Kota Cirebon adalah salah satu kota yang berada di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini berada di pesisir utara Pulau Jawa yang menghubungkan Jakarta dengan Surabaya antara lintas utara dan selatan Jawa. Pada pertengahan tahun 2024, jumlah penduduk kota Cirebon sebanyak 354.679 jiwa, dengan kepadatan 9.194 jiwa/km2.[2][5]
Pada awalnya Cirebon berasal dari kata sarumban,[6] Cirebon adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Lama-kelamaan Cirebon berkembang menjadi sebuah desa yang ramai yang kemudian diberi nama Caruban[7] (carub dalam bahasa Jawa artinya bersatu padu). Diberi nama demikian karena di sana bercampur para pendatang dari beraneka bangsa di antaranya Jawa, Sunda, Tionghoa, dan unsur-unsur budaya bangsa Arab), agama, bahasa, dan adat istiadat. kemudian pelafalan kata caruban berubah lagi menjadi carbon dan kemudian cirebon.
Selain karena faktor penamaan tempat penyebutan kata cirebon juga dikarenakan sejak awal mata pencaharian sebagian besar masyarakat adalah nelayan, maka berkembanglah pekerjaan menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai, serta pembuatan terasi, petis dan garam. Dari istilah air bekas pembuatan terasi yang terbuat dari sisa pengolahan udang rebon inilah berkembang sebutan cai-rebon (bahasa Sunda: air rebon), yang kemudian menjadi cirebon.[8]
Menurut Manuskrip Purwaka Caruban Nagari, pada abad 15 di pantai Laut Jawa ada sebuah desa nelayan kecil bernama Muara Jati. Pada waktu itu sudah banyak kapal asing yang datang untuk berniaga dengan penduduk setempat. Pengurus pelabuhan adalah Ki Gedeng Alang-Alang yang ditunjuk oleh penguasa Kerajaan Galuh (Pajajaran). Dan di pelabuhan ini juga terlihat aktivitas Islam semakin berkembang. Ki Gedeng Alang-Alang memindahkan tempat permukiman ke tempat permukiman baru di Lemahwungkuk, 5 km arah selatan mendekati kaki bukit menuju kerajaan Galuh. Sebagai kepala permukiman baru diangkatlah Ki Gedeng Alang-Alang dengan gelar Kuwu Cerbon.
Pada Perkembangan selanjutnya, Pangeran Walangsungsang, putra Prabu Siliwangi ditunjuk sebagai Adipati Cirebon dengan Gelar Cakrabumi. Pangeran inilah yang mendirikan Kerajaan Cirebon, diawali dengan tidak mengirimkan upeti kepada Raja Galuh. Oleh karena itu Raja Galuh mengirimkan utusan ke Cirebon Untuk menanyakan upeti rebon terasi ke Adipati Cirebon, namun ternyata Adipati Cirebon berhasil meyakinkan para utusan atas kemerdekaan wilayah cirebon.
Dengan demikian berdirilah daerah otonomi baru di Cirebon dengan Pangeran yang menjabat sebagai adipati dengan gelar Cakrabuana. Berdirinya daerah Cirebon menandai diawalinya Kerajaan Islam Cirebon dengan pelabuhan Muara Jati yang aktivitasnya berkembang sampai kawasan Asia Tenggara.[9]
Kemudian pada tanggal 7 Januari1681 Cirebon secara politik dan ekonomi berada dalam pengawasan pihak VOC, setelah penguasa Cirebon waktu itu menandatangani perjanjian dengan VOC.[10]
Pada tahun 1858, di Cirebon terdapat 5 toko eceran dua perusahaan dagang. Pada tahun 1865, tercatat ekspor gula sejumlah 200.000 pikulan (kuintal), dan pada tahun 1868 ada tiga perusahaan Batavia yang bergerak di bidang perdagangan gula membuka cabang di Cirebon. Pada tahun 1877 Cirebon sudah memiliki pabrik es. Pipa air minum yang menghubungkan sumur-sumur artesis dengan perumahan dibangun pada tahun 1877.[11]
Pada masa kolonial pemerintah Hindia Belanda, tahun 1906 Cirebon disahkan menjadi Gemeente Cheribon dengan luas 1.100 ha dan berpenduduk 20.000 jiwa (Stlb. 1906 No. 122 dan Stlb. 1926 No. 370). Kemudian pada tahun 1942, Kota Cirebon diperluas menjadi 2.450 ha dan tahun 1957 status pemerintahannya menjadi Kotapraja dengan luas 3.300 ha, setelah ditetapkan menjadi Kotamadya tahun 1965 luas wilayahnya menjadi 3.600 ha.
