Benetton Formula Limited,[2] biasa disebut Benetton saja (pelafalan dalam bahasa Italia:[benetˈton]), adalah sebuah tim dan konstruktor mobil balap Formula Satu (F1) yang pernah berpartisipasi dalam ajang tersebut dari musim 1986 sampai dengan musim 2001. Tim ini dimiliki oleh keluarga Benetton yang juga menjalankan jaringan bisnis pakaian dengan nama yang sama. Grup Benetton pada awalnya memasuki ajang F1 dengan menjadi sponsor untuk tim Tyrrell pada musim 1983, sebelum kemudian pindah ke tim Alfa Romeo untuk musim 1984 dan 1985, serta tim Toleman sejak pertengahan musim 1985. Kesulitan keuangan yang tim Toleman alami membuat Grup Benetton memilih mengakuisisi tim tersebut, dan mengganti namanya menjadi Benetton Formula mulai musim 1986. Pada musim perdananya tersebut, tim Benetton sukses memenangi lomba Grand Prix Meksiko 1986 melalui Gerhard Berger.
Di bawah kendali Grup Benetton, tim melakukan perombakan besar-besaran, termasuk di antaranya kontrak mesin dengan spesifikasi pabrikan dari perusahaan Ford-Cosworth mulai musim 1987. Awal dekade 1990-an menjadi masa keemasan tim saat dipimpin oleh Flavio Briatore, bersama Michael Schumacher sebagai pembalap dan para insinyur seperti Ross Brawn, Rory Byrne, dan Pat Symonds. Puncaknya pada musim 1994, Schumacher berhasil meraih gelar juara dunia pembalap bersama tim ini. Pada musim 1995, tim Benetton berganti pasokan mesin menjadi Renault. Schumacher pun berhasil mempertahankan gelar juara dunianya dan tim Benetton berhasil meraih gelar juara dunia konstruktor.
Setelah ditinggalkan oleh Schumacher, Brawn, dan Byrne yang hengkang ke tim Ferrari, dan disusul kemudian oleh Briatore yang mengundurkan diri, tim menunjukan grafik penurunan performa. Antara musim 1996 sampai dengan musim 1999, mereka hanya mampu meraih satu kemenangan saja, yaitu pada Grand Prix Jerman 1997 melalui Gerhard Berger. Pada awal musim 2000, keluarga Benetton memutuskan untuk menjual tim ini kepada Renault, yang ditandai dengan kembalinya Briatore ke bagian manajemen tim. Nama Benetton tetap dipertahankan sampai dengan akhir musim 2001, sebelum kemudian diubah menjadi Renault F1 Team mulai musim 2002.
Pada awal dekade 1980-an, keluarga Benetton, sebuah keluarga yang berasal dari Treviso, Italia, yang berkecimpung dalam bisnis pakaian, telah memutuskan untuk mempromosikan merek dagang mereka secara lebih luas lagi. Langkah yang mereka pilih adalah dengan menjadi sponsor untuk beberapa klub olahraga.[3] Pada saat itu, mereka menjadi sponsor untuk Pallacanestro Treviso (bola basket) dan Volley Treviso (bola voli), serta menjadi pemilik klub Benetton Rugby. Ketiga klub tersebut merupakan klub olahraga tingkat nasional di negara Italia.[4][5] Menyadari bahwa mempromosikan merek di tingkat nasional saja tidaklah cukup, mereka mencoba mencari cabang olahraga lain yang bertingkat internasional. Mereka memilih ajang balap mobil Formula Satu (F1), karena ajang tersebut dianggap mencerminkan nilai-nilai muda yang dinamis, merepresentasikan kerja tim, serta tidak tergantung pada satu sosok individu saja.[3]
