Artikel ini perlu dikembangkan dari artikel terkait di Wikipedia bahasa Inggris. (Juli 2023)
klik [tampil] untuk melihat petunjuk sebelum menerjemahkan.
Lihat versi terjemahan mesin dari artikel bahasa Inggris.
Terjemahan mesin Google adalah titik awal yang berguna untuk terjemahan, tapi penerjemah harus merevisi kesalahan yang diperlukan dan meyakinkan bahwa hasil terjemahan tersebut akurat, bukan hanya salin-tempel teks hasil terjemahan mesin ke dalam Wikipedia bahasa Indonesia.
Jangan menerjemahkan teks yang berkualitas rendah atau tidak dapat diandalkan. Jika memungkinkan, pastikan kebenaran teks dengan referensi yang diberikan dalam artikel bahasa asing.
Muhammad lahir sekitar tahun 570M di Makkah.[1] Dia adalah anak dari Abdullah bin Abdul Muthalib dan Aminah binti Wahab. Ayah Muhammad, Abdullah, adalah putra dari pemimpin konfederasi suku Quraisy, Abdul Muthalib bin Hasyim. Abdullah meninggal beberapa bulan sebelum kelahiran Muhammad, sementara ibunya, Aminah meninggal ketika dia berusia enam tahun, meninggalkan Muhammad sebagai yatim piatu.[5] Dia dibesarkan di bawah asuhan kakeknya, Abdul Muthalib, dan setelah kakeknya meninggal dunia, ia diasuh pamannya, Abu Thalib.[6] Di tahun-tahun berikutnya, dia secara berkala mengasingkan diri di gua Hira selama beberapa malam untuk berdoa. Ketika dia berusia 40 tahun, sekitar tahun 610 M, Muhammad melaporkan telah dikunjungi oleh Jibril di dalam gua[1] dan menerima wahyu pertamanya dari Tuhan. Pada 613,[7] Muhammad mulai berdakwah secara terbuka,[8] menyatakan bahwa "Tuhan itu Esa", kemudian bawa cara hidup yang benar adalah dengan "menyerahkan diri" (islām) kepada Tuhan,[9] dan bahwa dia sekarang adalah seorang nabi dan utusan Tuhan, mirip dengan nabi dalam agama-agama Abrahamik.[10][11][12]
Pengikut Muhammad awalnya hanya berjumlah sedikit, dan bahkan mengalami penindasan selama 13 tahun. Muhammad kemudian memutuskan untuk mengirim beberapa pengikutnya ke Abyssinia pada tahun 615, sebelum dia dan para pengikutnya bermigrasi dari Makkah ke Yatsrib (kemudian dikenal sebagai Madinah) pada tahun 622. Peristiwa ini, yang disebut sebagai Hijrah, menandai awal dari kalender Islam, yang juga dikenal sebagai Kalender Hijriah. Di Madinah, Muhammad menyatukan suku-suku di bawah Konstitusi Madinah. Pada bulan Desember 629, setelah delapan tahun saling berperang dengan dengan suku-suku Makkah, Muhammad mengumpulkan 10.000 tentara Muslim dan menaklukkan Makkah. Penaklukan itu hampir tidak menghadapi perlawanan sama sekali dan Muhammad merebut kota itu hanya dengan sedikit pertumpahan darah. Pada tahun 632, beberapa bulan setelah kembali dari Ziarah Perpisahan, dia jatuh sakit dan meninggal. Pada saat kematiannya, sebagian besar Jazirah Arab telah masuk Islam.[13][14]
Muhammad menerima wahyu sampai kematiannya, semua wahyu tersebut membentuk ayat-ayat di dalam Al-Qur'an, yang dianggap oleh umat Islam sebagai "Firman Tuhan" dan telah menjadi dasar agama Islam. Selain Al-Qur'an, ajaran dan praktik Muhammad (sunnah) dapat ditemukan di dalam literatur Hadis dan sirah (biografi Muhammad) dan juga menjadi sumber utama hukum Islam.
Muhammad (محمد;[15]pelafalan[mʊħɑmmæd]ⓘ)[16][17][18] adalah bentuk isim maf‘ul (kata sifat pelaku pasif) dari kata حمَّد "banyak memuji", yang merupakan bentuk penegasan dari akar kata tiga hurufnya ح-م-دḥ-m-d yang lawan katanya adalah ذم "mencela", sehingga muhammad berarti "yang banyak dipuji".[19] Selain itu, dalam salah satu ayat Al-Qur'an, Muhammad dipanggil dengan nama "Ahmad" (أحمد), yang dalam bahasa Arab juga berarti "terpuji".[20]
Sebelum masa kenabian, kerap dipanggil oleh orang-orang disekitarnya Al-Amiin yang artinya "orang yang dapat dipercaya". Para sejarawan berbeda pendapat apakah nama itu merupakan julukan yang diberikan karena sifatnya,[21] atau hanyalah nama pemberian orang tua-nya yang merupakan bentuk maskulin dari nama ibunya, “Aminah” yang bermakna sama.[22] Setelah masa kenabian para sahabatnya memanggilnya dengan gelar Rasul Allāh (رسول الله), kemudian menambahkan kalimat Shalallaahu 'Alayhi Wasallam (صلى الله عليه و سلم, yang berarti "semoga Allah memberi kebahagiaan dan keselamatan kepadanya"; sering disingkat "S.A.W" atau "SAW") setelah namanya.[d] Muhammad juga mendapatkan julukan Abu al-Qasim[28] yang berarti "Ayahnya Qasim", karena Muhammad pernah memiliki anak lelaki yang bernama Qasim, tetapi ia meninggal dunia sebelum mencapai usia dewasa.
Silsilah Muhammad dari kedua orang tuanya kembali ke Kilab bin Murrah bin Ka'b bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr (Quraish) bin Malik bin an-Nadr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (Amir) bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma`ad bin Adnan.[29] Silsilah sampai Adnan disepakati oleh para ulama, sedangkan setelah Adnan terjadi perbedaan pendapat. Adnan secara umum diyakini adalah keturunan dari Ismail bin Ibrahim, yang selanjutnya adalah keturunan Sam bin Nuh.[butuh rujukan]
Walaupun demikian, terdapat sejarawan yang menyusun silsilah yang lebih jauh lagi. Muhammad bin Ishaq bin Yasar al-Madani, di salah satu riwayatnya menyebutkan silsilah hingga Adam. Silsilah tersebut adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr (Quraisy) bin Malik bin Nadhr bin Kinanah bin Khuzayma bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan bin Udad bin al-Muqawwam bin Nahur bin Tayrah bin Ya'rub bin Yasyjub bin Nabit bin Ismail bin Ibrahim bin Tarih (Azar) bin Nahur bin Saru’ bin Ra’u bin Falikh bin Aybir bin Syalikh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh bin Lamikh bin Mutusyalikh bin Akhnukh bin Yarda bin Mahlil bin Qinan bin Yanish bin Syits bin Adam.[30][31]
Para ulama dan penulis sirah sepakat bahwa hari kelahiran Muhammad jatuh pada bulan Rabiul Awal.[32] Muhammad lahir di Makkah, kota bagian selatan Jazirah Arab, sekitar tahun 570, berdekatan dengan Tahun Gajah yang merupakan tahun kegagalan penyerangan Makkah oleh pasukan bergajah di bawah pimpinan Abrahah.[33][34] Pendapat paling mashyur merujuk tanggal 12 Rabiul Awal sebagai hari kelahiran Muhammad. Berdasarkan teks hadis, Muhammad menyebut hari Senin sebagai hari kelahirannya. Penulis sirah Sulaiman Al-Manshurfuri dan ahli astronomi Mahmud Basya dalam penelitiannya melacak hari Senin yang dimaksud bertepatan dengan tanggal 9 Rabiul Awal.