Etimologi
Cirebon dikenal dengan nama Kota Udang[12] dan Kota Wali. Selain itu kota Cirebon disebut juga sebagai Caruban Nagari (penanda gunung Ceremai)[13] dan Grage (Negeri Gede dalam bahasa Cirebon berarti kerajaan yang luas).[14] Sebagai daerah pertemuan budaya antara Suku Jawa, Suku Sunda, Bangsa Arab, Tiongkok dan para pendatang dari Eropa sejak beberapa abad silam, masyarakat Cirebon dalam berbahasa biasa menyerap kosakata bahasa-bahasa tersebut ke dalam bahasa Cirebon. Misalkan saja, kata Murad yang artinya bersusun (serapan dari bahasa Arab), kata taocang yang berarti kucir (serapan dari bahasa etnis Tionghoa), serta kata sonder yang berarti tanpa (serapan dari bahasa Belanda),[15][16]
Kota Cirebon terletak pada lokasi yang strategis dan menjadi simpul pergerakan transportasi antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Letaknya yang berada di wilayah pantai menjadikan Kota Cirebon memiliki wilayah dataran yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah perbukitannya. Luas Kota Cirebon adalah 39,466 km² dengan dominasi penggunaan lahan untuk perumahan (32%) dan tanah pertanian (38%).[5]
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 75 tahun 2018 tentang Batas Daerah Kabupaten Cirebon Dengan Kota Cirebon Provinsi Jawa Barat menjadi dasar penentuan koordinat perbatasan wilayah Kota Cirebon dengan Kabupaten Cirebon untuk batas Sebelah Utara, Sebelah Barat dan Sebelah Selatan Kota Cirebon, sedangkan Sebelah Timur dibatasi Laut Jawa.
Sebagian besar wilayah merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 0-2000 dpl, sementara kemiringan lereng antara 0-40 % di mana 0-3 % merupakan daerah berkarateristik kota, 3-25 % daerah transmisi dan 25-40 % merupakan pinggiran. Kota ini dilalui oleh beberapa sungai di antaranya Sungai Kedung Pane, Sungai Sukalila, Sungai Kesunean, dan Sungai Kalijaga.[5]
Iklim
Kota Cirebon termasuk daerah iklim tropis dengan tipe iklim muson tropis (Am). Kelembapan udara berkisar antara ± 48-93% dengan kelembapan udara tertinggi terjadi pada bulan Januari-Maret dan angka terendah terjadi pada bulan Juni-Agustus. Rata-rata curah hujan tahunan di kota Cirebon ± 2260 mm/tahun dengan jumlah hari hujan ± 155 hari. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, iklim di kota Cirebon termasuk dalam tipe iklim C dengan nilai Q ± 37,5% (persentase antara bulan kering dan bulan basah). Musim hujan jatuh pada bulan Oktober-April, dan musim kemarau jatuh pada bulan Juni-September.
Setelah berstatus Gemeente Cirebon pada tahun 1906, kota ini baru dipimpin oleh seorang Burgermeester (wali kota) pada tahun 1920 dengan wali kota pertamanya adalah J.H. Johan. Kemudian dilanjutkan oleh R.A. Scotman pada tahun 1925. Pada tahun 1926 Gemeente Cirebon ditingkatkan statusnya oleh pemerintah Hindia Belanda menjadi stadgemeente, dengan otonomi yang lebih luas untuk mengatur pengembangan kotanya. Selanjutnya pada tahun 1928 dipilih J.M. van Oostrom Soede sebagai wali kota berikutnya.
Pada masa pendudukan tentara Jepang ditunjuk Asikin Nataatmaja sebagai Shitjo (wali kota) yang memerintah antara tahun 1942-1943. Kemudian dilanjutkan oleh Muhiran Suria sampai tahun 1949, sebelum digantikan oleh Prinata Kusuma.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pemerintah Kota Cirebon berusaha mengubah citra Kota Cirebon yang telah terbentuk pada masa kolonial Belanda dengan simbol dan identitas kota yang baru, berbeda dari sebelumnya. di mana kota ini dikenal dengan semboyannya per aspera ad astra (dari duri onak dan lumpur menuju bintang), kemudian diganti dengan motto yang digunakan saat ini.
