Islam merupakan salah satu agama yang ada di Eropa, setelah mayoritas Katolik dan Kristen lainnya. Meskipun mayoritas masyarakat Muslim di Eropa saat ini adalah imigran, terdapat juga penduduk pribumi Eropa yang memeluk Islam di wilayah Balkan.
Islam masuk ke Eropa selatan melalui datangnya bangsa "Moor" dari Afrika Utara pada abad ke 8–10. Selama beberapa abad, entitas politik Muslim berdiri kokoh di wilayah yang saat ini adalah Spanyol, Portugal, Selatan Italia dan Malta. Komunitas Muslim di wilayah tersebut kemudian mereka dipaksa untuk murtad atau dibunuh oleh raja Spanyol pada akhir abad ke-15 (lihat Reconquista).
Di Kaukasus, perluasan Kristen terjadi setelah pembebasan oleh dinasti Persia sejak awal abad ke-16. Kesultanan Utsmaniyah menyebarkan agama Islam ke Eropa tenggara melalui pembebasan sebagian besar Kekaisaran Bizantium pada abad 14 dan 15. Selama berabad-abad, Kesultanan Utsmaniyah juga secara bertahap kehilangan hampir semua wilayahnya di Eropa, hingga akhirnya runtuh pada tahun 1922. Penduduk asli yang memeluk Islam di negara-negara di Balkan saat ini memiliki populasi yang besar, dan menjadi mayoritasnya.
Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21 sejumlah besar umat Muslim berimigrasi ke Eropa Barat. Pada tahun 2025 diperkirakan 90 juta Muslim yang tinggal di Eropa (18%), termasuk sekitar 59 juta di Uni Eropa (3.8%).[1]
Muslim di Eropa
Total populasi
50.470.000 (2020) 6.81% dari total penduduk (2020)[2]
Umat Muslim Eropa sering menjadi subjek dari perdebatan yang intens dan kampanye politik. Terkadang menjadi lebih hangat ketika terjadinya peristiwa-peristiwa seperti fitnah serangan teroris kepada umat Islam, kontroversi kartun Nabi Muhammad di Denmark, perdebatan soal cara berpakaian Islami, dan kampanye partai-partai sayap kanan populis yang melihat Muslim sebagai ancaman terhadap nilai-nilai di Eropa, seoerti nilai budaya, dan gaya hidup. Peristiwa tersebut juga telah memicu perdebatan yang berkembang mengenai topik Islamophobia, sikap terhadap Muslim dan partai kanan.[3]
Populasi Muslim di Eropa sangat beragam apabila ditinjau dari sejarah dan asal-usul. Saat ini, mayoritas Muslim di Eropa terdapat di Bosnia dan Herzegovina, Albania, Kosovo, beberapa wilayah di Bulgaria, Macedonia, dan Montenegro, serta beberapa wilayah rusia di Kaukasus Utara dan Volga. Mereka saat ini masih konsisten mempertahankan tradisi Islam sejak ratusan tahun lalu. Negara-negara lintas benua seperti Turki, Azerbaijan dan Kazakhstan juga mayoritas Muslim.
Moors, Al-Andalus dan Sisilia
Invasi kaum Muslim ke Eropa dimulai tak lama setelah lahirnya Islam. Dengan singkat Bizantium Sisilia dapat ditaklukkan oleh armada kecil Pasukan Rasyidin pada tahun 652. Islam menaklukkan benua Eropa dimulai sejak tahun 711, ditandai dengan penaklukkan Umayyah atas Hispania. Orang-orang Arab kemudian mengganti nama Hispania menjadi Al-Andalus, yang mencakup wilayah yang sekarang menjadi bagian dari negara Portugal dan Spanyol kecuali untuk dataran tinggi di bagian utara. Pada abad ke-10 diperkirakan Al-Andalus memiliki mayoritas Muslim setelah sebagian besar penduduk setempat dengan sukarela masuk Islam.[4] Hal Ini bertepatan dengan periode La Convivencia di Semenanjung Iberia serta periode keemasan kebudayaan Yahudi di Spanyol.
