Gereja Ortodoks di Indonesia (GOI) merupakan salah satu Arus Gereja Kristen Ortodoks di Indonesia di bawah kepempimpinan Patriark sebagai pemimpin tertinggi Hierarki Gereja Ortodoks. GOI mempertahankan penggunaan Kalender Lama atau Kalender Julian sebagai Kalender Liturgis Gereja dan menginduk pada Sinode Kudus Genuine Greek Orthodox Church (Gereja Ortodoks Yunani Sejati) yang dikepalai oleh Episkop Agung Kalinikos (Sarantopoulos). GOI diketuai oleh salah satu pendirinya Daniel Bambang Dwi Byantoro.
Sejarah Kemunculan Gereja-Gereja Ortodoks di Indonesia
Masa Awal Karya Pelayanan
Sejarah Gereja Ortodoks Indonesia di zaman modern, muncul tak lepas dari pergumulan empat pemuda, yang kemudian kita kenal salah satu dari empat pemuda itu yaitu Romo Arkhimandit Daniel Bambang Dwi Byantoro yang pada masa mudanya mempertanyakan fenomena begitu banyak denominasi dengan ajaran yang berbeda-beda dan saling bertentangan. Dalam pemikirannya ia berpendapat jika Alkitab itu satu, Allah itu satu, Yesus Kristus itu satu, Roh Kudus itu satu, harusnya ajaran Gereja itu satu juga. Ajaran-ajaran yang saling bertentangan ini tidak semuanya benar, kalau begitu dicarilah bagaimana ajaran Kristen yang mula-mula, ajaran Kristen zaman Para Rasul.
Dalam kegelisahan dan pertanyaannya serta kerinduan dalam menemukan Gereja mula-mula sampai suatu waktu ia menemukan jawabannya oleh Rahmat Tuhan di Seoul, Korea Selatan. Pada buku yang ia beli berjudul “The Orthodox Church"
karangan Episkop Kalistos Ware (di Seoul, Korea Selatan Romo Daniel muda mengambil pendidikan di Sekolah Theologi selama 5 tahun), di Korea juga ia bergabung dengan Gereja Ortodoks (Gereja Orthodox dari Missi Rusia) dan menjadi orang Indonesia pertama pada zaman modern yang memeluk iman Ortodoks. Setelah dari Korea atas tuntunan Tuhan Romo Daniel muda pergi ke Yunani dan Amerika untuk melanjutkan belajar tentang Iman Rasuliah, yang Pada tahun 1987 Romo Daniel ditahbiskan menjadi Romo Diakon Daniel, sebagai rohaniawan yang selibat (tidak menikah, meskipun dalam Gereja Ortodoks juga diizinkan memiliki isteri, yaitu saat sebelum tahbisan harus sudah menikah) di Gereja Ortodoks Salib Kudus, Pittsburgh, Pa, oleh EpiskopMaximos dari Pittsburgh. Tahun 1988 Romo Diakon Daniel diangkat dan ditahbiskan menjadi Romo Presbyter Daniel dalam Gereja Ortodoks Jana Suci Rasul Paulus di North Royalton, Amerika oleh Episkop Maximos.
Pada tahun 1988 Romo Daniel tiba di Indonesia dan menemui keluarganya di pulau Jawa untuk memberitahukan kepada mereka Iman Ortodoks, sehingga mereka tertarik dan bergabung dengan Iman Ortodoks. Setelah itu Romo Daniel pergi ke Solo untuk memulai Penginjilannya dengan mendirikan “Yayasan Suara Dharma Tuhu”, yang kemudian dirubah menjadi “Yayasan Orthodox Injili Indonesia”, didepan Notaris Ibu Monica Sri Widiyanti Adi Sutjipto.
Penetapan Gereja Orthodox Indonesia Sebagai Lembaga Gerejawi
Kantor Yayasan Orthodox Injili Indonesia beralamat di perumahan dosen Baturan, dengan dua orang pegawai kantor: Parluhutan Manalu (sekarang dikenal dengan nama Romo Chrysostomos Manalu yang juga salah satu dari empat pemuda yang mendirikan Gereja Orthodox di Indonesia ) dan Khristodoulos Wahyu Utomo Nugroho. Tempat Ibadah Ortodoks berada di ruang tengah kantor Yayasan. Tahun 1988-1990 karya Romo Daniel dalam menyebarkan Iman Ortodoks di Indonesia, berada di bawah ikatan hukum kanon dengan wilayah keepiskopan Pittsburg. Komunitas-komunitas Ortodoks mulai terbentuk di sekitar Solo, seorang penginjil pedesaan lulusan STTII Sri Gunarjo (saat ini dikenal Romo Methodius) dari desa Grasak, Boyolali, bergabung dengan Gereja Ortodoks dan diangkat Romo Daniel sebagai pegawai Yayasan. Masa itu juga Romo Daniel banyak melakukan pelayanan Gereja dengan menerima undangan-undangan untuk ceramah, khotbah, dialog antar Agama, KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani), mengajar di perguruan-perguruan tinggi dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Komunitas umat Ortodoks juga mulai terbentuk di beberapa daerah, Romo Daniel, Romo Yohanes, Romo Manalu serta Romo Lazarus bersama-sama mendaftarkan Yayasan Orthodox Injili Indonesia sebagai Lembaga Gerejawi di DEPAG RI (Departemen Agama Republik Indonesia). Sri Paus Yohanes Paulus dari Roma Katolik pernah mengutus Romo Suryo dan Romo Paulus, Pastur dari Roma Katolik di Kleco Solo dan Keuskupan Semarang, untuk bertemu Romo Daniel guna mengetahui keadaannya dalam memulai karya Kerasulannya di Indonesia. Setelah itu kantor Yayasan pindah ke Jalan Pajajaran, Sumber Tringkilan, RT 02, RW 15 Solo dan tempat Ibadah Ortodoks berpindah tempat di tingkat 2, Hotel Kaloka, di Jalan Gajah Mada, Solo.
