Shell plc (LSE: SHEL), atau lebih dikenal sebagai Shell, adalah sebuah perusahaan minyak dan gas perusahaan multinasional Britania Raya.[2] Terbentuk karena bergabungnya Royal Dutch Petroleum dan Shell Transport & Trading, hingga tahun 2016, Shell merupakan perusahaan terbesar ketujuh di dunia, jika dilihat dari pendapatannya,[1] dan juga merupakan salah satu dari enam perusahaan minyak dan gas terbesar di dunia. Tadinya ia berpusat di Den Haag, Belanda tetapi sejak tahun 2022, ia hanya berpusat di London, Inggris; sehingga namanya berubah dari "Royal Dutch Shell" menjadi Shell PLC.
Shell pun merupakan salah satu perusahaan paling berharga di dunia.[3] Hingga bulan Januari 2013, pemegang saham terbesar Shell adalah Capital Research Global Investors dengan 9,85%, yang lalu diikuti oleh BlackRock dengan 6,89%.[4] Pada tahun 2013, Shell juga berhasil memuncaki daftar Fortune 500.[5] Pada saat itu, pendapatan Shell bahkan setara dengan 84% PDB Belanda.[6] Hingga bulan Februari 2016, Shell adalah perusahaan minyak terbesar kedua di dunia.[7]
Shell memiliki pencatatan saham primer di Bursa Efek London dan juga merupakan komponen Indeks FTSE 100. Shell tercatat pernah memiliki kapitalisasi pasar sebesar £129,8 milliar, tepatnya pada penutupan perdagangan tanggal 13 April 2015, terbesar di antara semua perusahaan yang melantai di Bursa Efek London.[12] Shell juga memiliki pencatatan saham sekunder di Euronext Amsterdam dan Bursa Saham New York.
Sejarah
Awal Mula
Pada bulan Februari 1907, Royal Dutch/Shell Group resmi terbentuk melalui penggabungan dua perusahaan, yakni Royal Dutch Petroleum Company dari Belanda dan "Shell" Transport and Trading Company Ltd dari Inggris.[13] Penggabungan ini sebagian besar disebabkan oleh adanya keinginan dari kedua perusahaan untuk lebih kompetitif terhadap Standard Oil.[14] Royal Dutch Petroleum Company adalah sebuah perusahaan asal Belanda yang didirikan pada tahun 1890 untuk mengembangkan sebuah lapangan minyak di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara,[15] dan awalnya dipimpin oleh August Kessler, Hugo Loudon, dan Henri Deterding. Sementara "Shell" Transport and Trading Company (tanda petik merupakan bagian dari nama resminya) adalah sebuah perusahaan asal Inggris, yang didirikan pada tahun 1897 oleh Marcus Samuel, 1st Viscount Bearsted, dan saudaranya Samuel Samuel.[16] Ayahnya memiliki sebuah toko barang antik di Houndsditch, London,[17] yang lalu pada tahun 1833, mengembangkan usahanya dengan mulai mengimpor dan menjual kerang laut (Bahasa Inggris: shell), yang lalu menjadi inspirasi untuk nama perusahaan barunya.[13][18]
Untuk berbagai alasan, Shell beroperasi sebagai perusahaan dimana kedua perusahaan induknya yang bergabung tetap mempertahankan keberadaannya, namun beroperasi sebagai satu unit, untuk tujuan bisnis. Sesuai perjanjian, Royal Dutch Petroleum memegang 60% saham di Shell, sementara "Shell" memegang 40% sisanya.[19]
Rasa patriotik juga tidak memperbolehkan kedua perusahaan induk untuk melakukan pengambilalihan terhadap kepemilikan saham perusahaan induk yang lain.[19] Royal Dutch Petroleum bertugas memimpin proses produksi dan pengolahan.[20] Sementara "Shell" bertugas memimpin proses transportasi dan penyimpanan dari produk yang telah selesai diolah.[20]
Abad ke-20
Selama Perang Dunia I, Shell adalah pemasok bahan bakar utama untuk British Expeditionary Force.[21] Shell juga merupakan pemasok tunggal bahan bakar dirgantara, dan memasok 80% TNT yang digunakan oleh Angkatan Darat Inggris.[21] Shell juga memperbantukan seluruh kapalnya ke Angkatan Laut Inggris.[21]
Invasi Jerman terhadap Rumania pada tahun 1916 pun menyebabkan hancurnya 17% aset produksi milik Shell di seluruh dunia.[21]
Pada tahun 1919, Shell mengambil alih Mexican Eagle Petroleum Company, dan pada tahun 1921 membentuk Shell-Mex Limited yang memasarkan produknya di Inggris dengan merek "Shell" dan "Eagle". Pada tahun 1929, Shell Chemicals resmi didirikan.[21] Pada akhir dekade 1920an, Shell pun berhasil menjadi perusahaan minyak terkemuka di dunia, dengan memproduksi 11% dari seluruh minyak mentah yang diproduksi pada saat itu.[21]
Shell Mex House akhirnya selesai dibangun pada tahun 1931, dan sempat menjadi kantor pusat pemasaran Shell.[21] Pada tahun 1932, sebagai respon terhadap makin sulitnya kondisi ekonomi pada saat itu, Shell-Mex pun menggabungkan divisi pemasarannya di Inggris dengan divisi pemasaran British Petroleum, untuk membentuk Shell-Mex and BP,[22] sebuah perusahaan yang terus beroperasi hingga tahun 1975 saat keduanya kembali dipisah. Royal Dutch Company pun menempati peringkat ke-79 dalam hal jumlah kontrak militer yang diperolehnya dari Amerika Serikat selama Perang Dunia II.[23]
Pada dekade 1930an, aset Shell di Meksiko sempat disita oleh pemerintah.[21] Setelah terjadinya invasi Jerman terhadap Belanda pada tahun 1940, kantor pusat Shell pun dipindah ke Curacao.[21] Pada tahun 1945, kantor Shell di Kopenhagen, yang pada saat itu sedang digunakan oleh Gestapo, dibom oleh pesawat Mosquitoes milik Angkatan Udara Inggris dalam rangka Operasi Carthage.
Sekitar tahun 1952, Shell menjadi perusahaan asal Belanda pertama yang membeli dan menggunakan komputer.[24] Komputer tersebut, sebuah Ferranti Mark 1*, dirakit dan digunakan di laboratorium milik Shell di Amsterdam. Pada tahun 1970, Shell mengakuisisi Billiton, yang lalu dijual kembali pada tahun 1994, dan sekarang merupakan bagian dari BHP Billiton.[25]
Abad ke-21
Pada bulan November 2004, setelah adanya kekacauan yang disebabkan oleh terungkapnya fakta bahwa Shell telah melebih-lebihkan jumlah cadangan minyaknya, diumumkan bahwa Shell Group akan melakukan restrukturisasi dengan membentuk sebuah perusahaan induk baru bernama Royal Dutch Shell plc, dengan pencatatan saham primer di Bursa Efek London, pencatatan saham sekunder di Bursa Efek Amsterdam, kantor pusat di Den Haag, Belanda, dan kantor yang didaftarkan berada di London. Restrukturisasi ini akhirnya selesai pada tanggal 20 Juli 2005, dan kedua perusahaan tersebut pun langsung melakukan penarikan pencatatan sahamnya di bursa efeknya masing-masing. "Shell" Transport & Trading Company plc menjadi yang pertama, yakni dengan menarik pencatatan sahamnya di LSE pada tanggal 20 Juli 2005,[26] yang lalu diikuti oleh Royal Dutch Petroleum Company, yang menarik pencatatan sahamnya di NYSE pada tanggal 18 November 2005.[27] Kepemilikan saham di Shell pun dibagi menjadi 60/40, dengan Royal Dutch memegang lebih banyak daripada "Shell", sama seperti kepemilikan saham sebelum penyatuan.[28]
Pada pelelangan proyek minyak Irak tahun 2009, konsorsium yang dipimpin oleh Shell (45%), yang beranggotakan salah satunya Petronas (30%), berhasil mendapatkan kontrak produksi untuk Lapangan Majnoon, di bagian selatan Irak, yang diperkirakan mengandung minyak sebanyak 126 miliar barel (2,00×1010 m3).[29][30] Selain itu, Shell juga berhasil mendapatkan kontrak produksi untuk Lapangan Qurna Barat 1, melalui sebuah konsorsium yang dipimpin oleh ExxonMobil (60%), dimana Shell memegang 15% kepemilikan di konsorsium tersebut.[31]
