Kesatria Haikal
Laskar Miskin Kristus dan Haikal Salomo (bahasa Latin: Pauperes commilitones Christi Templique Salomonici), atau Tarekat Laskar Miskin Kristus Haikal Yerusalem (bahasa Latin: Ordo Pauperum Commilitonum Christi Templi Hierosolymitani), yang diringkas menjadi Tarekat Laskar Haikal (bahasa Latin: Ordo militum Templariorum) atau Ahli Haikal (bahasa Latin: Templarii), dan lebih dikenal dengan sebutan Kesatria Ahli Haikal atau Kesatria Haikal, adalah tarekat militer Katolik yang diakui keberadaannya pada tahun 1139 dalam bula Sri Paus yang bertajuk Omne Datum Optimum.[3] Tarekat ini berdiri pada tahun 1119, dan berkiprah sampai kira-kira tahun 1312.[4] Tarekat yang tergolong sebagai salah satu lembaga terkaya dan adidaya ini tumbuh menjadi badan amal kasih yang paling ternama di seluruh Dunia Kristen, dan mengalami peningkatan pesat dalam jumlah anggota maupun kekuasaannya. Anggota-anggota tarekat ini adalah tokoh-tokoh terkemuka di sektor keuangan Kristen. Para Kesatria Haikal, yang berseragam mantel putih dengan gambar salib merah, terbilang di antara kesatuan-kesatuan tempur yang paling cakap dalam Perang Salib.[5] Para anggota tarekat yang bukan petarung, yakni 90% anggota tarekat,[2][note 1] mengelola prasarana ekonomi raksasa yang menjangkau seluruh pelosok Dunia Kristen,[6] mengembangkan teknik-teknik keuangan inovatif yang menjadi cikal bakal lembaga perbankan,[7][8] membina jaringan sendiri yang terdiri atas hampir 1.000 markas dan benteng di seluruh Eropa dan Tanah Suci, serta boleh dikata membentuk badan usaha multinasional yang pertama di dunia.[9][10] Kesatria Haikal erat kaitannya dengan Perang Salib. Setelah Tanah Suci jatuh ke tangan lawan, dukungan bagi tarekat ini turut memudar.[11] Desas-desus mengenai upacara inisiasi rahasia Kesatria Haikal menimbulkan syak wasangka masyarakat. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Raja Prancis, Philippe IV, yang terlilit banyak utang pada tarekat ini, untuk menundukkan mereka di bawah kendalinya. Pada tahun 1307, ia memerintahkan penangkapan para Kesatria Haikal di Prancis, yang selanjutnya disiksa sampai bersedia membuat pengakuan palsu, lantas dibakar hidup-hidup dengan tubuh terikat pada tiang pancang.[12] Paus Klemens V membubarkan tarekat ini pada tahun 1312 di bawah tekanan Raja Philippe IV. Kejatuhan mendadak salah satu paguyuban terkemuka di Eropa ini telah memunculkan spekulasi, legenda, dan tinggalan sejarah dari abad ke abad. SejarahKemunculanSetelah bangsa Eropa berhasil merebut kota Yerusalem dalam Perang Salib I pada tahun 1099, banyak umat Kristen yang berziarah ke Tanah Suci. Kendati kota Yerusalem relatif aman di bawah kendali umat Kristen, negara-negara Tentara Salib di sekitarnya tidaklah demikian. Para penjahat dan gerombolan penyamun menyatroni para peziarah, yang secara rutin mereka bantai, kadang-kadang dalam jumlah ratusan jiwa, selagi menempuh perjalanan dari bandar Jaffa menuju daerah pedalaman Tanah Suci.[13] Pada tahun 1119, seorang kesatria Prancis bernama Hugues de Payens menghadap Raja Yerusalem, Baudouin II, dan Batrik Yerusalem, Gormondus, dengan maksud mengajukan usulan pembentukan sebuah tarekat rahib-rahib petarung yang dapat dikerahkan untuk melindungi para peziarah. Usulnya disetujui oleh Raja Baudouin II maupun Batrik Gormondus, mungkin sekali dalam Konsili Nablus pada bulan Januari 1120. Raja Baudouin II juga menyerahkan salah satu sayap bangunan istana raja di atas Bukit Haikal, yakni di dalam Masjid Al-Aqsa yang dirampas dari kaum Muslim, untuk dijadikan markas besar tarekat bentukan Hugues de Payens.[14] Bukit Haikal dianggap keramat karena diyakini berdiri di atas puing-puing Haikal Salomo.[5][15] Oleh karena itu, tarekat baru ini menyebut Masjid Al-Aqsa sebagai Haikal Salomo, dan menamakan dirinya Laskar Miskin Kristus dan Haikal Salomo, atau para kesatria Ahli Haikal. Keanggotaan tarekat terdiri atas kira-kira sembilan orang kesatria, termasuk Godefroy de Saint-Omer dan André de Montbard. Isi pundi-pundi tarekat tidak seberapa banyak, sehingga kelangsungan hidup tarekat bergantung pada derma. Lencana tarekat memuat gambar dua orang kesatria yang menunggangi seekor kuda, lambang dari kemiskinannya.[16] Kemiskinan para Ahli Haikal tidak berlangsung lama. Mereka mendapatkan perhatian dan dukungan dari Santo Bernardus dari Clairvaux, seorang tokoh Gereja yang terkemuka. Abas berkebangsaan Prancis yang memprakarsai pembentukan tarekat rahib-rahib Sistersien ini adalah kemenakan dari André de Montbard, salah seorang kesatria pendiri Tarekat Laskar Haikal. Bernardus benar-benar prihatin akan kemaslahatan mereka dan berusaha menggugah simpati masyarakat terhadap mereka lewat risalahnya yang berjudul De Laude Novae Militiae (Perihal Pujian Terhadap Keperwiraan Baru).[17][18] Pada tahun 1129, dalam Konsili Troyes, Bernardus berhasil meyakinkan sekelompok petinggi Gereja untuk menyetujui dan menyokong keberadaan tarekat ini secara resmi atas nama Gereja. Bermodalkan restu resmi ini, Ahli Haikal menjadi badan amal ternama di seluruh Dunia Kristen. Sumbangan mengalir deras, baik berupa uang, lahan, perusahaan, maupun tenaga putra-putra kalangan ningrat yang berhasrat membantu perjuangan di Tanah Suci. Sumbangan besar lainnya tiba pada tahun 1139, yakni bula Sri Paus Inosensius II, Omne Datum Optimum, yang mengecualikan tarekat ini dari kewajiban menaati undang-undang lokal. Berkat bula ini, para Ahli Haikal bebas melintasi tapal-tapal batas antarnegara, tidak wajib membayar pajak apa pun, dan tidak tunduk di bawah kewenangan siapa pun selain Sri Paus.[19] Dengan misi yang jelas dan sumber daya memadai, tarekat ini berkembang pesat. Para Ahli Haikal acap kali dikerahkan sebagai pasukan pembidas dalam pertempuran-pertempuran yang sangat penting selama Perang Salib, yakni sebagai barisan kesatria berkuda lapis zirah yang akan dikerahkan untuk menerjang musuh, selaku ujung tombak pasukan utama, dalam rangka menerobos barisan pertahanan lawan. Salah satu kejayaan mereka yang paling masyhur diraih dalam Pertempuran Montgisard pada tahun 1177, manakala sekitar 500 orang Kesatria Haikal membantu beberapa ribu prajurit pejalan kaki mengalahkan bala tentara Salahuddin Ayyubi yang berkekuatan lebih dari 26.000 prajurit.[9]
Meskipun misi utama tarekat ini bersifat militer, jumlah petarung dalam keanggotaannya relatif sedikit. Anggota-anggota selain petarung bekerja membantu para kesatria dan mengelola prasarana keuangan. Kendati tiap-tiap anggotanya disumpah untuk hidup miskin, para Ahli Haikal diberi kepercayaan untuk mengelola harta kekayaan di luar dari derma yang mereka terima. Bangsawan yang berminat turut serta berjuang dalam Perang Salib dapat menitipkan seluruh harta kekayaannya untuk dikelola oleh para Ahli Haikal selama kepergiannya. Dengan menumpuk kekayaan yang terkumpul melalui cara ini di seluruh Dunia Kristen dan negara-negara Tentara Salib, para Ahli Haikal mulai menerbitkan surat kredit pada tahun 1150 bagi para peziarah yang berangkat ke Tanah Suci. Peziarah cukup menyetorkan barang-barang berharga miliknya ke praeceptoria (markas, harfiah: balai penataran) Ahli Haikal di negara asalnya sebelum berangkat, menerima selembar dokumen berisi pernyataan nilai setorannya, dan menggunakan dokumen tersebut untuk mencairkan dana dengan nilai yang sama setibanya di Tanah Suci. Inovasi semacam ini merupakan salah satu bentuk awal dari kegiatan perbankan, dan mungkin merupakan sistem resmi pertama yang mendukung penggunaan cek. Selain bermanfaat meningkatkan keamanan diri para peziarah karena menjadikan mereka kurang diminati untuk dijadikan korban oleh para pencuri, inovasi ini juga kian menambah pundi-pundi tarekat.[5][21] Bermodalkan gabungan derma dan kesepakatan usaha, para Ahli Haikal membina jaringan jasa keuangan yang membentang ke seluruh pelosok Dunia Kristen. Mereka membeli berbidang-bidang tanah di Eropa maupun di Timur Tengah, membeli dan mengelola lahan-lahan usaha tani dan kebun-kebun anggur, membangun katedral-katedral dan puri-puri batu berukuran raksasa, terjun dalam usaha manufaktur, impor dan ekspor, memiliki armada kapal sendiri, dan bahkan pernah menguasai seluruh Pulau Siprus. Mereka juga bergerak dalam usaha simpan pinjam, setidaknya sejak 1130. Selama abad ke-13, sebagian besar bangsawan, termasuk raja-raja Prancis memiliki rekening di cabang Kesateria Haikal di Paris. Mereka juga meminjamkan uang untuk Kerajaan Aragon yang digunakan untuk membiayai perang dan ekspedisi. Mereka bersaing dengan institusi perbankan di Italia dan negara lain untuk membiayai kebutuhan kerajaan-kerajaan Eropa selama abad pertengahan. Di kota Yerusalem sendiri, Kesateria Haikal tampaknya memiliki saham di sejumlah usaha di kota tersebut yang dapat dilihat dari lambang "T" yang diukir pada bangunan-bangunan di pasar.[22] Tarekat Laskar Haikal kiranya layak disebut badan usaha multinasional yang pertama di dunia.