Pada tahun 2010 berdasarkan survei persepsi kota-kota di seluruh Indonesia oleh Transparency International Indonesia (TII), kota ini termasuk kota terkorup di Indonesia bersama dengan Kota Pekanbaru, hal ini dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK-Indonesia) 2010 yang merupakan pengukuran tingkat korupsi pemerintah daerah di Indonesia, kota ini sama-sama mendapat nilai IPK sebesar 3.61, dengan rentang indeks 0 sampai 10, 0 berarti dipersepsikan sangat korup, sedangkan 10 sangat bersih. Total responden yang diwawancarai dalam survei yang dilakukan antara Mei dan Oktober 2010 adalah 9237 responden, yang terdiri dari para pelaku bisnis.[20][21]
Wali Kota Cirebon adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kota Cirebon. Wali kota Cirebon bertanggungjawab kepada gubernur provinsi Jawa Barat. Saat ini Wali Kota Cirebon dijabat oleh Penjabat Wali Kota yang ditugaskan oleh Kementerian Dalam Negeri karena jabatan lowong menunggu terpilihnya Wali Kota definitif hasil Pilkada Cirebon 2024 yang dilakukan secara serentak. Penjabat Wali Kota yang sedang menjabat saat ini adalah Agus Mulyadi yang sebelumnya merupakan Sekretaris Daerah Kota Cirebon.[22]
Wali kota atau kepala daerah terpilih pada pemilu sebelumnya dan menjabat di Kota Cirebon ialah Nasrudin Azis, dengan wakil wali kota Eti Herawati. Mereka menang pada Pemilihan umum Wali Kota Cirebon 2018. Pada periode sebelumnya, Nasrudin menjabat sebagai wakil wali kota, bersama dengan wali kota Ano Sutrisno. Namun, Ano Sutrisno meninggal dunia pada 19 Februari 2015, dan Nasrudin menjadi wali kota sejak 26 Maret 2015. Untuk Pemilihan Wali Kota 2018, ia berpasangan dengan Eti Herawati dan memenangkan pemilihan tersebut. Mereka dilantik oleh gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, pada tanggal 12 Desember 2018 di Gedung SateKota Bandung, untuk periode 2018-2023.[23]
Anggota DPRD Kota Cirebon pada tahun 2015 sebanyak 36 orang, yang terdiri 26 laki-laki dan 10 perempuan. Anggota DPRD tersebut terbagi ke dalam 9 fraksi, Anggota fraksi terbanyak adalah Fraksi PDIP dengan 7 anggota, Fraksi Golkar 6 anggota, Fraksi Partai Nasdem 4 anggota, Fraksi Partai Gerindra 3 anggota, Fraksi Partai Demokrat 3 anggota, Fraksi PAN 3 anggota, Fraksi PKS 3, Fraksi Partai Hanura 3 dan Fraksi Bangkit Persatuan 3 anggota.[27]
Kota Cirebon memiliki 5 kecamatan dan 22 kelurahan dengan luas wilayah 39,44 km²[28]. Pada tahun 2017 jumlah penduduknya mencapai 325.767 jiwa dan sebaran penduduk 8.719 jiwa/km².Daftar kecamatan dan kelurahan di Kota Cirebon, adalah sebagai berikut:
Luas wilayah administrasi Pemerintah Kota Cirebon adalah 38,10 km2, pada tahun 2014 terdiri dari 5 wilayah kecamatan, 22 kelurahan, 247 Rukun Warga (RW), dan 1.352 Rukun Tetangga (RT). Harjamukti adalah kecamatan terluas (47%), kemudian berturut-turut Kesambi (22%), Lemahwungkuk (17%), Kejaksan (10%) dan Pekalipan (4%).
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di Pemerintahan Kota Cirebon pada tahun 2015 mencapai 6.197 orang.
Demografi
Penduduk
Menurut hasil Suseda Jawa Barat Tahun 2010 jumlah penduduk Kota Cirebon telah mencapai jumlah 298 ribu jiwa. Dengan komposisi penduduk laki-laki sekitar 145 ribu jiwa dan perempuan sekitar 153 ribu jiwa, dan rasio jenis kelamin sekitar 94,85
Penduduk Kota Cirebon tersebar di lima kecamatan, kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Pekalipan sebesar 21,5 ribu jiwa/km², terpadat kedua adalah Kecamatan Kejaksan 11,8 ribu jiwa/km², kemudian Kecamatan Kesambi 8,8 ribu jiwa/km², Kecamatan Lemahwungkuk 8,45 ribu jiwa/km², dan kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Harjamukti hampir 5,48 ribu jiwa/km².