Pada bulan Februari 2010, Shell dan Cosan mengadakan joint venture dengan membentuk Raízen, sebuah perusahaan baru yang akan memegang seluruh aset produksi etanol, gula, pembangkitan listrik, dan juga aset distribusi bahan bakar milik Cosan di Brazil, serta seluruh aset bisnis bahan bakar sipil dan dirgantara milik Shell di Brazil.[32] Pada bulan Maret 2010, Shell mengumumkan penjualan beberapa asetnya, termasuk aset produksi LPGnya, guna mendukung programnya yang membutuhkan dana sebesar $28 milliar. Shell berharap dapat mengumpulkan dana sebesar $2–3 milliar dari penjualan ini. Shell pun mengundang calon pembeli untuk menyatakan ketertarikannya paling lambat pada tanggal 22 Maret.[33] Pada bulan Juni 2010, Shell setuju untuk mengakuisisi seluruh aset milik East Resources dengan harga $4,7 milliar.[34]
Selama tahun 2013, Shell mulai menjual aset gas serpihnya di Amerika Serikat, serta menunda proyek gas senilai US$20 milliar yang rencananya akan dibangun di Louisiana. Pada bulan Januari 2014, Ben van Beurden ditunjuk menjadi CEO baru Shell, tepat sebelum Shell mengumumkan bahwa performa keseluruhan Shell pada tahun 2013 menurun 38% dari tahun sebelumnya. Harga saham Shell pun langsung turun 3% akibat pengumuman ini.[35] Setelah menjual sebagian besar asetnya di Australia pada bulan Februari 2014, Shell juga berencana untuk kembali menjual asetnya senilai US$15 milliar.[36]
Pada tanggal 8 April 2016, Shell mengumumkan bahwa mereka telah setuju untuk membeli BG Group dengan harga £47 milliar (US$70 milliar), dan hanya perlu menunggu persetujuan dari pemegang saham dan pemerintah.[37] Pembelian inipun membuat Shell berhasil menyalip Chevron Corporation, untuk menjadi perusahaan minyak swasta terbesar kedua di dunia.[7]
Pada tanggal 7 Juni 2016, Shell mengumumkan bahwa mereka akan membangun sebuah pabrik pemecah etana di dekat Pittsburgh, Pennsylvania, setelah menghabiskan beberapa tahun untuk melakukan pembersihan lingkungan di lokasi tersebut.[38]
Rekam Jejak Lingkungan
Pada tanggal 15 Januari 1999, di lepas pantai kota Magdalena, Buenos Aires, kapal tangki Estrella Pampeana milik Shell, bertabrakan dengan kapal kargo asal Jerman, sehingga menyebabkan muatan kapal tangki bocor ke lautan, dan menyebabkan pencemaran terhadap air yang biasanya digunakan oleh warga sekitar untuk minum. Shell awalnya menolak untuk bertanggung jawab, namun pada tahun 2002, pengadilan Argentina memutuskan bahwa Shell harus bertanggung jawab.[39] Sepuluh tahun pasca kejadian, sebuah referendum pun digelar di Magdalena, untuk menentukan apakah kompensasi sebesar US$9,5 juta dari Shell sudah dirasa cukup.[40]
Pada tahun 2013, Shell melaporkan bahwa emisi karbon dioksidanya mencapai 81 juta ton metrik.[41]
Profil Perusahaan
Manajemen
Pada tanggal 4 Agustus 2005, dewan direksi Shell mengumumkan penunjukan Jorma Ollila, chairman dan CEONokia pada saat itu, untuk menggantikan Aad Jacobs sebagai chairman non-eksekutif Shell mulai tanggal 1 Juni 2006. Ollila pun menjadi chairman Shell pertama yang bukan merupakan warga negara Belanda ataupun Inggris. Chairman non-eksekutif Shell yang lain adalah Maarten van den Bergh, Wim Kok, Nina Henderson, Lord Kerr, Adelbert van Roxe, dan Christine Morin-Postel.
Pada tanggal 3 Januari 2014, Ben van Beurden resmi menjadi CEO baru Shell.[35] Ia lalu digantikan oleh Peter Voser mulai tanggal 1 Juli 2009.[42] Voser, yang merupakan warga negara Swiss, pun menjadi CEO Shell pertama yang bukan berwarga negara Inggris ataupun Belanda.