Pada awal abad ke-8 umat Kristen mulai melakukan serangan balik yang kemudian dikenal sebagai Reconquista, yang ditandai dengan keberhasilan mereka mendorong pasukan Muslim ke Prancis selatan. Perlahan-lahan pasukan Kristen mulai melakukan penaklukan kembali kerajaan Taifa di Al-Andalus. Hingga abad ke-10 masih terdapat umat Muslim di utara Spanyol, terutama di Fraxinet hingga ke Swiss.[5] Pasukan Muslim di bawah komando dinasti Aghlabidsmenaklukkan Sisilia setelah melakukan serangkaian penaklukkan dari tahun 827 hingga 902, dan yang paling terkenal adalah menyerang Roma pada tahun 846. Keamiran Sisilia didirikan pada tahun 965. Orang-orang
Arab menguasai Italia selatan hingga akhirnya diusir oleh Normandia pada tahun 1072. Pada tahun 1236 umat Muslim yang tersisa di Eropa hanya di Spanyol selatan, provinsi Granada.
Orang-orang Arab menggunakan Syariah, sehingga komunitas Kristen serta komunitas Yahudi diperlakukan sebagai dzimmi (non-Muslim). Mereka diwajibkan membayar jizyah (pajak perseorangan), kharaj (pajak tanah), tetapi dibebaskan dari zakat. Pajak ini menandai status mereka sebagai subjek dari pemerintahan Islam, sebagai bentuk pertukaran untuk perlindungan terhadap serangan dari luar maupun internal.
Sepanjang ke-16 hingga abad ke-19, Pesisir Barbaria mengirim bajak laut untuk menyerang bagian Eropa terdekat guna menangkap budak-budak Kristen untuk kemudian dijual di pasar budak di Dunia Arab selama masa Renaissance.[15][16] Menurut Robert Davis, dari 16 hingga abad ke-19, bajak laut telah menangkap 1 hingga 1,25 juta orang Eropa sebagai budak. Budak-budak ini diambil terutama dari para awak kapal yang ditangkap [17] dan dari desa-desa pesisir di Spanyol dan Portugal, dan juga dari tempat-tempat yang jauh seperti Italia, Prancis atau Inggris, Belanda, Irlandia, Kepulauan Azores, dan bahkan Islandia.
Dalam jangka waktu yang lama hingga awal abad ke-18, Kekhanan Krimea mempertahankan perdagangan budak yang masif dengan Kekaisaran Ottoman dan Timur Tengah.[18] Tatar Krimea sering melakukan serangan ke Danubian, Polandia-Lithuania, dan Rusia untuk memperbudak siapa saja yang bisa mereka tangkap.[19]
Hungaria
Böszörmény merupakan komunitas pertama dari Muslim di Hungaria. Pemukiman terbesar mereka berada dekat kota yang kini menjadi kota Orosháza di pusat Kerajaan Hungaria. Pada waktu itu, pemukiman ini mungkin menjadi salah satu pemukiman Muslim yang terbesar di Kerajaan Hungaria. Pada tahun 1241 pemukiman ini dan beberapa pemukiman lainnya hancur dan penduduknya dibantai oleh Mongol.
Rusia dan Ukraina
Pada pertengahan abad ke-7 Masehi, setelah melakukan penaklukan Muslim di Persia, Muslim kemudian menyebar ke daerah-daerah yang saat ini menjadi bagian dari Rusia.[20] Terdapat hubungan dagang antara Muslim dan Bangsa Rus, lewat orang-orang dari kawasan Baltik yang menuju Laut Hitam yang melalui Sentral Rusia. Dalam perjalanannya ke Volga Bulgaria, Ibnu Fadlan membawa laporan rinci tentang bangsa Rus dan mengklaim bahwa beberapa dari mereka telah masuk Islam. "Mereka sangat menyukai daging babi dan banyak dari mereka yang telah menganggap Islam sebagai jalan yang sangat dirindukan". Bangsa Rus juga menyukai nabidh yaitu minuman fermentasi yang sering disebut oleh Ibnu Fadlan sebagai bagian dari minuman sehari-hari mereka.[21]
Pada abad ke-13 Mongol mulai melakukan penaklukan Rus', Volga Bulgaria, dan Cumania (sekarang Rusia dan Ukraina). Setelah kekaisaran Mongol terbagi, Eropa bagian timur menjadi bagian dari Kekhanan Gerombolan Emas. Terlepas dari kenyataan bahwa mereka bukan Muslim pada saat itu, di bagian barat kekaisaran Mongol tersebut telah mengadopsi Islam sebagai agama mereka di awal abad ke-14 di bawah kepemimpinan Berke Khan yang kemudian oleh Uzbeg Khan yang ditetapkan sebagai agama resmi negara. Sebagian besar penduduk Kekhanan Gerombolan Emas yang berbahasa Turki, serta sebagian kecil Bangsawan Mongol menjadi Muslim dan saat ini disebut oleh orang-orang Rusia dan Eropa sebagai Tatar. Lebih dari setengah[22] bagian dari Eropa yang sekarang menjadi wilayah Rusia dan Ukraina, berada di bawah kekuasaan kerajaan Muslim Tatar dan Turki sejak abad ke- 13 hingga abad ke-15. Kekhanan Crimean menjadi negara vasal Kekaisaran Ottoman pada tahun 1475 hingga akhirnya keseluruhan sisa dari Kekhanan Gerombolan Emas ditaklukkan pada tahun 1502. Kekhanan Kazan ditaklukkan oleh Ivan IV Vasilyevich pada tahun 1552.