Muhammad berasal dari salah satu klan suku Quraisy yakni Bani Hasyim yang mewarisi silsilah terhormat di Makkah, meskipun tak terpandang karena kekayaannya.[35] Ayahnya, Abdullah meninggal saat Muhammad masih dalam kandungan, enam bulan sebelum kelahiran.[36] Muhammad bayi dibawa tinggal bersama keluarga dusun di pedalaman, mengikuti tradisi perkotaan kala itu untuk memperkuat fisik dan menghindarkan anak dari penyakit perkotaan.[37] Ia diasuh dan disusui oleh Halimah binti Abi Dhuayb di kampung Bani Saad selama dua tahun.[38] Setelah itu, Muhammad kecil dikembalikan untuk diasuh kepada budak Ummu Aiman. Pada usia ke-6, Muhammad kehilangan ibunya, Aminah karena sakit.[38][39] Selama dua tahun berikutnya, kebutuhan Muhammad ditanggung dan dicukupi oleh kakeknya dari keluarga ayah, 'Abd al-Muththalib. Ketika berusia delapan tahun, kakeknya meninggal dan Muhammad berikutnya diasuh oleh pamannya Abu Thalib yang tampil sebagai pemuka Bani Hasyim sepeninggal Abdul Muththalib.[38][40]
Ketika Muhammad mencapai usia remaja dan berkembang menjadi seorang yang dewasa, ia mulai mempelajari ilmubela diri dan memanah,[41] begitu pula dengan ilmu untuk menambah keterampilannya dalam berdagang. Perdagangan menjadi hal yang umum dilakukan dan dianggap sebagai salah satu pendapatan yang stabil. Muhammad sering menemani pamannya berdagang ke arah utara dan kabar tentang kejujuran dan sifatnya yang dapat dipercaya menyebar luas dengan cepat, membuatnya banyak dipercaya sebagai agen penjual perantara barang dagangan penduduk Makkah.
Salah seseorang yang mendengar tentang kabar adanya anak muda yang bersifat jujur dan dapat dipercaya dalam berdagang dengan adalah seorang janda yang bernama Khadijah binti Khuwailid. Ia adalah seseorang yang memiliki status tinggi di kalangan suku Arab. Sebagai seorang pedagang, ia juga sering mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok daerah di tanah Arab.[butuh rujukan] Reputasi Muhammad membuat Khadijah memercayakannya untuk mengatur barang dagangan Khadijah, Muhammad dijanjikan olehnya akan dibayar dua kali lipat dan Khadijah sangat terkesan ketika sekembalinya Muhammad membawakan hasil berdagang yang lebih dari biasanya.
Seiring waktu akhirnya Muhammad menikah dengan Khadijah, mereka menikah pada saat Muhammad berusia 25 tahun. Saat itu Khadijah telah berusia mendekati umur 40 tahun. Perbedaan umur yang jauh dan status janda yang dimiliki oleh Khadijah tidak menjadi halangan bagi mereka, walaupun pada saat itu suku Quraisy memiliki budaya yang lebih menekankan kepada perkawinan dengan seorang gadis ketimbang janda.[butuh rujukan] Meskipun kekayaan mereka semakin bertambah, Muhammad tetap hidup sebagai orang yang sederhana,[butuh rujukan] ia lebih memilih untuk menggunakan hartanya untuk hal-hal yang lebih penting.
Ketika Muhammad berumur 35 tahun, ia ikut bersama kaum Quraisy dalam perbaikan Ka'bah. Pada saat pemimpin-pemimpin suku Quraisy berdebat tentang siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad, Muhammad dapat menyelesaikan masalah tersebut dan memberikan penyelesaian adil. Saat itu ia dikenal di kalangan suku-suku Arab karena sifat-sifatnya yang terpuji. Kaumnya sangat mencintainya, hingga akhirnya ia memperoleh gelar Al-Amin yang artinya "orang yang dapat dipercaya".[42]
Diriwayatkan pula bahwa Muhammad adalah orang yang percaya sepenuhnya dengan keesaan Tuhan.[butuh rujukan] Ia hidup dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat tamak, angkuh dan sombong yang lazim di kalangan bangsa Arab saat itu. Ia dikenal menyayangi orang-orang miskin, janda-janda tak mampu dan anak-anak yatim serta berbagi penderitaan dengan berusaha menolong mereka. Ia juga menghindari semua kejahatan yang sudah membudaya di kalangan bangsa Arab pada masa itu seperti berjudi, meminum minuman keras, berkelakuan kasar dan lain-lain, sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq yang berarti "yang benar".[butuh rujukan]
Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan dan pertempuran dan menjelang usianya yang ke-40, ia sering menyendiri ke Gua Hira' sebuah gua bukit sekitar 6 km sebelah timur kota Makkah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur. Ia bisa berhari-hari bertafakur (merenung) dan mencari ketenangan dan sikapnya itu dianggap sangat bertentangan dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut yang senang bergerombol. Dari sini, ia sering berpikir dengan mendalam, dan memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.
Muhammad pertama kali diangkat menjadi rasul pada malam hari tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611 M, diriwayatkan MalaikatJibril datang dan membacakan surah pertama dari Quran yang disampaikan kepada Muhammad, yaitu surah Al-Alaq. Muhammad diperintahkan untuk membaca ayat yang telah disampaikan kepadanya, namun ia mengelak dengan berkata ia tak bisa membaca. Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Jibril berkata:
(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
(2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ
(3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia,
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ
(4) Yang mengajar (manusia) dengan pena.
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
(5) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
Muhammad berusia 40 tahun 6 bulan dan 8 hari ketika ayat pertama sekaligus pengangkatannya sebagai rasul disampaikan kepadanya menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah atau tahun masehi (penanggalan berdasarkan matahari). Setelah kejadian di Gua Hira tersebut, Muhammad kembali ke rumahnya, diriwayatkan ia merasakan suhu tubuhnya panas dan dingin secara bergantian akibat peristiwa yang baru saja dialaminya dan meminta istrinya agar memberinya selimut.
