di bawah satu nama yaitu, Air France Regional. Sementara itu, di dalam kancah perbangan Internasional, maskapai ini menjalin hubungan kerjasama dengan salah satu maskapai terbesar di Amerika, Delta Airlines yang sudah di rintis sejak bulan Juni 1999, Kemitraan ini menghasilkan hubungan kuat dengan Delta menghasilkan sebuah Poros yang terkenal dengan nama "Atlantic Exellence" dan hubungan ini melebar ke beberapa maskapai dengan dibentuknya aliansi Skyteam pada tanggal 22 Juli 2000, terdiri dari Aeromexico, Delta Airlines & Korean Air. Kini, aliansi tersebut berkembang menjadi 20 anggota yang melayani penerbangan ke 178 Negara dengan jumlah destinasi sebanyak 1064 kota tujuan. Tidak hanya itu saja, untuk memperkuat kehadiran mereka di pasar penerbangan benua Eropa, maskapi ini juga membuat mega kolaborasi dengan maskapai asal Belanda, KLM dan masuknya KLM sebagai partner utama Air France membuat KLM memiliki akses khusus untuk bergabung ke aliansi Skyteam dan kolaborasi ini menghasilkan beberapa langkah yang baru seperti privatisasi maskapai, pengalihan saham yang sebelumnya lebih dominan dimiliki oleh pemerintah berganti lebih dominan di swasta dan secara resmi, pada tanggal 5 Mei 2004. Air France berubah nama perusahaan menjadi "Air France-KLM" dengan pangkalan yang berbasis di dua ibu kota negara yaitu di Paris / Charles de Gaulle dan di Amsterdam / Schiphol dan pada tahun 2007, untuk mengisi celah antara layanan maskapi Full Services dan Low cost, maskapi ini berafiliasi bersama dengan KLM untuk membentuk anak perusahaan yang bernama Transavia yang terbang perdana pada tanggal 12 Mei 2007 yang berpangkalan di bandara Orly,Paris.
Ekspansi maskapai ini berlanjut pada tahun 2008 ketika Air France membeli saham sebanyak 50% pada maskapai kargo, Martin Air asal Belanda dan maskapai juga melakukan akuisi saham sebanyak 25% pada maskapai nasional Italia, Alitalia seharga € 323 Juta, tidak menutup kemungkinan pada bulan Januari 2013, maskapi ini menurut media massa sedang berdiskusi dengan KLM dalam rencana pengakuisian saham yang lebih besar pada Alitalia.
MeNjelang akhir dekade 2000an, maskapi ini mengalami berbagai dampak negatif seperti Kecelakaan Air France penerbangan 447 yang menewaskan 228 penumpang yang terbang dari Rio De Janeiro, belum pulih dari peristiwa itu, maskapi ini terkena dampak letusan gunung Eyjafjallajökull di Islandia dan menyebabkan maskapai ini mengalami gangguan dalam penrbangannya dan ditambah lagi membengkaknya dana yang dialokasikan untuk manajemen mendatang, sehingga perubahan data angka harus dilakukan dengan program tranformasi 2015. Pada tahun 2010, maskapai ini juga melakukan sistem kerjasama yang mirip pada hubungan dengan Delta pada tahun sebelumnya dengan menggaet maskapai China Southern dan menghasilkan Code sharing route antara Paris dan Guangzhou. Sebagai efek dari berbagai krisis yang mendera maskapai ini, Air France melaksanakan program transformasi 2015 yang nantinya bisa membalikkan keadaan maskapai yang sebelumnya merugi sebanyak € 353 Juta dengan defisit sebanyak € 8,009 Juta dan hal ini terjadi karena ketidak mendukungnya lingkungan yang membuat Air France menjadi goyah dalam mempertahankan pasar yang ada dan pada tahun 2011, dilaporkan bahwa hutang yang mendera grup adalah € 6,5 Miliar dan pada tahun 2014, ditargetkan hutang ini menurun menjadi € 2 Miliar dengan merancang ulang perencanaan keuangan maskapai yang nantinya bisa lebih efisien dalam penggunaannya, dengan pengalaman yang sudah lebih dari 80 tahun ini, tampaknya bekal yang sudah dipersiapkan oleh Air France telah cukup untuk membawa kembali masa kejayaan merek seperti di dekade 1960an lalu.
