Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Kekaisaran Brunei

Kekaisaran Brunei

Kesultanan Brunei
1368–1888
Bendera
Bendera
Luas wilayah kekuasaan maksimum Kekaisaran Brunei (kuning) beserta negara-negara pengikutnya (kuning muda) pada tahun 1521.
Luas wilayah kekuasaan maksimum Kekaisaran Brunei (kuning) beserta negara-negara pengikutnya (kuning muda) pada tahun 1521.
StatusVasal Kerajaan Majapahit (1368-1425)
Negara berdaulat dan Kekaisaran (1425-1888)
Ibu kotaKota Batu
Kampong Ayer
Seri Begawan[1]
Bahasa yang umum digunakanMelayu Brunei, Melayu Kuno, Tagalog Kuno dan Arab
Agama
Islam Sunni
PemerintahanMonarki absolut Islam
Sultan 
• 1368–1402
Sultan Muhammad Shah
• 1425–1432
Sharif Ali
• 1485–1524
Bolkiah
• 1582–1598
Muhammad Hassan
• 1828–1852
Omar Ali Saifuddin II
• 1885–1906[2]
Hashim Jalilul Alam Aqamaddin
Sejarah 
• Kesultanan didirikan
1368
• Menjadi bagian dari protektorat Britania Raya
1888
Mata uangBarter, Cowrie, Piloncitos dan kemudian Brunei pitis
Didahului oleh
Digantikan oleh
Majapahit
kslKesultanan
Sulu
Hindia Timur Spanyol
Hindia Belanda
krjKerajaan
Sarawak
Koloni Mahkota Labuan
Borneo Utara Britania
Protektorat Brunei
Sekarang bagian dari Brunei
 Indonesia
 Malaysia
 Filipina
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kekaisaran Brunei Atau Kesultanan Brunei merupakan Kerajaan Melayu yang berdiri pada pada awal abad ke-7 terletak dibagian utara pesisir pulau Kalimantan (Borneo), Asia Tenggara. Kekaisaran ini dikuasai oleh raja Yang beragama Hindu dan Buddha yang kemudian berpindah keyakinan menjadi Islam (Muslim). Karena tidak ada sumber lokal mengenai bukti keberadaan Kerajaan Brunei, catatan dari Tionghoa telah digunakan untuk melihat sejarah awal Brunei.[3] Boni dalam naskah Tionghoa kemungkinan merujuk pada seluruh Borneo, dan diklaim oleh pemerintah lokal sebagai Brunei. Hubungan diplomatik awal antara Borneo (Boni - 渤泥) dan Tionghoa dicatat dalam Taiping huanyuji (太平環宇記 - 978). Selama kekuasaan Sultan Brunei ke-5, Sultan Bolkiah, Brunei menjadi kerajaan yang kuat dan meliputi seluruh Borneo dan sebagian Filipina, terutama pulau Mindanao.

Catatan awal mengenai Brunei oleh barat dibuat oleh seorang Bologna, Italia yang bernama Ludovico di Varthema pada tahun 1550.

Sejarah Penamaan

Memahami sejarah Kekaisaran Brunei cukup sulit karena hampir tidak disebutkan dalam sumber-sumber kontemporer pada masanya, serta kurangnya bukti tentang sifatnya. Tidak ada sumber lokal atau asli yang memberikan bukti untuk semua ini. Alhasil, teks Mandarin telah diandalkan untuk membangun sejarah awal Kekaisaraan Brunei.[4] Boni dalam sumber Bahasa Mandarin kemungkinan besar mengacu pada Kalimantan bagian barat, sementara Poli (婆利), mungkin terletak di Sumatera, diklaim oleh otoritas lokal untuk menyebut Brunei juga.

Sejarah

Sejarah pra-kekaisaran

Pada abad ke-14, Brunei tampaknya tunduk pada Pulau Jawa. Naskah Jawa Nagarakretagama, yang ditulis oleh Prapanca pada tahun 1365, menyebutkan Barune sebagai negara bawahan Majapahit,[5] yang harus memberikan upeti tahunan sebanyak 40 kati kamper.

Kebangkitan Kekaisaran Brunei

Menyusul kehadiran Portugis setelah jatuhnya Malaka, para pedagang Portugis berdagang secara teratur dengan Brunei dari tahun 1530 dan menggambarkan ibu kota Brunei dikelilingi oleh tembok batu.[6][7]

Selama pemerintahan Bolkiah, Sultan kelima, kekaisaran memegang kendali atas wilayah pesisir barat laut Kalimantan (sekarang Brunei, Sarawak dan Sabah) dan mencapai Seludong (sekarang Manila), Kepulauan Sulu termasuk bagian dari pulau Mindanao.[8][9][10][11][12][13][14]Pada abad ke-16, pengaruh Kekaisaran Brunei meluas sampai ke delta Sungai Kapuas di Kalimantan Barat.

Kesultanan Sambas di Kalimantan Barat dan Kesultanan Sulu di Filipina Selatan secara khusus mengembangkan hubungan dinasti dengan keluarga Kekaisaran Brunei. Sultan Melayu lainnya dari Pontianak, Samarinda sampai Banjarmasin, memperlakukan Sultan Brunei sebagai pemimpin mereka. Sifat asli hubungan Brunei dengan Kesultanan Melayu lainnya di pesisir Kalimantan dan kepulauan Sulu masih menjadi bahan kajian, apakah itu negara bawahan, aliansi, atau hanya hubungan seremonial. Pemerintahan daerah lain juga menjalankan pengaruhnya atas kesultanan ini. Kesultanan Banjar (sekarang Banjarmasin) misalnya, juga berada di bawah pengaruh Kesultanan Demak di Jawa.