Diriwayatkan pula untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara sepupunya yang juga seorang Nasrani yaitu Waraqah bin Naufal seorang pendeta yang buta. Waraqah banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun berkata, bahwa ia telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah menyebutkan bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadanya, kaumnya akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan memusuhi dan melawannya.
Ketika Waraqah wafat, firman Allah tidak datang-datang kepada Nabi Muhammad dalam kurun beberapa waktu. Yang mana membuat ia begitu sedih, sampai-sampai ia beranjak ke gunung tinggi dan mencoba bunuh diri. Namun di saat sesampainya di puncak, sebelum sempat melakukannya, Malaikat Jibril datang untuk meyakinkan ia bahwa ia adalah benar utusan Sang Ilahi. Sehingga ia pun menjadi tenang dan mengurungkan niatnya. Dan ketika selang waktu turunnya ayat kembali menjadi lama, ia pun kembali melakukan hal serupa. Akan tetapi ketika sesampainya di puncak, lagi-lagi Malaikat Jibril datang meyakinkan ia bahwa ia adalah utusan Sang Ilahi.[43][44]
Muhammad menerima ayat-ayat Quran secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Ayat-ayat tersebut diturunkan berdasarkan kejadian faktual yang sedang terjadi, sehingga hampir setiap ayat Quran turun disertai oleh Asbabun Nuzul (sebab/kejadian yang mendasari penurunan ayat). Ayat-ayat yang turun sejauh itu dikumpulkan sebagai kompilasi bernama Al-ushaf yang juga dinamakan Al-Qur'an (bacaan).
Sebagian ayat Quran mempunyai tafsir atau pengertian yang izhar (jelas), terutama ayat-ayat mengenai hukum Islam, hukum perdagangan, hukum pernikahan dan landasan peraturan yang ditetapkan oleh Islam dalam aspek lain. Sedangkan sebagian ayat lain yang diturunkan pada Muhammad bersifat samar pengertiannya, dalam artian perlu ada interpretasi dan pengkajian lebih mendalam untuk memastikan makna yang terkandung di dalamnya, dalam hal ini kebanyakan Muhammad memberi contoh langsung penerapan ayat-ayat tersebut dalam interaksi sosial dan religiusnya sehari-hari, sehingga para pengikutnya mengikutinya sebagai contoh dan standar dalam berperilaku dan bertata krama dalam kehidupan bermasyarakat.
Selama tiga tahun pertama sejak pengangkatannya sebagai rasul, Muhammad hanya menyebarkan Islam secara terbatas di kalangan teman-teman dekat dan kerabatnya, hal ini untuk mencegah timbulnya reaksi akut dan masif dari kalangan bangsa Arab saat itu yang sudah sangat terasimilasi budayanya dengan tindakan-tindakan amoral, yang dalam konteks ini bertentangan dengan apa yang akan dibawa dan ditawarkan oleh Muhammad. Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini ajaran Muhammad pada masa-masa awal adalah para anggota keluarganya serta golongan masyarakat awam yang dekat dengannya di kehidupan sehari-hari, antara lain Khadijah, Ali, Zaid bin Haritsah dan Bilal. Namun pada awal tahun 613, Muhammad mengumumkan secara terbuka agama Islam. Setelah sekian lama banyak tokoh-tokoh bangsa Arab seperti Abu Bakar, Utsman bin Affan, Zubair bin Al Awwam, Abdul Rahman bin Auf, Ubaidah bin Harits, Amr bin Nufail yang kemudian masuk ke agama yang dibawa Muhammad. Kesemua pemeluk Islam pertama itu disebut dengan As-Sabiqun al-Awwalun atau Yang pertama-tama.
Penyebaran Islam
Sekitar tahun 613 M, tiga tahun setelah Islam disebarkan secara diam-diam, Muhammad mulai melakukan penyebaran Islam secara terbuka kepada masyarakat Makkah, respons yang ia terima sangat keras dan masif. Ini disebabkan karena ajaran Islam yang dibawa olehnya bertentangan dengan apa yang sudah menjadi budaya dan pola pikir masyarakat Makkah saat itu. Pemimpin Makkah Abu Jahal menyatakan bahwa Muhammad adalah orang gila yang akan merusak tatanan hidup orang Makkah. Akibat penolakan keras yang datang dari masyarakat jahiliyyah di Makkah dan kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin Quraisy yang menentangnya, Muhammad dan banyak pemeluk Islam awal disiksa, dianiaya, dihina, disingkirkan, dan dikucilkan dari pergaulan masyarakat Makkah.
Walau mendapat perlakuan tersebut, ia tetap mendapatkan pengikut dalam jumlah besar. Para pengikutnya ini kemudian menyebarkan ajarannya melalui perdagangan ke negeri Syam, Persia, dan kawasan jazirah Arab. Setelah itu, banyak orang yang penasaran dan tertarik kemudian datang ke Makkah dan Madinah untuk mendengar langsung dari Muhammad, penampilan dan kepribadian baiknya yang sudah terkenal memudahkannya untuk mendapat simpati dan dukungan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini menjadi semakin mudah ketika Umar bin Khattab dan sejumlah besar tokoh petinggi suku Quraisy lainnya memutuskan untuk memeluk ajaran Islam, meskipun banyak juga yang menjadi antipati mengingat saat itu sentimen kesukuan sangat besar di Makkah dan Medinah. Tercatat pula Muhammad mendapatkan banyak pengikut dari negeri Farsi (sekarang Iran), salah satu yang tercatat adalah Salman al-Farisi, seorang ilmuwan asal Persia yang kemudian menjadi sahabat Muhammad.
Penyiksaan yang dialami hampir seluruh pemeluk Islam selama periode ini mendorong lahirnya gagasan untuk berhijrah (pindah) ke Habsyah (sekarang Ethiopia). Negus atau raja Habsyah, seorang Kristen yang adil, memperbolehkan orang-orang Islam berhijrah ke negaranya dan melindungi mereka dari tekanan penguasa di Makkah. Muhammad sendiri, pada tahun 622 hijrah ke Yatsrib, kota yang berjarak sekitar 200 mil (320 km) di sebelah Utara Makkah.
Masyarakat Arab dari berbagai suku setiap tahunnya datang ke Makkah untuk beziarah ke Bait Allah atau Ka'bah, mereka menjalankan berbagai tradisi keagamaan dalam kunjungan tersebut. Muhammad melihat ini sebagai peluang untuk menyebarluaskan ajaran Islam. Di antara mereka yang tertarik dengan ajarannya ialah sekumpulan orang dari Yatsrib. Mereka menemui Muhammad dan beberapa orang yang telah terlebih dahulu memeluk Islam dari Makkah di suatu tempat bernama Aqabah secara sembunyi-sembunyi. Setelah menganut Islam, mereka lalu bersumpah untuk melindungi para pemeluk Islam dan Muhammad dari kekejaman penduduk Makkah.