Nama dan Logo
Nama Shell berasal dari "Shell" Transport and Trading Company.[43] Pada tahun 1833, ayah pendiri Shell, Marcus Samuel Sr., mendirikan sebuah perusahaan importir kerang laut, untuk dijual di London. Saat sedang mengumpulkan spesimen kerang di Laut Kaspia pada tahun 1892, anaknya, Marcus Samuel, Jr. lalu menyadari potensi bisnis mengimpor minyak lampu ke Inggris, ia pun lalu memesan kapal tanker minyak pertama di dunia, Murex. Pada tahun 1907, perusahaan inipun telah memiliki beberapa kapal tanker minyak.
Logo Shell adalah salah satu simbol komersial paling familiar di dunia. Logo ini dikenal dengan nama "pecten", yang diambil dari nama salah satu spesies kerang, yakni Pecten maximus. Sementara itu, warna kuning dan merah yang digunakan, diyakini[44] terinsipirasi dari warna bendera Spanyol, karena Shell pertama kali membangun SPBU di California, yang merupakan bekas koloni Spanyol. Revisi terkini dari logo Shell, didesain oleh Raymond Loewy pada tahun 1971.[45]
Pada tahun 2005, garis miring dihapus dari nama "Royal Dutch/Shell", bersamaan dengan penggabungan dua perusahaan awal (Royal Dutch dan Shell) menjadi satu entitas.[46]
Evolusi Logo
1900–04
1904–09
1909–30
1930–48
1948–55
Operasi
Pengelompokan Bisnis
Shell saat ini terbagi menjadi empat grup bisnis besar, yakni:
Upstream International – mengatur bisnis hulu Shell di luar Benua Amerika. Grup ini pun bertugas mencari dan mengekstraksi minyak mentah dan gas alam, mencairkan dan mengirim gas, serta juga mengoperasikan infrastruktur hulu yang diperlukan untuk mengirim minyak dan gas ke pasaran.
Upstream Americas – mengatur bisnis hulu Shell di Benua Amerika. Grup ini memiliki tugas yang sama seperti grup sebelumnya, namun juga ditambah dengan tugas untuk mengekstraksi bitumen dari pasir minyak, yang lalu diubah menjadi minyak mentah sintetis.
Downstream – mengatur aktivitas produksi, distribusi, dan pemasaran dari produk minyak dan kimia Shell.
Projects and technology – mengatur pengiriman proyek besar Shell, serta menyediakan layanan teknis dan teknologi untuk industri hulu dan hilir. Grup ini juga bertanggung jawab untuk menyediakan pengawasan terhadap kesehatan, keamanan, dan lingkungan di sekitar proyek, serta juga bertanggung jawab atas proses lelang dan kontrak Shell.
Aktivitas Minyak dan Gas
Secara tradisi, Shell adalah sebuah perusahaan yang terdesentralisasi (terutama di bisnis hilir) dengan operasi di lebih dari 100 negara. Di tiap-tiap negara, anak usaha Shell beroperasi dengan independensi yang cukup tinggi. Sementara itu, bisnis hulu Shell sangat tersentralisasi, dengan banyak arahan finansial dan tekniknya berasal dari kantor pusat Shell di Den Haag. Walaupun demikian, Shell tetap memiliki beberapa anak usaha di bisnis hilir, seperti di Inggris (Shell Expro, hasil joint venture dengan Exxon), Nigeria, Brunei, dan Oman.
Sementara itu, bisnis hilir Shell, termasuk juga bisnis kimianya, menghasilkan sekitar sepertiga dari seluruh pendapatan Shell dan diketahui memiliki lebih dari 40.000 SPBU dan 47 kilang minyak di seluruh dunia.
Shell telah mengebor minyak di Afrika sejak dekade 1950an, diantaranya di Nigeria sejak tahun 1958.[47] Shell tercatat mengoperasikan bisnis hulu di Algeria, Kamerun, Mesir, Gabon (lapangan minyak Rabi-Kounga), Ghana, Libya, Maroko, Nigeria, Afrika Selatan, dan Tunisia. Shell juga mengoperasikan bisnis hilir di 16 negara Afrika lainnya.[48]
Pada bulan April 2010, Shell mengumumkan keinginannya untuk menjual bisnis hilirnya di seluruh negara-negara Afrika, kecuali di Afrika Selatan dan Mesir, ke Vitol dan "Helios".[49] Protes dan pemogokan kerja pun terjadi di beberapa negara, seperti Tunisia. Walaupun begitu, Shell akan tetap mengoperasikan bisnis hulunya di Delta Niger, serta bisnis hilirnya di Afrika Selatan. Pada bulan Juni 2013, Shell mengisyaratkan akan menjual asetnya di Nigeria. Pada bulan Agustus 2014, Shell mengungkapkan bahwa mereka tinggal sedikit lagi untuk menjual empat lapangan minyaknya di Nigeria.[50]
Asia
Hong Kong
Shell telah hadir di Hong Kong sejak seabad lalu, dengan menyediakan produk dan layanan retail, LPG, bahan bakar komersial, pelumas, bitumen, dan lain sebagainya. Shell juga menyeponsori pesawat pertama buatan Hong Kong, bernama 'Inspiration', dalam perjalanannya mengelilingi dunia.[51]
Malaysia
Shell menemukan sumur minyak pertamanya di Malaysia pada tahun 1910, di Miri, Serawak. Pada tahun 1914, Shell pun membangun kilang minyak pertama di Malaysia dan juga membuat jaringan pipa bawah laut di Miri.[52][53] Saat ini, sumur minyak ini telah ditutup dan diubah menjadi monumen, yang diberi nama Grand Old Lady
Filipina
Shell beroperasi di Filipina melalui anak usahanya, Pilipinas Shell Petroleum Corporation, yang berkantor pusat di Makati. Shell memiliki beberapa fasilitas disana, salah satunya adalah depo minyak di Pandacan, Manila.[54]
Pada bulan Januari 2010, Biro Bea dan Cukai Filipina menagih bea impor sebesar 7,34 milliar peso kepada Pilipinas Shell atas impornya.[55]
Pilipinas Shell lalu menolak, dengan menyatakan bahwa mereka hanya mengimpor bahan mentah. Shell lalu menyatakan bahwa mereka juga akan mempertimbangkan untuk menutup kilang minyaknya disana, jika kasus ini terus berlanjut.
Pada bulan Agustus 2016, Pilipinas Shell mengajukan permohonan kepada SEC untuk menjual US$629 juta saham primer dan sekundernya ke publik. Ini merupakan langkah awal sebelum mereka juga akan mengajukan permohonan pencatatan saham di Bursa Efek Filipina. Jika disetujui, Shell pun akan melantai di empat bursa saham yang berbeda, yakni London, New York, Amsterdam, dan Manila.[56]
Singapura
Shell memiliki basis kuat di Singapura, bahkan Singapura adalah pusat operasi petrokimia Shell di regional Asia Pasifik. Shell Eastern Petroleum limited (SEPL) tercatat memiliki kilang minyak di Pulau Bukom. Sementara Shell Chemicals Seraya juga memiliki kilang di Pulau Jurong.
Indonesia
Sejarah Shell di Indonesia dimulai sejak tahun 1884 ketika warga negara Belanda, Aeilko Jans Zijlker, menemukan jejak minyak di Sumatra. Dengan lisensi yang diperoleh dari penguasa setempat, Sultan Langkat, dia menggali sumur pertamanya yang ternyata kering. Setahun setelahnya, dia menggali Telaga Tunggal 1 di Pangkalan Brandan Sumatra Utara dan saat itu dia menemukan minyak dari Telaga Tunggal 1 dan mulai berproduksi dalam kuantitas komersial.
Pada tahun 1890, Ziljker mengubah "Provisional Sumatra Petroleum Company" miliknya menjadi sesuatu yang lebih substansial, dan pada tanggal 16 Juni, piagam perusahaan Royal Dutch Petroleum Company didirikan di Den Haag. Sejak itulah Royal Dutch Shell plc/Shell Group of Companies ada di Indonesia dalam berbagai aktivitas bisnis.
Shell menjalankan bisnisnya di Indonesia baik di sektor hulu maupun hilir. Di sektor hilir, Shell menyediakan berbagai produk seperti BBM, pelumas untuk industri, otomotif dan transportasi, bahan bakar untuk industri kelautan, bahan bakar komersial, dan bitumen.
