Pada tahun 1990-an, PDI mengalami perpecahan internal yang signifikan antara dua faksi: satu dipimpin oleh Soerjadi, yang mendapat dukungan dari pemerintah, dan yang lainnya yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri. Setelah runtuhnya rezim Soeharto, Megawati Soekarnoputri mendirikan partai baru, yaitu PDI-P.[2][3]
Dalam Pemilihan Umum tahun 1999, PDI yang sekarang dipimpin Budi Hardjono[3] mengalami kekalahan elektoral yang signifikan jika dibandingkan dengan PDI-P yang dipimpin oleh Megawati. PDI-P berhasil mendapatkan jumlah kursi terbanyak di DPR setelah pemilu, menjadikannya partai politik dominan. Setelah kekalahan elektoral ini, PDI harus mengubah nama aslinya karena gagal memenuhi ambang parlemen, akhirnya menjadi Partai Penegak Demokrasi Indonesia pada tanggal 10 Januari 2003.[4][1][2][3]
Pemilu 2004
Dalam pemilu 2004, PPDI berpartisipasi dengan nomor urut 11,[5] hanya meraih 856.221 suara, atau 0,75% dari total suara, dan juga hanya memperoleh 1 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat.[6] PPDI juga bergabung dalam Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi.[7]
Pemilu 2009
PPDI terbelah akibat ketidaksetujuan terkait penggabungan dengan PDS. Konflik internal ini muncul dari rencana Mentik Budiwiyono untuk menggabungkan PPDI dengan PDS, sebuah langkah yang pada dasarnya akan membubarkan PPDI. Beberapa anggota partai, yang dipimpin oleh V. Joes Prananto, menentang keputusan ini, dengan alasan kurangnya kepatuhan terhadap konstitusi partai dan ketiadaan mekanisme yang tepat untuk penggabungan tersebut.[8]
Meskipun terdapat ketidaksepakatan, penggabungan tetap berjalan dengan partisipasi hanya beberapa pejabat partai, termasuk Mentik dan Sekretaris Jenderal Joseph Williem Wea. Sebagai respons, anggota partai yang berseberangan menyelenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Kupang, Nusa Tenggara Timur, dari 16 hingga 18 November 2007. Hasilnya adalah pemilihan Endung Sutrisno sebagai Ketua dan V. Joes Prananto sebagai Sekretaris Jenderal.[8]
Konflik internal ini sangat mengurangi kemampuan partai untuk berpartisipasi dalam Pemilu Umum 2009. 33 dari 50 calon yang terdaftar di KPU dipecat. Hal ini mengurangi jumlah kandidat legislatif mereka, menjadikan mereka partai dengan jumlah kandidat paling sedikit dalam pemilu.[9]
Awalnya, Kementerian Hukum dan HAM mengakui faksi Mentik sebagai kepemimpinan sah partai. Namun, faksi Endung menggugat keputusan ini dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menantang kewenangan Kementerian. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan mendukung faksi Endung. Namun, setelah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, Kementerian berhasil membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan mengonfirmasi keabsahan faksi Mentik. Sayangnya, pada saat itu, KPU sudah menyelesaikan daftar calon legislatif yang diajukan oleh faksi Endung, dengan argumen bahwa mereka diakui sebagai sah oleh Kementerian.[9]
Diberdayakan oleh kemenangan Kementerian, faksi Mentik mengambil tindakan drastis dengan mengeluarkan anggota yang tidak berpihak pada mereka. Ini berlaku tidak hanya pada tingkat nasional (DPR), tetapi juga pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota (DPRD).[9]
Berpartisipasi dengan nomor urut 19,[10] PPDI menghadapi hasil yang lebih buruk dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Mereka hanya berhasil meraih 137.727 suara, setara dengan 0,13% dari total suara, dan juga kehilangan satu kursinya di DPR.[11]
Setelah penampilan yang kurang memuaskan, PPDI bersama dengan 11 partai politik lainnya mendirikan partai baru, yaitu Partai Persatuan Nasional. Daftar partai politik yang terlibat dalam penggabungan ini mencakup:[12]
Dalam proses seleksi partai politik peserta pemilihan umum legistatif 2014 yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum, Partai Penegak Demokrasi Indonesia lolos dalam tahap verifikasi awal namun kemudian mengalami kendala dalam tahap verifikasi administrasi.[13] Pada tanggal 10 Maret2013, Partai Penegak Demokrasi Indonesia bersama sembilan partai nonparlemen lainnya menyatakan bergabung dengan Partai Hati Nurani Rakyat.[14]
^Setiawan, Bambang; Bestian, Nainggolan, ed. (2004). Partai-Partai Politik Indonesia: Ideologi dan Program 2004–2009. Jakarta: Kompas. hlm. 213. ISBN979-709-121-X.