Pada musim 1983, merek Benetton muncul untuk pertama kalinya dalam ajang F1 dengan menjadi sponsor utama untuk tim Tyrrell.[3] Hasil yang diraih bersama dengan tim ini pun cukup baik dengan pembalap asal Italia, yaitu Michele Alboreto, yang berhasil membawa tim meraih kemenangan pada Grand Prix Detroit 1983.[6] Kerja sama dengan tim Tyrrell ini hanya berlangsung selama satu musim saja. Sebelum musim 1984 dimulai, pemimpin Grup Benetton, yaitu Luciano Benetton, memutuskan untuk memindahkan dana sponsornya ke tim Alfa Romeo.[3] Namun, prestasi tim ini ternyata jauh dari harapan, karena mereka hanya mampu meraih satu kali finis podium melalui Riccardo Patrese pada Grand Prix Italia 1984.[7] Luciano pun merasa kecewa dengan catatan prestasi tim ini, dan memilih untuk memutuskan kontrak sponsornya pada saat musim 1985 masih berjalan.[8]
Selepas dari tim Alfa Romeo, Luciano melirik tim lainnya untuk negosiasi kerja sama kontrak sponsor.[9] Ia kemudian mengadakan kesepakatan dengan tim Toleman yang pada saat itu penampilannya menjadi sorotan berkat prestasi yang diraih oleh pembalap Ayrton Senna dan insinyur Rory Byrne pada musim 1984. Keadaan tim yang tengah mengalami kesulitan keuangan membuat Luciano memutuskan untuk mengakuisisi aset tim Toleman pada akhir musim 1985 dan mengubah namanya menjadi Benetton Formula untuk musim 1986.[10]
Sejarah dalam ajang Formula Satu
1986–1987: Musim-musim awal
Benetton secara resmi memulai debutnya sebagai sebuah tim dan konstruktor F1 pada musim 1986, yang diawali dari lomba pembuka musim di Brasil.[11] Pada musim perdananya ini, Luciano Benetton mempercayakan posisi kepala operasional tim kepada Davide Paolini, serta posisi direktur olahraga kepada Peter Collins.[9][12] Untuk posisi pembalap, mereka mempertahankan Teo Fabi yang diduetkan dengan pembalap Austria Gerhard Berger.[13] Sebelum diambil alih oleh Grup Benetton, tim Toleman sudah mengembangkan sasis yang dinamakan TG186 yang kemudian berganti nama menjadi Benetton B186.[14] Sasis tersebut ditenagai oleh mesin BMW yang menggantikan mesin Hart.[10]
Mobil B186 menunjukkan kecepatan yang mengesankan sepanjang musim berjalan. Berger berhasil mempersembahkan podium pertama untuk tim saat finis ketiga di San Marino, yang dilanjutkan dengan keberhasilannya meraih posisi start di barisan depan pada Grand Prix Belgia. Sementara itu, Fabi berhasil meraih dua kali posisi pole secara berturut-turut yaitu di Austria dan Italia.[10] Mendekati akhir musim, Berger berhasil meraih kemenangan pertama untuk tim ini di Meksiko. Dalam lomba tersebut ia tampil dominan saat finis dengan keunggulan hampir setengah menit dari lawan-lawannya.[15] Terlepas dari kecepatan dasar yang mengesankan, mobil B186 juga mengalami masalah ketahanan yang cukup parah. Dari total keseluruhan 32 kali start yang dilakukan oleh kedua mobil, 19 di antaranya berakhir dengan gagal finis.[16] Pada akhir musim, tim Benetton berada di posisi keenam klasemen akhir Kejuaraan Dunia Konstruktor dengan 19 poin.[17]
Berger memilih hengkang ke tim Ferrari pada akhir tahun 1986. Posisinya di tim Benetton digantikan oleh pembalap Belgia Thierry Boutsen.[18] Perusahaan mesin BMW, yang telah memasok tiga tim pada musim 1986, memilih untuk mengurangi operasionalnya dengan hanya memasok untuk tim Brabham saja pada musim 1987.[19] Dengan pembubaran tim Haas Lola pada akhir tahun 1986, tim Benetton mengambil alih kontrak mesin spesifikasi pabrikan dari perusahaan Ford-Cosworth untuk musim selanjutnya. Mobil B187 sempat mengalami masalah mesin pada awal musim, tetapi menjadi lebih konsisten saat memasuki pertengahan musim setelah pihak Cosworth melakukan pengaturan ulang pada bagian turbocharger.[20] Selanjutnya, tim lebih sering meraih posisi finis keempat dan kelima, serta dua kali finis ketiga masing-masing di Austria dan Australia.[21] Meskipun gagal meraih satu kemenangan pun selama musim berjalan, tim Benetton mengakhiri musim ini di posisi kelima klasemen akhir Kejuaraan Dunia Konstruktor dengan 28 poin.[22]
