Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

 

Rangkiang

Rangkiang

Rangkiang adalah lumbung padi yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau untuk menyimpan padi hasil panen.[1] Bangunan ini pada umumnya dapat ditemui di halaman rumah gadang.[2] Bentuknya mengikuti bentuk rumah gadang dengan atap bergonjong dan lantai yang ditinggikan dari atas tanah.

Rangkiang melambangkan kesejahteraan ekonomi dan jiwa sosial yang dimiliki oleh orang Minangkabau.[3]

Etimologi

Rangkiang berasal dari kata ruang hyang, yang berarti ruang dewi sri atau dewi pertanian.[4]

Arsitektur

Rangkiang didirikan di halaman rumah gadang, rumah adat tradisional Minangkabau. Seperti rumah gadang, bangunan ini memiliki atap berbentuk gonjong yang terbuat dari ijuk. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu tanpa jendela dan pintu. Pada salah satu dinding singkok atau loteng, terdapat bukaan kecil berbentuk persegi tempat memasukkan padi hasil panen. Untuk menaikinya, digunakan tangga yang terbuat dari bambu. Tangga ini dapat dipindahkan bila tidak digunakan dan disimpan di bawah kolong rangkiang.[4]

Ukuran rangkiang berbeda-beda menurut jenisnya. Rangkiang Si Bayau-bayau merupakan yang terbesar dari semua rangkiang. Rangkiang ini ditopang oleh enam tiang atau lebih, seperti pada rangkiang Istana Pagaruyung yang memiliki dua belas tiang. Rangkiang Si Tangguang Lapa dan Rangkiang Si Tinjau Lauik berbentuk identik dan sama-sama ditopang oleh empat tiang. Adapun Rangkiang Kaciak memiliki ukuran lebih kecil dan rendah.

Jenis

Fungsi dari beberapa jenis rangkiang yakni:[5]

  1. Rangkiang Si Bayau-bayau: menyimpan padi yang akan digunakan untuk makan sehari-hari.
  2. Rangkiang Si Tangguang Lapa: menyimpan padi cadangan yang akan digunakan pada musim paceklik.
  3. Rangkiang Si Tinjau Lauik: menyimpan padi yang akan dijual. Hasil penjualan digunakan untuk membeli barang atau keperluan rumah tangga yang tidak dapat dibikin sendiri.
  4. Rangkiang Kaciak: menyimpan pada yang akan digunakan untuk benih dan biaya mengerjakan sawah pada musim berikutnya.

Referensi

  1. ^ Dr. Edwin 2006, hlm. 153.
  2. ^ Navis 2001, hlm. 7–11.
  3. ^ "Filosofi Rangkiang, Salah Satu Solusi Pemberantasan Gizi Buruk". dinaspangan.sumbarprov.go.id. Diakses tanggal 2021-11-09. 
  4. ^ a b Syamsidar 1991, hlm. 52–54.
  5. ^ Schefold 2008, hlm. 104–5.

Daftar pustaka

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya