Stasiun Surabaya Gubeng (SGU), juga dikenal sebagai Stasiun Gubeng, adalah stasiun kereta api kelas besar tipe A yang terletak di Pacar Keling, Tambaksari, Surabaya; pada ketinggian +5 m. Nama stasiun ini diambil dari nama kecamatan yang terletak di pusat Kota Surabaya, yakni Kecamatan Gubeng, walaupun secara administrasi berada di barat laut di luar batas wilayah kecamatan tersebut. Stasiun ini berada dalam pengelolaan Kereta Api IndonesiaDaerah Operasi VIII Surabaya beserta KAI Commuter dan sebagai salah satu dari kedua stasiun kereta api utama di Kota Surabaya. Stasiun ini berjarak 821 km arah tenggara dari Jakarta Gambir. Stasiun kereta api ini sebagai stasiun kereta api keberangkatan utama di Kota Surabaya, terutama bagi lintas selatan Pulau Jawa, menggantikan Stasiun Surabaya Kota (kecuali KA Sri Tanjung). Stasiun kereta api utama lainnya adalah Stasiun Surabaya Pasarturi yang difokuskan untuk keberangkatan kereta api antarkota di lintas utara Pulau Jawa beserta lokal dan komuter menuju berbagai tujuan di Jawa Timur bagian utara.
Stasiun Surabaya Gubeng juga merupakan penghubung kereta api terbesar di wilayah Gerbangkertosusila karena melayani kereta api antarkota menghubungkan Surabaya dengan Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta di lintas selatan Pulau Jawa. Selain kereta api antarkota, Stasiun ini juga melayani kereta api aglomerasi, kereta api lokal, serta komuter menuju berbagai tujuan di Jawa Timur bagian selatan. Meskipun demikian, beberapa kereta api antarkota basis jalur tengah dan selatan meneruskan perjalanan menuju tujuan lainnya di Jawa Timur selain Surabaya.
Sejarah
Stasiun Surabaya Gubeng merupakan salah satu stasiun kereta api milik Staatsspoorwegen yang diresmikan pada 16 Mei 1878 sebagai bagian dari proyek pembangunan jalur kereta api Surabaya–Pasuruan.[4] Stasiun ini pertama kali dibangun di sisi barat rel kereta api. Awalnya berupa halte (stasiun kecil), kemudian pada 1897 diubah menjadi bentuk bangunan stasiun yang lebih besar seiring peningkatan status dan perkembangan Kota Surabaya yang semakin dinamis.[5]
Pada awalnya, stasiun ini menggunakan sistem persinyalan mekanik, lalu mengalami perubahan sistem persinyalan menjadi elektrik pada dasawarsa 1970–1980-an. Pada 7 Juni 1996, bangunan baru stasiun seluas 13.671 m2 telah selesai dibangun di sisi timur rel kereta api dengan arsitektur yang lebih modern dan lebih luas—pembangunannya ditaksir menelan biaya sebesar Rp1,5 miliar.[6]
Bangunan lama stasiun juga telah dilakukan renovasi beberapa kali, antara lain renovasi kanopi peron pada tahun 1905 dan lobi bangunan utama pada tahun 1928. Ciri gaya bangunan stasiun ini adalah khas dari Staatsspoorwegen, yaitu bergaya neoklasik dengan sentuhan ornamental yang dipengaruhi oleh gaya chalet;[7] sebuah gaya bangunan yang pada gunungan atapnya diberi ornamen sulur-suluran dari besi tempa, serta jendela besar dengan jalusi besi. Gaya tersebut diadaptasikan dari rumah gunung di Eropa, tetapi sudah beradaptasi dengan iklim tropis. Dengan dua pintu utama, stasiun ini pernah "kalah status" dengan stasiun SS lain yang memiliki tiga hingga lima pintu keberangkatan.[5] Bangunan stasiun lama ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Kota Surabaya.[8]
Stasiun Gubeng pernah menjadi stasiun tempat kerja Presiden pertama Indonesia, Soekarno saat mengenyam pendidikan di Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB). Saat itu, H.O.S. Cokroaminoto yang sudah menjadi mertua Soekarno dijebloskan ke penjara oleh Pemerintah Kolonial saat belum 3 bulan Soekarno berada di Kota Bandung. Soekarno menggunakan gelar Raden Soekarno, B.K.L., der Eerste Klasse Categorie (pangkat pertama golongan pertama). Ia bekerja sebagai juru tulis di bagian administrasi stasiun. Soekarno digaji Rp165 per bulan dan sebesar Rp125 diberikan kepada keluarga Cokroaminoto. Begitu H.O.S. Cokroaminoto dibebaskan pada April 1922, tiga bulan berikutnya Soekarno kembali mengenyam pendidikan di THB.[9]
Pascakemerdekaan
Pada masa perang kemerdekaan, daerah sekitar stasiun ini menjadi markas bagi puluhan anggota Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) yang dipersenjatai. Kekuatan mereka sekitar 30 orang yang dipimpin oleh Moh. Ali dan di antara mereka dipersenjatai mitralyur.[10]
Bangunan dan tata letak
Bangunan lama Stasiun Surabaya Gubeng peninggalan Staatsspoorwegen dan diperuntukkan bagi layanan kereta api lokal dan komuter.