1988–1990: Kesuksesan awal
Tim melakukan perombakan manajemen sebelum musim 1988 dimulai. Alessandro Benetton naik menjadi presiden tim menggantikan posisi ayahnya, yaitu Luciano.[23] Sementara itu, kontrak Fabi sebagai pembalap tidak diperpanjang untuk musim ini. Posisinya digantikan oleh pembalap Italia lainnya, yaitu Alessandro Nannini.[24] Mobil B188 merupakan pengembangan dari mobil tahun sebelumnya dan menjadi mobil bermesin aspirasi normal yang pertama untuk tim ini. Pada saat itu, perusahaan mesin Ford memutuskan untuk fokus memusatkan pengembangan mesin aspirasi normal dikarenakan perubahan regulasi untuk musim 1989 yang melarang pemakaian mesin turbo.[19] Duet Boutsen dan Nannini berhasil meraih total tujuh kali podium pada musim ini, meskipun semuanya adalah raihan finis di posisi ketiga.[25] Boutsen juga sebetulnya finis ketiga di Belgia, tetapi pihak otoritas F1 kemudian menganulir hasil yang tim Benetton raih pada lomba tersebut setelah ditemukan bukti-bukti pelanggaran teknis mengenai sistem bahan bakar mobil.[26][27] Tim Benetton mengakhiri musim ini dengan raihan total 39 poin, yang menempatkan mereka di posisi ketiga klasemen akhir Kejuaraan Dunia Konstruktor.[28]
Pada musim 1989, Boutsen memilih untuk bergabung bersama dengan tim Williams dan posisinya di tim Benetton digantikan oleh pembalap pendatang baru (rookie), yaitu Johnny Herbert.[29] Mesin baru yang dikembangkan oleh Ford untuk mobil B189 belum siap pakai pada saat musim dimulai, sementara mesin lama buatan tahun sebelumnya tidak bisa dipasang di sasis yang baru karena ukurannya yang berbeda.[30] Tim akhirnya memilih tetap menggunakan mobil B188 yang dinilai masih kompetitif. Nannini berhasil meraih podium di San Marino dengan mobil tersebut.[31] Sebelum melakukan debutnya dalam dalam ajang F1, Herbert mengalami kecelakaan serius pada saat membalap di ajang Formula 3000 yang membuat kedua kakinya patah. Meskipun Herbert bisa meraih beberapa hasil yang mengesankan, termasuk saat finis keempat di Brasil, ia secara mendadak diberhentikan oleh tim setelah gagal lolos kualifikasi untuk Grand Prix Kanada. Alasan yang diambil tim saat itu adalah bahwa cedera kaki yang dialami oleh Herbert belum pulih sepenuhnya.[32] Posisi Herbert digantikan oleh pembalap rookie lainnya yang pada saat itu menjadi pembalap penguji tim McLaren, yaitu Emanuele Pirro.[33][34] Pada Grand Prix Prancis, tim Benetton membawa mobil baru B189 untuk dipergunakan oleh Nannini. Pirro sendiri baru mendapatkan mobil baru tersebut saat lomba di Jerman.[35] Nannini berhasil meraih kemenangan dengan mobil tersebut di Jepang, setelah Ayrton Senna yang sebelumnya masuk finis di urutan pertama mendapatkan hukuman diskualifikasi karena bertabrakan dengan Alain Prost.[36] Sementara itu, Pirro hanya mampu meraih dua poin saja dari sepuluh lomba yang ia ikuti dengan hasil terbaiknya saat finis kelima di Australia.[34] Tim Benetton meraih posisi keempat dalam klasemen akhir Kejuaraan Dunia Konstruktor dengan 39 poin.[37]