Tahun berikutnya, sekumpulan masyarakat Islam dari Yatsrib datang lagi ke Makkah, mereka menemui Muhammad di tempat mereka bertemu sebelumnya. Abbas bin Abdul Muthalib, yaitu pamannya yang saat itu belum menganut Islam, turut hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka mengundang orang-orang Islam Makkah untuk berhijrah ke Yastrib dikarenakan situasi di Makkah yang tidak kondusif bagi keamanan para pemeluk Islam. Muhammad akhirnya menerima ajakan tersebut dan memutuskan berhijrah ke Yastrib pada tahun 622 M.
Mengetahui bahwa banyak pemeluk Islam berniat meninggalkan Makkah, masyarakat jahiliyah Makkah berusaha mengcegahnya, mereka beranggapan bahwa bila dibiarkan berhijrah ke Yastrib, Muhammad akan mendapat peluang untuk mengembangkan agama Islam ke daerah-daerah yang jauh lebih luas. Setelah selama kurang lebih dua bulan ia dan pemeluk Islam terlibat dalam peperangan dan serangkaian perjanjian, akhirnya masyarakat Muslim pindah dari Makkah ke Yastrib, yang kemudian setelah kedatangan rombongan dari Makkah pada tahun 622 dikenal sebagai Madinah atau Madinatun Nabi (kota Nabi).
Di Madinah, pemerintahan (kekhalifahan) Islam diwujudkan di bawah pimpinan Muhammad. Umat Islam bebas beribadah (salat) dan bermasyarakat di Madinah, begitupun kaum minoritas Kristen dan Yahudi. Dalam periode setelah hijrah ke Madinah, Muhammad sering mendapat serangkaian serangan, teror, ancaman pembunuhan dan peperangan yang ia terima dari penguasa Makkah, akan tetapi semuanya dapat teratasi lebih mudah dengan umat Islam yang saat itu telah bersatu di Madinah.
Tahun 629 M, tahun ke-8 H setelah hijrah ke Madinah, Muhammad berangkat kembali ke Makkah dengan membawa pasukan Muslim sebanyak 10.000 orang, saat itu ia bermaksud untuk menaklukkan kota Makkah dan menyatukan para penduduk kota Makkah dan madinah. Penguasa Makkah yang tidak memiliki pertahanan yang memadai kemudian setuju untuk menyerahkan kota Makkah tanpa perlawanan, dengan syarat kota Makkah akan diserahkan tahun berikutnya. Muhammad menyetujuinya, dan ketika pada tahun berikutnya ketika ia kembali, ia telah berhasil mempersatukan Makkah dan Madinah, dan lebih luas lagi ia saat itu telah berhasil menyebarluaskan Islam ke seluruh Jazirah Arab.
Muhammad memimpin umat Islam menunaikan ibadah haji, memusnahkan semua berhala yang ada di sekeliling Ka'bah, dan kemudian memberikan amnesti umum dan menegakkan peraturan Islam di kota Makkah.
Pada hari-hari terakhirnya, Muhammad mengalami penyakit serius, ia meminta supaya dirinya dirawat di rumahnya Aisyah,[45] yang merupakan istri favoritnya.[46][47] Muhammad pun diantarkan ke sana dengan dipandu oleh Ali bin Abi Thalib dan Al-Abbas, dengan kakinya terseret-seret di tanah.[48] Aisyah melaporkan bahwa ketika di rumahnya, Muhammad sering berkata:
يَا عَائِشَةُ مَا أَزَالُ أَجِدُ أَلَمَ الطَّعَامِ الَّذِي أَكَلْتُ بِخَيْبَرَ، فَهَذَا أَوَانُ وَجَدْتُ انْقِطَاعَ أَبْهَرِي مِنْ ذَلِكَ السَّمِّ Wahai Aisyah! Aku masih merasakan sakit yang diakibatkan oleh makanan yang aku makan di Khaibar, dan pada saat ini, aku merasa pembuluh jantungku seperti sedang dipotong oleh racun itu.
Racun tersebut disisipkan ke daging yang dimakan Muhammad di Khaibar oleh seorang wanita yahudi bernama Zainab binti al-Harits yang ingin mengetes kenabian Muhammad,[49] dan membalaskan dendam rakyatnya, ayahnya, pamannya dan suaminya yang dibunuh oleh pasukan Muhammad.[50]
Aisyah melaporkan bahwa ketika Muhammad bersandar di dadanya, ia mendengar Muhammad berkata:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَأَلْحِقْنِي بِالرَّفِيقِ الأَعْ
Ya Allah, maafkanlah aku, kasihanilah diriku dan izinkanlah aku bergabung dengan teman-teman tertinggi (di surga).[51][52][53]
Tidak lama berselang, Muhammad meninggal dunia.[54] Ini terjadi pada hari Senin, 8 Juni 632 M.[55] Namun terdapat riwayat dari kalangan Syi'ah yang menuding bahwa kematian Muhammad sebenarnya disebabkan oleh racun yang disisipkan oleh Aisyah yang berkomplot dengan Hafshah.[56]
Beberapa hadis meriwayatkan beberapa ciri fisik Muhammad yang diceritakan oleh para sahabat dan istrinya. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Muhammad berperawakan sedang, berkulit putih kemerahan, berjanggut tipis, dan digambarkan memiliki fisik yang sehat dan kuat oleh orang di sekitarnya. Riwayat lain menyebutkan Muhammad bermata hitam, tidak berkumis, berjanggut sedang, serta memiliki hidung bengkok yang sesuai dengan ciri antropologis bangsa Semit pada umumnya.[butuh rujukan]
Selama hidupnya Muhammad menikah dengan 11 atau 13 orang wanita (terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini). Pada umur 25 Tahun ia menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, yang berlangsung selama 25 tahun hingga Khadijah wafat.[57] Pernikahan ini digambarkan sangat bahagia,[58][59] sehingga saat meninggalnya Khadijah (yang bersamaan dengan tahun meninggalnya Abu Thalib pamannya) disebut sebagai tahun kesedihan.
Sepeninggal Khadijah, Khaulah binti Hakim menyarankan kepadanya untuk menikahi Saudah binti Zam'ah (seorang janda) atau Aisyah (putri Abu Bakar ash-Shiddiq). Atas perintah Allah, Muhammad menikahi keduanya. Kemudian Muhammad tercatat menikahi beberapa orang wanita lagi hingga jumlah seluruhnya sekitar 11 orang, sembilan di antaranya masih hidup sepeninggal Muhammad.