Pada akhir tahun 2014, kota Cirebon berpenduduk 384.000 jiwa, naik dari 300.434 jiwa pada Tahun 2012. PDRB per kapita kota ini pada tahun 2012 sebesar Rp43,65 juta (menurut harga berlaku) atau Rp19,78 juta (menurut harga konstan 2000). Menurut BPS Kota Cirebon, secara riil daya beli penduduk kota ini pada tahun 2012 tumbuh 5,2% dibandingkan tahun 2011. Pertumbuhan ini terpantau terus meningkat dalam empat tahun terakhir.
Suku bangsa
Cirebon sebagai kota pelabuhan pada masa lalu menjadi tempat berniaga oleh pedagang-pedagang dari berbagai etnis. Dari sinilah mereka menikah dengan warga lokal atau sesamanya, dan menetap di kota ini. Oleh karena itu di Kota Cirebon mudah dijumpai beberapa etnis. Karena kemajemukan masyarakatnya, Cirebon bahkan pernah disebut sebagai "Kota Sejuta Etnis" pada masa lalu[30].
Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, sebagian besar penduduk Kota Cirebon adalah orang Cirebon (jawa cirebonan). Suku Jawa dan Sunda memiliki jumlah yang cukup signifikan. Penduduk dari keturunan Tionghoa juga terdapat di Kota Cirebon, seterusnya disusul oleh suku Batak, Minangkabau, dan suku lainnya. Berikut adalah besaran penduduk Kota Cirebon berdasarkan suku bangsa sesuai data Sensus Penduduk tahun 2000;[31]
Catatan: Suku Lainnya sudah termasuk suku-suku sisanya yang membentuk populasi Kota Cirebon seperti: Madura, dan Bali.
Perhubungan
Kota Cirebon terletak di wilayah strategis yang merupakan titik bertemunya jalur menghubungkan dua kota utama di Pulau Jawa, yakni Jakarta serta Surabaya melalui lintas selatan dan utara Jawa. Semua jenis transportasi itu baik transportasi darat, rel, laut, dan udara saling berintegrasi mendukung pembangunan di kota Cirebon. Kota Cirebon memiliki terminal bus tipe A, yaitu Terminal Harjamukti yang melayani layanan bus antarkota menuju berbagai tujuan di Pulau Jawa.
Kota Cirebon memiliki dua stasiun kereta api, yakni Stasiun Cirebon atau Stasiun Kejaksan dan Stasiun Cirebon Prujakan. Stasiun Cirebon berarsitektur khas kolonial Belanda dan melayani kereta api antarkota kelas eksekutif dan campuran di lintas selatan dan utara Pulau Jawa, sedangkan Stasiun Cirebon Prujakan hanya melayani sebagian kecil kereta api antarkota kelas campuran dan seluruh kereta api antarkota kelas ekonomi maupun kereta api aglomerasi seperti KA Kaligung.
Pelabuhan Cirebon saat ini hanya digunakan untuk pengangkutan batu bara dan kebutuhan pokok dari pulau-pulau lain di Indonesia. Bandar Udara Cakrabuana merupakan bandar udara di Kota Cirebon saat ini hanya dijadikan sebagai bandara khusus sekolah penerbangan dan militer. Namun penerbangan komersial untuk Kota Cirebon dilayani di Bandar Udara Internasional Kertajati di Kabupaten Majalengka. Di kota ini masih terdapat Becak khas Cirebon sebagai sarana transportasi rakyat sekaligus sarana untuk wisata keliling kota.
Pengangkutan dan Komunikasi
Menurut catatan Dinas Kimpraswil Kota Cirebon, panjang jalan di Kota Cirebon pada tahun 2009, tercatat panjangnya mencapai 166.686 km. Dari panjang jalan tersebut, sebagian besar (99%) adalah jalan yang sudah diaspal yaitu sepanjang 165.217 km; dan sepanjang 1.448 km (1%) adalah jalan berkerikil. Dilihat dari kondisi jalan, sepanjang 161.439 km kondisinya baik, dan sekitar 4.141 km kondisi sedang, serta sebanyak 1,08 km kondisinya rusak, baik rusak berat maupun ringan.
