Islam adalah agama mayoritas di Sumatera Selatan. Menurut Kementerian Dalam Negeri (Juni 2021), terdapat 8.250.000 muslim di Sumatera Selatan, membentuk 97.17% dari total populasi[1]
Sejarah
Sekilas
Menurut sejarah, Islam masuk ke Palembang diperkirakan pada awal abad ke-8 Masehi. Sepanjang abad ke-7 sampai abad ke-14, Islam di kota Palembang tumbuh dan berkembang pesat sehingga berdiri sebuah kerajaan Islam, yaitu Kesultanan Palembang.
Faktor terdapat Islam di Sumatera Selatan
- Pengaruh kekuasaan politik pada abad ke-6, seperti Khulafaur Rasyidin, Umayyah, Abbasiyah, Umayyah Spanyol dan Fatimah Mesir.
- Penguasaan jalan perdagangan oleh bangsa Arab jauh lebih maju dari bangsa Barat. Saat itu bangsa Arab telah menguasai perjalanan laut dari Samudra India yang mereka namakan Samudra Persia kala itu.
- Islam masuk di Sumatera Selatan pada abad ke-7. Ini mengingat buku sejarah Tiongkok yang menyebutkan bahwa Dinasti Tang yang memberitakannya utusan Tache orang Arab ke Kerajaan Kalingga pada tahun 674 Masehi. Karena Sriwijaya sering dikunjungi pedagang Arab dalam jalur pelayaran, maka Islam saat itu merupakan proses awal Islamisasi atau permulaan perkenalan dengan Islam.
- Dikisahkan oleh Ibnu Rusta, Sulaiman dan Abu Zaid, maka hubungan dagang antara Khalifah Abbasiyah dengan kerajaan Sriwijaya tetap berlangsung. Khusus untuk kawasan Sumatera Selatan, masuknya Islam selain oleh Bangsa Arab pedagang utusan dari Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, terdapat pula pedagang Sriwijaya sendiri berlayar menuju Timur Tengah.
Perbedaan pendapat mengenai sejarah Islam di Sumatera Selatan
Sejarah Islam di Sumatera Selatan[2]
- Drs. M. Dien Majid dalam makalahnya berjudul Selintas Tentang Keberadaan Islam dibumi Sriwijaya mengungkapkan bahwa dahulu terdapat seorang adipati kerajaan Majapahit di Palembang yang bernama Arya Damar yang secara sembunyi-sembunyi telah memeluk Islam, karena diajar oleh Sunan Ampel ketika singgah di Palembang dari Champa yang akan meneruskan perjalanannya kekerajaan Majapahit. Kemudian Arya Damar ini yang dikenal dengan nama Aryadillah berguru dengan Sunan Ampel di Ampel Denta. Ketika Arya Damar kembali ke Palembang, ia selalu mengadakan hubungan dengan ulama-ulama Arab yang bermukim di Palembang.
- Dr. Taufik Abdullah dalam makalahnya yang berjudul Beberapa aspek perkembangan Islam di Sumatera Selatan, mengungkapkan bahwa Van Senenhoven pada tahun 1822 membawa 55 manuskrip Arab dan Melayu yang ditulis sangat indah serta dijilid rapi yang merupakan kepunyaan Sultan Mahmud Badaruddin. Raden Patah yang menurut tradisi historis adalah anak raja Majapahit, Prabu Brawijaya dengan puteri Cina, dilahirkan dan berguru di Palembang. Maka setidaknya sejak akhir abad ke-16 Palembang merupakan salah satu "enclave" Islam terpenting atau bahkan pusat Islam di bagian selatan pulau Sumatra. Hal ini bukan saja karena reputasinya sebagai pusat perdagangan yang banyak dikunjungi oleh pedagang Arab Islam pada abad-abad kejayaan Kerajaan Sriwijaya, tetapi juga dibantu oleh kebesaran Malaka yang tidak pernah melepaskan keterikatannya dengan Palembang sebagai tanah asal. Kejadian ini mengartikan bahwa islamisasi Palembang telah lebih lama daripada Minangkabau atau pedalaman Jawa, bahkan jauh lebih dahulu dari Sulawesi Selatan. Diceritakan dalam buku sejarah "Sulu Mindanau" bahwa seorang Syarif yang bernama Syarif Abubakar yang berasal dari Palembang, telah menyebarkan Islam ke Sulu dan Mindanao, yang kemudian kawin dengan puteri setempat bernama Paramisuri.
