Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Punden berundak

Candi Ceto, percandian bercorak Hindu yang berstruktur punden berundak.

Punden berundak atau teras berundak adalah struktur tata ruang bangunan yang berupa teras atau trap berganda yang mengarah pada satu titik dengan tiap teras semakin tinggi posisinya. Struktur ini kerap ditemukan pada situs kepurbakalaan di Nusantara, sehingga dianggap sebagai salah satu ciri kebudayaan asli Nusantara.

Struktur dasar punden berundak ditemukan pada situs-situs purbakala dari periode kebudayaan Megalit-Neolitikum pra-Hindu-Buddha masyarakat Austronesia, meskipun ternyata juga dipakai pada bangunan-bangunan dari periode selanjutnya, bahkan sampai periode Islam masuk di Nusantara. Persebarannya tercatat di kawasan Nusantara sampai Polinesia,[1] meskipun di kawasan Polinesia tidak selalu berupa undakan, dalam struktur yang dikenal sebagai marae oleh orang Maori. Masuknya agama-agama dari luar sempat melunturkan praktik pembuatan punden berundak pada beberapa tempat di Nusantara, tetapi terdapat petunjuk adanya adopsi unsur asli ini pada bangunan-bangunan dari periode sejarah berikutnya, seperti terlihat pada Candi Borobudur, Candi Ceto, dan Kompleks Pemakaman Raja-raja Mataram di Imogiri.

Kata "punden" (atau pundian) berasal dari bahasa Jawa. Kata pepundhèn yang berarti "objek-objek pemujaan", mirip pengertiannya dengan konsep kabuyutan pada masyarakat Sunda. Dalam punden berundak, konsep dasar yang dipegang adalah para leluhur atau pihak yang dipuja berada pada tempat-tempat tinggi (biasanya puncak gunung). Istilah punden berundak menegaskan fungsi pemujaan/penghormatan atas leluhur, tidak semata struktur dasar tata ruangnya.

Fungsi punden berundak

Punden berundak memiliki fungsi sebagai alat atau sarana untuk melakukan pemujaan terhadap roh-roh leluhur, terkadang juga punden berundak digunakan sebagai tempat atau wadah persembahan atau sesajen. Pemujaan roh-roh leluhur di zaman dahulu dianggap sebagai bentuk untuk mencegah datangnya bencana atau musibah.[2]

Filosofi punden berundak

Bangunan punden berundak biasanya berjumlah ganjil, umumnya bangunan punden berundak ini memiliki tiga tingkatan yang disetiap tingkatannya memiliki filosofi yaitu :

  1. Tingkatan pertama, memiliki filosofi yaitu melambangkan kehidupan janin pada saat manusia masih berada di dalam kandungan atau rahim.
  2. Tingkatan kedua, memiliki filosofi yaitu melambangkan kehidupan manusia dalam menjalani kehidupan didunia saat ini.
  3. Tingkatan ketiga, memiliki filosofi yaitu melambangkan kehidupan manusia pada saat sudah meninggal dunia.[3]

Referensi

  1. ^ Miksic J. Punden berundak Diarsipkan 2013-12-28 di Wayback Machine.. Dikutip dari artikel pada Indonesian Heritage.
  2. ^ Media, Kompas Cyber (2022-04-04). "Punden Berundak: Pengertian, Fungsi, dan Ciri-cirinya". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-10-14. 
  3. ^ "Punden Berundak: Bentuk, Fungsi dan Penjelasannya Lengkap". kumparan. Diakses tanggal 2023-10-14. 

Pranala luar

Media tentang Punden Berundak di Wikimedia Commons

Kembali kehalaman sebelumnya