Shell telah berbisnis di Irlandia sejak tahun 1902[57] melalui anak usahanya, Shell E&P Ireland (SEPIL) (sebelumnya bernama Enterprise Energy Ireland) yang berkantor pusat di Dublin.[58] Proyek terbesarnya adalah Proyek Gas Corrib, sebuah lapangan gas besar di pesisir barat daya.
Pada tahun 2005, Shell menjual seluruh bisnis retail dan bahan bakar komersialnya ke Topaz Energy Group, termasuk juga SPBU dan deponya di seluruh penjuru Irlandia.[59][60]
Skandinavia
Pada tanggal 27 Agustus 2007, Shell dan Reitan Group, pemilik merek 7-Eleven di Skandinavia, mengumumkan kesepakatannya untuk menamai ulang 269 unit SPBU di Norwegia, Swedia, Finlandia, dan Denmark.[61] Pada bulan April 2010, Shell mengumumkan bahwa mereka sedang mencari pembeli potensial untuk seluruh bisnisnya di Finlandia dan Swedia.[62][63] Pada bulan Oktober 2010, jaringan SPBU dan depo milik Shell di Finlandia dan Swedia, dan juga sebuah kilang minyak miliknya di Gothenburg, akhirnya dijual ke St1.[64]
Inggris
Di Laut Utara, Shell mempekerjakan sekitar 4.500 orang staf dan 1.000 kontraktor jasa. Pada bulan Agustus 2014, Shell merumahkan 250 orang diantaranya.[65]
Sepanjang sejarahnya, Shell Oil Company beroperasi secara independen dari Royal Dutch Shell, dengan juga memperdagangkan sahamnya di NYSE. Tetapi pada tahun 1984, Royal Dutch Shell mengajukan penawaran untuk membeli 30% saham lagi di Shell Oil Company, dan setelah mendapat sedikit pertentangan dari pemegang sahamnya, Royal Dutch Shell akhirnya berhasil membeli 30% saham lagi di Shell Oil Company dengan harga $5,7 milliar.[66]
Shell juga terlibat dalam beberapa proyek hidrogen berskala besar. HydrogenForecast.com menyebut upaya Shell ini merupakan "langkah kecil", namun dilakukan dengan "optimisme besar".[68]
Shell juga memegang 50% saham di Raízen, sebuah hasil joint venturenya dengan produsen gula asal Brazil, Cosan, yang merupakan perusahaan energi terbesar ketiga di Brazil, dan merupakan produsen besar etanol.[69]
Pada bulan Desember 2016, Shell berhasil mengalahkan 6 konsorsium lain dalam lelang pengadaan pembangkit listrik tenaga angin berkapasitas 700 MW di Borssele, dengan harga jual listriknya sebesar 5,45 c/kWh.[70]
Kontroversi
Shell telah lama dikritik mengenai bisnisnya di Afrika. Paling tampak adalah ketika Shell diprotes oleh masyarakat Suku Ogoni pada tahun 1995.[71]
Pada dekade 1990an, pengunjuk rasa juga mengkritisi catatan lingkungan Shell, terutama mengenai potensi polusi yang ditimbulkan akibat rencananya untuk membuang platform Brent Spar ke Laut Utara. Walaupun telah mendapat dukungan dari pemerintah Inggris, Shell akhirnya membatalkan rencana tersebut, dengan pada saat yang sama juga tetap berpendapat bahwa membuang anjungan ke laut justru baik untuk lingkungan.[72][73]
Melebih-lebihkan Jumlah Cadangan Minyak
Pada tahun 2004, Shell terbukti melebih-lebihkan jumlah cadangan minyaknya, sehingga Shell pun didenda £17 juta oleh Otoritas Jasa Keuangan Inggris. Chairman Shell waktu itu, Philip Watts akhirnya juga mengundurkan diri.[74][75][76]
Kesehatan dan Keamanan
Sejumlah insiden di sepanjang sejarah operasi Shell juga menimbulkan kritik, salah satunya dari pemerintah Inggris yang telah memberikan peringatan berulang-ulang mengenai kondisi memprihatinkan di anjungan milik Shell di Laut Utara.[77]
Kodiak