Kemunduran Kekaisaran Brunei

Pada akhir abad ke-17, Brunei memasuki masa kemunduran yang disebabkan oleh perselisihan internal atas suksesi kerajaan, ekspansi kolonial kekuatan Eropa, dan pembajakan.[15]Kekaisaran Brunei kehilangan sebagian besar wilayahnya karena kedatangan kekuatan barat seperti Spanyol di Filipina, Belanda di Kalimantan Selatan dan Inggris di Labuan, Sarawak, dan Kalimantan Utara. Hingga pada tahun 1725, banyak jalur perdagangan Brunei telah diambil alih oleh Kesultanan Sulu.[16]

Pada tahun 1888, Sultan Hashim Jalilul Alam Aqamaddin kemudian meminta Britania untuk menghentikan perambahan lebih lanjut.[17] Pada tahun yang sama Britania menandatangani "Perjanjian Perlindungan" dan menjadikan Kekaisaran Brunei sebagai protektorat Britania.[15] Hingga pada tahun 1984, waktu dimana Kekaisaran Brunei mendapatkan kemerdekaan.[18][19]

Pemerintahan

Kekaisaran dibagi menjadi tiga sistem tanah tradisional yang dikenal sebagai Kerajaan (Properti Mahkota), Kurina (properti resmi) dan Tulin (properti pribadi turun-temurun).[20]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Hussainmiya 2010, hlm. 67.
  2. ^ Yunos 2008.
  3. ^ Jamil Al-Sufri, Tarsilah Brunei: The Early History of Brunei up to 1432 AD (Bandar Seri Begawan: Brunei History Centre, 2000)
  4. ^ Mohd. Jamil Al-Sufri, Pehin Orang Kaya Amar Diraja Dato Seri Utama Haji Awang (2000). Tarsilah Brunei : the early history of Brunei up to 1432 AD. Mohd. Amin Hassan, Belia dan Sukan Brunei. Kementerian Kebudayaan (edisi ke-English ed). Brunei Darussalam: Brunei History Centre, Ministry of Culture, Youth and Sports. ISBN 99917-34-03-1. OCLC 61282373. 
  5. ^ Suyatno 2008.
  6. ^ The Cambridge history of Islam. P. M. Holt, Ann K. S. Lambton, Bernard Lewis. Cambridge [England]. 1970. ISBN 0-521-07567-X. OCLC 107078. 
  7. ^ Lach, Donald F. ([1965]-<c1993>). Asia in the making of Europe. Edwin J. Van Kley. Chicago. ISBN 0-226-46733-3. OCLC 295911. 
  8. ^ Saunders, Graham E. (2002). A history of Brunei (edisi ke-Second edition). London. ISBN 978-1-315-02957-3. OCLC 868979177. 
  9. ^ South-East Asia : languages and literatures : a select guide. Patricia M. Herbert, Anthony Crothers Milner. Honolulu: University of Hawaii Press. 1989. ISBN 0-8248-1267-0. OCLC 19512831. 
  10. ^ [editors, David lea, Colette Milward ; assistant editor, Annamarie Rowe (2001). A political chronology of South-East Asia and Oceania (edisi ke-1st ed). London: Europa Publications. ISBN 1-85743-117-0. OCLC 47727290. 
  11. ^ Hicks, Nigel (2007). The Philippines (edisi ke-3rd ed). London: New Holland. ISBN 978-1-84537-662-8. OCLC 877701714. 
  12. ^ A short history of South-East Asia. Peter Church (edisi ke-5th ed). Singapore: John Wiley & Sons (Asia). 2009. ISBN 978-1-118-35040-9. OCLC 779166468. 
  13. ^ The Far East and Australasia 2003 (edisi ke-34th ed). London: Europa. 2002. ISBN 1-85743-133-2. OCLC 59468141. 
  14. ^ Harun Abdul Majid (2007). Rebellion in Brunei : the 1962 revolt, imperialism, confrontation and oil. London: I.B. Tauris. ISBN 978-1-4356-1589-2. OCLC 184753002. 
  15. ^ a b "World Factbook, 1989". ICPSR Data Holdings. 1990-10-16. Diakses tanggal 2021-04-07. 
  16. ^ Vienne, Marie-Sybille de (2015). Brunei : from the age of commerce to the 21st century. Aemilia Lanyer. Singapore: NUS Press in association with IRASEC. ISBN 978-9971-69-869-0. OCLC 963624121. 
  17. ^ World Atlas 2017.
  18. ^ Harun Abdul Majid (2007). Rebellion in Brunei : the 1962 revolt, imperialism, confrontation and oil. London: I.B. Tauris. ISBN 978-1-4356-1589-2. OCLC 184753002. 
  19. ^ Sidhu, Jatswan S. (2010). Historical dictionary of Brunei Darussalam. Ranjit Singh (edisi ke-2nd ed). Lanham: Scarecrow Press. ISBN 978-0-8108-5980-7. OCLC 237880032. 
  20. ^ McArthur, M. S. H. (1987). Report on Brunei in 1904. A. V. M. Horton. Athens, Ohio: Ohio University Center for International Studies, Center for Southeast Asian Studies. ISBN 0-89680-135-7. OCLC 15629773. 

Daftar pustaka

Kembali kehalaman sebelumnya