- Menurut H. Rusdy Cosim B.A. dalam makalahnya yang berjudul Sejarah Kerajaan Palembang dan Perkembangan Hukum Islam mengemukakan bahwa menukil kisah pelayaran Sulaiman didalam bukunya Akhbar As Sind Wal Hino yang diterjemahkan oleh R. Ramaudot, terbitan London 1733, dinyatakan bahwa Sriwijaya telah dikunjungi oleh orang-orang Arab Muslim, bahkan diantara mereka ini disamping mengadakan hubungan dagang dan menyebarkan ajaran Islam kepada penduduk dan malah ada yang akhirnya menetap serta kawin dengan wanita setempat. Selanjutnya Rusdi Cosim B.A. juga mengungkapkan bahwa dimasa Sultan Muhammad Mansur, mencatat nama ulama besar yaitu Sayid Jamaluddin Agung bin Ahmad bin Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad yang lebih terkenal dengan sebutan Tuan Fakih Jalaluddin yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam didaerah Komering Ilir dan Komering Ulu bersama-sama dengan ulama lainnya yaitu Sayid al-Idrus yang sekaligus merupakan nenek moyang masyarakat dusun Adumanis. Disamping itu ada pula ulama-ulama dijaman Kesultanan, diantaranya : 1. Kyai Haji Kemas Abdul Somad (K.H.K. Abdul Somad Falembani) 2. Kyai Haji Masagus Abdul Hamid bin Masagus Mahmud (Kyai Marogan).
- Drs. Barmawie Umary didalam makalahnya "Masuknya Islam didaerah Ogan Komering Ulu dan Komering Ilir" mengungkapkan bahwa terdapat tiga orang ulama yang paling berpengaruh didaerah Komering Ulu dan Komering Ilir : 1. Tuan Umar Baginda Saleh/Said Umar Baginda Sari/Raden Amar/Ratu Panembahan. 2. Tuan Tanjung Darus (Idrus) Salam 3. Tuan Dipulau/Said Hamimul Hamiem. Ketiganya dikenal dengan populer oleh masyarakat sebagai Waliullah pembawa agama Islam. Keturunan seorang putera yaitu Raja Montik berputera Kyai Djaruan berputera Tuan Penghulu I berputera Tuan Ketip Kulipah I berputera Tuan Ketip Kulipah II yang berputera 2 orang; yaitu Tuan Penghulu II dan adiknya adalah Tuan Labai/Kyai Labai Djamal. Dan yang membantu Tuan Umar Baginda Saleh/Said Umar Baginda Sari dalam menyiarkan Islam didaerah ini adalah Tuan Raja Setan, Tuan Teraja Nyawa, Said Makhdum, Mataro Sungging, Rio Kenten Bakau, Usang Puno Rajo, Usang Pulau Karam, Usang Dukunb dan Kaharuddin Usang Lebih Baru Ketian. Makam Tuan Umar Baginda Saleh/Said Umar Baginda Sari adalah disebuah pulau diseberang dusun Tanjung Atap dan Pulau ini termasyur dengan sebutan "Pulau Sayid Umar Baginda Sari." Agama Islam mulai masuk dan disyiarkan didaerah Marga Madang Suku I oleh Tuan Umar Baginda Saleh, yaitu putera tertua dari Sunan Gunung Jati Cirebon (Syarif Hidayatullah), jadi kakak dari Sultan Hasanuddin Banten. Masuk didaerah ini sekitar tahun 1575-1600 M dan yang bertempat tinggal didusun Mandayun, sesudah itu menyiarkan agama Islam didaerah Tanjung Atap Ogan Komering Ilir sampai wafatnya. Didaerah marga Semendawai Suku III, penyiar agama Islam adalah Tuan Tanjung Idrus Salam atau disebut juga Sayid Ahmad dengan mengambil tempat kedudukan dusun Adumanis. Ulama didaerah Semendawai Suku II dan Suku I sekitar tahun 1600 M adalah Tuan Dipulau atau Sayid Hamimul Hamiem dengan mengambil didusun Negara Sakti.
Demografi
Distribusi geografi
Tabel ini menyajikan populasi muslim di Sumatera Selatan.[3]
Tempat ibadah
Badan Pusat Statistik Sumatera Selatan mencatat bahwa terdapat 9.887 masjid dan 4.862 mushalla di Provinsi Sumatera Selatan.[4] Ingatlah, bahwa jumlah tempat ibadah di kabupaten Musi Rawas merupakan gabungan dari jumlah tempat ibadah di kabupaten Musi Rawas Utara dan Muara Enim merupakan gabungan dari jumlah tempat ibadah di kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir.
Referensi