[9][10][23] KemunduranPada pertengahan abad ke-12, arah angin dalam Perang Salib mulai berubah. Dunia Islam semakin bersatu di bawah pimpinan tokoh-tokoh yang cakap memimpin seperti Salahuddin Ayubi. Selisih pendapat muncul di antara faksi-faksi Kristen di Tanah Suci sehubungan dengan Tanah Suci itu sendiri. Kesatria Haikal kadang-kadang bersitegang dengan dua tarekat militer lainnya, yakni Kesatria Panti Husada dan Kesatria Teuton. Silang sengketa antarkawan sekubu selama berpuluh-puluh tahun membuat pihak Kristen menjadi lemah, baik di bidang politik maupun di bidang militer. Setelah Kesatria Haikal dikerahkan dalam beberapa kali aksi militer yang berakhir dengan kekalahan di pihak Kristen, antara lain Pertempuran Hittin, Yerusalem akhirnya kembali jatuh ke tangan bala tentara Muslim yang dipimpin oleh Salahuddin pada tahun 1187. Kaisar Romawi Suci, Friedrich II, berhasil merebut kembali kota Yerusalem dari tangan kaum Muslim dalam Perang Salib VI pada tahun 1229, tanpa pengerahan Kesatria Haikal, tapi hanya sanggup menguasai kota itu selama satu dasawarsa lebih beberapa tahun. Pada tahun 1244, wangsa Ayubi bersama para prajurit bayaran Khawarizmi berhasil merebut kembali kota Yerusalem. Semenjak saat itu, kota Yerusalem lepas dari kekuasaan bangsa Eropa sampai akhirnya direbut oleh bangsa Inggris dari Kekaisaran Turki Utsmaniyah pada tahun 1917, dalam Perang Dunia I.[24] Kesatria Haikal terpaksa memindahkan markas besar mereka ke kota-kota lain di sebelah utara Tanah Suci, misalnya ke bandar Ako, yang mereka kuasai sepanjang abad berikutnya. Ako akhirnya jatuh ke tangan kaum Muslim pada tahun 1291, disusul oleh benteng-benteng terakhir Kesatria Haikal yang terletak di daratan Asia, yakni Tartus (di Suriah sekarang ini) dan Atlit (di Israel sekarang ini), sehingga markas besar Kesatria Haikal terpaksa dipindahkan lagi ke Limassol di Pulau Siprus.[25] Kesatria Haikal juga berusaha mempertahankan keberadaan satu garnisun di Arwad, pulau kecil di perairan lepas pantai Tartus. Pada tahun 1300, Kesatria Haikal sempat beberapa kali terlibat dalam aksi militer gabungan bersama bangsa Mongol[note 2] melalui satu pasukan invasi baru yang ditempatkan di Arwad. Meskipun demikian, Kesultanan Mamluk Mesir berhasil merebut Pulau Arwad pada tahun 1302 atau 1303, dalam peristiwa Pengepungan Arwad. Dengan lepasnya Arwad dari genggaman Kesatria Haikal, hilang pula satu-satunya tempat berpijak yang tersisa bagi Tentara Salib di Tanah Suci.[9][note 3] Karena misi militer Tarekat Laskar Haikal menjadi semakin tidak penting lagi, dukungan pun mulai berkurang. Kendati demikian, Tarekat Laskar Haikal tidak serta-merta terpuruk akibat penurunan dukungan, karena selama 200 tahun keberadaannya, para Ahli Haikal sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari di seluruh Dunia Kristen.[26] Ratusan gedung perkumpulan Ahli Haikal, yang tersebar di seluruh Eropa dan Timur Dekat, menghadirkan mereka di seluruh pelosok Dunia Kristen.[note 1] Ahli Haikal masih tetap menjalankan banyak perusahaan, dan banyak orang Eropa yang setiap hari masih berhubungan langsung dengan jaringan Ahli Haikal, misalnya dengan bekerja di lahan-lahan usaha tani maupun kebun-kebun anggur milik Ahli Haikal, atau menjadikan tarekat ini sebagai semacam bank penyimpanan barang-barang berharga milik pribadi. Tarekat ini tetap tidak diwajibkan untuk tunduk pada pemerintah setempat, sehingga membuatnya menjadi semacam “negara dalam negara” di mana saja ia berada – angkatan bersenjata tetap Kesatria Haikal masih bebas berlalu-lalang melintasi tapal-tapal batas antarnegara, sekalipun tidak lagi memiliki misi yang jelas. Keadaan semacam ini memicu ketegangan dengan sejumlah bangsawan Eropa, lebih-lebih ketika para Ahli Haikal menampakkan tanda-tanda bahwa mereka berminat mendirikan negara kerahiban sendiri, sama seperti negara kerahiban yang didirikan Kesatria Teuton di Prusia[21] dan negara kerahiban yang didirikan Kesatria Panti Husada di Rodos.[27] Penangkapan, dakwaan, dan pembubaranPada tahun 1305, Sri Paus yang baru terpilih, Klemens V, dari kediamannya di Avignon, menyurati Guru Besar Kesatria Haikal, Jacques de Molay, dan Guru Besar Kesatria Panti Husada, Foulques de Villaret, dalam rangka membahas peluang melebur kedua tarekat. Kedua-dua tarekat tidak mengaminkan gagasan ini, tetapi Sri Paus tidak menyerah begitu saja. Pada tahun 1306, ia mengundang kedua guru besar ke Prancis untuk membicarakan kembali rencana ini. Jacques De Molay tiba lebih dahulu pada permulaan tahun 1307, dan Foulques de Villaret tiba beberapa bulan kemudian. Sementara menunggu kedatangan Guru Besar Kesatria Panti Husada, Jacques De Molay dan Sri Paus membahas dakwaan-dakwaan kriminal yang muncul dua tahun sebelumnya dari seorang mantan Ahli Haikal yang tengah hangat-hangatnya diperbincangkan oleh Raja Prancis, Philippe IV, dan menteri-menterinya. Secara umum keduanya sepakat bahwa dakwaan-dakwaan itu hanyalah fitnah belaka, tetapi Sri Paus tetap mengajukan permintaan bantuan penyidikan secara tertulis kepada Raja Philippe. Menurut beberapa sejarawan, Raja Philippe, yang sudah terlilit banyak sekali utang pada Kesatria Haikal demi mendanai perang melawan Inggris, memutuskan untuk memanfaatkan desas-desus yang beredar di tengah masyarakat demi kepentingan pribadi. Ia mulai menekan Gereja untuk menindaki tarekat itu, dengan harapan dapat lolos dari utang-utangnya.[28] Saat fajar menyingsing pada hari Jumat, tanggal 13 Oktober 1307 (tarikh ini kadang-kadang dikait-kaitkan dengan asal-usul takhayul hari Jumat tanggal 13),[30][31] Jacques de Molay dan sejumlah Ahli Haikal Prancis ditangkap secara serentak atas perintah Raja Philippe IV. Surat perintah penangkapan diawali dengan kalimat "Dieu n'est pas content, nous avons des ennemis de la foi dans le Royaume" (Allah tidak berkenan, kita biarkan musuh-musuh iman bercokol di dalam kerajaan).[32] Dimunculkanlah pernyataan-pernyataan bahwa dalam upacara pelantikan anggota baru Tarekat Laskar Haikal, para calon anggota dipaksa meludahi salib, menyangkali Kristus, dan melakukan ciuman yang tidak senonoh. Para anggotanya juga didakwa menyembah berhala, dan tarekatnya dikabarkan menganjurkan praktik-praktik homoseksual.[33] Ahli Haikal diperkarakan dengan banyak dakwaan lain, misalnya penggelapan uang, penipuan, dan menyembunyikan rahasia.[34] Banyak terdakwa disiksa sampai mengaku melakukan perbuatan-perbuatan yang didakwakan. Kendati dibuat di bawah tekanan, pengakuan-pengakuan ini menimbulkan kehebohan di kota Paris. "Moi, Raymond de La Fère, 21 ans, reconnais que [j'ai] craché trois fois sur la Croix, mais de bouche et pas de cœur" (saya, Raymond de La Fère, umur 21 tahun, mengaku bahwa [saya sudah] tiga kali meludahi salib, tetapi hanya dari mulut saja, dan bukan dari dalam hati), demikian bunyi pernyataan salah seorang terdakwa yang dipaksa untuk mengaku pernah menista salib. Para Ahli Haikal didakwa memuja berhala di markas besar perdana mereka di Bukit Haikal, antara lain sesosok berhala yang disebut Bafomet, dan sebuah kepala mumi yang diduga sebagai kepala jenazah Yohanes Pembaptis menurut salah satu teori para ahli.[35] Sri Paus menuruti desakan Raja Philippe IV, dan mengeluarkan bula Pastoralis Praeeminentiae pada tanggal 22 November 1307, yang berisi amanat kepada segenap kepala monarki Kristen di Eropa untuk menangkap semua Ahli Haikal dan menyita seluruh aset mereka.[36] Sri Paus meminta agar penentuan bersalah tidaknya para terdakwa dilakukan lewat sidang pengadilan yang digelar oleh lembaga kepausan, dan begitu lepas dari siksaan para penyidik, banyak Ahli Haikal yang menarik kembali pengakuan mereka. Beberapa terdakwa cukup berpengalaman di bidang hukum untuk membela diri sendiri di hadapan mahkamah, namun pada tahun 1310, setelah menugaskan Uskup Agung Sens, Philippe de Marigny, untuk memimpin penyidikan, Raja Philippe mementahkan kebijakan Sri Paus ini, dengan menggunakan pengakuan-pengakuan yang sudah didapatkan melalui penyiksaan sebagai dasar untuk membakar hidup-hidup lusinan Ahli Haikal dalam keadaan terikat pada tiang pancang di kota Paris.[37][38][39] Karena Raja Philippe mengancam akan mengambil tindakan militer jika kemauannya tidak dituruti, Paus Klemens akhirnya setuju untuk untuk membubarkan Tarekat Laskar Haikal dengan mengacu pada skandal publik yang telah ditimbulkan oleh pengakuan-pengakuan para Ahli Haikal. Dalam Konsili Vienne pada tahun 1312, Sri Paus mengeluarkan serangkaian bula, antara lain Vox in excelso, yang secara resmi membubarkan Tarekat Laskar Haikal, dan Ad providam, yang mengalihkan kepemilikan sebagian besar aset Tarekat Laskar Haikal kepada Tarekat Panti Husada.[40] Guru Besar Jacques de Molay, yang sudah uzur, menarik kembali pengakuan yang telah dibuatnya di bawah paksaan. Geoffroi de Charney, praeceptor Normandie, juga menarik kembali pengakuannya dan bersikeras tidak bersalah. Kedua pimpinan Tarekat Laskar Haikal ini dinyatakan bersalah sebagai ahli bidah kambuhan, dan dipidana mati dengan cara dibakar hidup-hidup dengan tubuh terikat pada tiang pancang di kota Paris pada tanggal 18 Maret 1314. Jacques De Molay dikabarkan tetap tegar sampai putus nyawa. Ia meminta agar tubuhnya diikat pada tiang pancang dengan posisi muka menghadap ke arah Katedral Notre Dame, dan dengan kedua tangan tertangkup dalam sikap berdoa.