Sebelum musim 1990 dimulai, tim merekrut Flavio Briatore untuk mengisi posisi kepala operasional menggantikan Davide Paolini.[38] Kontrak Pirro tidak diperpanjang dan posisinya digantikan oleh mantan juara dunia Nelson Piquet yang hengkang dari tim Lotus.[39] Tim Benetton menurunkan mobil baru B190 pada Grand Prix San Marino. Mobil ini berhasil memenangi dua lomba berturut-turut di Jepang dan Australia melalui Nelson Piquet.[40] Namun, nasib nahas menimpa Nannini yang mengalami kecelakaan helikopter seminggu setelah lomba di Spanyol yang menyebabkan lengan kanannya sempat terputus.[41] Meskipun lengannya berhasil dihubungkan kembali melalui serangkaian proses operasi yang intensif, musibah ini menjadi penanda akhir karier F1 untuk Nannini.[42] Sebagai pengganti, tim merekrut Roberto Moreno setelah tim Moreno sebelumnya, yaitu tim EuroBrun, berhenti beroperasi.[43] Setelah Ayrton Senna dan Alain Prost bertabrakan selepas start pada lomba Grand Prix Jepang, duet Piquet dan Moreno berhasil meraih hasil finis 1-2 dalam lomba tersebut. Podium yang diraih Moreno sekaligus menjadi podium F1 pertama dan satu-satunya bagi dirinya sepanjang berkarier dalam ajang F1.[44] Pada akhir musim, tim berhasil finis di urutan ketiga klasemen akhir Kejuaraan Dunia Konstruktor dengan 71 poin.[45]
1991–1993: Awal era Michael Schumacher
Memasuki musim 1991, tim berhasil mendapatkan kesepakatan dengan merek rokok asal Amerika Serikat, yaitu Camel, untuk menjadi sponsor judul.[46] Pada awal musim, tim memilih menggunakan mobil B190 yang sudah dimodifikasi dan baru menurunkan mobil B191 pada Grand Prix San Marino. Piquet berhasil meraih kemenangan kejutan di Kanada usai mobil Williams yang dikendarai Nigel Mansell tiba-tiba mengalami kegagalan teknis pada putaran terakhir lomba saat sedang memimpin.[47] Hasil ini melengkapi dua raihan podium lainnya yang Piquet sebelumnya raih pada lomba pembuka musim di Amerika Serikat dan di Belgia pada paruh kedua musim.[48] Pada pertengahan musim, direktur teknik John Barnard hengkang karena perbedaan pandangan dengan manajemen tim. Posisinya digantikan oleh Ross Brawn yang kemudian berduet dengan tim aero yang dipimpin oleh Rory Byrne, untuk mengembangkan dan menyempurnakan desain mobil B191 peninggalan Barnard.[49] Untuk persiapan musim 1992, pihak manajemen tim mencoba untuk mencari sosok pembalap muda. Mereka meyakini bahwa baik Piquet maupun Moreno yang mulai menua sudah kurang cocok untuk diandalkan sebagai masa depan tim.[50] Setelah Michael Schumacher tampil mengesankan dalam debutnya untuk tim Jordan pada Grand Prix Belgia, Flavio Briatore langsung merekrutnya untuk menggantikan posisi Moreno untuk lomba di Italia.[48]Eddie Jordan sempat melayangkan tuntutan hukum kepada Briatore dan tim Benetton ke Pengadilan Tinggi Inggris. Namun, kasus ini akhirnya terselesaikan oleh Bernie Ecclestone, yang juga terlibat dalam proses perpindahan Schumacher ke tim Benetton, yang menawarkan 'jalan damai' berupa kontrak pasokan mesin gratis dari Yamaha untuk tim Jordan pada musim 1992.[51] Tim mengakhiri musim ini dengan berada di peringkat keempat klasemen akhir Kejuaraan Dunia Konstruktor dengan raihan 38,5 poin.[52]
