Kekristenan di Mesir sudah ada tidak lama setelah Kekristenan muncul pertama kalinya. Saat ini Kekristenan adalah agama minoritas di Mesir. Orang Kristen Mesir, hampir semua adalah golongan Koptik (penganut Gereja Ortodoks Koptik atau gereja-gereja Koptik lainnya), berjumlah antara 5% dan 20% dari keseluruhan penduduk.[1][2][3][4][5][6][7][8][9][10][11][12] Meskipun orang Kristen hanya sebagian kecil dari penduduk Mesir, orang Kristen Mesir merupakan komunitas Kristen terbesar dalam hal jumlahnya di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara. Sejarah kekristenan di Mesir dimulai pada era Romawi. Alexandria merupakan pusat awal Kekristenan sejak saat itu pula.
Demografi
Lebih dari 95% orang Kristen Mesir termasuk anggota Gereja Ortodoks Koptik Alexandria,[8][9][13] sebuah Gereja Ortodoks Oriental. Gereja Koptik merupakan komunitas Kristen terbesar di Timur Tengah[14] yang memiliki sekitar 4-8 juta pengikut di Mesir, di samping 3-4 juta di luar negeri, tetapi jumlah pastinya tidak diketahui karena belum pernah diadakan sensus. Kisaran 10% dari jumlah penduduk adalah angka yang diterima secara umum, meskipun mungkin lebih tinggi. Jumlah sebenarnya mungkin antara 11-13 juta menurut sebuah artikel yang dikutip mengenai kekristenan Koptik di Mesir. Gereja Ortodoks Koptik dipimpin oleh Paus Alexandria dan Patriark Semua Afrika pada Tahta Suci Saint Mark, saat ini dijabat oleh Paus Theodoros II. Gereja ini berafiliasi dengan gereja-gereja saudara yang terletak di Armenia, Etiopia, Eritrea, India, Libanon dan Suriah.
Orang Kristen Mesir percaya bahwa Patriarkat Alexandria didirikan oleh Santo Markus, sang Penginjil, sekitar tahun 33 M, tetapi sedikit yang diketahui tentang bagaimana kekristenan memasuki Mesir. Sejarawan Helmut Koester telah mengusulkan, dengan beberapa bukti, bahwa awalnya orang-orang Kristen di Mesir yang sebagian besar dipengaruhi oleh Gnostisisme sampai upaya Demetrius dari Alexandria secara bertahap membawa kepercayaan mayoritas ke dalam suatu harmoni dengan keyakinan Kristen dari konsili Nicea.
Dari catatan sejarah pada tahun 300, jelas bahwa Alexandria adalah salah satu pusat Kristen yang besar. Tokoh apologet Kristen Klemens dan Origen keduanya pernah tinggal dalam sebagian atau seluruh masa hidup mereka di kota itu, di mana mereka menulis, mengajar, dan berdebat.
Dengan adanya Maklumat Milan pada tahun 313, Kaisar Konstantinus I akhirnya mengakhiri penganiayaan terhadap orang Kristen. Selama abad ke-4, paganisme non-Kristen ditekan dan berikutnya kehilangan pengikut, seperti penyair Palladius dengan pahit mencatatnya. Graffiti di Philae di hulu Mesir membuktikan ibadah Isis bertahan di kuil sampai pada abad ke-5. Banyak orang Yahudi Mesir juga menjadi Kristen, tetapi banyak orang lain menolak untuk melakukannya, sehingga mereka yang menolak sebagai satu-satunya agama minoritas yang cukup besar di negara Kristen.
Alexandria menjadi pusat perpecahan besar pertama di dunia Kristen, antara lain adanya golongan Arian, dinamai imam Aleksandria Arius, dan lawan-lawan mereka, diwakili oleh Athanasius, yang menjadi Uskup Agung Alexandria pada tahun 326 setelah Konsili Nicea Pertama menolak pandangan Arius. Kontroversi Arian menyebabkan bertahun-tehun terjadinya kerusuhan dan pemberontakan di sebagian besar abad ke-4. Dalam perjalanan waktu, salah satu kuil besar Serapis dari golongan paganisme hancur. Athanasius juga beberapa kali diusir dari Alexandria dan kembali sebagai Uskup Agung, seluruhnya antara lima sampai tujuh kali. Perkembangan agama lain di Mesir adalah monastisisme yang tokoh-tokohnya disebut "para Bapa Gurun", yang meninggalkan dunia material untuk hidup dalam kemiskinan sebagai wujud pengabdian kepada Gereja.
^[1]. The Washington Post. "Estimates of the size of Egypt's Christian population vary from the low government figures of 6 to 7 million to the 12 million reported by some Christian leaders. The actual numbers may be in the 9 to 9.5 million range, out of an Egyptian population of more than 60 million." Diakses 10-10-2008