Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Wasista

Wasista
वसिष्ठ
Lukisan Wasista dari Tiruchirapalli, India Selatan, dibuat sekitar abad ke-19.
Lukisan Wasista dari Tiruchirapalli, India Selatan, dibuat sekitar abad ke-19.
Tokoh dalam mitologi Hindu
NamaWasista
Ejaan Dewanagariवसिष्ठ
Ejaan IASTVasiṣṭha
Gelarbrahmaresi
Kitab referensi
Kastabrahmana

Wasista (Dewanagari: वसिष्ठ; ,IASTVasiṣṭha, वसिष्ठ) adalah nama seorang tokoh dalam mitologi dan legenda Hindu yang dikenal sebagai pemimpin tujuh orang suci atau Saptaresi.[1][2] Ia juga bertindak sebagai pendeta istana Dinasti Surya dalam kisah Ramayana. Ia sendiri merupakan manasaputra dari Dewa Brahma. Selain itu, tokoh ini juga dikenal sebagai leluhur dari Wyasa, seorang maharesi penyusun kisah Mahabharata.

Wasista dianggap sebagai salah satu penyusun kitab suci Weda, terutama Mandala tujuh dari Regweda.[3]

Perselisihan dengan Wiswamitra

Wasista memiliki seekor sapi ajaib bernama Kamadhenu yang konon dapat mengabulkan segala macam keinginan.[4] Pada suatu hari Wasista menerima kunjungan seorang raja bernama Wiswamitra. Raja itu takjub melihat keajaiban Kamadhenu. Ia pun meminta sapi itu secara baik-baik. Tentu saja Wasista menolak. Wiswamitra pun merebutnya secara paksa. Kamadhenu memberontak. Ia mengeluarkan pasukan gaib dari dalam tubuhnya yang menumpas habis para prajurit Wiswamitra. Wiswamitra sedih atas kekalahannya. Ia pun menyerahkan takhta kepada putranya, dan kemudian bertapa untuk memperoleh kesaktian. Permohonan Wiswamitra dikabulkan oleh Siwa. Siwa memberikan senjata sakti yang biasa dipergunakan oleh para dewa, resi dan raksasa.

Setelah menerima berkah dari Siwa, Wiswamitra segera menyerang asrama Wasista dengan menggunakan senjata sakti yang baru saja ia peroleh. Wasista membalas serangan Wiswamitra dengan menggunakan tongkat sakti bernama Brahmadanda. Senjata tersebut membuat Wiswamitra kembali mengalami kekalahan. Dengan perasaan malu, Wiswamitra kembali bertapa lebih berat agar menyamai kekuatan Wasista. Namun kali ini ia tergoda oleh kehadiran seorang bidadari bernama Menaka. Dari perkawinan tersebut lahir seorang putri bernama Sakuntala, yang kelak melahirkan keturunan yang disebut Dinasti Bharata.

Mengutuk Astabasu

Pada suatu hari datang delapan orang makhluk kahyangan bersaudara yang dijuluki Astabasu bersama istri masing-masing di asrama Wasista. Di sana mereka takjub melihat keajaiban Kamadhenu. Istri dari Dyaus alias Prabasa (basu termuda) merengek minta agar suaminya mencuri Kamadhenu karena ia ingin memberikan susu sapi tersebut kepada sahabatnya — seorang manusia biasa — bernama Jitawati, karena barangsiapa meminum susu Kamadhenu akan memperoleh umur panjang.

Dyaus segera mengajak ketujuh basu yang lain mencuri Kamadhenu. Namun perbuatan tersebut ketahuan oleh Wasista. Kedelapan wasu pun dikutuk akan menjalani reinkarnasi sebagai manusia meskipun dalam waktu yang singkat, kecuali Dyaus. Wasista mengutuk Dyaus akan lahir sebagai manusia berumur panjang karena ia adalah pelaku utama pencurian tersebut. Kedelapan basu akhirnya terlahir sebagai anak-anak Santanu raja Dinasti Bharata. Mereka semua lahir dari rahim Gangga, sang permaisuri. Ketujuh putra tertua hanya berumur singkat, sedangkan Dyaus lahir sebagai putra bungsu yang bernama Bisma.

Guru Rama

Dalam kisah Ramayana, Wasista bertindak sebagai pendeta agung Kerajaan Kosala pada masa pemerintahan Dasarata. Ia menjadi guru bagi keempat putra Dasarata yaitu Rama, Bharata, Laksmana, dan Satrugna. Kepada Rama antara lain ia mengajarkan ilmu Yoga Wasista.[5] Dalam kisah ini Wasista telah berdamai dengan Wiswamitra. Ia mengajak Wiswamitra menemui Dasarata untuk meminta bantuan Rama. Konon saat itu asrama Wiswamitra sering diganggu kawanan Rakshasa dari Kerajaan Alengka. Wasista membujuk Dasarata agar merelakan kepergian Rama karena Wiswamitra mudah tersinggung jika permintaannya ditolak dan gemar memberikan kutukan. Dasarata pun melepas kepergian Rama yang didampingi Laksmana untuk menumpas para raksasa perusuh yang sering mengganggu asrama Wiswamitra.

Leluhur Byasa

Wasista memiliki seorang istri bernama Arundati. Dari perkawinan itu lahir banyak anak, yang tertua bernama Sakri. Pada suatu hari Sakri terlibat perselisihan dengan seorang raja bernama Kalmasapada. Ia mengutuk raja itu menjadi seorang raksasa yang gemar memakan daging manusia. Kalmasapada pun seketika itu berubah wujud sesuai kutukan Sakri. Namun Sakri justru menjadi korban pertama yang dimangsa oleh Kalmasapada. Kalmasapada kemudian menumpas habis adik-adik Sakri. Wasista kemudian mengungsikan menantunya, yaitu istri Sakri yang bernama Adresyanti. Saat itu Adresyanti sedang mengandung. Setelah dua belas tahun baru lahir seorang putra bernama Parasara. Tokoh Parasara ini merupakan ayah dari Wyasa yang dikenal sebagai penyusun wiracarita Mahabharata.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ James G. Lochtefeld (2002). The Illustrated Encyclopedia of Hinduism: N-ZPerlu mendaftar (gratis). The Rosen Publishing Group. hlm. 742. ISBN 978-0-8239-3180-4. 
  2. ^ Mariasusai Dhavamony (1999). Hindu Spirituality. Gregorian. hlm. 50 with footnote 63. ISBN 978-88-7652-818-7. 
  3. ^ Stephanie Jamison; Joel Brereton (2014). The Rigveda: 3-Volume Set. Oxford University Press. hlm. 1681–1684. ISBN 978-0-19-972078-1. 
  4. ^ Kanuga, G. B. (1993). Immortal Love of Rama. Lancer Publishers. ISBN 978-1-897829-50-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 April 2022. Diakses tanggal 21 October 2020. 
  5. ^ Horace Hayman Wilson (1840). The Vishńu Puráńa: A System of Hindu Mythology and Tradition. Oriental Translation Fund of Great Britain and Ireland. hlm. xxxvi. 
Kembali kehalaman sebelumnya