Kesultanan Utsmaniyah memulai ekspansi ke Eropa yang sebelumnya merupakan bagiandari Kekaisaran Bizantium pada abad 14 dan 15 hingga akhirnya pada tahun 1453 merebut Konstantinopel dan menetapkan Islam sebagai agama negara di wilayah tersebut. Wilayah Utsmaniyah terus berkembang hingga membentang ke utara. Wilayah Hungaria berhasil direbut pada abad ke-16 hingga mencapai Podolia di pertengahan abad ke-17. Saat itu sebagian besar wilayah Balkan berada di bawah kendali Kesultanan Utsmaniyah. Ekspansi Utsmaniyah di Eropa berakhir dengan kekalahan mereka di Perang Turki Besar. Dalam Perjanjian Karlowitz (1699), Utsmaniyah kehilangan banyak wilayahnya di Eropa Tengah. Kekhanan Krimea kemudian dianeksasi oleh Rusia pada tahun 1783.[30] Selama berabad-abad, Kesultanan Utsmaniyah secara bertahap kehilangan hampir semua wilayahnya di Eropa, hingga keruntuhannya pada tahun 1922, dan menjadi negara Turki.[butuh rujukan]
Diantara tahun 1354 dan 1526 (ketika Utsmaniyah menyeberang ke Eropa melalui Gallipoli), Kesultanan Utsmaniyah telah menaklukkan wilayah kini menjadi negara Yunani, Bulgaria, Romania, Albania, Serbia, Macedonia, Montenegro, Bosnia, dan Hungaria. Pengepungan Wina pada tahun 1683 digagalkan oleh Raja Polandia dan setelah itu Kesultanan Utsmaniyah berperang melawan Kaisar Habsburg hingga Perjanjian Karlowitz tahun 1699 yang memaksa mereka untuk menyerahkan Hungaria dan bagian dari masa kini menjadi wilayah Kroasia, Slovenia, dan Serbia. Dari tahun 1699 hingga tahun 1913 perang dan pemberontakan mendorong wilayah Kesultanan Utsmaniyah hingga mencapai perbatasan Turki saat ini.[butuh rujukan]
Selama periode kemunduran Utsmaniyah, banyak pengungsi Muslim yang keluar dari provinsi-provinsi yang lepas dari Utsmaniyah, namun terdapat beberapa penduduk Muslim yang masih bertahan di Hungaria, Kroasia, dan wilayah Transylvania kini Rumania. Bulgaria tetap berada di bawah kekuasaan Utsmaniyah hingga tahun 1878. Jumlah populasi Muslim di Bulgaria sekitar 131.000 (Sensus 2001) (lihat Pomaks).