Para ahli sejarah antara lain Watt dan Esposito berpendapat bahwa sebagian besar perkawinan itu dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik (sesuai dengan budaya Arab), atau memberikan penghidupan bagi para janda (saat itu janda lebih susah untuk menikah karena budaya yang menekankan perkawinan dengan perawan).[60]
Historiografi
Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah kitab suci utama dari agama Islam. Muslim percaya itu mewakili kata-kata Tuhan yang diungkapkan oleh malaikat agung Jibril kepada Muhammad.[61][62][63] Al-Qur'an juga memberikan sedikit bantuan untuk merumuskan biografi kronologis Muhammad, meskipun sebagian besar ayat Al-Qur'an tidak memberikan konteks sejarah yang signifikan.[64][65]
Sumber-sumber penting mengenai kehidupan Muhammad dapat ditemukan dalam karya-karya sejarah para penulis abad ke-2 dan ke-3 Hijriah (Abad ke-8 dan ke-9 M).[66] Ini termasuk biografi Muslim tradisional Muhammad, yang memberikan informasi tambahan tentang hidupnya.[67]
Sirah tertulis paling awal adalah Sirah Rasul Allah karya Ibnu Ishaq yang ditulis ca 767 M (150 H). Meskipun karya aslinya hilang, sirah ini hanya bertahan sebagai kutipan ekstensif dalam karya Ibnu Hisyam dan Ath-Thabari.[68][69] Namun, Ibnu Hisyam menulis dalam kata pengantar biografinya tentang Muhammad bahwa dia menghilangkan hal-hal dari biografi Ibnu Ishaq yang "akan menyusahkan orang-orang tertentu".[70] Sumber sejarah awal lainnya adalah sejarah kampanye Muhammad oleh al-Waqidi, dan sekretaris Waqidi, Ibnu Sa'ad al-Baghdadi.[66]
Banyak sejarawan menerima catatan biografi awal ini sebagai otentik, meskipun keakuratannya tidak dapat dipastikan.[68] Studi terbaru telah mengarahkan para sejarawan untuk membedakan antara tradisi yang menyentuh masalah hukum dan peristiwa sejarah murni. Dalam kelompok hukum, tradisi bisa jadi tunduk pada penemuan sementara peristiwa bersejarah, selain kasus luar biasa, mungkin hanya tunduk pada "pembentukan tendensial".[71]
Beberapa akademisi Barat dengan hati-hati memandang koleksi hadis sebagai sumber sejarah yang akurat.[72] Sejarawan seperti Wilferd Madelung tidak menolak riwayat-riwayat yang telah disusun pada masa kemudian, tetapi menilainya dalam konteks sejarah dan atas dasar kesesuaiannya dengan peristiwa dan tokoh.[74] Sejarawan Muslim lain biasanya lebih menekankan pada literatur hadis daripada literatur biografi, karena hadis mempertahankan riwayat tradisional (isnad); adanya suatu kekurangan pada sebuah riwayat untuk literatur biografi membuat riwayat tersebut tidak dapat diverifikasi.[75]
Mengikuti pengesahan keesaan Tuhan, keyakinan akan kenabian Muhammad adalah aspek utama dari keyakinan Islam. Setiap Muslim menyatakan dalam Syahadat: "Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah". Syahadat adalah kredo atau prinsip dasar Islam. Keyakinan Islam adalah bahwa idealnya Syahadat adalah kata-kata pertama yang akan didengar oleh bayi yang baru lahir; anak-anak harus diajarkan mengenai kalimat tersebut dan kalimat ini akan dibacakan menjelang kematian seorang Muslim. Muslim mengulangi syahadat dalam adzan dan dalam salat. Non-Muslim yang ingin masuk Islam diwajibkan untuk membaca syahadat.[76]
Dalam kepercayaan Islam, Muhammad juga dianggap sebagai nabi terakhir yang diutus oleh Tuhan.[77][78] Tradisi Muslim juga mencatat beberapa mukjizat atau peristiwa supranatural yang pernah dilakukan oleh Muhammad.[79] Misalnya, banyak komentator Muslim dan beberapa cendekiawan Barat telah menafsirkan surah al-Qamar ayat 1–2 merujuk pada Muhammad yang membelah Bulan ketika kaum Quraisy mulai menganiaya para pengikutnya.[80][81] Sejarawan Islam Barat Denis Gril percaya bahwa Al-Qur'an tidak secara terbuka menggambarkan Muhammad melakukan mujizat, dia menyatakan bahwa mujizat terbesar Muhammad adalah Al-Qur'an itu sendiri.[80]
Menurut tradisi Islam, Muhammad diserang oleh penduduk Tha'if dan terluka parah. Tradisi itu juga menyebutkan bahwa seorang malaikat menampakkan diri kepadanya dan memberikan tawaran untuk membalas para penyerang. Dikatakan bahwa Muhammad menolak tawaran itu dan berdoa memohon agar orang-orang Tha'if mendapatkan petunjuk dan memeluk Islam.[82]
Sunnah mewakili tindakan dan perkataan Muhammad (dilestarikan dalam laporan yang dikenal sebagai Hadis) dan mencakup beragam aktivitas dan keyakinan mulai dari ritual keagamaan, kebersihan pribadi, dan penguburan jenazah hingga pertanyaan mistis melibatkan cinta antara manusia dan Tuhan. Sunnah dianggap sebagai model persaingan bagi umat Islam yang saleh dan sangat memengaruhi budaya Muslim. Salam yang diajarkan Muhammad kepada sesama Muslim, Assalamualaikum (terj. har.'Semoga keselamatan tercurah kepada kalian') digunakan oleh umat Islam di seluruh dunia. Banyak detail ritual utama Islam seperti sholat, puasa dan haji tahunan hanya ditemukan dalam Sunnah dan tidak di Al-Qur'an.[84]
Muslim secara tradisional mengungkapkan cinta dan penghormatan kepada Muhammad. Kisah-kisah kehidupan Muhammad, syafaatnya dan mukjizat-mukjizatnya telah merasuki pemikiran populer Muslim dan puisi. Di antara odes Arab untuk Muhammad, Qaṣīdatul Burdah ("Puisi Mantel") karya tokoh Sufi asal Mesir, al-Busiri (1211–1294) sangat terkenal, dan secara luas diyakini memiliki penyembuhan dan kekuatan spiritual.[85] Al-Qur'an menyebut Muhammad sebagai "rahmat bagi dunia".[86][12] Pengaitan hujan dengan rahmat di negeri-negeri Timur telah menyebabkan Muhammad dianggap sebagai awan hujan yang menyebarkan berkah dan membentang di atas daratan, menghidupkan kembali hati yang telah mati, seperti halnya hujan menghidupkan kembali bumi yang tampaknya telah mati.[12]Ulang tahun Muhammad dirayakan sebagai pesta besar di seluruh dunia Muslim, kecuali Arab Saudi yang didominasi oleh Salafisme di mana perayaan publik ini dilarang.[87] Ketika Muslim mengatakan atau menulis nama Muhammad, mereka biasanya mengikutinya dengan frase bahasa Arab ṣallā llahu ʿalayhi wa-sallam (terj. har.'Semoga selawat serta salam tercurah padanya')[88] Dalam tulisan biasa, kadang-kadang digunakan singkatan SAW (untuk frasa bahasa Arab);[d] dalam karya cetak, biasanya digunakan kaligrafi kecil (ﷺ).[83]
