Pernikahan dalam Gereja Ortodoks Timur merupakan salah satu sakramen dan misteri suci dalam tradisi peribadatan Gereja Ortodoks Timur. Prosesi pernikahan sendiri dianggap sebagai suatu ritual gerejawi yang bertujuan untuk memberkati suatu pernikahan. Dalam tradisi Gereja Ortodoks Timur, terdapat beberapa istilah lain untuk merujuk prosesi pernikahan seperti "penobatan" dan "pemahkotaan", istilah tersebut muncul oleh karena adanya tradisi pemberian mahkota di salah satu bagian prosesi pernikahan.
Prosesi Pernikahan
Setelah prosesi saling tukar cincin, biasanya seorang imam akan menuntun pasangan yang menikah ke bagian tengah gereja untuk menjalani prosesi pernikahan. Imam sambil mendaraskan Mazmur 128 saat menuntun kedua mempelai. Prosesi ini dengan sangat jelas berusaha menampakkan tindakan atau perbuatan sakramen. Kedua mempelai yang memasuki bagian tengah gereja dan menuju altar melambangkan kedua mempelai yang menyerahkan diri mereka dan apa yang ada dalam kehidupan mereka kepada Tuhan dan memperbarui status hubungan mereka menjadi kudus dalam persekutuan dengan Kerajaan Allah.
Kemudian setelah berada di dalam gereja, kedua mempelai harus menyatakan di hadapan para hadirin bahwa mereka secara merdeka dan bebas melaksanakan pernikahan untuk bersekutu dengan Tuhan sebagai suami dan istri.
Lalu, kedua mempelai akan diberikan lilin untuk terus digenggam selama prosesi pernikahan berjalan. Lilin tersebut melambangkan kesediaan kedua mempelai untuk mengimani dan mengikuti Cahaya Kebenaran, Tuhan Yesus Kristus, serta untuk menerima setiap ajaran-Nya melalui tradisi-tradisi gereja.
Kemudian setelah kedua mempelai didoakan, imam akan memahkotai kedua mempelai sambil berucap "Dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Ya Tuhan Allah kami, mahkotailah mereka (kedua mempelai) dengan kemuliaan dan kehormatan!". Mahkota ini sendiri memiliki dua makna, yaitu bermakna sebagai bentuk persekutuan kedua mempelai dengan Kerajaan Allah melalui Tuhan Yesus Kristus dan bermakna sebagai suatu kesaksian kedua mempelai atas keberadaan dan keterlibatan Tuhan Yesus dalam kehidupan pernikahan mereka ke depannya.
Setelah itu, kedua mempelai akan meminum anggur yang telah diberkati dari satu gelas yang sama. Hal tersebut bermakna bahwa kedua mempelai akan terus saling berbagi dalam kehidupan berumah tangga ke depannya, baik itu berbagi kebahagiaan, sukacita, kasih sayang, bahkan kesedihan, kesukaran, dan duka.
Lalu sesudahnya, imam sambil memegangi kitab suci dan salib menuntun kedua mempelai sambil menggenggam tangan mempelai untuk berjalan mengitari meja tengah selama tiga kali berlawanan dengan arah jarum jam. Hal tersebut melambangkan pernikahan merupakan gambaran dari Tuhan Allah Tritunggal.
Ketika prosesi akan berakhir, imam akan menanggalkan mahkota yang telah diberikan dari kedua mempelai sambil berdoa dan menyampaikan bahwa kedua mahkota tersebut telah diterima oleh Tuhan Allah dalam Kerajaan-Nya, hal tersebut sering dimaknai sebagai bentuk telah dimulainya mahligai pernikahan yang kudus dalam persekutuan dengan Tuhan Allah.
Di akhir prosesi, kedua mempelai akan berdiri di kaki altar sebagai perlambang bahwa mereka telah dan akan terus menerima Tuhan Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Lalu, pasangan akan menghadap kepada para hadirin untuk menerima ucapan selamat.[1][2]
Epistola
Epistola dalam prosesi pernikahan diambil dari surat Paul dalam KitabEfesus5:20-33. Ayat-ayat kitab tersebut merupakan landasan Kekristenan dalam memandang pernikahan, yaitu cinta kasih antara lelaki dan perempuan mirip dengan cinta kasih antara Kristus dan gereja-Nya. Seperti Kristus menyerahkan diri-Nya kepada gereja, begitu pula suami menyerahkan dirinya kepada istri. Kemudian seperti gereja yang tunduk menghormati Kristus, begitu pula istri tunduk menghormati suami.
Perceraian
Perceraian diperbolehkan dalam tradisi Gereja Ortodoks Timur untuk beberapa alasan tertentu, terutama alasan keselamatan dan kesejahteraan bagi individu dalam pernikahan tersebut.[3] Pada umumnya, proses perceraian terjadi di bawah bimbingan pastoral dari imam atau guru spiritual masing-masing mempelai ketika segala upaya tidak berhasil untuk menyelamatkan keutuhan suatu pernikahan.[4] Pada beberapa kasus tertentu, menikah kembali setelah bercerai boleh dilakukan, tetapi dengan beberapa pengurangan atau bahkan penghilangan aspek yang bermakna sukacita dalam prosesi pernikahan.[5][6] Umat Kristen Ortodoks diperbolehkan menikah maksimal tiga kali dengan masing-masingnya antara perceraian suatu pernikahan dengan prosesi pernikahan yang baru diberi jarak tertentu dengan suatu periode ekskomunikasi.[7]