Bosnia ditaklukkan oleh Utsmaniyah pada tahun 1463, dan sebagian besar penduduknya memeluk agama Islam di 200 tahun pertama kekuasaan Utsmaniyah. Pada saat Austria-Hungaria menduduki Bosnia pada tahun 1878, Habsburgs berkeinginan untuk kembali mengkristenkan wilayah tersebut. Populasi Muslim yang cukup besar di Bosnia tetap bertahan hingga abad ke-20. Wilayah Albania dan Kosovo tetap berada di bawah kekuasaan Utsmaniyah hingga tahun 1913. Sebelum penaklukan Utsmaniyah, wilayah utara Albania adalah Katolik Roma dan selatan Albania adalah Kristen Ortodoks, tetapi pada tahun 1913 mayoritas penduduk Albania adalah Muslim.[butuh rujukan]
Conversion to Islam
Terlepas dari pengaruh periode panjang kekuasaan Utsmaniyah, banyak penduduk yang memeluk agama Islam sebagai hasil kebijakan yang diterapkan oleh Utsmaniyah untuk memastikan loyalitas penduduk terhadap potensi serangan dari Venesia. Namun, Islam disebarkan secara paksa di daerah-daerah di bawah kendali Sultan melalui devşirme dan jizyah.[32][33]Thomas Walker Arnold menjelaskan penyebaran Islam selama periode Utsmaniyah dengan mengutip penulis abad ke-17 yang pro-Muslim [butuh rujukan]Johannes Scheffler yang menyatakan:
Sementara dia (orang Turki) menang (berkonversi) dengan kerajinan lebih dari sekadar dengan paksa, dan merebut Kristus dengan penipuan dari hati manusia. Bagi orang Turki, memang benar, pada saat ini tidak memaksa negara melakukan kekerasan untuk melakukan murtad; Tapi dia menggunakan cara lain yang dengannya tanpa sadar dia mengakar keluar dari Kekristenan ... Lalu, apa yang telah terjadi dengan orang Kristen? Mereka tidak diusir dari negara tersebut, mereka juga tidak dipaksa untuk merangkul kepercayaan Turki: maka mereka sendirilah yang telah diubah menjadi orang Turki.
Pengaruh budaya
Islam menggelitik minat Ilmuwan Eropa, sehingga memicu gerakan Orientalisme. Pendiri studi Islam modern di Eropa Ignác Goldziher, yang mulai belajar Islam di akhir abad ke-19. Sir Richard Francis Burton seorang penjelajah, ilmuwan, dan orientalis, dan penerjemah Kitab Seribu Satu Malam, menyamar sebagai seorang Pashtun dan mengunjungi Madinah dan Mekkah selama musim Haji, seperti yang dijelaskan dalam bukunya A Personal Narrative of a Pilgrimage to Al-Medinah and Meccah.
Arsitektur Islam mempengaruhi arsitektur Eropa (misalnya, Sinagoge Türkischer Tempel di Wina). Selama renaisans abad ke-12 di Eropa, terjemahan dari dari teks arab ke Latin diperkenalkan termasuk juga Al--Quran (misalnya, Lex Mahumet pseudoprophete).
Abad kedua puluh
Emigrasi Muslim ke daerah metropolitan Prancis melonjak selama Perang Kemerdekaan Aljazair.[butuh rujukan] Pada tahun 1961, pemerintah Jerman Barat Pemerintah mengundang para Gastarbeiters (pekerja imigran) dan mirip dengan kontrak yang ditawarkan oleh Swiss. Beberapa dari para pekerja migran ini datang dari negara-negara mayoritas Muslim seperti Turki.[butuh rujukan]Imigran yang datang ke Inggris berasal dari negara-negara bekas koloni yang berpenduduk mayoritas Muslim seperti Pakistan dan Bangladesh.[butuh rujukan]
Demografi saat ini
Tidak diketahui jumlah pasti Muslim di Eropa. Menurut perkiraan Pew Forum, jumlah Muslim di Eropa (tidak termasuk Turki) pada tahun 2010 adalah sekitar 44 juta (6% dari total penduduk), termasuk 19 juta (3,8% dari populasi) di Uni Eropa.[34]
Sekitar 9 juta orang Turki tinggal di Eropa (tidak termasuk penduduk di negara Turki) yang menjadikannya komunitas imigran Muslim terbesar di Eropa.[35] Perkiraan persentase umat Islam di Rusia (kelompok terbesar umat Islam di Eropa) bervariasi dari 5 hingga 11,7%,[34] tergantung pada sumbernya. Hal ini juga tergantung pada jika yang dihitung hanya Muslim yang taat atau semua keturunan Muslim keturunan.
