Malaysia Airlines merupakan bagian dari Malaysia Aviation Group, yang juga memiliki dua anak perusahaan: Firefly dan MASwings. Malaysia Airlines juga memiliki divisi kargo: MASkargo.
Malaysia Airlines menelusuri sejarahnya ke Malayan Airways Limited, yang didirikan di Singapura pada tahun 1930-an dan menerbangkan penerbangan komersial pertamanya pada tahun 1947. Kemudian berganti nama menjadi Malaysian Airways setelah Malaysia meraih kemerdekaan pada tahun 1963. Pada tahun 1966, setelah pemisahan Singapura, maskapai ini berganti nama menjadi Malaysia–Singapore Airlines (MSA), sebelum asetnya dipisah pada tahun 1972 yang secara permanen membentuk dua maskapai nasional yang terpisah dan berbeda—Malaysian Airline System (MAS, sejak itu berganti nama menjadi Malaysia Airlines) dan Singapore Airlines (SIA).[1]
Meskipun meraih banyak penghargaan dari industri penerbangan pada tahun 2000-an dan awal 2010-an,[2][1] maskapai ini berjuang untuk memangkas biaya untuk mengatasi munculnya maskapai berbiaya rendah (LCC) di wilayah tersebut sejak awal tahun 2000-an.[3] Pada tahun 2013, maskapai ini memulai rencana pemulihan setelah kerugian besar dari tahun 2011, dan menghapus rute jarak jauh yang tidak menguntungkan seperti Los Angeles, Buenos Aires dan Afrika Selatan.[4] Pada tahun yang sama, Malaysia Airlines juga memulai restrukturisasi internal dan bermaksud menjual unit-unit seperti teknik dan pelatihan pilot.[4] Dari tahun 2014 hingga 2015, maskapai ini dinyatakan bangkrut dan dinasionalisasi kembali oleh pemerintah di bawah entitas baru, yang melibatkan pengalihan semua operasi, termasuk aset dan kewajiban, serta perampingan maskapai.[5][6]
1960–1970-an: Permasalahan, Perkembangan, dan Pemisahan
Setelah Singapura memisahkan diri dari Federasi Malaysia tahun 1965. Hanya dalam kurun waktu 6 Tahun saja, Malaysia-Singapore Airlines yang dibentuk sebelum kedua Negara tersebut benar-benar terpisah, maskapai ini menjadi tempat perdebatan kedua Negara seusai negara kecil tersebut berpisah yang menyebabkan MSA harus dipisah, karena Malaysia menginginkan fokus rute dikembangkan ke arah domestik, sementara Singapura berfokus pada rute Internasional. Akhirnya, pada Tahun 1972 kedua pemerintah yang berkepentingan, secara resmi memisahkan operasi manajemen. Malaysia Airline System, Maskapai Pemerintah Malaysia hanya mendapatkan armada Pesawat Terbang Fokker F27, rute domestik dan internasional yang berasal dari Negara tersebut, MAS mulai beroperasi pada 1 Oktober1972.
Pesawat berbadan lebar pertama MAS adalah DC-10 pada 1976 dan Boeing 747 pertama MAS datang pada 1982. Penggunaan nama Malaysia Airlines dimulai pada tahun 1987.
Ledakan ekonomi di Malaysia selama tahun 1980-an memacu pertumbuhan MAS. Pada akhir dekade tersebut, MAS terbang ke 47 destinasi luar negeri, termasuk delapan destinasi Eropa, tujuh destinasi Oseania, dan destinasi Amerika di Los Angeles dan Honolulu. Pada tahun 1993, MAS mencapai Amerika Selatan ketika maskapai menerima pesawat Boeing 747-400 pertamanya. MAS menjadi maskapai pertama di Asia Tenggara yang terbang ke Amerika Selatan menggunakan Boeing 747 melalui persinggahan di Afrika Selatan. MAS juga terbang ke Kota Meksiko untuk waktu yang singkat dari tahun 1994 hingga 1998, dengan hak kebebasan kelima untuk mengangkut penumpang dari Los Angeles dalam perjalanan dari Kuala Lumpur (dengan persinggahan di Tokyo-Narita).
Di bawah kepemimpinan Idris Jala, MAS meluncurkan BTP (Business Turnaround Plan) pada tahun 2006, yang dikembangkan menggunakan Government-linked Company Transformation Manual sebagai panduan. Di bawah berbagai inisiatif yang diluncurkan bersama dengan BTP, Malaysia Airlines beralih dari kerugian menjadi profitabilitas antara tahun 2006 dan 2007. Ketika BTP berakhir, maskapai ini membukukan laba rekor sebesar RM853 juta (US$265 juta) pada tahun 2007, mengakhiri serangkaian kerugian sejak tahun 2005. Hasil tersebut melampaui target RM300 juta sebesar 184%.[7]
2014
2014 adalah tahun terburuk bagi Malaysia Airlines. Pasalnya 2 pesawat mereka jatuh pada tahun tersebut. Pertama, Malaysia Airlines Penerbagan 370 dengan nomor penerbangan MH370 dengan rute Kuala Lumpur-Beijing. Pada 8 Maret 2014, pukul 08:30 pagi waktu Malaysia, pesawat tersebut dilaporkan hilang tanpa jejak sampai kini. Pesawat tersebut membawa 239 orang dengan 2 kewarganegaraan Iran yang diduga menggunakan paspor curian. Empat bulan setelahnya, Malaysia Airlines Penerbangan 17 ditembak jatuh sistem pertahanan udara Buk milik militan pro-Rusia di Ukraina. Pesawat tersebut jatuh dan menewaskan 298 penumpang pesawat tersebut.
