Islam di Aceh adalah agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Aceh. Banyak ahli sejarah baik dalam maupun luar negeri yang berpendapat bahwa agama Islam pertama sekali masuk ke Indonesia melalui Aceh.
Keterangan Marco Polo yang singgah di Perlak pada tahun 1292 menyatakan bahwa negeri itu sudah menganut agama Islam. Begitu juga Samudera Pasai, berdasarkan makam yang diketemukan di bekas kerajaan tersebut dan berita sumber-sumber yang ada seperti yang sudah kita uraikan bahwa kerajaan ini sudah menjadi kerajaan Islam sekitar 1270.[1]
Sejarah
Aceh pra-Islam
Menurut Zainuddin sebagaimana dinyatakan dalam Aceh Serambi Mekkah, bahwa sebagian besar catatan sejarah tentang Aceh sebelum tahun 400 M tidak diketahui secara jelas. Bahkan, catatan J. Kreemer sebagaimana dikutip oleh Aboebakar Atjeh menyebutkan bahwa sebelum tahun 1500 sejarah Aceh masih belum diketahui orang.
Snouck Hurgronje menunjukkan sedikit gambaran yang mengindikasikan adanya pengaruh Hindu di Aceh, dengan memperhatikan cara berpakaian para wanita Aceh yang dikatakannya bersanggul miring mirip dengan cara para wanita Hindu. Menurutnya pula, langsung atau tidak langsung, Hinduisme pada suatu waktu mengalir ke dalam peradaban dan bahasa Aceh walaupun hal ini sangat sulit diteliti dalam riwayat dan adat.[2]
Julius Jacob seorang ahli kesehatan yang pernah bertugas di Aceh tahun 1878 menyatakan bahwa pengaruh Hindu atas penduduk setidak-tidaknya dapat ditemukan dengan kenyataan tentang pemakaian nama-nama tempat dalam bahasa Hindu istilahnya terdapat dalam bahasa Aceh.[3]
Dalam ranah kesusastraan, sastra Aceh juga memiliki keterpengaruhan Hindu,seperti adanya Hikayat Sri Rama dalam bahasa Melayu, dikenal sebagai saduran dari Kakawin Ramayana karya Walmiki. Baik versi Aceh maupun Melayu dari Hikayat Sri Rama maupun Rahwana telah menimbulkan dugaan bahwa hikayat itu mencerminkan sejarah Aceh dan Raja Rahwana yang dimaksud di dalamnya adalah Raja yang pernah bertahta di Indrapuri (Aceh Besar). Nama-nama gampong tua dari bahasa Sangsekerta seperti Indrapuri atau Indrapurwa juga telah dikaitkan oleh sementara penduduk sebagai suatu nama kota-kota kerajaan Hindu yang pernah tumbuh di Aceh, meski demikian hal itu samasekali tidak dapat dijadikan pegangan untuk mengatakan bahwa telah berdiri kerajaan Hindu di Aceh, karena masih memerlukan pembuktian-pembuktian yang dapat dipercaya mengenai hal ini.[4]
Pada masa itu, budaya yang hidup dalam masyarakat Aceh diserap dari nilai-nilai agama Hindu. Menurut Van Langen, pada dasarnya orang Aceh berasal dari bangsa Hindu. Migrasi Hindu bertapak di Pantai Utara Aceh dan dari sini menuju ke pedalaman. Dari Gigieng dan Pidie, mungkin juga dari daerah Pase, migrasi Hindu menuju ke daerah Mukim XXII di Aceh Besar. Meskipun pendapat ini dibantah oleh C. Snouck Hurgronje. Akan tetapi, jika diperhatikan dari intensitas pergaulan, terutama dalam bidang perdagangan antara Aceh dan India pada masa itu, maka dapat dikatakan bahwa agama Hindu merupakan anutan sebagian masyarakat Aceh sebelum kedatangan Islam. Selain Hindu, diperkirakan agama Budha juga menjadi anutan bagi sebagian masyarakat Aceh yang lain, yang diduga dibawa oleh orang-orang Cina.[5]
Penyebaran Islam di Aceh
Tentang sejarah perkembangan Islam di daerah Aceh pada zaman-zaman permulaan itu petunjuk yang ada selain yang telah kita sebutkan pada bagian-bagian yang lalu ada pada naskah-naskah yang berasal dari dalam negeri sendiri seperti Kitab Sejarah Melayu, Hikayat Raja-Raja Pasai. Menurut kedua kitab tersebut, seorang mubaligh yang bernama Syekh Ismail telah datang dari Mekkah sengaja menuju Samudera untuk mengislamkan penduduk di sana. Sesudah menyebarkan agama Islam seperlunya, Syekh Ismail pun pulang kembali ke Mekkah. Perlu juga disebutkan di sini bahwa dalam kedua kitab ini disebutkan pula negeri-negeri lain di Aceh yang turut diislamkan, antara lain, Perlak, Lamuri, Barus, dan lain-lain.[6]
Berdasarkan keterangan kedua sumber itu dapatlah diperkirakan bahwa sebagian tempat-tempat di Aceh, terutama tempat-tempat di tepi pantai telah memeluk agama Islam. Islam yang masuk ke Aceh khususnya dan Indonesia umumnya pada mulanya mengikuti jalan-jalan dan kota-kota dagang di pantai, kemudian barulah menyebar ke pedalaman. Para pedagang dan mubaligh telah memegang peranan penting dalam penyebaran agama Islam.[7]
Secara historis sosiologis, masuk dan berkembangnya Islam ke suatu daerah sangat kompleks. Terdapat banyak permasalahan yang terkait dengannya, misalnya dari mana asalnya, siapa yang membawa, apa latar belakangnya dan bagaimana dinamikanya, baik dari segi ajaran Islam maupun pemeluknya. Ada beberapa pendapat yang menyatakan kapan masuknya Islam ke Aceh. Hamka berpendapat Islam masuk ke Aceh sejak abad pertama Hijriah (ke-7 atau 8 M) namun ia menjadi sebuah agama populis pada abad ke-9 seperti pendapat Ali Hasjmy. Sedangkan para orientalis seperti Snouck Hourgronje berpendapat Islam masuk pada abad ke-13 M yang ditandai dengan berdirinya Kesultanan Samudra Pasai.[8]
Distribusi geografis
Berikut merupakan sebaran umat Islam per kota/kabupaten di Provinsi Aceh.
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara XVI: dan XVIII, Mizan,Bandung, 1994, h. 24.
Ali Hasjmy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Al-Ma’arif, Bandung, 1981, h. 358.
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Grafiti Pres, Jakarta. 2005. h. 8-9
M. Hasbi Amiruddin (Ed.), Aceh Serambi Mekkah, Pemerintah Provinsi Aceh,Banda Aceh 2008, h. 2. Lihat juga H.M. Zainuddin, Tarich Atjeh dan Nusantara, Pustaka Iskandar Muda, 1961,Medan, h. 40.
M. Hasbi Amiruddin (Ed.), Aceh Serambi ..., h. 4. Lihat juga Tuanku Abdul Jalil, “Kerajaan Islam Perlak Poros Aceh-Demak-Ternate” dalam A. Hasjmy (peny), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Al-Ma’rif, Bandung, 1993.
Aboebakar Atjeh, “Tentang Nama Aceh” dalam Ismail Suny (Ed.), Bunga Rampai Tentang Aceh, BharataKarya Aksara, Jakarta, 1980, h. 20.
M. Hasbi Amiruddin (Ed.), Aceh Serambi..., h. 4. Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 8, No. 1, 2010: 91 - 118