58.8% dari penduduk Albania menganut Islam, sehingga menjadikannya sebagai agama terbesar di negara ini. Mayoritas Muslim Albania adalah Sekuler Sunni kemudian diikuti minoritas Bektashi Syiah.[36] Di Kosovo, Islam dianut oleh 93,5% penduduknya,[37] sedangkan di Makedonia 39,3%[38][39] (menurut Sensus 2002, 46,5% dari anak-anak berusia 0-4 di Macedonia adalah Muslim)[40] dan di Bosnia dan Herzegovina 50,7% nya adalah Muslim.[41] Di negara-negara lintas benua seperti Turki terdapat 99% Muslim, dan di Azerbaijan 93%.[42] Menurut sensus tahun 2011, 20% dari total populasi di Montenegro adalah Muslim.[43] Sedangkan di Rusia, Moskow adalah rumah bagi sekitar 1,5 juta Muslim.[44][45][46]
Proyeksi
Sebuah penelitian Pew Research Center yang diterbitkan pada bulan januari 2011, memperkirakan peningkatan jumlah penduduk Muslim di Eropa dari 6% pada tahun 2010 menjadi 8% pada tahun 2030.[34] Studi ini juga memperkirakan bahwa tingkat kesuburan Muslim di Eropa akan turun dari 2,2 pada tahun 2010 menjadi 2,0 pada tahun 2030 Di sisi lain, tingkat kesuburan non-Muslim di Eropa akan meningkat dari 1,5 pada 2010 menjadi 1,6 pada 2030.[34] Studi Pew lainnya yang diterbitkan pada 2017 memproyeksikan bahwa pada tahun 2050 umat Islam akan menghasilkan 7,4% (jika semua migrasi ke Eropa segera dilakukan berhenti secara permanen - skenario "migrasi nol") sampai 14% (di bawah skenario migrasi "tinggi") dari populasi Eropa.[42] Data dari tahun 2000an untuk tingkat pertumbuhan Islam di Eropa menunjukkan bahwa jumlah Muslim yang meningkat terutama disebabkan oleh imigrasi dan tingkat kelahiran yang lebih tinggi.[42]
Pertumbuhan populasi Muslim Eropa (Pew Research Center)[47]
Pada tahun 2006, sejarawan konservatif Kristen Philip Jenkins, dalam sebuah artikelnya untuk Foreign Policy Research Institute (Institut Penelitian Kebijakan Luar Negeri yang berbasis di Amerika Serikat), menulis bahwa pada tahun 2100, populasi Muslim sekitar 25% dari populasi Eropa adalah "mungkin"; Jenkins menyatakan bahwa angka ini tidak memperhitungkan pertumbuhan kelahiran di antara imigran Kristen Eropa, namun tidak memberikan rincian tentang metholodogi-nya.[49] Pada tahun 2010, Eric Kaufmann, profesor politik di Birkbeck, Universitas London mengatakan bahwa "Dalam proyeksi kami untuk Eropa Barat pada tahun 2050, kami melihat kisaran 10-15 persen populasi Muslim untuk negara-negara dengan tingkat imigrasi yang tinggi seperti Jerman, Prancis, Inggris ";[50] ia berpendapat bahwa Islam telah berkembang, bukan karena konversi ke Islam, tapi terutama karena ajaran agama yang berorientasi "pro-kelahiran", sehingga umat Islam cenderung memiliki lebih banyak anak.[butuh rujukan] Analis lain skeptis tentang keakuratan pertumbuhan populasi Muslim yang diklaim, yang menyatakan bahwa karena banyak negara Eropa tidak meminta agama seseorang dalam bentuk resmi atau dalam sensus, sulit untuk mendapatkan perkiraan yang akurat, dan berpendapat bahwa telah terjadi penurunan dalam tingkat kesuburan Muslim di Maroko, Belanda dan Turki.[51]
Laporan Center for Strategic and International Studies (CSIS) tahun 2007 berpendapat bahwa beberapa proyeksi populasi Muslim dapat dianggap terlalu tinggi, karena mereka menganggap bahwa semua keturunan Muslim akan menjadi Muslim bahkan dalam kasus orang tua campuran.[52] Sama halnya, Darren E. Sherkat bertanya apakah apakah beberapa proyeksi pertumbuhan Muslim akurat karena mereka tidak mempertimbangkan meningkatnya jumlah Muslim non-religius. Penelitian kuantitatif kurang, tapi dia yakin tren Eropa mencerminkan Amerika: data dari Survei Sosial Umum di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 32 persen dari mereka yang dibesarkan sebagai Muslim tidak lagi memeluk Islam di masa dewasa, dan 18 persen tidak memiliki identifikasi agama.
Muslim menurut kelompok umur
Persentase Muslim Eropa berdasarkan umur
0 hingga 14 tahun (27%)
15 hingga 29 tahun (23%)
30 hingga 44 tahun (27%)
45 hingga 59 tahun (17%)
60 hingga 74 tahun (6%)
Lebih dari 75 tahun (1%)
Negara di Eropa dengan penduduk Muslim terbanyak
Berikut negara-negara di Eropa dengan umat Muslim terbanyak menurut Statista.com. Sensus dihadirkan pada tahun 2016.