Kabin
Air France memiliki empat kelas kabin yang terdiri dari:
La Première
La Première, merupakan produk kelas pertama Air France. Kelas ini tersedia pada pesawat Airbus A380-800. Kabin La Première memiliki beberapa keistimewaan, yaitu:
Travel kit yang terdiri dari produk kecantikan dan kulit
Perlengkapan untuk tidur seperti piyama, sandal & tas untuk sepatu.
Kursi yang dapat di rebahkan hingga 2 meter/ 6,5 Kaki (sudah termasuk matras, bantal berbulu sintetis yang cocok untuk penumpang yang mudah alergi dan selimut yang menambah kehangatan selama penerbangan).
Desain yang memberikan kenyamanan secara pribadi dan
Inflight Feature Entertaiment Screen sebesar 10,4 Inch yang memberikan kemudahan dalam bekerja dan bermain dengan colokan listrik dan USB disetiap Suite.
L'Espace Affaires
L'Espace Affaires, merupakan produk kelas bisnis Air France dengan jangkauan jarak menengah hingga jauh. L'Espace Affaires memiliki kelebihan yang terdiri dari:
Kursi yang dapat direntangkan hingga dua meter panjangnya
IFE yang berbasiskan layar sentuh dengan resolusi sebesar 10.4 Inch yang dilengkapi oleh permainan interaktif dan AVOD,
Lampu baca, laci penyimpanan, headphone, telepon pribadi, dan colokan listrik (untuk laptop & Ponsel).
Alizé
Alizé adalah kelas premium ekonomi Air France yang tersedia pada penerbangan ke Karibia dan Samudra Hindia (seperti Antillen Belanda, Guyana Prancis, dan Mauritius). Beberapa hal yang terdapat di kursi Alizé, yaitu:
Ruang sandaran kaki yang lebih lebar hingga 20% dan kursi yang lebar.
Sandaran kaki yang dapat di sesuaikan.
Ruang kosong yang dapat dijadikan sebagai tempat yang dapat diisi.
AVOD interaktif yang beresolusi sebesar 10,4 inch.
Headset yang mampu mengurangi kebisingan suara.
Colokan listrik untuk Laptop dan HP.
Tempo
Tempo merupakan kelas ekonomi Air France yang tersedia hampir disemua armada dan kenyaman dari Tempo tidak jauh dari Alize, tetapi yang membedakan yaitu, ketiadaan Headset yang mengurangi kebisingan dan kelebaran kursi yang tidak selebar di Alize.
Per tahun 2019, Air France terbang ke 36 destinasi domestik dan 175 destinasi internasional di 93 negara (termasuk departemen dan wilayah luar Prancis) di 6 benua. Ini termasuk layanan Air France Cargo dan tujuan yang dilayani oleh franchisee Air Corsica, CityJet, dan Air France HOP. Sebagian besar penerbangan internasional Air France beroperasi dari Bandara Paris-Charles de Gaulle. Air France juga memiliki kehadiran yang kuat di bandara Paris-Orly, Lyon-Saint-Exupéry, Marseilles Provence, Toulouse Blagnac, Nice Côte d'Azur dan Bordeaux-Merignac.
Atas kerjasama dengan afiliasi Belanda, Transavia, Air France akan meluncurkan subsidiari bertarif rendah baru yang dipusatkan di Paris Orly dan memulai operasinya pada Mei 2007 dengan layanan rute wisata di Mediterania dan Afrika Utara. Maskapai ini akan mengoperasikan pesawat Boeing 737-800 "Next Generation". Transavia memegang 40% saham, dengan Air France sisanya
Armada
Armada saat ini
Berikut adalah armada Air France per Desember 2021:[11]
Pada tahun 2000, Air France memiliki armada sebanyak 197 buah yang mewakili 12 jenis yang berbeda dari berbagai perusahaan, hal ini menyebabkan ketidakefisienan penggunaan armada yang mengharuskan Air France untuk melakukan pembelian pesawat yang baru yang nantinya akan menggantikan pesawat yang ada, berikut beberpa usaha dan langkah Air France untuk merombak armada:
Di jajaran armada pesawat jarak pendek, maskapai ini menerima armada A318 pertama mereka ditanggal 9 Oktober 2003 yang menjadikan mereka sebagai operator pertama didunia.
