Pada hari yang sama, upaya pencarian dan penyelamatan gabungan yang kabarnya merupakan yang terbesar sepanjang sejarah[2] dilancarkan di Teluk Thailand dan Laut Tiongkok Selatan.[3][4] Wilayah pencariannya diperluas hingga Selat Malaka dan Laut Andaman.[5][6][7] Tanggal 15 Maret, setelah muncul laporan media bahwa penyidik AS percaya bahwa pesawat ini berbelok ke barat melintasi Semenanjung Malaya setelah pengawas lalu lintas udara kehilangan kontak dan sebuah satelit masih menerima "ping" dari pesawat selama beberapa jam,[8][9][10][11] pencarian diperluas hingga Samudra Hindia. Per 18 Maret, ada 26 negara yang terlibat dalam pencarian pesawat ini.[12]
Pada tanggal 20 Maret, serangkaian foto satelit yang memperlihatkan kemungkinan adanya serpihan pesawat di Samudra Hindia selatan di sebelah barat daya Australia, tepatnya di ujung paling tenggara lokasi selatan, membuat aktivitas pencarian difokuskan di wilayah tersebut.[13] Serpihan lain di sekitarnya terlihat oleh pesawat militer Australia dan Tiongkok pada 24 Maret.[14] Meski keberadaannya masih tidak diketahui, per 24 Maret[update], pejabat Malaysia Airlines dan pemerintah Malaysia percaya bahwa pesawat ini jatuh di Samudra Hindia Selatan tanpa korban selamat berdasarkan analisis oleh penyelidik penerbangan Britania Raya dan perusahaan satelit Inmarsat.[15][16][17]
Kehilangan
Pesawat ini berangkat dari Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur pada tanggal 8 Maret pukul 00:41 waktu setempat (16:41 UTC, 7 Maret) dan dijadwalkan mendarat di Bandar Udara Internasional Ibu Kota Beijing pukul 06:30 waktu setempat (22:30 UTC, 7 Maret). Pesawat ini sedang naik ke ketinggian jelajah 35.000 kaki (11.000 m) dengan kecepatan udara sejati 471 knot (542 mph; 872 km/h) ketika pesawat ini hilang komunikasi dan sinyal transpondernya hilang. Posisi terakhir pesawat ini per 8 Maret pukul 01:21 waktu setempat (17:21 UTC, 7 Maret) adalah 6°55′15″N103°34′43″E / 6.92083°N 103.57861°E / 6.92083; 103.57861, sesuai titik jalur navigasi IGARI di Teluk Thailand, dan dari situ rencananya pesawat berbelok sedikit ke arah timur.[18] Pelacakan militer menunjukkan bahwa pesawat ini turun ke ketinggian 12.000 kaki setelah berbelok tajam ke arah Selat Malaka. Belokan tajam ini dianggap dilakukan secara sengaja karena pesawat tersebut butuh 2 menit untuk berbelok seperti itu dan tidak ada panggilan darurat ketika hal ini terjadi.[19]
Pesawat ini rencananya akan menghubungi pengawas lalu lintas udara di Ho Chi Minh City ketika melewati ruang udara Vietnam tepat di utara titik kehilangan kontak.[20][21] Kapten pesawat lainnya berusaha menghubungi pilot MH370 "tepat setelah pukul 01:30 a.m." untuk menyampaikan permintaan pengawas lalu lintas udara Vietnam agar menghubungi mereka; kapten mengatakan bahwa ia bisa membina kontak, tetapi hanya mendengar pesan yang tidak jelas dan suara statis.[22]
Malaysia Airlines (MAS) mengeluarkan pernyataan media pada pukul 07:24, satu jam setelah kedatangan terjadwal penerbangan ini di Beijing. Pernyataan tersebut menyebut bahwa ATC Malaysia kehilangan kontak dengan pesawat pada pukul 02:40. MAS mengatakan bahwa pemerintah telah memulai operasi pencarian dan penyelamatan.[23] Kemudian diketahui bahwa pengawas lalu lintas udara Subang kehilangan kontak dengan pesawat pukul 01:22 dan memberitahu Malaysia Airlines pukul 02:40. Baik awak kabin maupun sistem komunikasi pesawat tidak mengirimkan sinyal darurat, indikasi cuaca buruk, atau masalah teknis sebelum menghilang dari layar radar.[24][25][26] Kata-kata terakhir yang didengar pengawas lalu lintas udara Malaysia pada pukul 01:19 adalah suara kopilot yang mengatakan, "All right, good night".[27]
New Scientist melaporkan bahwa, sebelum pesawat hilang, dua aporan ACARS telah dikeluarkan secara otomatis kepada pusat pengawasan produsen mesin Rolls-Royce di Britania Raya;[33] dan The Wall Street Journal, mengutip sumber di dalam pemerintah AS, menulis bahwa Rolls-Royce menerima laporan operasi pesawat setiap tiga puluh menit selama lima jam, artinya pesawat ini masih terbang selama empat jam setelah transpondernya mati.[34][35][36]
Keesokan harinya, Menteri Transportasi Malaysia (sementara) membantah laporan The Wall Street Journal bahwa transmisi mesin terakhir diterima pukul 01:07, sebelum pesawat menghilang dari radar sekunder.[36] Laporan selanjutnya dari Reuters menyebut bahwa buktinya mungkin berupa "ping" yang dikirim oleh sistem komunikasi pesawat, bukan data (laporan telemetri).[37]
The Wall Street Journal kemudian mengubah laporannya dan menyatakan bahwa keyakinan bahwa pesawat tersebut masih terbang "didasarkan pada analisis sinyal yang dikirim oleh hubungan komunikasi satelit Boeing 777... hubungan yang dioperasikan dalam mode siaga (standby) dan berusaha membina kontak dengan sebuah satelit atau beberapa satelit. Transmisi ini tidak menyertakan data..."[9][10]Inmarsat mengatakan bahwa "sinyal otomatis yang rutin tercatat" di jaringannya,[38] dan seorang eksekutif perusahaan menambahkan bahwa "pesan hidup" terus dikirimkan setelah pengawas lalu lintas udara pertama kali kehilangan kontak dan "sinyal-sinyal ping" ini dapat dianalisis untuk membantu memperkirakan lokasi pesawat.[39]
Pada tanggal 14 Maret, The Independent menulis bahwa, berdasarkan pengiriman ping yang rutin oleh pesawat, pesawat ini mungkin tidak terbelah (disintegrasi) di udara atau mengalami peristiwa mendadak lain: "semua sinyal – ping ke satelit, pesan data, dan transponder – pasti berhenti pada waktu yang sama".[18] Setelah serangan 11 September 2001, ketika transponder di tiga pesawat yang dibajak dimatikan,[40] banyak pihak mengusulkan pemasangan transponder otomatis;[40] tetapi tidak ada perubahan yang dilakukan karena para pakar penerbangan lebih memilih kendali yang fleksibel seandainya suatu saat perlu diset ulang akibat kesalahan teknis atau arus pendek.[40]
Menurut media Tiongkok, kerabat keluarga penumpang mendengar nada sambung ketika menelepon penumpang.[41] Meski begitu, klaim ini diabaikan karena Penerbangan 370 tidak dilengkapi stasiun pemancar (base station) yang ditawarkan oleh beberapa maskapai penerbangan dengan layanan telepon seluler dalam penerbangan,[41] dan jarak dari menara pemancar, ketinggian penerbangan, dan selubung badan pesawat membuat transmisi jenis apapun sangat tidak mungkin terjadi.[41]
Dugaan hilang
Pada tanggal 24 Maret, Malaysia Airlines mengumumkan:
Menggunakan analisis yang belum pernah digunakan dalam investigasi [pesawat] seperti ini... Inmarsat dan AAIB telah menyimpulkan bahwa MH370 terbang di sepanjang koridor selatan, dan posisi terakhirnya berada di tengah Samudra Hindia di sebelah barat Perth. Ini adalah lokasi terpencil yang jauh dari tempat pendaratan manapun. Dengan kesedihan dan penyesalan yang mendalam saya beritahu bahwa, berdasarkan data baru ini, penerbangan MH370 berakhir di Samudra Hindia Selatan.[42]
Pesan SMS dikirimkan oleh pihak Malaysia Airlines kepada keluarga penumpang dan awak yang isinya "tanpa keraguan lagi" penerbangan ini hilang dan tidak ada korban selamat.[43] Inmarsat menyatakan bahwa analisis mereka didasarkan pada pengukuran efek Doppler pada transmisi "ping" pesawat.[44]
Pencarian
Perkiraan rute
Pada tanggal 11 Maret, dilaporkan bahwa radar militer menunjukkan bahwa pesawat ini telah berbelok ke barat dan terus terbang selama 70 menit sebelum menghilang dari radar Malaysia di dekat Pulau Perak,[45][46] dan pesawat tersebut terlacak sedang terbang di ketinggian yang lebih rendah melintasi Malaysia ke Selat Malaka. Lokasinya diperkirakan 500 kilometer (310 mi) dari kontak terakhirnya dengan radar sipil.[47] Keesokan harinya, kepala Angkatan Udara Kerajaan Malaysia membantah laporan bahwa hasil lacakan tersebut tidak boleh disalahartikan.[48][49] Menurut Wakil Menteri Transportasi Vietnam, Pham Quy Tieu, "Kami sudah memberitahu Malaysia pada hari kehilangan kontak dengan pesawat bahwa kami melihat pesawat tersebut berbelok kembali ke barat, namun tidak ditanggapi oleh Malaysia."[50]
Para pakar dari Amerika Serikat, yang ditugaskan untuk membantu penyelidikan secara berhati-hati sesuai aturan tanggung jawab,[51] menganalisis data radar dan langsung melaporkan bahwa data radar itu memang memperlihatkan bahwa pesawat terbang ke barat melintasi Semenanjung Malaya. Reuters dan The New York Times menulis bahwa perubahan rute ini menunjukkan bahwa pesawat ini berada di bawah kendali pilot yang sudah terlatih.[8][10][52]The New York Times juga menulis bahwa pesawat mengalami perubahan ketinggian yang besar.[8]