Pada musim 1992, Tom Walkinshaw Racing memperoleh bagian kepemilikan saham di tim Benetton, dengan Tom Walkinshaw dan Brawn yang bergerak sebagai kepala teknik tim.[48] Tim juga memindahkan kantor operasional dan pabriknya dari Witney, Oxfordshire, ke Enstone.[53] Piquet memutuskan untuk pensiun dari ajang F1 dan posisinya digantikan oleh pembalap Inggris Martin Brundle.[54] Seperti di musim sebelumnya, tim memilih menggunakan mobil musim sebelumnya (B191) yang dimodifikasi untuk tiga perlombaan pertama musim 1992. Schumacher berhasil meraih dua podium dengan menggunakan mobil lama tersebut.[55] Pada saat mobil B192 resmi dipergunakan, hasil tim pun semakin meningkat dengan meraih 11 kali podium, termasuk kemenangan lomba pertama bagi Schumacher pada Grand Prix Belgia.[56] Tim Benetton mengakhiri musim ini di urutan ketiga klasemen akhir Kejuaraan Dunia Konstruktor dengan 91 poin.[57]
Memasuki musim 1993, Brundle secara mendadak diputus kontraknya oleh tim dan digantikan oleh pembalap senior Riccardo Patrese yang meninggalkan tim Williams.[58] Mobil B193 memiliki daya saing yang serupa dengan mobil pendahulunya. Schumacher berhasil membawa mobil tersebut menang pada Grand Prix Portugal, yang ironisnya menjadi kemenangan satu-satunya tim sepanjang musim berjalan.[59] Pada akhir musim, tim menempati posisi ketiga dalam klasemen akhir Kejuaraan Dunia Konstruktor dengan 91 poin.[60] Terlepas dari hasil yang mengesankan dan peningkatan kinerja pada musim 1992 dan 1993, tim Benetton masih belum dapat memberikan Schumacher mobil yang baik untuk menjadi penantang gelar juara dunia. Mereka masih berada dibawah tim Williams dan McLaren yang tampil dominan pada saat itu.[61]
1994–1995: Musim juara dunia
1994: Gelar pertama dengan kontroversi
Tim Benetton mendapatkan sponsor judul yang baru untuk musim 1994, yaitu Mild Seven, yang sekaligus mengubah warna mobil dari yang tadinya kuning-hijau menjadi biru-putih khas merek rokok asal Jepang tersebut.[62] Insinyur Rory Byrne mampu memaksimalkan perubahan regulasi teknis pada saat itu, dengan mengembangkan sasis B194 yang efisien secara aerodinamika.[63] Selain itu, perusahaan mesin Ford-Cosworth juga membuat mesin berkonfigurasi V8 baru yang dinamakan Ford Zetec-R.[63] Meskipun dari segi tenaga mesin ini masih kalah jika dibandingkan dengan Renault yang memakai konfigurasi V10, atau Ferrari dengan konfigurasi V12-nya. Alasan Ford memilih tetap memakai konfigurasi V8 adalah karena bobotnya lebih ringan jika dibandingkan V10 atau V12.[64] Michael Schumacher masih tetap bertahan bersama dengan tim meski sempat dirayu untuk pindah oleh tim McLaren.[58] Tim Williams kembali menjadi unggulan untuk musim 1994, meskipun ditinggalkan oleh juara dunia bertahan Alain Prost yang memilih pensiun. Sebagai pengganti Prost, tim Williams merekrut pembalap Brasil Ayrton Senna.[65]
Keputusan tim Benetton untuk membangun mobil berdasarkan gaya membalap Schumacher membuahkan hasil. Pembalap asal Jerman tersebut berhasil meraih delapan kemenangan selama musim berjalan.[63] Ia juga sedikit terbantu oleh permasalahan yang menimpa tim Williams, khususnya setelah Senna meninggal dunia secara tragis di San Marino.[66] Mereka baru bisa bangkit di paruh kedua musim melalui Damon Hill, yang secara tidak terduga bisa menjadi pesaing utama Schumacher dalam perebutan gelar juara dunia sampai lomba penutup musim di Australia.[67] Namun, untuk gelar juara dunia konstruktor sendiri, tim Benetton harus mengakui keunggulan tim Williams.[68] Pergantian pembalap di tengah musim yang dilakukan tim Benetton sedikit banyak berpengaruh pada raihan poin mereka dalam klasemen akhir Kejuaraan Dunia Konstruktor. Terlebih pembalap-pembalap tersebut, yaitu Jos Verstappen, JJ Lehto, dan Johnny Herbert, tidak bisa menampilkan performa yang mendekati Schumacher.