Sementara itu, di jajaran armada jarak menengah hingga jauh, maskapai ini menjadi maskapai pertama Eropa yang memesan armada A380-800 yang dilakukan pada tanggal 24 Juli 2000 dan tentunya untuk meregenerasi armada yang ada, maskapai telah menarik mundur armada lama mereka seperti Airbus A310, Boeing 767 & Concorde dengan pesawat yang lebih baru seperti Airbus A330 & Boeing 777 yang memungkinkan maskapai untuk menyesuaikan kebutuhan dan rute jarak jauh mereka dan pada tanggal 24 Mei 2007, maskapai mengumumkan akan melakukan pemensiunan terhadap armada Boeing 747 yang nantinya akan berakhir paling lambat tahun 2013. Barulah pada tanggal 30 Oktober 2009, maskapai menerima Armada Airbus A380 dan langsung menerbangi rute menuju New York pada tanggal 23 November sebagai rute perkenalan dari A380 itu sendiri.
Pada tahun 2013, maskapai mengumumkan penambahan pesanan pada pesawat Boeing 777-300ER sebanyak 13 armada, hal ini membuat maskapai memiliki armada 777-300er sebanyak 33 buah. Terakhir, maskapai bersama dengan KLM pada tanggal 10 Januari 2012 melakukan pesanan sebanyak 50 armada baru yang terdiri dari 25 Airbus A350-900 dan 25 Boeing 787-9 dengan kontrak sebesar US$ 12,2 Miliar.
Insiden dan kecelakaan
Terdapat beberapa insiden dan kecelakaan yang melibatkan pesawat atau penerbangan Air France. Dua belas kecelakaan berakibat fatal.[20]
Kecelakaan dan insiden besar yang dipilih tertulis di bawah:
Pada malam 12 Juni1950 dan 14 Juni1950, secara bersamaan, dua Air France Douglas DC-4 (registrasi F-BBDE dan F-BBDM) jatuh ke laut lepas Bahrain ketika berusaha mendarat, dengan kematian 86 orang seluruhnya (Kecelakaan pertama menewaskan 40 dari 53 penumpang dan yang kedua 46 dari 52 penumpang. Kedua pesawat mengoperasikan rute Air France Karachi, Pakistan ke Bahrain dari sektor internasional terjadwal Saigon, Vietnam - Paris). Penyelidik kecelakaan menyimpulkan bahwa pilot tidak menstabilkan ketinggian pesawat hingga lampu landasan terlihat selama pendaratan ke Bahrain di kecelakaan pertama, dan pilot tidak melakukan pemeriksaan akurat terhadap ketinggian dan nilai turun pesawat selama prosedur pendaratan di kecelakaan kedua. [2]Diarsipkan 2012-07-23 di Archive.is[3][4]
Tanggal 3 Februari1951, sebuah Douglas DC-4 (registrasi F-BBDO) mengoperasikan penerbangan terjadwal Douala, Kamerun ke Niamey, Niger, pesawat menabrak Pegunungan Kamerun setinggi 13.354 kaki dekat Bouea, Kamerun, barat Douala, pada ketinggian 8.500 kaki (2.600 m). Pesawat hancur, menewaskan kesemua 29 penumpang. Pegunungan ini setengah terlihat dari kokpit ketika kabut menyelimutinya. Sudah sangat terlambat untuk naik ke atas pegunungan ketika pilot melihatnya. Meskipun pilot melakukan aksi pencegahan dengan belok tajam ke kiri, pesawat menabrak dataran tinggi curam dengan sayap kirinya. Penyelidik kecelakaan menyimpulkan bahwa pilot mengikuti prosedur yang tak akurat dan bergantung pada navigasi yang mampu. Para penyelidik terus menyatakan bahwa pilot tidak mengecek draf. Lebih lagi, mereka mengatakan kesalahan keputusan pilot dan terlalu percaya diri ketika terbang di atas jaringan pegunungan sebagai faktor pendukung tambahan.[5]
Tanggal 3 Maret1952, sebuah SNCASE SE-161 Languedoc (registrasi F-BCUM) yang mengoperasikan penerbangan penumpang domestik terjadwal dari Bandar Udara Nice Le Var menuju Bandar Udara Paris Le Bourget jatuh setelah lepas landas dengan kematian semua 38 penumpang. Setelah lepas landas dari Bandara Le Var, pesawat mulai berbelok ke kiri. Hal tersebut meningkat hingga pesawat terbalik dan jatuh. Penyelidik kecelakaan menyatakan kerusakan aileron terkunci pesawat ke kiri, sebagai hasil dari kesalahan mekanik terhadap rancangan.[6]Diarsipkan 2011-06-06 di Wayback Machine.