Walaupun Bloomberg News mengatakan bahwa analisis "ping" satelit terakhir bisa jadi menandakan lokasi terakhir sekitar 1.000 mil (1.600 km) di sebelah barat Perth, Australia,[53] Perdana Menteri Malaysia Najib Razak pada 15 Maret bahwa sinyal terakhir tersebut, diterima pukul 08:11 waktu Malaysia, mungkin berasal dari kawasan utara di sekitar Kazakhstan.[54] Najib menjelaskan bahwa sinyal-sinyal itu pasti berada di salah satu dari dua lokasi potensial: lokasi utara yang merentang kira-kira dari perbatasan Kazakhstan dan Turkmenistan hingga Thailand Utara, atau lokasi selatan yang merentang dari Indonesia sampai Samudra Hindia selatan.[55] Tak satu pun negara di rute penerbangan utara – Tiongkok, Thailand, Kazakhstan, Pakistan, dan India – yang memiliki bukti bahwa pesawat tersebut memasuki ruang udara mereka.[56]
Meski kemudian dikonfirmasi bahwa transmisi terakhir ACARS menunjukkan tidak ada yang aneh dan rute normal ke Beijing,[57]The New York Times melaporkan pernyataan "pejabat senior Amerika Serikat" pada tanggal 17 Maret bahwa jalur penerbangan terjadwalnya sudah diprogram terlebih dahulu menuju koordinat barat yang tidak disebutkan melalui sistem pengelolaan penerbangan sebelum ACARS berhenti berfungsi,[58] dan titik jalur yang "melenceng jauh dari rute ke Beijing" ditambahkan ke sistem.[58] Dengan pemrograman ulang seperti itu, pesawat akan melakukan belokan tajam dengan sudut halus sekitar 20 derajat dan penumpangnya akan merasa biasa-biasa saja. Pemadaman seluruh komunikasi kabin secara mendadak memunculkan dugaan bahwa kehilangan pesawat ini diakibatkan oleh aksi kriminal.[58]
Lokasi
Citra satelit yang kemungkinan menemukan puing-puing
Peta lokasi yang dirilis 1: 12 Maret (dibantah), 2: 20–23 Maret
Upaya pencarian awal membuahkan banyak hasil yang tidak relevan. Seorang laksamana Angkatan Laut Vietnam melaporkan bahwa kontak radar dengan pesawat terakhir kali terjadi di atas Teluk Thailand.[24][59]Jejak minyak yang terdeteksi di lepas pantai Vietnam pada tanggal 8 dan 9 Maret terbukti bukan bahan bakar penerbangan.[60][61] Temuan serpihan sekitar 80 km (50 mi) di selatan Pulau Thổ Chu pada tanggal 9 Maret juga terbukti bukan berasal dari pesawat terbang.[62] Pencarian yang dipandu citra satelit Tiongkok yang diambil tanggal 9 Maret memperlihatkan tiga objek mengambang berukuran sekitar 24 x 22 meter ([convert: unit tak dikenal]) di 6°42′N105°38′E / 6.7°N 105.63°E / 6.7; 105.63 juga tidak membuahkan hasil;[63][64] pejabat Vietnam mengatakan bahwa wilayah tersebut telah "disisir secara menyeluruh".[65][66]
Angkatan Laut Kerajaan Thailand mengalihkan fokus pencariannya dari Teluk Thailand dan Laut Tiongkok Selatan atas permintaan Malaysia. Saat itu Malaysia sedang mempelajari kemungkinan pesawat berbelok kembali dan jatuh di Laut Andaman dekat perbatasan Thailand.[67] Panglima Angkatan Udara Kerajaan Malaysia, Rodzali Daud, mengklaim rekaman militer dari radar sinyal tidak menutup kemungkinan bahwa pesawat kembali ke jalur penerbangannya.[68][69]Radius pencarian diperbesar dari radius asli 20 mil laut (37 km; 23 mi) dari posisi terakhir yang diketahui,[70] di selatan Pulau Thổ Chu, menjadi 100 mil laut (190 km; 120 mi). Wilayah tersebut disisir dan diperluas hingga Selat Malaka di sepanjang pesisir barat Semenanjung Malaya. Perairan di timur Malaysia di Teluk Thailand dan perairan Selat Malaka di sepanjang pesisir barat Malaysia juga menjadi target pencarian.[4][71][72]
Pada tanggal 12 Maret, pihak berwenang mulai menyisir Laut Andaman di barat laut Selat Malaka. Pemerintah Malaysia meminta bantuan India untuk mencari pesawat di daerah tersebut.[73] Tanggal 13 Maret, Sekretaris Pers Gedung Putih mengatakan bahwa "wilayah pencarian lainnya mungkin akan ditambahkan di Samudra Hindia berdasarkan informasi terbaru"[34][74] dan seorang pejabat senior di The Pentagon berkata kepada ABC News: "Kami menduga pesawat itu jatuh di Samudra Hindia."[75] Tanggal 17 Maret, Australia sepakat untuk memimpin pencarian di lokasi selatan dari Sumatra hingga Samudra Hindia Selatan.[76][77] Pencarian ini akan dipimpin oleh Australian Maritime Safety Authority. Wilayah seluas 600.000 km2 (230.000 sq mi) antara Australia dan Kepulauan Kerguelen yang letaknya lebih dari 3.000 kilometer (1.900 mi) dari Perth akan dijelajahi oleh beberapa kapal dan pesawat milik Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat.[78]