[69] Pada pertengahan musim, Schumacher sempat kehilangan beberapa kesempatan meraih poin. Karena gaya membalapnya yang agresif, ia terkena hukuman diskualifikasi di Inggris dan Belgia, dan kemudian hukuman larangan tampil di Italia dan Portugal.[70][71] Dampak dari hukuman-hukuman tersebut, keunggulan poinnya di klasemen sementara Kejuaraan Dunia Pembalap berhasil terkejar oleh Hill yang berhasil meraih kemenangan di Italia dan Portugal.[72]
Tim Benetton juga menjadi subjek kontroversi, khususnya mengenai perbedaan mencolok antara mobil yang dikendarai oleh Schumacher jika dibandingkan dengan mobil milik rekan setimnya. Muncul dugaan tim telah mengakali celah peraturan sistem komputer di mobil terkait pelarangan kontrol traksi yang diterapkan mulai musim 1994, yang membuat mobil B194 bisa tampil lebih maksimal daripada lawan-lawannya.[73] Selain itu, kecurigaan lain muncul mengenai sistem pit stop milik tim yang diduga telah di modifikasi sehingga mobil bisa lebih cepat pada saat melakukan pit stop pengisian bensin. Sebuah hal yang kemudian mencapai klimaksnya pada Grand Prix Jerman, saat mobil yang dikendarai oleh Verstappen terbakar hebat ketika sedang melakukan pit stop.[74] Meskipun demikian, tidak ada satu pun dari dua dugaan tersebut yang dinilai tidak wajar oleh Federasi Automobil Internasional (FIA) selaku badan otoritas F1.[75] Hasil investigasi FIA tidak menemukan adanya penggunaan perangkat lunak ilegal oleh tim. Sementara dalam kasus insiden pit stop di Jerman, tim memberikan kesaksian dan bukti yang ada, yang kemudian berhasil mereka pertahankan sehingga akhirnya lolos dari ancaman hukuman.[76]
Meskipun demikian, objek kritik lainnya yang dilayangkan oleh para pesaing pada musim 1994 adalah gaya membalap Schumacher yang dinilai kasar dan curang, terutama dalam lomba penentuan gelar juara dunia di Australia.[77] Dalam lomba tersebut, Schumacher bertabrakan secara kontroversial dengan Hill yang membuat keduanya tersingkir dari lintasan. Insiden ini secara tidak langsung turut membantu mengantarkan Schumacher meraih gelar juara dunia. Namun, sekali lagi hasil investigasi yang dilakukan oleh FIA tidak menemukan hal apapun, dan mereka mengkonfirmasikan Schumacher sebagai juara dunia musim 1994.[78][79]
1995: Gelar kedua dengan memakai mesin Renault
Pada bulan April 1994, Flavio Briatore mengakuisisi mayoritas saham tim Ligier, yang pada saat itu sedang mengalami masalah keuangan setelah pemilik sebelumnya, yaitu Cyril Bourlon de Rouvre, terlibat dalam sebuah kasus penipuan.[80] Akuisisi tersebut dinilai beraroma politis karena berhubungan juga dengan upayanya membawa tim Benetton ke tingkat yang setara dengan tim Williams, yaitu sama-sama memakai mesin dari perusahaan Renault.[81] Sambil menunggu kepastian kesepakatan kontrak mesin Renault untuk musim 1995, Michael Schumacher menjalani sebuah pengujian khusus dengan mobil Ligier JS39 di Sirkuit Estoril, Portugal, pada bulan Desember 1994.[82] Segera setelah akuisisi tim Ligier oleh Briatore terselesaikan, ia langsung menegosiasikan penjualan tim Tom Walkinshaw yang pernah menjadi pemegang saham di tim Benetton.[83]