As-Sunnah memberikan banyak kontribusi bagi perkembangan hukum Islam, khususnya sejak akhir abad pertama Islam.[89] Mistikus Muslim, yang dikenal sebagai sufi, yang mencari makna terdalam Al-Qur'an dan sifat terdalam Muhammad, memandang nabi Islam tidak hanya sebagai seorang nabi tetapi juga sebagai manusia yang sempurna. Semua ordo Sufi menelusuri rantai keturunan spiritual mereka kembali ke Muhammad.[90]
Sejalan dengan hadis larangan membuat gambar makhluk hidup berakal, yang secara khusus diamati secara ketat sehubungan dengan Tuhan dan Muhammad, seni religius Islam difokuskan dalam bentuk kata-kata.[91][92] Muslim umumnya menghindari penggambaran Muhammad, dan masjid dihiasi dengan kaligrafi dan prasasti Al-Qur'an atau desain geometris, bukan gambar atau pahatan.[91][93] Saat ini, larangan terhadap gambar Muhammad (umumnya dirancang untuk mencegah penyembahan terhadap Muhammad, dengan tujuan untuk menjaga kemurnian keesaan Tuhan) jauh lebih ketat dipatuhi dalam Islam Sunni dan Ahmadiyyah daripada Syiah.[94] Sementara itu, beberapa kalangan Sunni dan Syiah telah menciptakan gambar Muhammad di masa lalu,[95] Penggambaran Islam tentang Muhammad jarang terjadi.[91] Mereka sebagian besar terbatas pada media pribadi dan elit miniatur, dan sejak sekitar 1500 sebagian besar penggambaran menunjukkan Muhammad dengan wajah terselubung, atau secara simbolis mewakili dia sebagai nyala api.[93][96]
Penggambaran paling awal yang masih ada berasal dari miniatur Persia dan Ilkhanate abad ke-13, biasanya dalam genre sastra yang menggambarkan kehidupan dan perbuatan Muhammad.[96][97] Selama periode Ilkhanid, ketika penguasa Mongol Persia masuk Islam, kelompok Sunni dan Syiah bersaing menggunakan citra visual, termasuk gambar Muhammad, untuk mempromosikan interpretasi khusus mereka tentang peristiwa penting Islam.[98] Karena dipengaruhi oleh Agama Buddha, inovasi ini belum pernah terjadi sebelumnya di dunia Islam, dan disertai dengan "pergeseran yang lebih luas dalam budaya seni Islam dari abstraksi menuju representasi" di "masjid , pada permadani, sutra, keramik, dan pada kaca dan logam" selain buku.[99] Di tanah Persia, tradisi penggambaran realistik ini berlangsung selama Dinasti Timurid hingga Safawi mengambil alih kekuasaan pada awal abad ke-16.[98] Safawiyah, yang menjadikan Islam Syi'ah sebagai agama negara, memprakarsai penyimpangan dari gaya artistik Ilkhanid dan Timurid tradisional dengan menutupi wajah Muhammad dengan kerudung untuk mengaburkan wajahnya dan pada saat yang sama mewakili esensinya yang bercahaya.[100] Bersamaan dengan itu, beberapa gambar yang ditemukan dari periode sebelumnya kemudian dirusak.[98][101][102] Kemudian gambar diproduksi di Kekhalifahan Utsmaniyah di Turki dan di tempat lain, meskipun masjid tidak pernah dihiasi dengan gambar Muhammad.[95] Illustrated accounts of the night journey (mi'raj) were particularly popular from the Ilkhanid period through the Safavid era.[103]
Selama abad ke-19, Iran kedatangan tren buku-buku "mi'raj" yang dicetak dan diilustrasikan, dengan wajah Muhammad berkerudung yang ditujukan kepada orang buta huruf dan anak-anak seperti novel grafis. Direproduksi melalui litografi, buku-buku ini pada dasarnya adalah "manuskrip tercetak".[103] Saat ini, jutaan reproduksi sejarah dan gambar modern tersedia di beberapa negara mayoritas Muslim, terutama Turki dan Iran, di poster, kartu pos, dan bahkan di buku meja kopi. Akan tetapi, hal ini tidak dikenal di sebagian besar belahan dunia Islam lainnya, dan ketika ditemui oleh umat Islam dari negara lain, mereka dapat menyebabkan kontroversi dan kemarahan yang cukup besar.[95][96]
Pandangan Barat
Setelah reformasi Protestan, kehidupan dan kenabian Muhammad menjadi salah satu topik perdebatan yang seru di dunia Barat.[12][104]Guillaume Postel adalah orang pertama yang memberikan pandangan yang lebih positif tentang Muhammad ketika dia berargumen bahwa Muhammad harus dihargai oleh orang Kristen sebagai nabi yang sah.[12][105]Gottfried Leibniz memuji Muhammad karena "dia tidak menyimpang dari agama alami".[12]Henri de Boulainvilliers, dalam bukunya Vie de Mahomed yang diterbitkan secara anumerta pada tahun 1730, menggambarkan Muhammad sebagai pemimpin politik yang berbakat dan anggota parlemen yang adil.[12] Dia menampilkannya sebagai utusan yang diilhami secara ilahi yang dipekerjakan Tuhan untuk membingungkan orang-orang Kristen Timur yang bertengkar, untuk membebaskan Timur dari pemerintahan zalim Romawi dan Persia, dan untuk menyebarkan pengetahuan tentang keesaan Tuhan dari India ke Spanyol.[106]Voltaire memiliki pendapat yang agak campur aduk tentang Muhammad: dalam lakonnya Le fanatisme, ou Mahomet le Prophète dia menjelekkan Muhammad sebagai simbol fanatisme, dan dalam sebuah esai yang diterbitkan pada tahun 1748 dia menyebutnya "seorang penipu yang luhur dan baik hati". Namun dalam survei sejarahnya Essai sur les mœurs, dia menampilkannya sebagai legislator dan penakluk dan menyebutnya sebagai "penggemar".[106]Jean-Jacques Rousseau, dalam Social Contract (1762), mencatat, "mengesampingkan legenda propaganda tentang Muhammad sebagai penipu, kami cenderung menyebutnya sebagai seorang legislator yang dengan bijak menggabungkan kekuatan agama dan politik".[106]Emmanuel Pastoret pada 1787 dalam bukunya Zoroaster, Confucius and Muhammad, di mana dia menampilkan kehidupan Zaradusta, Konfusius, dan Muhammad ini sebagai "orang hebat" dan "pembuat undang-undang terhebat di alam semesta", serta membandingkan karier mereka sebagai pembaru agama dan pemberi hukum. Dia menolak pandangan umum bahwa Muhammad adalah seorang penipu dan berpendapat bahwa Al-Qur'an menawarkan "kebenaran kultus dan moral yang paling luhur". Ia juga mendefinisikan keesaan Tuhan dengan "keputusan yang mengagumkan". Pastoret menulis bahwa tuduhan umum tentang amoralitasnya tidak berdasar. Sebaliknya, hukumnya memerintahkan ketenangan, kemurahan hati, dan kasih sayang pada para pengikutnya. Ia mencatat bahwa "pembuat undang-undang Arab" adalah "orang yang sangat hebat".[106]Napoleon Bonaparte juga mengagumi Muhammad dan Islam,[107] dan menggambarkannya sebagai model teladan anggota parlemen dan pria yang hebat.[108][109]Thomas Carlyle dalam bukunya On Heroes, Hero-Worship, & the Heroic in History (1841) menggambarkan "Mahomet" sebagai "Pemilik budi pekerti agung yang pendiam; dia adalah salah satu dari mereka yang tidak bisa tetapi bersungguh-sungguh".[110] Penafsiran Carlyle telah dikutip secara luas oleh cendekiawan Muslim sebagai demonstrasi bahwa kesarjanaan Barat mengesahkan status Muhammad sebagai orang besar dalam sejarah.[111]