Jumlah sepeda motor, mobil penumpang, dan mobil barang cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2006 jumlah sepeda motor tercatat sebanyak 80.714 buah dan pada tahun 2008 jumlahnya meningkat menjadi 109.961 buah.
Kegiatan di pelabuhan laut Cirebon sepanjang tahun 2006-2009 mengalami penurunan dari 1.809 kapal yang berlabuh pada tahun 2006 menjadi 1.630 kapal yang berlabuh pada tahun 2009. Dari sejumlah kapal tersebut 40 kapal merupakan jenis pelayaran luar negeri, sebanyak 1.488 kapal merupakan jenis kapal pelayaran dalam negeri, 132 kapal merupakan pelayaran rakyat. Arus barang berdasarkan perdagangan di pelabuhan Cirebon didominasi oleh bongkar muat antar pulau.
Lalu lintas penerbangan melalui Bandara Penggung Cirebon mengalami peningkatan dari sebanyak 899 pesawat pada tahun 2009 menjadi 1.110 pesawat pada tahun 2010. Pada tahun 2010 juga terjadi peningkatan volume keberangkatan pesawat, karena pada 2010 terdapat 1.117 pesawat yang berangkat dari bandara Penggung.
Penumpang yang diangkut melalui stasiun Cirebon pada tahun 2009 telah mencapai 683.912 orang. Bulan Juni merupakan jumlah penumpang kereta api terbanyak yaitu mencapai 70.145 orang, sedangkan yang terendah terjadi di bulan Februari yang mencapai 40.914 orang.
Data pengiriman surat dalam negeri melalui kantor pos. Tercatat pengiriman surat dalam negeri tahun 2009 tercatat sebanyak 541.912 surat. Untuk jenis pengiriman surat yang terbanyak masih pengiriman surat biasa, kemudian pengiriman surat kilat khusus dan pengiriman surat kilat.[32]
Perekonomian
Perekonomian Kota Cirebon dipengaruhi oleh letak geografis yang strategis dan karakteristik sumber daya alam sehingga struktur perekonomiannya didominasi oleh sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, restoran dan Industri perikanan . Tomé Pires dalam Suma Orientalnya sekitar tahun 1513 menyebutkan Cirebon merupakan salah satu sentra perdagangan di Pulau Jawa. Setelah Cirebon diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda, pada tahun 1859, pelabuhan Cirebon ditetapkan sebagai transit barang ekspor-impor dan pusat pengendalian politik untuk kawasan di pedalaman Jawa.
Sampai tahun 2001 kontribusi perekonomian untuk Kota Cirebon adalah industri pengolahan (41,32%), kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (29,8%), sektor pengangkutan dan komunikasi (13,56%), sektor jasa-jasa (6,06%). Sedangkan sektor lainnya (9,26%) meliputi sektor pertambangan, pertanian, bangunan, listrik, dan gas rata-rata 2-3%.
Salah satu wujud usaha di sektor informal adalah pedagang kaki lima, Kota Cirebon yang sering menjadi sasaran urbanisasi memiliki jumlah PKL yang cukup signifikan pada setiap tahunnya. Fenomena ini di satu sisi menggembirakan karena menunjukkan dinamika ekonomi akar rumput, tetapi di sisi lain jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan persoalan yang serius di sektor ketertiban dan tata ruang.
Perusahaan rokok multinasional, British American Tobacco (BAT), merupakan salah satu produsen rokok yang pernah berdiri di Kota Cirebon. Namun pada tahun 2010, guna mengefisiensikan produksinya, merelokasi pabrik di Kota Cirebon ke Kota Malang. Kota Cirebon memiliki 12 kompleks ruko, 13 bangunan plaza dan mall serta 12 pasar tradisional.
Pada triwulan I 2010, Kota Cirebon mengalami laju inflasi tertinggi dibandingkan dengan kota lainnya di Jawa Barat. Faktor pendorong kenaikan laju inflasi terutama berasal dari kelompok transpor, komunikasi dan jasa, keuangan serta pendidikan, pariwisata, dan olahraga.