Tanggal 29 April1952, sebuah Douglas C-54A (registrasi F-BELI) mengoperasikan sebuah penerbangan terjadwal Jerman dari Bandar Udara Frankfurt Rhein-Main ke Bandar Udara Berlin Tempelhof diserang oleh dua pesawat tempurMiG 15Soviet ketika melewati salah satu wilayah udara Sekutu di Jerman Timur. Meskipun serangan ini telah merusak pesawat, mematikan mesin nomor tiga dan empat, pilot pesawat berusaha melakukan pendaratan darurat di Bandar Udara Tempelhof Berlin Barat. Inspeksi terhadap kerusakan pesawat di Tempelhof menemukan bahwa pesawat telah ditembak 89 kali dari MiG Soviet selama serangan udara. Tidak ada korban jiwa dari 17 penumpang (enam awak pesawat, sebelas penumpang) pada serangan itu. Pihak militer Soviet yang menyatakan serangan terhadap pesawat sipil tanpa senjata ini mengklaim pesawat Air France di luar wilayah udara ketika serangan.[7]
Tanggal 1 September1953, sebuah Lockheed L-749A Constellation (registrasi F-BAZZ) mengoperasikan bagian Paris-Nice dari penerbangan penumpang terjadwal internasional ke Hong Kong jatuh ke Gunung Cemet, Prancis, dengan kematian semua 42 penumpang di dalamnya. Kecelakaan terjadi ketika pilot bersiap-siap mendarat di bandara Côte d'Azur Nice, perhentian terjadwal pertama pesawat. Penyelidikan kecelakaan menyalahkan "penerbangan terkontrol ke daratan (CFIT)" sebagai penyebab.[8]
Tanggal 8 April1957, sebuah Douglas C-47B (registrasi F-BEIK) mengoperasikan penerbangan penumpang Aljazair internal terjadwal dari Biskra kehilangan ketinggian setelah lepas landas dan jatuh satu mil dari landasan bandara dengan kematian 34 jiwa.[9]
Tanggal 10 Mei1961 sebuah Lockheed L-1649A Starliner (registrasi F-BHBM) mengoperasikan bagian Fort Lamy (sekarang N'Djamena), Chad, menuju Marseille Marignane dari rute Air France Brazzaville, Kongo - Paris dan AF406 jatuh di gurun Sahara dekat Edjele, Aljazair, dengan kematian 78 jiwa. Pesawat terbang pada ketinggian 20.000 kaki (6.100 m) ketika ekor pesawat rusak. Hal itu terjadi ketika penerbangan dan jatuh di gurun Sahara. Penyelidik kecelakaan percaya bahwa ekor pesawat terpisah dari keseluruhan badan pesawat sebagai hasil dari ledakan alat peledaknitroselulosa.[12]Diarsipkan 2011-08-06 di Wayback Machine.