Tampak bangunan baru Stasiun Surabaya Gubeng yang mulai digunakan sejak 1996
Pada awalnya, Stasiun Surabaya Gubeng memiliki banyak jalur kereta api. Namun, sejak bangunan stasiun yang baru tersebut resmi digunakan, jumlah jalurnya berkurang menjadi enam. Jalur 1 merupakan sepur lurus jalur ganda arah hilir (selatan), jalur 2 merupakan sepur lurus jalur ganda arah hulu (utara), dan jalur 5 merupakan sepur lurus jalur tunggal dari dan ke Sidotopo. Di sebelah utara jalur 6 ada jalur yang bercabang menuju Balai Yasa (BY) Surabaya Gubeng.
Stasiun ini mempunyai dua bangunan dengan tujuan berbeda: bangunan lama yang berdesain Chalet hanya untuk digunakan oleh keberangkatan beserta kedatangan layanan kereta api lokal dan komuter, sedangkan bangunan baru dengan desain modern berada di sisi timur stasiun hanya diperuntukkan untuk keberangkatan dan kedatangan kereta api antarkota serta aglomerasi.
G
Bangunan utama stasiun sisi barat
(khusus keberangkatan beserta kedatangan kereta api lokal dan komuter, cagar budaya)
(khusus keberangkatan dan kedatangan kereta api antarkota beserta aglomerasi)
Stasiun ini telah dilengkapi papan penunjuk arah untuk menuju ruang/nomor jalur/fasilitas tertentu, penunjuk arah jalur disertai jarak tempuhnya, dan layar monitor informasi keberangkatan maupun kedatangan kereta api secara waktu nyata yang wujudnya terlihat seperti di bandara. Per tahun 2020, desain papan penunjuk arah jalur telah disesuaikan dengan standar ISO 7001:2007 sehubungan dengan angkutan Natal dan Tahun Baru 2021.[11]
Pada 30 Desember 2023, PT Kereta Api Indonesia (Persero) resmi meluncurkan ruang luxury lounge di Stasiun Surabaya Gubeng yang melayani penumpang kelas kompartemen dan kereta wisata Panoramic setelah pertama kali diluncurkan di Kota Surabaya, yaitu di Stasiun Surabaya Pasarturi yang melayani penumpang kelas luxury.[13]
Lagu "Surabaja" seperti pada bel kedatangan Stasiun Surabaya Gubeng per tahun 2021.
Bermasalah memainkan berkas ini? Lihat bantuan media.
Per akhir Mei 2021, Stasiun Surabaya Gubeng memiliki melodi penyambutan kereta api berirama keroncong berjudul "Soerabaja" yang dinyanyikan oleh Sundari Soekotjo, salah satu penyanyi keroncong terkenal dan sekarang lagu tersebut menjadi bel penyambutan seluruh stasiun terminus kereta api antarkota di Kota Surabaya. Lagu ini diperkenalkan pertama kali oleh grup musik bergenre rock and roll, Dara Puspita, dan juga dijadikan melodi kedatangan kereta api di Stasiun Surabaya Pasarturi mulai tahun 2020. Pada awalnya, melodi yang digunakan berupa bel bersuara lagu instrumental berjudul "Rek Ayo Rek".
Sebuah papan yang terletak di depan bangunan stasiun sisi barat berisikan tentang sejarah pembukaan Stasiun Surabaya Gubeng hingga penetapan cagar budaya
Layanan kereta api
Berikut ini adalah layanan kereta api yang berhenti di stasiun ini sesuai Gapeka 2023 revisi per 1 November 2024.
^Sugiana, A.; Lee, Key-Seo; Lee, Kang-Soo; Hwang, Kyeong-Hwan; Kwak, Won-Kyu (2015). "Study on Interlocking System in Indonesia"(PDF) (46). Korean Society for Railways. Diarsipkan(PDF) dari versi asli tanggal 2020-02-27. Diakses tanggal 2020-05-09.
^Staatsspoorwegen in Nederlandsch-Indië: Jaarstatistieken over de jaren 1931 en 1932 (dalam bahasa Belanda). Bandung: Staatsspoorwegen. 1932.
^Direktorat Publikasi, Deppen RI (1996). "Stasiun KA Gubeng, Terbesar Kedua di Indonesia". Warta Laporan Daerah: Berkala Bulanan. Jakarta: Departemen Penerangan Republik Indonesia.
Untuk melihat daftar stasiun secara lengkap, dapat mengklik "(Kategori/Daftar)" pada masing-masing daerah atau pranala artikel. Templat ini meringkas daftar stasiun yang dioperasikan oleh KAI (hanya stasiun utama yang diswakelola oleh perusahaan induk) dan operator KA lainnya (hanya pranala).