Pada tahun 1933, Soekiman Wirjosandjojo dan Soerjopranoto, dua anggota senior Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dikeluarkan dari partai tersebut, diduga karena menyalahgunakan dana partai, tetapi mungkin karena penentangan mereka terhadap munculnya faksi di dalam PSSI yang menentang kerjasama dengan pemerintah kolonial Belanda. Bersama dengan anggota PSSI lainnya yang tidak terpengaruh, Soekiman membentuk Partai Politik Islam Indonesia (Partij Politiek Islam Indonesia, Parii).[2][3] Pada tahun 1935, Parii mengadakan konferensi di Yogyakarta, yang ternyata partainya belum memiliki cukup cabang. Dua tahun kemudian, dalam kongresnya di Bandung, PSII mengeluarkan mosi yang mencabut pengusiran tahun 1933 karena kedua orang yang bertanggung jawab atas keputusan tersebut, Oemar Said Tjokroaminoto dan Agus Salim, telah meninggal dunia. Soekiman dan rekan-rekannya bergabung kembali dengan PSII, dan Parii resmi bergabung ke dalamnya.
Namun, pada kongres PSII berikutnya pada Desember 1938, Soekiman yang tidak puas dengan fraksinya tidak diberi jabatan pimpinan, dan bersama sejumlah anggota organisasi Muhammadiyah dan Jong Islamieten Bond, mendirikan Partai Islam Indonesia (PII). Masih dipimpin oleh Soekiman, mereka mendirikan partai sebagai organisasi "kerja sama", seperti Parindra dan partai politik Gerindo, yang berarti bersedia untuk berpartisipasi dalam dewan perwakilan yang dibentuk oleh Belanda, terutama kuasi-legislatif Volksraad.[2][4]
Kegiatan Partai dan pembubaran
Pada Mei 1939, PII bergabung dengan organisasi-organisasi nasionalis lainnya dalam Gabungan Politik Indonesia (GAPI), yang didirikan sebagian besar atas prakarsa Mohammad Husni Thamrin sebagai organisasi payung untuk mempersatukan berbagai organisasi nasionalis.[5] Pada tahun yang sama, Wiwoho Poerbohadidjojo dari PII diangkat menjadi anggota Volksraad, di mana partai tersebut hanya memiliki satu kursi.[6][3] Pada tanggal 11 April 1940 PII yang saat itu memiliki 115 cabang mengadakan kongres pertamanya di Yogyakarta. Secara resmi mengadopsi anggaran dasar, mengukuhkan Soekiman sebagai ketua partai dan menunjuk Mas Mansoer sebagai penasihat partai. Namun, bulan berikutnya, Jerman menginvasi Belanda, dan di bawah keadaan darurat yang diumumkan, PII tidak diizinkan mengadakan pertemuan publik, dan aktivitasnya terhenti. Pada tahun 1942, Jepang menduduki Hindia Belanda, dan PII dilarang pada bulan Maret.[7][8]
Ideologi
Anggaran dasar partai diumumkan ketika PII didirikan pada 4 Desember 1938. Tujuan utama partai adalah mempersiapkan rakyat Indonesia untuk menerima tempat yang selayaknya bagi Islam dan pemeluknya dengan mempererat ikatan antar umat Islam dan antar ormas Islam. Program partai meliputi pembentukan negara kesatuan dengan pemerintahan yang demokratis, pemilihan umum yang bebas dan langsung, perluasan hak berkumpul dan berekspresi, pencabutan peraturan tentang guru agama Islam, penghentian imigrasi, nasionalisasi monopoli, perlindungan hukum bagi pekerja, dan diakhirinya sistem peradilan dua tingkat.[9]