Pada musim 1995, tim Benetton menurunkan mobil B195 yang merupakan pengembangan dari mobil tahun sebelumnya. Pembalap Inggris Johnny Herbert kembali ke tim untuk menjadi rekan setim Schumacher.[84] Mobil B195 tampil dominan sepanjang musim dengan meraih 11 kemenangan dari 17 perlombaan.[85] Dengan mesin yang setara dengan yang dipakai oleh tim Williams, Schumacher dengan mudah mengalahkan Damon Hill untuk meraih gelar juara dunianya yang kedua.[86] Herbert juga tampil impresif sepanjang musim dengan mengantongi dua kemenangan, yaitu di Inggris dan Italia.[85] Sebuah upaya yang kemudian turut membantu tim Benetton meraih gelar juara dunia konstruktor untuk yang pertama kalinya dalam sejarah.[87] Sesaat setelah kontraknya tidak diperpanjang di akhir musim, Herbert menyatakan bahwa pengembangan mobil Benetton pada musim 1995 terlalu difokuskan kepada Schumacher, sehingga membuatnya tidak bisa tampil maksimal sepanjang musim berjalan.[88]
1996–1999: Musim kemunduran
1996: Duet pembalap baru
Pada musim 1996, tim Benetton menggunakan identitas negara Italia setelah sebelumnya turun dengan memakai identitas negara Britania Raya.[89] Hal ini tidak berdampak pada logistik tim karena mereka masih berkantor di Enstone, Inggris.[89] Mobil B196 merupakan pengembangan dari mobil tahun sebelumnya yang disesuaikan dengan regulasi teknis baru pada musim tersebut.[90] Pada musim ini, Michael Schumacher memilih hengkang ke tim Ferrari, meskipun sebetulnya ia masih memiliki sisa kontrak di tim Benetton.[91] Sementara itu, Herbert pindah ke tim Sauber.[92] Dengan ketiadaan pesaing yang berarti, Damon Hill dan tim Williams berhasil menyapu bersih gelar juara dunia pembalap dan gelar juara dunia konstruktor pada musim tersebut.[93]
Tim Benetton memasang duet pembalap baru, yaitu Jean Alesi dan Gerhard Berger. Bagi Berger, ini adalah kali kedua ia bergabung bersama dengan tim setelah sebelumnya ia pernah bergabung pada musim 1986.[90] Tim memasang harapan tinggi pada awal musim sebelum kemudian berubah menjadi kekecewaan besar. Untuk kali pertama sejak musim 1988, mereka gagal memenangkan satu perlombaan pun selama musim berjalan.[19] Namun, konsistensi yang diperlihatkan oleh Alesi dan Berger dengan berhasil masuk finis dalam 14 dari 16 lomba dalam musim tersebut turut membantu tim Benetton untuk tetap berada di posisi ketiga pada klasemen akhir Kejuaraan Dunia Konstruktor dengan 68 poin.[94][95] Pada akhir tahun 1996, duet insinyur Ross Brawn dan Rory Byrne memutuskan untuk hengkang dari tim dan memilih mengikuti jejak Schumacher dengan bergabung ke tim Ferrari. Hengkangnya Brawn dan Byrne sekaligus juga menandai akhir dari era keemasan tim ini.[96]
1997: Kemenangan lomba terakhir
Pada musim 1997, tim Benetton memperkenalkan mobil B197 rancangan Nick Wirth yang masih mempertahankan sisa-sisa peninggalan desain yang diwariskan oleh Byrne.[97] Duet pembalap Alesi dan Berger dipertahankan untuk musim ini, dengan Berger yang mengumumkan bahwa ia akan mengundurkan diri dari ajang F1 pada akhir musim.[98] Tim menjalani awal musim dengan pasang surut. Karena kesalahan komunikasi tim, Alesi melewatkan panggilan pit stop dan terpaksa harus tersingkir dari lomba pembuka musim yang digelar di Australia karena mobilnya kehabisan bensin.[99] Berger mampu menyelamatkan muka tim saat ia finis kedua pada Grand Prix Brasil.[100] Memasuki pertengahan musim, Berger mengambil cuti untuk melakukan operasi sinusitis. Posisinya digantikan sementara oleh pembalap penguji Alexander Wurz untuk lomba di Kanada, Prancis, dan Inggris.