Oleh pertolongan Tuhan melalui Eliezer Sutarno dari kantor DEPAG Solo dan Parwoto Kakanwil DEPAG Bimas Kristen Semarang, Romo Daniel, Romo Yohanes, Romo Manalu serta Romo Lazarus berhasil mendaftarkan Gereja Orthodox Indonesia (GOI) ke Dirjen Bimas Kristen yang dipimpin oleh Dirjen Soenarto Martowiloyo.
Pada tahun 1991 dibawah Dirjen Yan Kawatu, Gereja Orthodox Indonesia (GOI) secara resmi diakui sebagai Lembaga Gerejawi yang sah dengan masa percobaan selama lima tahun, yang berarti Romo Daniel juga adalah Pendiri dan Ketua Umum Gereja Orthodox Indonesia. Pada masa itu setelah dua tahun Romo Daniel secara internal Lembaga Gerejawi berada dibawah Episkop Maximos dari Pittsburgh, akhirnya pelayanannya diletakan dibawah wilayah keepiskopan Agung Selandia Baru dibawah Metropolitan (semacan Uskup Agung) Dionysios.
Kunjungan pertama ke Indonesia Metropolitan Dionysios bersama ArkhimandritSotirios Trambas dari Korea Selatan, menyaksikan diadakannya baptisan masal di sumber air Cakra, Tulung Agung, Klaten, serta diangkatnya Romo Daniel ke jenjang Arkhimandrit secara jenjang keimaman juga sebagai Vikaris Episkop (wakil Episkop) untuk Indonesia bagi tugas administrasi. Masa itu juga akhirnya Arkhimandrit Romo Daniel dengan usahanya berhasil mengirim beberapa orang untuk sekolah di luar negeri, yaitu :
Joko kemudian menikah dengan Margaretha dan mahasiswa itu ditahbis di Yunani menjadi Romo Timotius. Saat itu juga, ada 3 mahasiswa Indonesia yang pulang dari Amerika Serikat kembali ke Indonesia , yaitu:
Bersamaan dengan itu, GOI juga mendirikan Sekolah Teologia “Salib Kudus” yang pada saat itu dimulai dengan lima mahasiswa. Namun, karena kurangnya dukungan yang kuat Sekolah Teologia tersebut tidak dapat dilanjutkan.
Riwayat Legalitas Gereja Ortodoks Indonesia
Yuridiksi Gereja
Yuridiksi adalah wilayah/daerah tempat berlakunya sebuah undang-undang yang berdasarkan hukum, dalam hal ini Yuridiksi dalam Gereja Ortodoks berarti Gereja-Gereja yang berada di bawah perlindungan hukum dari suatu keepiskopan dalam urusan Gereja dan administratifnya. Gereja Ortodoks Indonesia sendiri mengalami perpindahan di bawah naungan keepiskopan dalam penyelarasan visi misi Gereja Ortodoks Indonesia dimana secara Kekristenan berurusan dengan wilayah yuridiksi keepiskopan terkait namun secara pertanggung jawaban. kegiatan Gerejawi di Indonesia bertanggung jawab juga pada Pemerintah Republik Indonesia. Berikut beberapa Riwayat yuridiksi Gereja Ortodoks Indonesia yaitu:
Mendapatkan izin dari DEPAG RI sebagai Lembaga Gerejawi, dengan masa percobaan lima tahun.
Tahun 1996, Penetapan Gereja Orthodox Indonesia oleh Dirjen Bimas Kristen sebagai Lembaga Gerejawi Permanen dengan Nomor Keputusan : F/Kep/HK.00.5/19/637/1996.
Tahun 2001, Pusat Gereja Orthodox Indonesia di Jakarta, terdaftar dengan SK Dirjen Bimas Kristen DEPAG RI, Nomor : F/Kep./HK.00.5/20/708/2001.
Tahun 2006, Pembaharuan SK Dirjen Bimas Kristen DEPAG RI tentang Gereja Othodox Indonesia sebagai Lembaga resmi dari Gereja Orthodox di Indonesia Nomor : DJ.III/Kep/HK.00.5/190/2006.
Tahun 2019, Pembaharuan SK Dirjen Bimas Kristen, Kementrian Agama Republik Indonesia, Nomor : 505/th.2019.
Klerus-Klerus Gereja Ortodoks Indonesia
Episkop dan Protopresbiter, Presbyter Rahib, Presbiter