[41] Menurut legenda, ia berseru dari tengah-tengah kobaran api bahwa tidak lama lagi Paus Klemens dan Raja Philippe akan berjumpa dengannya di hadirat Allah. Kata-kata terakhirnya yang terabadikan dalam perkamen adalah "Dieu sait qui a tort et a péché. Il va bientot arriver malheur à ceux qui nous ont condamnés à mort" (Allah tahu siapa yang salah dan sudah berdosa. Malapetaka akan segera menimpa orang-orang yang menghukum mati kami).[32] Paus Klemens wafat sebulan kemudian, dan Raja Philippe mangkat akibat kecelakaan saat berburu sebelum tahun 1314 berakhir.[42][note 4][note 5] Para Ahli Haikal yang tersisa di seluruh Eropa ditangkapi dan diperiksa oleh penyidik lembaga kepausan (nyaris tidak ada yang dipidana), bergabung dengan tarekat-tarekat militer Katolik yang lain, ataupun dipensiunkan dan dizinkan hidup dengan tenang sampai akhir hayat mereka. Berdasarkan maklumat Sri Paus, tanah dan bangunan Tarekat Laskar Haikal dialihkan kepemilikannya kepada Tarekat Panti Husada, kecuali yang berlokasi di wilayah Kerajaan Kastila, Kerajaan Aragon, dan Kerajaan Portugal.[43] Portugal adalah negeri pertama di Eropa yang menjadi lokasi markas cabang Kesatria Haikal, dua atau tiga tahun setelah pembentukannya di Yerusalem, bahkan tarekat ini hadir pada masa-masa pembentukan negara Portugal.[44][45] Raja Portugal, Dinis I, menolak meniru langkah negara-negara berdaulat lain, yang tunduk di bawah pengaruh Gereja Katolik, untuk melakukan pengejaran dan persekusi terhadap para mantan Kesatria Haikal, yang telah membuat tarekat itu tercerai-berai. Di bawah perlindungan Raja Portugal, organisasi-organisasi Ahli Haikal cukup berganti nama menjadi Tarekat Kristus. Anugerah lencana kesatria Tarekat Kristus dari Raja Portugal merupakan cikal bakal anugerah lencana kesatria Tarekat Utama Kristus dari Takhta Suci.[46][47][45][48][49][50][51][52][53] Perkamen ChinonPada bulan September 2001, selembar dokumen bertarikh 17–20 Agustus 1308 yang dikenal dengan sebutan "Perkamen Chinon", ditemukan di dalam kumpulan Arsip Rahasia Vatikan oleh Barbara Frale, setelah keliru disimpan dalam berkas arsip yang salah pada tahun 1628. Dokumen ini memuat notula sidang pengadilan para Ahli Haikal, dan menerangkan bahwa Paus Klemens memberikan absolusi kepada para Ahli Haikal dari segala macam dosa bidah pada tahun 1308, sebelum membubarkan tarekat ini secara resmi pada tahun 1312.[54] Sama seperti Perkamen Chinon lain, tertanggal 20 Agustus 1308, yang ditujukan kepada Raja Philippe IV, dokumen ini juga menyebutkan bahwa semua Ahli Haikal yang sudah mengaku bersalah menjadi ahli bidah "diizinkan kembali menerima sakramen-sakramen dan kembali ke pangkuan Gereja". Perkamen Chinon lain ini juga sudah terkenal di kalangan sejarawan,[55][56][57] setelah dipublikasikan oleh Étienne Baluze pada tahun 1693[58] dan oleh Pierre Dupuy pada tahun 1751.[59] Menurut pandangan mutakhir Gereja Katolik Roma, persekusi terhadap para Kesatria Haikal pada Abad Pertengahan merupakan suatu ketidakadilan, karena tidak ada kesalahan yang didapati pada tarekat ini maupun pada aturannya, sementara Paus Klemens terpaksa membubarkannya karena sudah menimbulkan skandal publik yang sangat menghebohkan, dan karena ditekan oleh kerabatnya sendiri, Raja Philippe IV, yang kala itu sangat berkuasa.[60][61] OrganisasiTarekat Laskar Haikal ditata selayaknya sebuah paguyuban para rahib, serupa dengan tatanan Tarekat Sistersien bentukan Bernardus, yang dianggap sebagai organisasi internasional pertama di Eropa.[62] Struktur organisasinya memiliki rantai kewenangan yang kuat. Setiap paguyuban Ahli Haikal, di negara-negara tempat mereka berkiprah dalam jumlah besar (Prancis, Poitou, Anjou, Yerusalem, Inggris, Aragon, Portugal, Italia, Tripoli, Antiokhia, Hungaria, dan Kroasia),[63] dikepalai oleh seorang penatar (bahasa Latin: praeceptor). Seluruh Ahli Haikal tunduk pada guru besar (bahasa Jerman: Großmeister, bahasa Prancis: grand maître, bahasa Latin: magister generalis), pemimpin seumur hidup yang mengawasi seluruh kegiatan tarekat, baik aksi militer di Dunia Timur maupun pengelolaan prasarana keuangan di Dunia Barat. Guru besar menjalankan kewenangannya melalui para pelawat umum (bahasa Latin: visitator generalis, jamak: visitatores generales), yakni para kesatria yang ditunjuk secara khusus oleh guru besar dan para personel markas besar di Yerusalem untuk melakukan lawatan ke provinsi-provinsi tarekat, meluruskan penyimpangan-penyimpangan, menyiarkan aturan-aturan baru, dan menuntaskan sengketa-sengketa besar. Para pelawat umum berwenang mencopot para kesatria dari jabatan mereka dan memberhentikan penatar dari jabatannya selaku kepala markas di provinsi tarekat yang bersangkutan.