Pada 17 Maret, terungkap bahwa pesan terakhir ACARS pukul 01:07 tidak berarti bahwa sistem pesawat dimatikan pada saat itu juga seperti yang diduga sebelumnya.[26] Otoritas Malaysia mengatakan bahwa ACARS dimatikan antara 01:07 dan kontak terjadwal ACARS selanjutnya yang berakhir pukul 01:37.[79]
Tanggal 20 Maret, Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, mengumumkan di hadapan parlemen bahwa dua objek yang mungkin terkait dengan pesawat, salah satunya sepanjang 24 m (79 ft), tertangkap oleh satelit di Samudra Hindia pada tanggal 16 Maret, 2.500 km (1.600 mi) di barat daya Perth (koordinat 44°03′02″S91°13′27″E / 44.05056°S 91.22417°E / -44.05056; 91.22417), yang kedalaman lautnya bisa mencapai 5.000 meter (16.000 ft).[13][80][81][82]Pesawat patroli laut Lockheed P-3 Orion milik Australia tiba di daerah tersebut pada pukul 02:50 UTC. Kapal HMAS Success milik AL Australia, kapal AL Myanmar, pesawat patroli laut Boeing P-8 Poseidon angkatan laut Amerika Serikat, dua pesawat Orion (satu dari Australia dan satu lagi dari Selandia Baru), dan satu pesawat kargo Lockheed C-130 Hercules juga diterbangkan ke wilayah tersebut.[83] Dua pesawat kargo militer Ilyushin Il-76 milik Tiongkok[84][85] dan dua Orion milik Jepang tiba di RAAF Base Pearce bergabung untuk membantu tim pencari.[86] Pesawat terbang dan kapal penumpang juga membantu pencarian.[83][87][88][89]
Tanggal 22 Maret, sebuah citra satelit Tiongkok yang direkam empat hari sebelumnya dirilis dan memperlihatkan kemungkinan serpihan pesawat sekitar 120 km (75 mi) di barat daya wilayah yang ditampilkan di citra sebelumnya.[90][91][92] Ukuran objek tersebut diperkirakan 225 m × 13 m (738 ft × 43 ft), di koordinat 44°57′29″S90°13′43″E / 44.95806°S 90.22861°E / -44.95806; 90.22861, dekat salah satu titik 45×90 kira-kira 3.170 km (1.970 mi) di barat daya Perth.
Menanggapi insiden ini, pemerintah Malaysia memobilisasi departemen penerbangan sipil, angkatan udara, angkatan laut, dan Maritime Enforcement Agency, serta meminta bantuan internasional melalui Five Power Defence Arrangements dan negara-negara tetangga. Berbagai negara melancarkan misi pencarian dan penyelamatan di perairan Asia Tenggara.[93][94] Dalam kurun dua hari, negara yang terlibat telah mengirim lebih dari 34 pesawat dan 40 kapal ke kawasan tersebut.[4][5][72]Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty Organization Preparatory Commission menganalisis informasi dari serangkaian stasiun deteksi suara infra milik mereka, tetapi gagal menemukan suara apapun yang dikeluarkan oleh Penerbangan 370.[95]
Pada tanggal 11 Maret,[96] otoritas Tiongkok[97] mengaktifkan International Charter on Space and Major Disasters, organisasi internasional beranggotakan 15 negara yang bertujuan "...menyediakan sistem terpadu pemerolehan dan penyampaian data antariksa kepada negara-negara yang terkena dampak bencana alam atau buatan manusia melalui Pengguna Berwenang."[98]
11 negara lainnya ikut bergabung dalam misi pencarian pada 17 Maret setelah Malaysia meminta lebih banyak bantuan dan total akhirnya mencapai 26 negara.[12] Meski tidak berpartisipasi dalam pencarian, Sri Lanka mengizinkan pesawat pencari memakai ruang udaranya.[99] Aset yang dikerahkan Malaysia meliputi pesawat militer bersayap tetap dan helikopter militer,[100] dan kapal milik angkatan laut dan Malaysian Maritime Enforcement Agency.[100][101][102] Pusat koordinasi pencarian didirikan di National Disaster Control Centre (NDCC) di Pulau Meranti, Cyberjaya.[103] Negara tujuan penerbangan, Tiongkok, mengerahkan fregat Tipe 053H3Mianyang, kapal polisi laut No. 3411,[104]kapal penghancur Tipe 052CHaikou, dok angkut amfibi Tipe 071JinggangShan, KunlunShan, kapal patroli Haixun 31, kapal bantuan bawah air Tipe 925Yongxingdao,[105] kapal penelitian Xuelong, kapal penyelamat Haixun 01, beberapa kapal dagang,[106] kapal penyelamat Nanhaijiu 101, dan kapal suplai Tipe 903Qiandaohu.[107] Selain itu, sejumlah satelit militernya diberi tugas tambahan untuk mencari pesawat ini.[108] Tiongkok juga mengirim dua Ilyushin Il-76 ke RAAF Base Pearce dekat Perth untuk membantu pencarian di Samudra Hindia Selatan.[32][109][110] Other nations provided the following asset types:
Meski Menteri Transportasi sementara Malaysia Hishammuddin Hussein, yang juga merupakan Menteri Pertahanan Malaysia, membantah adanya masalah dengan negara-negara yang terlibat dalam pencarian, para akademisi mengatakan bahwa dikarenakan konflik regional, muncul masalah kepercayaan dalam kerja sama dan pembagian hasil intelijen dan hal ini menghambat proses pencarian.[152][153] Pakar hubungan internasional mengatakan bahwa persaingan yang mengakar atas kedaulatan, keamanan, intelijen, dan kepentingan nasional membuat kerja sama multilateral yang bermakna sangat sulit diwujudkan.[152][153] Seorang akademisi Tiongkok mengamati bahwa semua pihak mencari secara terpisah, jadi ini bukan upaya pencarian multilateral.[153]
Malaysia awalnya menolak merilis data mentah dari radar militernya karena menganggapnya "terlalu sensitif", namun akhirnya dirilis juga.[152][153] Sejumlah pakar pertahanan mengatakan bahwa memberi negara lain akses ke informasi radar bisa bersifat sensitif di ranah militer. Misalnya, "tingkat pengambilan gambar mereka pada saat yang bersamaan mengungkapan seberapa bagus sistem radar mereka". Ada pihak yang menduga bahwa beberapa negara mungkin sudah punya data radar tentang pesawat tersebut dan enggan berbagi informasi yang mungkin dapat membocorkan kemampuan pertahanan mereka dan mengganggu keamanan mereka.[152] Sama halnya, kapal selam yang berpatroli di Laut Tiongkok Selatan mungkin punya informasi seandainya terjadi tabrakan air, dan pembagian informasi ini dapat mengungkap lokasi kapal selam tersebut dan kemampuan pendengarannya. Akan tetapi, The Guardian mencatat bahwa pemberian izin Vietnam kepada pesawat Tiongkok untuk merambah ruang udaranya merupakan tanda kerja sama yang positif.[153]
Penerbangan 370 dioperasikan menggunakan Boeing 777-2H6ER,[b]nomor seri 28420, registrasi 9M-MRO. Sebagai Boeing 777 ke-404 yang diproduksi,[156] pesawat ini pertama kali terbang tanggal 14 Mei 2002 dan langsung dikirim ke Malaysia Airlines pada 31 Mei 2002. Pesawat ini dirancang untuk mengangkut 282 penumpang – 35 di kelas bisnis dan 247 di ekonomi.[157] 9M-MRO telah terbang selama 53.460 jam dan memiliki 7.525 siklus terbang,[158] dan sebelumnya tidak pernah terlibat insiden besar apa pun.[159] Meski begitu, pernah terjadi insiden kecil saat taksi di Bandar Udara Internasional Pudong Shanghai pada Agustus 2012 sehingga ujung sayapnya patah.[160]Pengecekan 'A' perawatan terakhirnya dilaksanakan tanggal 23 Februari 2014.[158]
Para pakar penerbangan umumnya menganggap Boeing 777 sebagai pesawat dengan catatan keselamatan yang "nyaris bersih"[161] dan salah satu pesawat komersial terbaik di dunia.[162] Sejak penerbangan komersial pertamanya bulan Juni 1995, hanya dua kecelakaan serius yang pernah dialami Boeing 777, British Airways Penerbangan 38 tahun 2008 dan Asiana Airlines Penerbangan 214 tahun 2013.
Malaysia Airlines merilis nama dan kebangsaan 227 penumpang dan 12 awaknya sesuai manifest penerbangan.[166]
Penumpang
Dua per tiga dari 227 penumpang Penerbangan 370 adalah warga negara Tiongkok, termasuk 19 seniman bersama enam anggota keluarga dan empat staf yang hendak pulang setelah mengikuti pameran kaligrafi di Kuala Lumpur; 38 penumpang lainnya adalah warga negara Malaysia. Sisanya berasal dari 13 negara.[167] Dari 227 penumpang, 20 orang di antaranya merupakan karyawan Freescale Semiconductor, perusahaan yang berpusat di Austin, Texas – 12 dari Malaysia dan 8 dari Tiongkok.[168][169]