Ian Almond mengatakan bahwa para penulis sastra Romantis Jerman umumnya berpandangan positif tentang Muhammad: "Kekaguman Karl Wilhelm Friedrich Schlegel terhadap Islam sebagai produk estetis, autentik yang patut ditiru, holistik yang berseri-seri, memainkan peran sentral dalam pandangannya tentang Muhamad sebagai perancang dunia yang patut dicontoh sehingga ia bahkan menggunakannya sebagai skala penilaian untuk puisi klasik".[112]John Tolan selanjutnya menunjukkan bagaimana Yahudi di Eropa khususnya memiliki pandangan yang lebih bernuansa tentang Muhammad dan Islam, sebagai minoritas etnoreligius yang merasa terdiskriminasi, mereka secara khusus memuji Al-Andalus, dan dengan demikian, "menulis tentang Islam bagi orang Yahudi adalah cara untuk menikmati dunia fantasi, jauh dari penganiayaan dan pogrom Eropa abad ke-19, di mana orang Yahudi dapat hidup rukun dengan tetangga non-Yahudi mereka".[113]
Penulis kontemporer seperti William Montgomery Watt dan Richard Bell menepis gagasan bahwa Muhammad sengaja menipu para pengikutnya, dengan alasan bahwa Muhammad "benar-benar tulus dan bertindak dengan itikad baik sepenuhnya",[114] dan ketulusannya ditunjukkan dengan kesiapan Muhammad untuk menanggung kesulitan demi perjuangannya, dengan apa yang tampaknya bukan merupakan dasar rasional untuk berharap.[115] Watt mengatakan bahwa ketulusan tidak secara langsung menyiratkan kebenaran: dalam istilah kontemporer, Muhammad mungkin salah mengira alam bawah sadarnya sebagai wahyu ilahi.[116] Watt dan Bernard Lewis berargumen bahwa memandang Muhammad sebagai penipu yang mementingkan diri sendiri membuat mustahil untuk memahami perkembangan Islam.[117][118]Alford T. Welch berpendapat bahwa Muhammad mampu menjadi begitu berpengaruh dan sukses karena keyakinannya yang teguh pada agamanya.[12]
Pengikut gerakan Baháʼí memuliakan Muhammad sebagai salah satu dari sejumlah nabi atau "Manifestasi Tuhan". Dia dianggap sebagai manifestasi terakhir, atau meterai dari Siklus Adam, tetapi menganggap ajarannya telah digantikan oleh Bahá'u'lláh, pendiri gerakan Baháʼí, dan manifestasi pertama dari siklus saat ini.[119][120]
Tradisi Druze menghormati beberapa "guru" dan "nabi",[121] dan Muhammad dianggap sebagai nabi Tuhan yang penting dalam agama Druze, Muhammad dikatakan termasuk di antara tujuh nabi yang muncul dalam periode sejarah yang berbeda.[122][123]
^Muhamad memiliki banyak sebutan, di antaranya adalah Muhammad bin Abdullah, Nabiyullah, Nabi Muhammad, Rasulullah, Nabi terakhir dalam Islam, dan lain-lain; ada juga banyak varian ejaan Muhammad, seperti Mohamet, Mohammed, Mahamad, Muhamad, Mohamed dan yang lainnya.
^Goldman 1995, hlm. 63, memberikan 8 Juni 632 M, tradisi Islam yang dominan. Banyak tradisi sebelumnya (terutama non-Islam) menyebut dia masih hidup pada masa Penaklukan Palestina.
^Menurut Welch, Moussalli & Newby 2009, yang menulis untuk Oxford Encyclopedia of the Islamic World: "Nabi Islam adalah seorang pembaharu agama, politik, dan sosial yang memunculkan salah satu peradaban besar dunia. Dari perspektif sejarah modern, Muhammad adalah pendiri Islam. Dari perspektif keyakinan umat Islam, dia adalah Utusan Tuhan (Rasūlullāh), dipanggil untuk menjadi "pemberi peringatan", pertama untuk orang Arab dan kemudian untuk seluruh umat manusia."
^ abMeskipun penyingkatan ini dinilai keliru[23][24] dan seharusnya tidak disingkat karena menurut sebagian ulama dan cendekiawan Muslim seperti Ibnu Baz, penyingkatan shalawat dan kalimat pengagungan lainnya akan menghilangkan makna agung yang terkandung didalamnya.[25][26][27]
^Muhammad Mustafa Al-A'zami (2003), The History of The Qur'anic Text: From Revelation to Compilation: A Comparative Study with the Old and New Testaments, pp. 26–27. UK Islamic Academy. ISBN978-1-872531-65-6.
^berbagai nama Muhammad dalam bahasa Prancis: "Mahon, Mahomés, Mahun, Mahum, Mahumet"; dalam bahasa Jerman: "Machmet"; dan dalam bahasa Islandia kuno: "Maúmet" cf Muhammad, Encyclopedia of Islam
^The sources frequently say that, in his youth, he was called by the nickname "Al-Amin" meaning "Honest, Truthful" cf. Ernst (2004), p. 85.
^Lane, Edward William. "حمد". Lanes Lexicon. Diakses tanggal 18 Maret 2021.
^Elizabeth Goldman (1995), p. 63, gives 8 June 632 CE, the dominant Islamic tradition. Many earlier (primarily non-Islamic) traditions refer to him as still alive at the time of the invasion of Palestine. See Stephen J. Shoemaker,The Death of a Prophet: The End of Muhammad's Life and the Beginnings of Islam, page 248, University of Pennsylvania Press, 2011.
^Esposito, John (1998). Islam: The Straight Path. Oxford University Press. ISBN 0-19-511233-4. p.18
^Bullough, Vern; Brenda Shelton, Sarah Slavin (1998). The Subordinated Sex: A History of Attitudes Toward Women. University of Georgia Press. ISBN 978-0-8203-2369-5. p.119
^Reeves, Minou (2003). Muhammad in Europe: A Thousand Years of Western Myth-Making. NYU Press. ISBN 978-0-8147-7564-6. p.46
^Watt, M. Aisha bint Abi Bakr. Article at Encyclopaedia of Islam Online. Ed. P.J. Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel, W.P. Heinrichs. Brill Academic Publishers. ISSN 1573-3912. pp. 16-18
^Nasr, Seyyed Hossein (2007). "Qurʾān". Encyclopædia Britannica Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 May 2015. Diakses tanggal 24 September 2013.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Living Religions: An Encyclopaedia of the World's Faiths, Mary Pat Fisher, 1997, p. 338, I.B. Tauris Publishers.