[64] Jumlah keseluruhan anggota tarekat tidak diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan bahwa pada puncak kejayaannya, jumlah mereka mencapai 15.000 sampai 20.000 jiwa, sekitar sepersepuluh di antaranya adalah kesatria.[2][note 1] Pangkat dan golonganTiga golonganPara Ahli Haikal terbagi atas tiga golongan, yakni golongan kesatria ningrat, golongan bintara bukan ningrat, dan golongan kapelan. Tarekat Laskar Haikal tidak melaksanakan upacara pelantikan kesatria, sehingga orang yang berminat menjadi anggota golongan kesatria dalam tarekat ini harus sudah dilantik menjadi kesatria sebelum bergabung.[65] Kesatria adalah golongan yang paling menonjol dari Tarekat Laskar Haikal. Mereka mengenakan mantel putih yang bergambar salib merah sebagai lambang kemurnian dan kesucian diri sekaligus ciri khas mereka,[66][67] bersenjata lengkap selaku prajurit berkuda lapis zirah, dijatahi tiga atau empat ekor kuda, dan ditemani satu atau dua orang pelayan. Pada umumnya pelayan bukan anggota tarekat melainkan orang-orang yang diupah untuk bekerja selama jangka waktu tertentu. Di bawah golongan kesatria ningrat, terdapat golongan bintara yang berasal dari kalangan bukan ningrat.[68] Orang-orang dengan keterampilan serta jiwa usaha seperti pandai besi dan tukang bangunan inilah yang mengelola berbagai harta kekayaan tarekat di Eropa. Di negara-negara Tentara Salib, mereka berjuang bahu-membahu dengan para kesatria selaku prajurit-prajurit berkuda tanpa zirah yang masing-masing dijatahi seekor kuda.[69] Beberapa jabatan tinggi dalam tarekat dikhususkan bagi golongan bintara, termasuk jabatan Praeceptor Khazanah Ako, kepala gudang simpanan tarekat di bandar Ako, yang secara de facto adalah laksamana armada Kesatria Haikal. Para bintara berpakaian hitam atau cokelat. Sejak tahun 1139, para kapelan menjadi golongan ketiga dalam Tarekat Laskar Haikal. Mereka adalah padri-padri tertahbis yang menangani urusan kerohanian tarekat.[43] Seluruh Ahli Haikal saling menyapa dengan panggilan “saudara” (bahasa Latin: frater) dan mengenakan pakaian bergambar salib merah yang menjadi ciri khas tarekat mereka.[70] Guru besarSemenjak masa kepemimpinan pendirinya, Hugues de Payens (menjabat 1118-1119), jabatan tertinggi dalam tarekat adalah guru besar, sebuah jabatan yang diemban seumur hidup. Mengingat fitrah juang tarekat ini, seumur hidup bukanlah waktu yang lama. Semua guru besar, kecuali dua orang di antaranya, wafat selagi menjabat, dan beberapa orang lagi gugur dalam pertempuran. Sebagai contoh, dalam peristiwa Pengepungan Askelon pada tahun 1153, Guru Besar Bernard de Tremelay memimpin 40 Ahli Haikal menerobos masuk melalui celah reruntuhan tembok kota. Pasukan-pasukan Tentara Salib lainnya tidak menyusul masuk, sehingga seluruh anggota pasukan Ahli Haikal, termasuk guru besar, dibekuk dan tewas dipancung musuh.[71] Guru Besar Gérard de Ridefort tewas dipancung Salahuddin pada tahun 1189 dalam peristiwa Pengepungan Ako. Guru besar mengawasi seluruh kegiatan tarekat, baik kegiatan militer di Tanah Suci dan Eropa Timur maupun kesepakatan-kesepakatan keuangan dan pengelolaan usaha-usaha tarekat di Eropa Barat. Beberapa orang guru besar juga bertindak selaku panglima perang, kendati tidak selalu bijak memimpin perang. Sejumlah keputusan keliru yang diambil Guru Besar Gérard de Ridefort mengakibatkan kubu Kristen kalah telak dalam Pertempuran Hittin. Guru besar terakhir, Jacques de Molay, tewas dibakar hidup-hidup di kota Paris pada tahun 1314 atas perintah Raja Philippe IV.[39] Adab, pakaian, dan janggutBernardus dari Clairvaux dan pendiri Tarekat Laskar Haikal, Hugues de Payens, menyusun tata tertib khusus bagi tarekat ini, yang dikenal dengan sebutan Peraturan Latin di kalangan sejarawan modern. Ke-72 pasalnya merangkum berbagai macam tata tertib yang wajib diterapkan dalam kehidupan sehari-hari para Ahli Haikal, misalnya jenis-jenis pakaian yang boleh dikenakan, dan jumlah kuda yang boleh mereka miliki. Para kesatria harus berdiam diri selama bersantap, makan daging tidak lebih dari tiga kali seminggu, dan tidak boleh bersentuhan badan dengan perempuan sekalipun kerabat dekatnya sendiri. Penatar diizinkan membawa "4 ekor kuda, seorang saudara kapelan dan seorang juru tulis dengan 3 ekor kuda, seorang saudara bintara dengan dua ekor kuda, serta seorang juak-juak untuk membawa perisai dan ganjur dengan 1 ekor kuda."