Sesuai perjanjian dengan Malaysia Airlines tahun 2007, Tzu Chi, organisasi Buddha luar negeri yang diizinkan oleh pemerintah RRT, langsung mengirim tim khusus ke Beijing dan Malaysia untuk memberi dukungan emosional kepada keluarga penumpang.[170][171] Pihak maskapai juga mengirimkan tim pendukung dan relawan[172] serta setuju untuk menanggung biaya perjalanan anggota keluarga penumpang ke Kuala Lumpur dan menyediakan akomodasi, layanan kesehatan, dan konseling.[173] 115 anggota keluarga penumpang asal Tiongkok diterbangkan ke Kuala Lumpur.[174] Beberapa anggota keluarga lainnya memilih untuk tetap di Tiongkok, khawatir akan merasa terkurung di Malaysia.[175] Pihak maskapai penerbangan menawarkan ganti rugi belasungkawa ex gratia sebesar US$5.000 kepada keluarga setiap penumpang,[176] tetapi pihak keluarga menganggap pembayaran tersebut tidak bisa diterima dan meminta pihak maskapai untuk mempertimbangkan ulang.[177]
Awak
Seluruh awak kabin adalah warga negara Malaysia. Kapten penerbangan di pesawat ini adalah Zaharie Ahmad Shah berusia 53 tahun asal Penang. Ia bergabung dengan MAS pada tahun 1981 dan memiliki pengalaman terbang selama 18.365 jam.[178] Zaharie juga merupakan penguji yang berhak melakukan tes simulator bagi para pilot.[179]
First officer-nya adalah Fariq Abdul Hamid berusia 27 tahun. Ia sudah bekerja di MAS sejak 2007 dan memiliki pengalaman terbang selama 2.763 jam.[180][181] Fariq sedang menjalani masa peralihan di Boeing 777-200 setelah menyelesaikan pelatihan simulatornya.[181]
Investigasi
Garis waktu tanggapan
Tanggal (UTC)
Peristiwa
7 Maret
Malaysia Airlines mengonfirmasi bahwa mereka kehilangan kontak dengan Penerbangan MH370 pada pukul 18:40 UTC (02:40 MYT, 8 Maret), kemudian dikoreksi menjadi pukul 17:30 UTC (01:30 MYT)
8 Maret
Misi pencarian dan penyelamatan internasional dikerahkan di Laut Tiongkok Selatan
9 Maret
Wilayah pencarian diperluas seiring muncul dugaan bahwa pesawat mungkin berbelok ke barat
Dua penumpang asal Iran terbukti menaiki pesawat dengan paspor curian
10 Maret
Sepuluh satelit Tiongkok dikerahkan dalam misi pencarian
Jejak minyak di permukaan Laut Tiongkok Selatan dinyatakan bukan berasal dari bahan bakar jet
Malaysia Airlines mengumumkan bahwa mereka akan memberikan US$5.000 kepada keluarga setiap penumpang
11 Maret
Interpol mengatakan bahwa dua identitas palsu dalam manifest tidak terkait dengan hilangnya pesawat
12 Maret
Citra satelit Tiongkok yang menunjukkan kemungkinan serpihan Penerbangan 370 di Laut Tiongkok Selatan di 6°42′N105°38′E / 6.7°N 105.63°E / 6.7; 105.63 dirilis, namun pencarian di lapangan tidak membuahkan hasil[182]
Pemerintah Malaysia menerima info dari Inmarsat bahwa Penerbangan 370 mengirimmkan ping selama beberapa jam setelah ACARS mati
Pemerintah Tiongkok mengkritik Malaysia karena memberikan jawaban yang tidak lengkap seputar Penerbangan 370
13 Maret
Amerika Serikat memberitahu agar wilayah pencarian diperluas sampai Samudra Hindia
14 Maret
Investigasi menyimpulkan bahwa Penerbangan 370 masih dikendalikan oleh seseorang setelah hilang kontak dengan pengawas di darat
Pencarian difokfuskan di perairan 3.000 kilometer (1.900 mi) di sebelah barat daya Perth, Australia
22 Maret
Citra satelit Tiongkok menunjukkan kemungkinan objek berukuran 225 x 13 meter (738 x 43 ft) di 44°57′30″S90°13′40″E / 44.95833°S 90.22778°E / -44.95833; 90.22778, sekitar 3.170 kilometer (1.970 mi) di sebelah barat Perth dan 120 kilometer (75 mi) dari lokasi objek pertama, namun tidak memastikan keberadaannya
24 Maret
Pesawat pencari Australia melihat dua objek di laut 1.550 mil (2.490 km) di barat daya Perth, satu di antaranya berbentuk persegi besar berwarna oranye[184]
Perdana Menteri Malaysia mengumumkan bahwa Penerbangan MH370 jatuh di Samudra Hindia selatan, dan Malaysia Airlines menyatakan kepada pihak keluarga bahwa mereka berasumsi "tanpa keraguan apapun" tidak ada korban yang selamat[185]
Partisipasi internasional
Tanggal 8 Maret, Boeing mengumumkan bahwa mereka telah menyusun tim ahli untuk memberi bantuan teknis kepada para penyelidik[186] sesuai protokol International Civil Aviation Organization (ICAO). Selain itu, United States National Transportation Safety Board (NTSB) dalam pernyataan persnya pada hari itu juga mengumumkan bahwa tim penyelidik bersama penasihat teknis dari Federal Aviation Administration (FAA) telah dikirimkan untuk membantu investigasi.[150] Menurut para ahli, karena investigasi formal dari ICAO belum dimulai, kerja sama dan koordinasi antara pihak yang terlibat bisa terkena dampaknya sehingga menjadi "risiko yang dapat membuat hasil penyelidikan awal yang penting terganggu, dan kemungkinan petunjuk dan rekamannya hilang".[187]
