Sandung atau Sandong adalah tempat menyimpan tulang bagi orang yang sudah meninggal dan sudah diberlakukan upacara Tiwah oleh Suku Dayak yang beragama Kaharingan di Kalimantan. Di beberapa daerah, Sandung dikenal dengan sebutan lain yaitu Pambak.
Sandung bisa kita jumpai pada beberapa daerah di Kalimantan Tengah yang masih kental akan ajaran agama Kaharingan. Pada beberapa lokasi, sandung sudah menjadi sesuatu yang langka, bahkan dijadikan sasaran pencurian benda-benda bersejarah.[1] Pada desa-desa yang pernah menyelenggarakan upacara tiwah, maka kita akan melihat di tempat tersebut ada sandung. Ada Sandung yang di bawahnya diletakkan belanga yang dalam istilah Basel Mission disebut The Holy Pot.[2] Di Desa Bukit Rawi, Kabupaten Pulang Pisau, ada Sandung yang dijadikan sebagai objek wisata.[3]
Desain
Desain Sandung punya bentuk yang mirip seperti rumah tradisional Huma Betang dalam bentuk miniatur yang lengkap dengan atap, pintu kecil, dan jendela. Perwujudan dari miniatur seekor burung sering ditempatkan di atap wadah kubur ini. Berdasarkan keyakinan masyakarat Kaharingan, burung ini disebut Piak Liau yang diyakini akan menjadi milik Salumpuk Liau (jiwa orang yang
telah meninggal) di Lewu Tatau (alam surgawi).
Hiasan bulan dan bintang-bintang sering dicat atau diukir di sisi Sandung dan hiasan matahari diukir dan dicat di sisi berlawanan. Hiasan-hiasan tersebut merupakan perwujudan dari jiwa-jiwa yang harus lulus semua tanda-tanda kosmologis dalam perjalanan mereka menjadi arwah yang bersemayam di Lewu Tatau. Selain itu, suatu Sandung juga memiliki hiasan beberapa makhluk mitologi dalam masyarakat Dayak Ngaju seperti hiasan bermotif Burung Tingang yang melambangkan alam atas dan hiasan bermotif naga (jata), siluman, atau makhluk halus lainnya yang melambangkan alam bawah atau alam kesengsaraan.[4]
Hiasan lainnya yang biasanya meliputi Sandung adalah beberapa motif ukiran tertentu seperti ukiran daun panginter yang berfungsi sebagai penghalau bala, roh jahat, dan musibah; hiasan patung miniatur lelaki dan perempuan yang dimaknai sebagai bentuk keseimbangan dan ketentraman di alam surgawi; dan ukiran belanga yang dimaknai sebagai sumber air kehidupan dan keberlimpahan di alam surgawi [5]
Jenis
Sebagai tempat menyimpan tulang belulang orang yang telah wafat dan di-Tiwah-kan, Sandung mempunyai beberapa jenis berdasarkan bentuk dan peletakannya. Berikut beberapa jenisnya yang jamak ditemukan pada masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah.[4]
Sandung Tunggal, yaitu wadah kubur Sandung yang berdiri atau ditopang dengan satu tiang kayu saja.[4]
Sandung Kariring, yakni wadah kubur Sandung yang berdiri di atas dua tiang kayu dan berukuran lebih panjang dari Sandung Tunggal.[4]
Sandung Keratun, yaitu wadah kubur Sandung yang ditopang dengan empat tiang kayu dan biasanya berukuran lebih besar dari Sandung Tunggal dan Kariring.[4]
Sandung Raja, yakni wadah kubur Sandung yang berukuran besar dan biasanya ditopang dengan enam hingga sembilan tiang kayu dan biasanya berisi tulang belulang dari orang terhormat atau gabungan dari tulang belulang beberapa orang yang di-Tiwah-kan dalam satu upacara.[4]
Sandung Munduk, yaitu wadah kubur Sandung yang diletakkan di tanah tanpa tiang kayu penopang. Sandung jenis ini biasanya digunakan untuk memakamkan orang-orang yang wafat dengan cara yang tidak wajar.[4]
Galeri
Sebuah Sandung Tunggal di Ketapang, Kalimantan Barat
Sandung Tunggal di suatu koleksi museum
Sandung Munduk tanpa tiang kayu penopang
Bagian sisi Sandung yang berhiaskan lukisan bulan, bintang, dan sangiang bersayap
Foto bersejarah sebuah Sandung yang dikelilingi oleh beberapa patung Sapundu
Sebuah Sandung Raja di Kota Palangka Raya
Sandung dengan empat tiang penopang
Sandung Munduk tanpa tiang penopang dan diletakkan di tanah
Bagian sisi Sandung yang berhiaskan lukisan matahari dan sepasang patung lelaki dan perempuan