[73] Seiring pertumbuhan tarekat, lebih banyak lagi tata tertib yang ditambahkan, sehingga aturan yang mula-mula terdiri atas 72 pasal ini berkembang menjadi beratus-ratus pasal.[74][75] Para kesatria mengenakan jubah luar putih bergambar salib merah dan sehelai mantel putih bergambar salib merah. Para bintara mengenakan jubah pendek hitam bergambar salib merah dan sehelai mantel hitam atau cokelat.[76][77] Mantel putih ditetapkan menjadi pakaian seragam Ahli Haikal dalam Konsili Troyes pada tahun 1129, sementara salib merah mungkin sekali ditambahkan pada jubah mereka menjelang bermulanya Perang Salib II pada tahun 1147, manakala Paus Eugenius III, Raja Louis VII, dan banyak lagi tokoh penting lain menghadiri muktamar Ahli Haikal Prancis di markas mereka yang tidak jauh letaknya dari kota Paris.[78][note 6][note 7][note 8] menurut peraturan tarekat, para kesatria harus mengenakan mantel putih mereka setiap saat, bahkan mereka dilarang makan dan minum jika tidak mengenakannya.[79] Salib merah pada jubah Ahli Haikal adalah lambang kemartiran, dan gugur dalam pertempuran dianggap sebagai suatu kehormatan besar yang menjanjikan tempat di surga.[80] Para Ahli Haikal berpegang teguh pada aturan yang mewajibkan mereka untuk pantang menyerah sebelum pataka tumbang ke bumi. Kendati pataka sudah tumbang, mereka tetap diwajibkan untuk merapatkan kembali barisan bersama tarekat-tarekat Kristen lainnya, semisal para Kesatria Panti Husada. Hanya jika seluruh pataka pasukan Kristen telah jatuh, barulah mereka dibenarkan meninggalkan medan laga.[81] Meskipun tidak tercantum dalam aturan tarekat, di kemudian hari muncul kebiasaan di kalangan Ahli Haikal untuk membiarkan janggut mereka tumbuh panjang dan lebat. Pada sekitar tahun 1240, Aubry de Trois-Fontaines menjelaskan dalam tawarikh yang disusunnya bahwa Tarekat Laskar Haikal adalah "tarekat persaudaraan orang-orang berjanggut". Dalam proses pemeriksaan yang dilakukan dewan penyidik dari lembaga kepausan di Paris pada kurun waktu 1310–1311, dari 230 orang kesatria dan anggota tarekat selain kesatria yang disidik, 76 orang di antaranya dikabarkan berjanggut, dan dalam beberapa kasus disebut berjanggut "ala Ahli Haikal", sementara 133 orang di antaranya dikabarkan telah mencukur habis janggut mereka, baik sebagai tanda meninggalkan tarekat maupun sebagai usaha untuk menghindari penangkapan.[82][83] Inisiasi,[84] yang diistilahkan sebagai penyambutan (bahasa Latin: receptio) anggota baru, adalah upacara pengikraran kaul yang sangat khusyuk. Orang luar dilarang menghadiri upacara ini, sehingga dikemudian hari menimbulkan syak wasangka para penyidik Abad Pertengahan, ketika para Ahli Haikal diadili di hadapan mahkamah. Para anggota baru harus rela menyerahkan seluruh harta benda mereka kepada tarekat, serta mengikrarkan kaul kemiskinan, kesucian, kesalehan, dan ketaatan.[85] Kebanyakan Ahli Haikal adalah orang-orang yang bergabung menjadi anggota seumur hidup, kendati ada pula yang diizinkan menjadi anggota selama jangka waktu tertentu. Adakalanya pria yang sudah beristri diterima menjadi anggota atas izin istrinya,[77] hanya saja tidak diizinkan mengenakan mantel putih.[86] Tinggalan sejarahBerbekal misi militer dan sumber daya finansial yang begitu besar, Kesatria Haikal mendirikan banyak bangunan di Eropa dan Tanah Suci. Sejumlah besar di antaranya masih tegak sampai sekarang. Istilah "Haikal" juga masih dipertahankan pada banyak nama tempat yang selama berabad-abad dikait-kaitkan dengan para Ahli Haikal.[87] Sebagai contoh, beberapa bidang lahan dari Abad Pertengahan di kota London, yang di kemudian hari disewakan kepada para pengacara, adalah lahan-lahan peninggalan Tarekat Laskar Haikal, sehingga muncul nama-nama tempat seperti Gapura Temple Bar dan Stasiun Metro Temple. Dua dari empat perhimpunan Inns of Court yang beranggotakan para barrister diberi nama Inner Temple dan Middle Temple – seluruh kawasan yang terletak di pusat kota London ini diberi nama Temple.[88] Unsur-unsur arsitektur yang khas dari bangunan-bangunan peninggalan Kesatria Haikal adalah gambar "dua orang kesatria menunggangi seekor kuda", yang melambangkan kemiskinan para kesatria Ahli Haikal, dan struktur bundar pada bangunan, yang meniru bentuk Gereja Makam Suci di Yerusalem.[89] Organisasi-organisasi modernKisah persekusi dan pembubaran mendadak para Ahli Haikal, yang penuh kerahasiaan tetapi sangat berkuasa pada Abad Pertengahan, telah memikat banyak perhimpunan untuk memanfaatkan hubungan, yang konon pernah terjalin, dengan tarekat itu sebagai salah satu cara untuk memasyhurkan nama mereka sendiri dan menciptakan kesan diliputi misteri.[90] Tarekat Laskar Haikal menghilang dari lingkungan Gereja Katolik semenjak Jacques de Molay wafat pada tahun 1309. Tidak ada hubungan kesejarahan antara tarekat ini dengan organisasi-organisasi modern berembel-embel “ahli Haikal”, yang mulai marak bermunculan sejak abad ke-18.[91][92][93][94] Gerakan pengekangan diriBanyak organisasi pengekangan diri yang meniru-niru nama Laskar Miskin Kristus dan Haikal Salomo, dengan berpedoman pada keyakinan bahwa Kesatria Haikal asli dulunya "meminum susu asam, dan juga karena mereka melancarkan 'perang salib besar-besaran' melawan 'kebiasaan buruk' mengonsumsi alkohol."[95] Organisasi pengekangan diri yang terbesar, yakni Organisasi Internasional Ahli Haikal Budiman, bertumbuh di seluruh dunia setelah terbentuk pada abad ke-19, dan masih giat menyebarluaskan gerakan pantang alkohol dan obat-obatan lain.[95] Tarekat rekaan sendiriTarekat Militer Berdaulat Haikal Yerusalem adalah salah satu tarekat rekaan sendiri yang dibentuk pada tahun 1804, dan telah "ditetapkan sebagai salah satu organisasi nonpemerintah oleh PBB pada tahun 2001."[96] Tarekat ini bersifat oikumene, yakni menerima anggota dari semua denominasi Kristen.[97] Pendirinya, Bernard-Raymond Fabré-Palaprat, menunjukkan Piagam Larmenius sebagai bukti keterkaitan tarekat ciptaannya dengan Tarekat Laskar Haikal.[97] Tarekat Mason BebasTarekat Mason Bebas telah memasukkan lambang-lambang dan upacara-upacara beberapa tarekat militer Abad Pertengahan ke dalam sejumlah Badan Mason setidaknya sejak abad ke-18,[5] terbukti oleh keberadaan "Tarekat Salib Merah Konstantinus" yang terinspirasi oleh Tarekat Militer Konstantinian, "Tarekat Malta" yang terinspirasi oleh Tarekat Panti Husada, dan "Tarekat Haikal" yang terinspirasi oleh Tarekat Laskar Haikal. Unsur-unsur Tarekat Malta dan Tarekat Haikal tampak menonjol dalam Ritus York. Menurut salah satu teori mengenai asal-muasal Tarekat Mason Bebas, organisasi ini adalah turunan langsung dari Tarekat Laskar Haikal melalui sisa-sisa Ahli Haikal yang konon mengamankan diri ke Skotlandia pada abad ke-14, dan membantu Raja Raibeart Bruis meraih kemenangan dalam pertempuran di Bannockburn. Teori ini lazimnya ditolak oleh para petinggi Mason[98] maupun para sejarawan karena kurang bukti.[99][100] Dalam budaya populerKesatria Haikal telah dikait-kaitkan dengan legenda-legenda mengenai pewarisan rahasia dan misteri purbakala dari masa ke masa di kalangan orang-orang terpilih. Desas-desus mengenai legenda-legenda mistik ini bahkan sudah beredar ketika tarekat ini masih berdiri. Legenda-legenda semacam ini ditambah-tambahi para penulis Mason dengan spekulasi-spekulasi mereka sendiri pada abad ke-18, dan masih dibumbui lagi dengan keterangan-keterangan fiktif dalam novel-novel populer semacam Ivanhoe, Il pendolo di Foucault, dan The Da Vinci Code,[5] film-film modern semacam National Treasure, The Last Templar, dan Indiana Jones and the Last Crusade, serta permainan-permainan video semacam Broken Sword dan Assassin's Creed.[101] Semenjak era 1960-an, banyak diberitakan kabar-kabar spekulatif populer mengenai pendudukan kali pertama umat Kristen atas Bukit Haikal di Yerusalem, mengenai relikui-relikui yang konon telah ditemukan para Ahli Haikal di tempat itu, misalnya Cawan Suci atau Tabut Perjanjian,[102] maupun mengenai dakwaan bersejarah penyembahan berhala (Bafomet) yang ditransformasikan ke dalam konteks "ilmu sihir".[103] Tindakan menghubung-hubungkan Cawan Suci dengan para Ahli Haikal bahkan sudah dilakukan dalam karya-karya fiksi abad ke-12. Dalam novel Parzival, karya Wolfram von Eschenbach, para kesatria penjaga Kerajaan Cawan Suci disebut templeisen. Agaknya sebutan ini adalah hasil fiksionalisasi secara sengaja terhadap istilah templarii.[104][note 9] Baca juga
Catatan
ReferensiRujukan
Kepustakaan
Sanello, Frank (2003). The Knights Templars: God's Warriors, the Devil's Bankers. Taylor Trade Publishing. ISBN 978-0-87833-302-8. Miller, Duane (2017). 'Knights Templar' in War and Religion, Jld. 2. Santa Barbara, California: ABC–CLIO. Diakses tanggal 28 Mei 2017.
Bacaan lebih lanjut
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Kesatria Haikal.
|