Pada tanggal 11 Maret,[96] otoritas Tiongkok[97] mengaktifkan International Charter on Space and Major Disasters, organisasi internasional beranggotakan 15 negara yang bertujuan "...menyediakan sistem terpadu pemerolehan dan penyampaian data antariksa kepada negara-negara yang terkena dampak bencana alam atau buatan manusia melalui Pengguna Berwenang."[98]
United States Federal Bureau of Investigation (FBI) telah mengirim ahli teknis dan agen untuk menyelidiki hilangnya pesawat.[188] Seorang pejabat penegak hukum senior AS mengklarifikasi bahwa agen FBI belum dikirimkan ke Malaysia.[189] Pada 17 Maret, investigasi ini juga dibantu oleh Interpol dan otoritas penegak hukum internasional lainnya.[190][191] Pejabat Amerika Serikat dan Malaysia meninjau setiap penumpang di manifest, termasuk dua penumpang yang dikonfirmasi sebagai pemegang paspor curian.[192] Pada 18 Maret, pemerintah Tiongkok mengumumkan bahwa mereka sudah memeriksa semua warga negara Tiongkok di dalam pesawat dan meniadakan kemungkinan adanya pembajak.[193]
Dugaan keterlibatan penumpang
Dua pria yang teridentifikasi di manifest, seorang warga negara Austria dan seorang warga negara Italia, masing-masing melaporkan bahwa paspornya dicuri pada tahun 2012 dan 2013.[25][194]Interpol menyatakan bahwa kedua paspor terdaftar di basis data paspor hilang dan curian, dan tidak ada pemeriksaan yang dilakukan terhadap basis datanya.[195][196] Menteri Dalam Negeri Malaysia, Ahmad Zahid Hamidi, mengkritik pejabat imigrasi negaranya karena gagal menghentikan penumpang yang bepergian dengan paspor Eropa curian.[196]
Dua tiket sekali jalan yang dibeli untuk pemegang paspor curian tersebut dipesan melalui China Southern Airlines.[197] Dilaporkan bahwa seorang warga negara Iran memesan tiket termurah ke Eropa melalui telepon di Bangkok, Thailand, dan tiket tersebut dibayar tunai.[198][199] Dua penumpang ini kemudian diidentifikasi sebagai warga negara Iran, masing-masing berusia 19 dan 29 tahun, yang masuk ke Malaysia tanggal 28 Februari menggunakan paspor Iran yang sah. Kepala Interpol mengatakan bahwa organisasinya "menolak menyimpulkan bahwa [hilangnya pesawat] bukan insiden teroris".[200] Kedua pria tersebut diyakini sebagai pencari suaka.[201][202]
China Daily melaporkan bahwa ada juga seorang penumpang di manifest Malaysia Airlines yang tidak cocok dengan nama pemegang dan nomor paspornya.[203]
Menyadari bahwa pesawat ini mungkin dibajak oleh seseorang yang terampil, dugaan juga sempat diarahkan kepada seorang penumpang yang bekerja sebagai teknisi penerbangan untuk sebuah perusahaan penyewaan jet Swiss.[204]
Pilot
Kepolisian menggeledah rumah pilot dan kopilot.[205]CNN memberitakan bahwa polisi juga menyelidiki simulator penerbangan di rumah pilot dan pejabat intelijen AS menduga orang-orang yang berada di kokpit bertanggung jawab atas hilangnya pesawat ini.[206]
Kargo
Tanggal 17 Maret, kepala eksekutif Malaysia Airlines, Ahmad Jauhari Yahya, tanpa mengungkap manifest penerbangan mengatakan bahwa pesawat ini mengangkut 3 sampai 4 ton manggis dan tidak ada muatan yang berbahaya.[207][208][209] Tiga hari kemudian, ia juga membenarkan bahwa baterai mudah terbakar yang diidentifikasi sebagai lithium-ion juga berada di dalam pesawat.[210] Ia menambahkan bahwa semua kargo "dikemas sesuai peraturan ICAO", diperiksa beberapa kali, dan sudah mematuhi peraturan.[211][212][213]
Pemerintah Malaysia menolak permintaan pengungkapan manifest kargo MH370 secara terperinci. Negara dan pihak pencari yang terlibat dalam proses pencarian dan penemuan di laut mengungkapkan rasa frustrasi mereka. AMSA menyatakan kekhawatirannya karena kerahasiaan manifest tersebut bisa mengganggu upaya pencarian di Samudra Hindia.[214]
Kritik dan tanggapan
Komunikasi publik yang dilakukan oleh pejabat Malaysia seputar hilangnya pesawat awalnya dipenuhi kontradiksi.