^Clinton Bennett (1998). In search of Muhammad. Continuum International Publishing Group. hlm. 18–19. ISBN978-0-304-70401-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 September 2015.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Holland, Tom (2012). In the Shadow of the Sword. Doubleday. hlm. 42. ISBN978-0-7481-1951-6. Hal-hal yang memalukan untuk dibicarakan; hal-hal yang akan menyusahkan orang-orang tertentu; dan laporan seperti yang telah saya diberitahu tidak dapat diterima sebagai dapat dipercaya - semua hal ini telah saya hilangkan. [Ibn Hashim, p. 691.]
^Jonathan, A.C. Brown (2007). The Canonization of al-Bukhārī and Muslim: The Formation and Function of the Sunnī Ḥadīth Canon. Brill Publishers. hlm. 9. ISBN978-90-04-15839-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 October 2017. Kita bisa membedakan tiga strata dari kanon ḥadīth Sunni. Inti abadi telah tertanam di Ṣaḥīḥayn. Di luar dua buku klasik dasar ini, beberapa cendekiawan abad keempat/kesepuluh merujuk pada pilihan empat buku yang menambahkan dua Sunans dari Abū Dāwūd (d. 275/889) and al-Nāsaʾī (d. 303/915). Kanon Lima Kitab, yang pertama kali dicatat pada abad keenam/keduabelas, memasukkan Jāmiʿ of al-Tirmidhī (d. 279/892). Terakhir, kanon Enam Buku, yang berasal dari periode yang sama, menambahkan salah satunya Sunan Ibnu Mājah (d. 273/887), Sunan ad-Dāruquṭnī (w. 385/995) atau Muwaṭṭaʾ karya Mālik b. Anas (w. 179/796). Kompendia ḥadīs belakangan sering menyertakan koleksi lain juga. Namun, tidak satu pun dari buku-buku ini yang mendapat penghargaan dari karya-karya al-Bukhārī dan karya-karya Muslim.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ ab"Arabic Presentation Forms-A"(PDF). The Unicode Standard, Version 5.2. Mountain View, Ca.: Unicode, Inc. 1 October 2009. Diakses tanggal 9 May 2010.
^ abcKees Wagtendonk (1987). "Images in Islam". Dalam Dirk van der Plas. Effigies dei: essays on the history of religions. Brill. hlm. 119–24. ISBN978-90-04-08655-5. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 June 2013. Diakses tanggal 1 December 2011.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Safi2010 (2 November 2010). 2 November 2010. HarperCollins. hlm. 32. ISBN978-0-06-123135-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 June 2013. Diakses tanggal 29 December 2011.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Warraq, Ibn (2007). Defending the West: A Critique of Edward Said's Orientalism. Prometheus Books. hlm. 147. ISBN978-1-61592-020-4. Memang, toleransi [Postel] yang lebih besar terhadap agama lain banyak terlihat di dalam Πανθενωδια: compostio omnium dissidiorum, di mana, secara mengherankan pada abad ke-16, dia berargumen bahwa Muhammad harus dihargai bahkan dalam Susunan Kristen sebagai seorang nabi sejati.
^Ian Almond, History of Islam in German Thought: From Leibniz to Nietzsche, Routledge (2009), p. 93.
^Tolan, John. "The Prophet Muhammad: A Model of Monotheistic Reform for Nineteenth-Century Ashkenaz." Common Knowledge, vol. 24 no. 2, 2018, pp. 256–279.
^Hitti, Philip K. (1928). The Origins of the Druze People and Religion: With Extracts from Their Sacred Writings. Library of Alexandria. hlm. 37. ISBN978-1-4655-4662-3.
^Dana, Nissim (2008). The Druze in the Middle East: Their Faith, Leadership, Identity and Status. Michigan University press. hlm. 17. ISBN978-1-903900-36-9.
Gibb, Hamilton Alexander Rosskeen; Lewis, Brian; Donzel, Emeri J. van; Bosworth, Clifford Edmund (1986). The Encyclopaedia of Islam: Vol. 1- (dalam bahasa Inggris). E.J. Brill.
Ibn Kathir; Gassick, Dr Trevor Le (2000-09-01). The Life of the Prophet Muhammad Volume I (dalam bahasa English). Diterjemahkan oleh Gassick, Prof Trevor Le. Reading: Garnet Publishing. ISBN978-1-85964-142-2.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
Rosenwein, Barbara H., ed. (2018-05-03). Reading the Middle Ages: Sources from Europe, Byzantium, and the Islamic World, Third Edition (dalam bahasa English). Toronto Buffalo London: University of Toronto Press. ISBN978-1-4426-3673-6.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
Ahmad, Anis (2009). "Dīn". Dalam John L. Esposito. The Oxford Encyclopedia of the Islamic World. Oxford: Oxford University Press. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 December 2017.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Ahmed, Leila (1986). "Women and the Advent of Islam". Signs. 11 (4): 665–91. doi:10.1086/494271.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Bullough, Vern L; Brenda Shelton; Sarah Slavin (1998). The Subordinated Sex: A History of Attitudes Toward Women. University of Georgia Press. ISBN978-0-8203-2369-5.
Conrad, Lawrence I. (1987). "Abraha and Muhammad: some observations apropos of chronology and literary topoi in the early Arabic historical tradition1". Bulletin of the School of Oriental and African Studies. 50 (2): 225–40. doi:10.1017/S0041977X00049016.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Spellberg, Denise A. (1996). Politics, Gender, and the Islamic Past: The Legacy of 'A'isha Bint Abi Bakr (dalam bahasa Inggris). Columbia University Press. hlm. 39–40. ISBN978-0-231-07999-0.
Welch, Alford T.; Moussalli, Ahmad S.; Newby, Gordon D. (2009). "Muḥammad". Dalam John L. Esposito. The Oxford Encyclopedia of the Islamic World. Oxford: Oxford University Press. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 February 2017.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Wijdan, Ali (28 August 1999). "From the Literal to the Spiritual: The Development of Prophet Muhammad's Portrayal from 13th century Ilkhanid Miniatures to 17th century Ottoman Art". Proceedings of the 11th International Congress of Turkish Art (7): 1–24.
Willis, John Ralph, ed. (2013). Slaves and Slavery in Muslim Africa: Islam and the Ideology of Enslavement. 1. New York: Routledge. hlm. vii–xi, 3–26. ISBN978-0-7146-3142-4.
Umat Muslim meyakini bahwa telah banyak nabi diutus oleh Allah untuk umat manusia. Nabi-nabi ini disebutkan namanya dalam Al-Qur'an. Tebal: lima rasul yang mendapatkan gelar Ululazmi.