Pada tahun 2010, aktivis-aktivis Greenpeace mengecat tulisan No Arctic Drilling di sebuah kapal di Teluk Meksiko, dengan menggunakan tumpahan minyak dari BP. Kapal tersebut sedang dalam perjalanan menuju Arktik guna mengeksplorasi minyak untuk Shell. Pada kegiatan ini, perwakilan Greenpeace, Phil Radford juga meminta Presiden Obama untuk melarang semua pengeboran lepas pantai, serta menghentikan penggunaan minyak sebagai bahan bakar kendaraan mulai tahun 2030.[78]
Pada tanggal 16 Maret 2012, 52 orang aktivis Greenpeace dari lima negara berbeda menaiki Fennica dan Nordica, dua buah kapal pemecah es serbaguna yang disewa Shell untuk mendukung kegiatan pengeborannya di dekat Alaska.[79] Pada saat yang sama, seorang reporter majalah Fortune juga berbicara dengan Edward Itta, seorang pemimpin Suku Inupiat Eskimo, yang juga mantan wali kota North Slope Borough. Itta mengungkapkan bahwa ia merasa dilematis dalam menyikapi rencana operasi Shell di Arktik ini. Ia menyatakan bahwa ia sangat khawatir jika sewaktu-waktu minyak yang sedang diekstraksi dapat bocor, dan tentunya akan merusak lingkungan hidupnya. Namun, ia juga tidak dapat menutupi bahwa kotanya juga menerima pembayaran pajak yang jumlahnya cukup besar dari Shell, yang juga sangat penting bagi keberlangsungan pemerintahan kotanya.[80]
Pada bulan Juli 2012, aktivis-aktivis Greenpeace menutup 53 buah SPBU milik Shell di Edinburgh dan London dalam rangka memprotes rencana Shell mengebor minyak di Arktik. Kampanye "Selamatkan Arktik" dari Greenpeace ini bertujuan untuk mencegah pengeboran minyak dan penangkapan ikan secara besar-besaran di Arktik, dengan mendeklarasikan bahwa wilayah tak berpenghuni di sekitar Kutub Utara adalah sebuah cagar alam.[81]
Pada awal tahun 2013, Shell akhirnya mengumumkan penundaan pengerjaan proyek Arktiknya[82] dan pada bulan Januari 2014, Shell kembali mengumumkan perpanjangan penundaan pengerjaan proyeknya ini.
Polar Pioneer
Pada bulan Juni 2014, EVP baru Shell untuk wilayah kerja Arktik, dalam sebuah wawancara, mengindikasikan bahwa mereka akan melanjutkan aktivitasnya disana.[83][84]
Di Seattle, protes pun mulai mengemuka pada bulan Mei 2015, setelah muncul berita yang menyatakan bahwa Port of Seattle telah mencapai kesepakatan dengan Shell, untuk menaruh anjungannya di Terminal 5 selama musim libur eksplorasi minyak di Alaska. Kedatangan kapal pengebor minyak terbaru Shell bernama Polar Pioneer ( Nomor IMO: 8754140) pun disambut oleh banyak pemerhati lingkungan dengan mengayuh kayak di sepanjang Teluk Elliott.[85][86]
Pada tanggal 6 Mei 2015, diberitakan bahwa dalam sebuah inspeksi yang dilakukan oleh penjaga pantai terhadap Polar Pioneer, ditemukan sebuah peralatan anti-polusi yang gagal bekerja, sehingga kapal tersebut didenda, dan harus memperbaikinya sebelum kembali berlayar.[87]
Tumpahan Minyak
Shell bertanggung jawab atas sekitar 21.000 galon tumpahan minyak di Tracy, California pada bulan Mei 2016, akibat adanya keretakan jaringan pipa.[88]
Shell bertanggung jawab atas 88.200 galon tumpahan minyak di Teluk Meksiko pada bulan Mei 2016.[89]
^"Market Cap Rankings". Ycharts. Zacks Investment Research. 8 April 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 March 2012. Diakses tanggal 9 April 2012.
^"Shell reviewing portfolio of LPG businesses" (Siaran pers). Shell International B.V. 6 May 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 May 2010. Diakses tanggal 19 June 2010."Salinan arsip". Archived from the original on 2010-05-17. Diakses tanggal 2016-11-28.Pemeliharaan CS1: Url tak layak (link)