Tanggal 12 September1961, sebuah Sud Aviation SE-210 Caravelle III (registrasi F-BJTB) mengoperasikan rute Paris Orly-Rabat-Casablanca dengan penerbangan AF2005 jatuh dekat Bandar Udara Sale Rabat dengan kematian 77 penumpang di dalamnya. Pada waktu kecelakaan, suasana di sekitar wilayah tidak ramah karena kabut tebal dan rendah. Kondisi cuaca yang kurang mengurangi pandangan ke depan dan atas. Pilot pesawat memberitahukan ATC bahwa ia ingin menerobos NDB. Pesawat hancur oleh kebakaran setelah jatuh ketika menghantam tanah, menewaskan semua penumpang. Penyelidik kecelakaan menyatakan kesalahan membaca instrumen pilot adalah sebabnya.[13]
Tanggal 3 Juni1962, sebuah Boeing 707-328 sewaan (registrasi F-BHSM) terbang dari Bandara Orly, Paris, Prancis, ke Bandar Udara Hartsfield-Jackson, Atlanta, AS, jatuh di Orly ketika lepas landas. 130 dari 132 penumpang tewas. Dua awak kabin yang duduk di aft (ekor atau belakang) pesawat selamat. Penyelidikan menemukan servo motor, yang membawa pada elevator trim yang tak terkendali (dan tak sesuai). Garis rem sepanjang 1.500 kaki (457 m) ditemukan di landasan, menandai bahwa awak kabin mencoba membatalkan lepas landas. Pesawat berbelok ke kanan sekitar tujuh kaki (dua m) dari tanah, menyebabkan sayap kanannya menghantam tanah. Jatuh 50 yard (45 m) dari landasan dan meledak. [14]Diarsipkan 2012-07-16 di Archive.is
Tanggal 22 Juni1962, Air France Penerbangan 117, beroperasi dengan Boeing 707-328 (registrasi F-BHST), jatuh ke hutan di sebuah bukit pada ketinggian 4.000 kaki (1.200 m) selama cuaca buruk, ketika berusaha mendarat di Point-à-Pitre, Guadeloupe, Hindia Barat, menewaskan 113 penumpang di dalamnya. Pesawat melaksanakan pendaratan NDB tanpa ketepatan. Sebuah stasiun VOR yang tak berfungsi dan penerimaan NDB yang kurang karena badai guntur di wilayah itu dinyatakan sebagai sebab kecelakaan. [15]Diarsipkan 2012-07-22 di Archive.is[16]Diarsipkan 2012-10-25 di Wayback Machine.
Tanggal 6 Maret1968, sebuah Boeing 707-328C (registrasi F-BLCJ) mengoperasikan rute Point-à-Pitre, Air France Penerbangan 212 menabrak lembah selatan Pegunungan La Soufrière pada ketinggian 3.937 kaki, 27.5 km SBDBandar Udara Le Raizet dengan kematian 63 penumpang. Ketika ATC membolehkan awak kabin melakukan pendekatan visual menurun dari FL90 dan melewati Saint Claude di ketinggian 4.400 kaki (1.300 m). Penyelidik kecelakaan menyatakan prosedur pendekatan visual pada malam hari ketika menurun dimulai dari titik identifikasi yang salah sebagai penyebab yang mungkin.[17]
Tanggal 11 September1968, sebuah Sud Aviation SE-210 Caravelle III (registrasi F-BOHB) mengoperasikan rute domestik Ajaccio, Corsica - Nice, AF1611 jatuh ke laut dekat Cap d'Antibes lepas pantai Nice dengan kematian seluruh 95 orang di dalamnya. Kecelakaan terjadi ketika awak kabin mencoba pendaratan darurat di Bandar Udara Côte d'Azur, setelah penemuan kebakaran dalam pesawat di kabin belakang 21 menit setelah lepas landas dari Ajaccio. Penyelidik kecelakaan percaya bahwa kebakaran berawal di kamar mandi bagian kanan dan dapur.[18]
Tanggal 12 Juni1975, sebuah Boeing 747-128 (registrasi N28888) mengoperasikan rute Bombay (sekarang Mumbai), India, dan Tel Aviv, Israel, penerbangan AD193 ke Paris Charles de Gaulle hangus terbakar di darat di Bandar Udara Santa Cruz Bombay, setelah lepas landas yang dibatalkan. Roda nomor sebelas pesawat di badan pesawat bawah bagian kanan tidak bergerak ketika awak kabin melakukan belokan 180 derajat di ujung landasan 27 Bandara Santa Cruz. Ketika awak kabin memulai lepas landas, roda nomor dua belas pesawat juga tidak bergerak. Pada waktu itu roda dan rem pesawat menyentuh langsung landasan, dan memulai kebakaran. Ketika hal tersebut diketahui awak, mereka membatalkan lepas landas. Lamanya pematian mesin, juga pengerahan pemadam kebakaran bandara yang lambat, menyebabkan kebakaran terus menyebar, membawa kehancuran total pesawat. Tidak ada kematian dari 394 penumpang (18 awak kabin) dan 376 penumpang).[20]
Tanggal 27 Juni1976, sebuah Airbus A300 (registrasi F-BVGG) mengoperasikan peenrbangan AF139 dari Tel Aviv ke Paris melalui Athena dibajak setelah berangkat ke Athena. Setelah mengisi bahan bakar di Benghazi, Libya para pembajak meminta diterbangkan ke Entebbe, Uganda. Seorang sandera dibebaskan di Benghazi dan di Uganda 155 sandera non Israel atau Yahudi dibebaskan. Awak kabin masih bersama sandera setelah Kapten Bacos memaksa ia bertanggungjawab atas mereka. Setelah beberapa hari bernegosiasi dan diplomasi diplomatis Israel mengirim pasukan ke Entebbe untuk membebaskan mereka dalam suatu misi Operasi Entebbe yang legendaris. Selama serangan kesemua 6 pembajak tewas juga 3 sandera. Pemimpin serangan juga tewas. Seorang sandera tidak terhitung. Ia telah dibawa ke Rumah Sakit Mulago sebelum serangan dan dibunuh atas perintah Idi Amin.