Kelompok
Triwulan II 2009
Triwulan III 2009
Triwulan IV 2009
Triwulan I 2010
Bahan makanan
1.84
3.72
4.68
3.58
Makanan jadi
7.67
6.55
5.99
5.30
Perumahan
9.17
4.11
3.64
2.31
Sandang
6.45
8.41
10.77
2.00
Kesehatan
6.85
6.68
5.48
2.53
Pendidikan
25.06
7.96
8.15
7.01
Transporstasi
-6.67
-5.50
-2.95
2.29
Total
5.23
3.67
4.11
3.54
Inflasi Tahunan Kota Cirebon Menurut Kelompok Barang dan Jasa Sumber:[33]
Kelompok transpor Kota Cirebon mengalami laju inflasi yang cukup tinggi karena kenaikan harga BBM nonsubsidi serta tarif jasa keuangan. Sementara itu, tarif kursus/pelatihan di Kota Cirebon relatif tinggi dibandingkan dengan kota-kota lainnya, sehingga mendorong tingginya inflasi kelompok pendidikan.
Keuangan dan Harga
Pada tahun anggaran 2007 penerimaan mencapai 510,2 miliar rupiah, sementara itu pada tahun anggaran 2010 meningkat menjadi 758,7 miliar rupiah. Pos penerimaan terbesar masih diperoleh dari bagian Dana Perimbangan yaitu sebesar 489,3 miliar rupiah atau sekitar 64,5 persen dari seluruh penerimaan daerah, penerimaan terbesar kedua berasal dari Bagian Pendapatan Asli Daerah yaitu sebesar 115,2 miliar rupiah atau sebesar 15,2 persen dari seluruh penerimaan daerah.
Besarnya Dana Perimbangan ini, terutama merupakan kontribusi dari dana alokasi umum (DAU) kepada pemerintah daerah Kota Cirebon yang pada tahun 2010 jumlahnya mencapai 412 miliar rupiah atau sebesar 84,2 persen dari total penerimaan.
Pada tahun anggaran 2010 ini untuk realisasi belanja tidak langsung dan belanja langsung, tercatat belanja tidak langsung langsung sebesar 419,4 miliar rupiah dan belanja langsung sebesar 350,7 miliar rupiah. Dari sejumlah belanja tidak langsung, yang menggunakan keuangan terbesar adalah untuk pos belanja pegawai yaitu sebesar 347 miliar rupiah. Sementara itu untuk belanja langsung, pos terbesar adalah untuk belanja barang dan jasa yaitu sebesar 118,2 miliar.
Jumlah Koperasi di kota Cirebon tahun 2010 sebanyak 244 buah koperasi dengan anggota aktif sebanyak 29.089 orang. Angka tersebut menurun dari tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 271 buah koperasi.[34]
Pelayanan umum
Listrik
Listrik selain untuk menunjang kegiatan ekonomi seperti industri, juga untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dengan cara membuat kemudahan penduduk beraktivitas.
Dari data kelistrikan yang disajikan, tercatat jumlah pelanggan pengguna listrik mencapai pelanggan pada tahun 2010, dengan rincian sekitar 89,04 persen adalah pelanggan rumah tangga (R) dan 7,73 persen pelanggan bisnis (B), pelanggan golongan tarif sosial (S) sekitar 2,05 persen. Pelanggan industri hanya 0,16 persen. Daya terpasang pada tahun 2008 ini sebesar 133.655.500 KVA.[35]
Air Minum
Penyedian sumber air minum sangat penting untuk sebuah kota seperti Kota Cirebon yang merupakan sebagian wilayahnya berbatasan dengan pantai, yang cenderung sebagian besar sumber airnya tidak layak untuk air minum. Oleh karena itu, ketersediaan air oleh PDAM menjadi sangat penting.
Produksi air oleh PDAM Kota Cirebon, dalam kurun 2006- 2009 jumlah produksi air minum cenderung berfluktuasi, pada tahun 2006 produksi air mencapai 23.425.965 m3, kemudian menjadi 26.245.072 m3 (2007) dan turun pada tahun 2008 menjadi 25.432.691 m3, dan naik kembali menjadi 25.455.687 m3 pada tahun 2008. Untuk air yang disalurkan pada tahun 2009 mencapai 18.682.035 m3. Dengan rincian, air minum yang disalurkan pada rumah tangga sebesar 13.554.294 m3 ; hotel, objek wisata dan industri sebesar 2.552.822 m3 ; Badan Sosial/Rumah Sakit sebesar 733.357 m3 .