Kepala eksekutif Malaysia Airlines, Ahmad Jauhari Yahya, awalnya mengatakan bahwa pengawas lalu lintas udara (ATC) terlibat kontak dengan pesawat dua jam setelah lepas landas, padahal pesawat hilang kontak dengan ATC kurang dari satu jam setelah lepas landas.[215]
Otoritas Malaysia awalnya melaporkan bahwa empat penumpang menggunakan paspor curian untuk menaiki pesawat. Jumlah itu kemudian dikurangi menjadi dua orang, satu dari Italia dan satu dari Austria.[216]
Malaysia secara terburu-buru memperluas wilayah pencarian ke barat pada tanggal 9 Maret, dan baru pada hari itu mengungkapkan bahwa radar militer mendeteksi pesawat berbelok ke barat.[216] Hal ini kemudian dibantah oleh Rodzali Daud.[49]
Otoritas Malaysia mengunjungi rumah pilot Zaharie dan kopilot Fariq pada tanggal 15 Maret. Mereka menyita sebuah simulator penerbangan milik Zaharie. Kepala kepolisian Malaysia, Khalid Abu Bakar, mengatakan bahwa ini adalah kunjungan pertama polisi ke rumah tersebut. Tanggal 17 Maret, pemerintah membantahnya dengan mengatakan bahwa polisi pertama kali mengunjungi rumah pilot dan kopilot sehari setelah pesawat dinyatakan hilang,[217] meski ini sudah dibantah sebelumnya.[218]
Tanggal 16 Maret, Menteri Transportasi sementara Malaysia membantah pernyataan Perdana Menteri seputar waktu data dan komunikasi terakhir yang diterima. Najib Razak mengatakan bahwa sistem ACARS dimatikan pukul 01:07, sedangkan Hishammuddin mengatakan bahwa transmisi ACARS terakhir diterima pukul 01:07, dan transmisi yang dijadwalkan pukul 01:37 tidak pernah terkirim.[219]
Tiga hari kemudian, setelah berkata bahwa pesawat tidak mengangkut muatan berbahaya, kepala eksekutif Malaysia Airlines, Ahmad Jauhari Yahya, mengatakan bahwa kargo baterai lithium yang mudah terbakar ada di dalam pesawat.[208][210]
The New York Times menulis bahwa pemerintah Malaysia dan maskapai penerbangan merilis informasi yang tidak tepat, kurang lengkap, dan kadang-kadang tidak akurat, dan mencatat bahwa informasi dari pejabat sipil kadang kontradiktif dengan informasi dari pejabat militer.[220] Pejabat Malaysia juga dikritik setelah informasi yang berlawanan masih saja dirilis, salah satunya adalah informasi mengenai titik dan waktu kontak terakhir dengan pesawat.[221] MAS juga dikritik karena tidak mau mengungkapkan manifest kargonya.[207]
Vietnam menunda sementara operasi pencariannya setelah Wakil Menteri Transportasi Vietnam mengaku pejabat Malaysia sedikit sekali berkomunikasi meski mereka meminta informasi lebih lanjut.[222] Pemerintah Tiongkok, melalui Xinhua News Agency, mengatakan bahwa pemerintah Malaysia harus memimpin dan melaksanakan operasi dengan transparansi yang lebih besar.[152] Pernyataan ini ditegaskan kembali oleh Menteri Luar Negeri Tiongkok beberapa hari kemudianː "Bantulah semua pihak dalam [operasi] pencarian supaya lebih efektif dan akurat."[223] Pertanyaan dan kritik dilontarkan oleh berbagai pakar angkatan udara dan oposisi Malaysia tentang kondisi angkatan udara dan kemampuan radar Malaysia saat ini.[224][225][226]The Washington Post menulis bahwa seandainya MAS memasang sistem Swift yang pernah membantu pelacakan Air France 447, para penyelidik bisa memperoleh informasi kritis tentang pesawat ini sekalipun sistem ACARS dan transpondernya mati.[227]
Kritik juga diarahkan pada penundaan upaya pencarian. Sebuah laporan di The Wall Street Journal menulis bahwa perusahaan satelit Britania Raya, Inmarsat, telah menyediakan data kepada pihak berwenang sejak 11 Maret, tiga hari setelah pesawat hilang, artinya pesawat tersebut memang tidak berada di Teluk Thailand dan Laut Tiongkok Selatan yang waktu itu sedang disisir, dan mungkin mengalihkan penerbangannya melalui koridor selatan dan utara. Informasi tersebut baru diakui dan dirilis di hadapan publik oleh Perdana Menteri Malaysia Najib Razak pada konferensi pers tanggal 15 Maret.[228] Menanggapi kritik seputar kerahasiaan informasi sinyal satelit, Malaysia Airlines mengatakan bahwa sinyal satelit mentah adalah hal yang penting untuk diverifikasi dan dianalisis "sehingga tingkat kepentingannya bisa dipahami dengan benar". Ketika verifikasi dan analisis dilakukan, pihak maskapai belum bisa mengonfirmasi keberadaannya di hadapan publik.[229]
^Pesawat ini merupakan model Boeing 777-200ER (Extended Range); Boeing memberi kode pelanggan unik untuk setiap perusahaan yang membeli salah satu pesawatnya dalam bentuk infiks di nomor modelnya pada waktu pesawat itu dibangun. Kode untuk Malaysia Airlines adalah "H6", jadi "777-2H6ER".[155]
^Manifest yang dirilis Malaysia Airlines mencantumkan seorang warga negara Austria dan seorang warga negara Italia. Keduanya teridentifikasi sebagai dua warga negara Iran yang menaiki Penerbangan 370 menggunakan paspor curian.[164]
^"マレーシア航空機の消息不明事案に関する防衛省・自衛隊の対応について". Ministry of Defence (dalam bahasa Japanese). 12 March 2014. Diakses tanggal 17 March 2014.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^"マレーシア航空機消息不明事案に対する国際緊急援助活動". Ministry of Defense (dalam bahasa Japanese). 14 March 2014. Diakses tanggal 17 March 2014.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^"マレーシア航空機行方不明事案への対応について(第4報)"(PDF). Japan Coast Guard (dalam bahasa Japanese). 14 March 2014.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)