Jajak pendapat tahun 2008 oleh Wissenschaftszentrum Berlin für Sozialforschung menemukan bahwa "fundamentalisme Islam" (didefinisikan sebagai keyakinan bahwa para penganut harus mengikuti dan tidak dapat mengubah aturan yang ditetapkan di masa lalu; bahwa aturan-aturan ini memungkinkan hanya satu penafsiran dan mengikat untuk semua orang percaya, dan bahwa aturan agama memiliki prioritas di atas hukum sekuler) tersebar luas di kalangan umat Islam di enam negara Eropa, dengan mayoritas mengatakan aturan agama lebih penting daripada hukum-hukum sipil dan tiga perempat menolak pluralisme agama dalam Islam.[55]
2015 jajak pendapat oleh polandia Centre for Public Opinion Research menemukan bahwa 44% dari Polandia yang memiliki sikap negatif terhadap umat Islam, dengan hanya 23% yang memiliki sikap positif terhadap mereka. Selain itu, mayoritas setuju dengan pernyataan seperti "umat Islam tidak toleran terhadap adat dan nilai-nilai lain dari mereka sendiri." (64% setuju, 12% tidak setuju), "Muslim yang tinggal di negara-negara Eropa Barat pada umumnya tidak memperoleh adat istiadat dan nilai-nilai yang khas bagi mayoritas penduduk negara itu." (63% setuju, 14% tidak setuju), "Islam mendorong kekerasan lebih dari agama-agama lain." (51% setuju, 24% tidak setuju)[56]
^Goodwin, Matthew J.; Cutts, David; Janta-Lipinski, Laurence (September 2014). "Economic Losers, Protestors, Islamophobes or Xenophobes? Predicting Public Support for a Counter-Jihad Movement". Political Studies: n/a–n/a. doi:10.1111/1467-9248.12159.
^Kitty Ferguson (3 March 2011). Pythagoras: His Lives and the Legacy of a Rational Universe. Icon Books Limited. hlm. 100–. ISBN978-1-84831-250-0. It was in the Near and Middle East and North Africa that the old traditions of teaching and learning continued, and where Christian scholars were carefully preserving ancient texts and knowledge of the ancient Greek language.
^Islam in Russia: The Politics of Identity and Security. M.E. Sharpe. 2004. hlm. 3. (..) It is difficult to establish exactly when Islam first appeared in Russia because the lands that Islam penetrated early in its expansion were not part of Russia at the time, but were later incorporated into the expanding Russian Empire. Islam reached the Caucasus region in the middle of the seventh century as part of the Arab conquest of the Iranian Sassanian Empire. Parameter |first1= tanpa |last1= di Authors list (bantuan)|first1= missing |last1= in Authors list (help)
^Rossos, Andrew (2008). "Ottoman Reform and Decline (c. 1800–1908)". Macedonia and the Macedonians(PDF). Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2020-11-28. Diakses tanggal 2018-03-15.
^Basgoz, I. & Wilson, H. E. (1989), The educational tradition of the Ottoman Empire and the development of the Turkish educational system of the republican era. Turkish Review 3(16), 15
^The preaching of Islam: history of the propagation of the Muslim faith By Sir Thomas Walker Arnold, pp. 135-144
^Kettani, Houssain (2010), Muslim Population in Europe: 1950 – 2020(PDF), International Journal of Environmental Science and Development vol. 1, no. 2, p. 156, hlm. 367, ISBN1-59884-302-8, diakses tanggal 17 November 2016Periksa nilai tanggal di: |year= / |date= mismatch (bantuan)
^Eade, John (1996). "Nationalism, Community, and the Islamization of Space in London". Dalam Metcalf, Barbara Daly. Making Muslim Space in North America and Europe. Berkeley: University of California Press. ISBN0520204042. Diakses tanggal 19 April 2015. As one of the few mosques in Britain permitted to broadcast calls to prayer (azan), the mosque soon found itself at the center of a public debate about "noise pollution" when local non-Muslim residents began to protest.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "FOOTNOTEPew 2011" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Pranala luar
"Muslim Population by Country". The Future of the Global Muslim Population. Pew Research Center. 27 January 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 February 2011. Diakses tanggal 22 December 2011.