Pada tanggal 29 Agustus, Khazanah merilis sebuah laporan, "Rebuilding a National Icon: The MAS Recovery Plan",[8] yang menguraikan rencana mereka untuk merestrukturisasi MAS dan proses penyelesaian pengambilalihan. Sekitar 6.000 pekerjaan (sekitar 30% dari tenaga kerja MAS) akan dihilangkan dan jaringan rute maskapai akan dipersempit untuk fokus pada rute jarak pendek daripada rute jarak jauh yang tidak menguntungkan.[9] Khazanah berencana untuk menghapus maskapai dari bursa saham Malaysia pada akhir tahun 2014 dan mengembalikannya ke profitabilitas pada akhir tahun 2017, mendaftarkan kembali maskapai tersebut pada tahun 2018 atau 2019.[9] Di sisi bisnis/hukum, Khazanah bermaksud untuk mentransfer operasi, aset, dan kewajiban yang relevan dari Malaysian Airline System Berhad ke perusahaan baru (tidak ada nama yang diberikan dalam dokumen) pada bulan Juli 2015.[8]
2015–sekarang
Pada bulan Januari 2015, maskapai ini dinyatakan "bangkrut secara teknis".[10] Pada bulan Mei 2015, diumumkan bahwa maskapai ini akan dipindahkan ke Malaysia Airlines Berhad (MAB) yang baru didirikan pada tanggal 1 September 2015, dengan penggantian nama maskapai juga dimulai pada hari yang sama. Perusahaan baru ini memiliki tenaga kerja yang lebih sedikit dan jaringan rute yang disesuaikan dengan fokus di Asia, menurut CEO yang baru diangkat, Christoph Mueller. Ia juga mengumumkan bahwa Malaysia Airlines akan menjual Airbus A380-nya.[11] Empat bulan kemudian, MAB kemudian mengumumkan bahwa mereka akan melakukan rebranding yang melibatkan pembaruan pada nama, logo, dan corak pesawatnya.[12]
Pada tanggal 6 April 2020, perusahaan ekuitas swasta Malaysia Golden Skies Ventures dilaporkan mengajukan tawaran sebesar US$2,5 miliar untuk mengambil alih Malaysia Airlines selama pandemi COVID-19.[13] Pandemi juga mengakibatkan maskapai tersebut menghentikan sebagian besar pesawat Boeing 737-nya.[14]
Pada tahun 2023, sebagai hasil dari arus kas positif, dana kekayaan negara Malaysia, Khazanah Nasional Berhad, memutuskan untuk mempertahankan kepemilikan tunggalnya atas maskapai tersebut hingga pemberitahuan lebih lanjut. Lini kredit yang diprediksi akan meringankan beban maskapai juga kurang dimanfaatkan pada tahun 2021-2022. Dana kekayaan negara tersebut berencana untuk mengurangi kepemilikannya di Malaysia Airlines dan mengizinkan maskapai tersebut untuk mencari kemitraan strategis dengan operator internasional pasca tahun 2025.[15]
Pada bulan Maret 2024, Malaysia Aviation Group telah mengkonfirmasi bahwa Malaysia Airlines dan anak perusahaannya telah mencapai laba bersih penuh untuk tahun 2023. Laba setelah pajak dan bunga (NIAT) sebesar RM766 juta diumumkan atas kerugian bersih tahun 2022 sebesar RM344 juta.[16]
Sebelum diperkenalkannya Business Turnaround Plan (BTP) pada tahun 2006, Malaysia Airlines mengoperasikan 118 rute domestik di Malaysia dan 114 rute internasional di enam benua.[17] Di bawah BTP, banyak rute yang dihentikan dan frekuensi dikurangi. Di antara rute-rute ini adalah Manchester, Wina, Fukuoka, Chengdu, Nagoya, Xi'an, Kairo, Kolkata, Ahmedabad dan Zürich. Malaysia Airlines menjadi maskapai penerbangan pertama di Asia Tenggara yang terbang ke Afrika Selatan pasca-apartheid, dan merupakan satu-satunya maskapai penerbangan di Asia Tenggara yang melayani Amerika Selatan melalui Afrika Selatan hingga tahun 2012. Sebelum kehilangan pesawat pada tahun 2014, maskapai ini telah menangguhkan layanan lebih lanjut ke Cape Town, Roma, Dammam, Karachi, Surabaya, Johannesburg, dan Los Angeles.[18][19] Setelah dihapusnya destinasi seperti Istanbul, Amsterdam, Paris, Roma, dan Frankfurt, maka London–Heathrow menjadi satu-satunya destinasi Eropa yang tersisa.
15 September1995 - Malaysia Airlines Penerbangan 2133 jatuh di ketika mendarat di Bandar Udara Tawau akibat angin ribut. Menewaskan 32 penumpang dan 2 awak pesawat.