Nilai penjualan air minum pada tahun 2009 mencapai 27.994 juta rupiah, turun sebesar 2,07 persen dibandingkan dengan tahun 2008. Nilai penjualan terbesar dihasilkan dari penjualan kepada golongan pelanggan rumah tangga dengan nilai sebesar 17.793 juta rupiah atau 63,56 persen dari total penjualan.[36]
Hampir 93% penduduknya telah terlayani oleh layanan air bersih dari PDAM Cirebon, mayoritas pelanggan air bersih di kota ini adalah rumah tangga (90,37% atau sebanyak 59.006) dari jumlah total sambungan yang ada (65.287).[37]
Pada tahun 2009 di Kota Cirebon telah tersedia sekitar 6 rumah sakit umum, 4 rumah sakit bersalin, 21 Puskesmas, 15 Puskemas Pembantu, 20 Puskesmas Keliling, serta 85 Apotik, dan 31 Toko Obat.[sumber mendukung?] Dengan jumlah tenaga medis seperti dokter spesialis sekitar 94 orang, dan 118 dokter umum, 45 dokter gigi, 847 perawat, serta 278 bidan.[38]
Catatan BKKBN menyebutkan bahwa Cirebon, bersama dengan Kabupaten Bandung, Cianjur, dan Garut, di tahun 2022, menjadi daerah berstatus darurat stunting. Hal ini disebabkan persentase stunting pada anak berusia di bawah 12 tahun[butuh rujukan] mencapai lebih dari 30%.[39]
Kebudayaan yang melekat pada masyarakat Kota Cirebon merupakan perpaduan berbagai budaya yang datang dan membentuk ciri khas tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pertunjukan khas masyarakat Cirebon antara lain Tarling, Tari Topeng Cirebon, Sintren, Kesenian Gembyung dan Sandiwara Cirebonan.
Keberadaan musik Tarling Cirebon telah menambah kekayaan ragam musik di Indonesia. Sejak awal munculnya, musik Tarling Cirebon senantiasa beradaptasi dengan perkembangan zaman. Meskipun perubahan dalam pola kehidupan masyarakat karena kemajuan teknologi dapat memengaruhi perkembangan seni Tarling, namun seni Tarling Cirebon masih tetap diminati oleh masyarakat pendukungnya, terutama di kalangan masyarakat Cirebon. Lagu "Warung Pojok" dalam genre Tarling Cirebon menjadi salah satu kebanggaan bagi masyarakat Jawa Barat, terutama di Cirebon. Hampir semua lagu yang dibawakan dalam musik Tarling disebut dengan istilah lagu kiser, sehingga lagu kiser menjadi representasi lagu-lagu dalam genre tersebut. Popularitas lagu kiser, seperti dalam cerita Baridin dan Ratminah, Saidah-Saeni, telah menarik minat penggemar bahkan di luar wilayah Cirebon.[43]
Kota ini juga memiliki beberapa kerajinan tangan di antaranya Topeng Cirebon, Lukisan Kaca, Bunga Rotan dan Batik. Salah satu ciri khas batik asal Cirebon yang tidak ditemui di tempat lain adalah motif Mega Mendung, yaitu motif berbentuk seperti awan bergumpal-gumpal yang biasanya membentuk bingkai pada gambar utama.
Motif Mega Mendung adalah ciptaan Pangeran Cakrabuana (1452-1479), yang hingga kini masih kerap digunakan. Motif tersebut didapat dari pengaruh keraton-keraton di Cirebon. Karena pada awalnya, seni batik Cirebon hanya dikenal di kalangan keraton. Sekarang dicirebon, batik motif mega mendung telah banyak digunakan berbagai kalangan. Selain itu terdapat juga motif-motif batik yang disesuaikan dengan ciri khas penduduk pesisir.[44]
^Universitas Indonesia, Wacana: jurnal ilmu pengetahuan budaya, Yayasan Obor Indonesia, ISSN 1411-2272
^Lubis, Nina. 2000. Sejarah kota-kota lama di Jawa Barat. Jatinangor: Alqaprint
^Eliot, Joshua (2001). Indonesia handbook (edisi ke-3). Footprint Travel Guides. ISBN 1-900949-51-2.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^Arifianto, Bambang; Fahas, Eva; Nurulliah, Novianti; Kasumaningrum, Yulistyne (19 Agustus 2022). "Jabar Masih Harus Terus Berbenah". Pikiran Rakyat. Bandung. hlm. 1.