Tanggal 18 Januari1984, sebuah ledakan di kabin kargo Boeing 747 dari Karachi, Pakistan, ke Dhahran, Arab Saudi, setelah meninggalkan Karachi membuat lubang di kabin kargo kanan belakang. Penurunan tekanan kabin menghasilkan penurunan pesawat ke 5.000 kaki (1.500 m). Pesawat kembali ke Karachi tanpa kematian dari 261 penumpang (15 awak dan 246 penumpang).[21]
Tanggal 2 Desember1985, sebuah kabel kontrol untuk mesin satu Boeing 747-228B (registrasi F-GCBC) tiba dari Paris-CDG rusak ketika mendarat di landasan 15 Bandar Udara Internasional Rio de Janeiro-Galeão, Brasil. Sebagai akibatnya, mesin berjalan dengan kecepatan penuh ketika pesawat jet mengerem, menyebabkan kehilangan kendali yang membawa pesawat keluar landasan dan jatuh ke parit, sebelum menabrak perintang beton di apron kargo bandara, salah satu sayapnya hampir menyentuh bangunan dengan bahan-bahan mudah terbakar dan sangat dekat dengan stasiun pengisian bahan bakar untuk kendaraan darat Varig. Kesemua 273 penumpang dan awak dievakuasi tanpa mengalami luka-luka, tetapi pesawat ini langsung dikeluarkan. Pada hari-hari berikutnya, Air France dikritik oleh pers Brasil karena cepat sekali memutihkan nama perusahaan di pesawat untuk menghindari publisitas buruk. Di antara penumpang adalah bekas pelatih tim sepak bola nasional Brasil Telê Santana dan pengarah dan penulis teater Augusto Boal.[22]
Tanggal 26 Juni1988, Penerbangan 296, Airbus A320-111 (registrasi F-GFKC) jatuh dekat bandara Mulhouse Habsheim, di wilayah perbatasan Prancis-Jerman di Alsace. Kecelakaan terjadi selama pertunjukan udara ketika awak kabin melakukan flypast dengan ketinggian dan kecepatan yang rendah. Pesawat melewati bandara di cuaca cerah. Kemudian pesawat menabrak pohon di ujung landasan dan jatuh ke hutan, sebagai akibat terbang rendah, juga terlalu lambat. Tiga penumpang tewas dalam kecelakaan dan 50 lainnya terluka.[22]
Tanggal 24 Desember1994, Penerbangan 8969, sebuah Airbus A300B2-1C dibajak di Bandar Udara Houari Boumedienne di Aljir, Aljazair oleh empat teroris dari Kelompok Bersenjata Islam. Para teroris berencana menabrakkan pesawat F-GBEC ke Menara Eiffel pada Hari Tinju. Setelah usaha yang gagal meninggalkan Marseille setelah pertempuran hebat antara teroris dan Pasukan Khusus Prancis GIGN, GIGN menembak mati keempat teroris dan semua 173 sandera selamat setelah penyerangan ke pesawat di depan terminal, di mana penembak jitu menembak mati dua dari teroris itu. Dua teroris lainnya tewas oleh tembakan di kabin setelah sekitar dua puluh menit. Kerusakan pada pesawat yang hampir berusia lima puluh tahun itu menyebabkan pesawat itu tidak berharga lagi dan dikeluarkan.
Tanggal 5 September1996, sebuah insiden terjadi pada Boeing 747 di udara dekat Ouagadougou, Burkina Faso. Guncangan menyebabkan tiga penumpang luka-luka. Satu orang tewas kemudian, sebagai hasil luka yang berasal dari layar proyektor film dalam pesawat [23][24]Diarsipkan 2009-06-25 di Wayback Machine..
Tanggal 5 Maret1999 sebuah Boeing 747-2B3F (SCD) kargo bekas UTA (registrasi F-GPAN) mengangkut angkutan bayar 66 ton kargo dalam penerbangan AF6734 dari Paris Charles de Gaulle ke Bandar Udara Chennai Meenambakkam, India, melalui Karachi, Paksitan dan Bandar Udara Bangalore Hindustan, India, jatuh ketika mendarat, dan terbakar. ATC Meenambakkam telah mengizinkan pesawat melakukan pendekatan ILS di landasan 07 bandara. Awak membatalkan pendekatan karena masalah teknis. Pesawat berputas untuk melakukan pendekatan kedua. Di ujung pendekatan kedua, hidung pesawat menyentuh landasan ketika mendarat karena roda depannya tidak terbuka atau terkunci. Pesawat meluncur sejauh 7.000 kaki (2.100 m) pada landasan sepanjang 13.050 kaki. Setelah berhenti, awak mencium bau asap di kokpit dan mulai memadamkannya. Kemudian, api menyala di bagian depan pesawat. Seorang awak kabin berusaha keluar dari kokpit melalui tangga tali. Empat awak lainnya diselamatkan oleh pemadam bandara dari belakang, sebelum api melahap seluruh pesawat. Para pemadam gagal memadamkan api, sehingga pesawat terbakar.[27][23]
Tanggal 25 Juli2000, Penerbangan 4590, sebuah Concorde (registrasi F-BTSC) sewaan dari bandara De Gaulle di Paris menuju Bandara JFK di New York jatuh setelah lepas landas di Gonesse, Prancis, menghantam sebuah hotel. Seluruh 109 penumpang tewas, termasuk empat orang di darat. Menurut laporan penyelidikan, penyebab utama adalah hancurnya salah satu roda karet utama pesawat, sebagai akibat dari berjalan dengan kecepatan tinggi dan melindas sebuah bagian yang jatuh dari pesawat sebelumnya selama lepas landas, dan merusak tangki bahan bakar oleh sepotong karet roda yang meledak, yang memicu kebocoran bahan bakar jet dan menyebabkan kehilangan kekuatan dorongan mesin nomor satu dan dua dengan cepat.[24]
Tanggal 12 Mei2007, Andrew Speaker, seorang penumpang yang terinfeksi tuberkulosis menular menumpang Penerbangan 385 dari Bandara Hartsfield-Jackson Atlanta ke Paris CDG, di mana ia melanjutkan ke Penerbangan 1232 ke Athena. Penumpang ini diduga menaiki berbagai penerbangan Olympic Airlines. Speaker kembali ke Amerika Serikat pada 24 Mei2007 dengan Czech Airlines Penerbangan 104 dari Praha ke Montréal dan mengemudi ke New York City menggunakan mobil sewaan. CDC mengeluarkan perungatan karantina bagi seseorang yang bersentuhan dengannya untuk mencegah penyebaran penyakit. [28]
Sebagai tambahan dari kecelakaan di atas, Air France juga pernah menjadi target beberapa pembajakan. Pembajakan ini terjadi dalam urutan waktu berikut:
Tanggal 27 Juni1976 Penerbangan 139 dari Tel Aviv ke Paris melalui Athena dibajak oleh grup Palestina, yang mengarahkannya ke Benghazi, Libya, untuk mengisi bahan bakar. Setelah menghabiskan tujuh jam di Bandara Benghazi, Airbus A300 dan 260 penumpangnya dibawa ke Entebbe, Uganda, di mana mereka diselamatkan oleh tentara Israel minggu berikutnya.