[101] Pada lomba di Inggris, duet Alesi dan Wurz berhasil finis berurutan masing-masing di posisi kedua dan ketiga di belakang Jacques Villeneuve, yang mempersembahkan kemenangan Grand Prix ke-100 untuk tim Williams.[102] Pada lomba Grand Prix Jerman, Berger kembali aktif membalap dan dirinya berhasil meraih kemenangan dalam lomba tersebut, yang kemudian menjadi kemenangan terakhir tim Benetton dalam ajang F1.[103] Bagi Berger, hasil tersebut menjadi sebuah catatan rekor pribadi tersendiri karena ia juga adalah pembalap pertama yang mempersembahkan kemenangan pertama untuk tim Benetton, tepatnya pada Grand Prix Meksiko 1986.[104]
Pada akhir musim, tim Benetton kembali finis di peringkat ketiga klasemen akhir Kejuaraan Dunia Konstruktor dengan 67 poin.[105] Kepala eksekutif Flavio Briatore memilih untuk hengkang setelah dirumorkan berselisih paham dengan pemilik tim. Posisinya digantikan oleh pemilik Prodrive, yaitu David Richards dengan dibantu oleh Rocco Benetton, yang merupakan putra keempat dari Luciano Benetton, sebagai direktur komersial tim.[106][107]
1998–1999: Penampilan sporadis
Pada musim 1998, tim Benetton melakukan banyak perubahan di bawah pimpinan David Richards. Berger pensiun dan Alesi memilih untuk hengkang ke tim Sauber.[98][108] Alexander Wurz dipromosikan ke kursi penuh waktu, berpasangan dengan pembalap Italia Giancarlo Fisichella.[109] Setelah perusahaan mesin Renault mengundurkan diri dari F1 pada akhir musim 1997, tim Benetton dan tim Williams mau tidak mau harus bersedia menggunakan mesin Mecachrome untuk musim 1998. Mesin ini sendiri merupakan pengembangan dari mesin Renault yang dipakai pada musim 1997.[110] Tim Benetton sendiri memilih melabeli ulang mesin Mecachrome tersebut sebagai Playlife, yang merupakan sebuah merek pakaian olahraga milik keluarga Benetton.[111] Fisichella berhasil meraih dua kali finis di posisi kedua secara beruntun, yaitu di Monako dan Kanada, serta posisi pole di Austria.[112] Namun, penampilan tim Benetton mendadak menjadi tidak kompetitif menjelang akhir musim. Mereka hanya mampu meraih satu poin saja dalam tujuh lomba tersisa.[113] Tim kemudian menyalahkan perusahaan ban Bridgestone yang terlalu mengutamakan tim McLaren sebagai tim yang lebih sukses pada musim tersebut.[109] Pada klasemen akhir Kejuaraan Dunia Konstruktor, tim Benetton berada di posisi kelima dengan raihan 33 poin.[114]
Memasuki musim 1999, kepala eksekutif David Richards memilih untuk hengkang setelah berselisih paham dengan keluarga Benetton terkait dengan strategi masa depan tim. Posisinya digantikan oleh Rocco Benetton yang merangkap sebagai direktur komersial tim.[115] Pada musim ini, tim menggunakan mesin buatan Supertec yang masih memakai blok mesin yang sama dengan mesin Renault lawas yang dipakai pada musim 1997. Untuk alasan komersial, tim tetap menamai mesin tersebut sebagai Playlife.[110][116] Mobil B199 terbilang mengecewakan jika dibandingkan dengan mobil B198 yang digunakan pada musim sebelumnya.[117] Hasil terbaik yang diraih tim hanyalah raihan finis posisi kedua yang diraih oleh Fisichella di Kanada, tetapi itu pun karena mobil-mobil dari tim lain banyak yang tersingkir sepanjang lomba tersebut berjalan.[118] Dalam sisa sepuluh perlombaan lainnya sampai dengan akhir musim, tim hanya bisa meraih dua poin saja melalui raihan finis kelima yang diraih oleh Wurz di Austria.[119] Tim Benetton sendiri menutup musim ini dengan menempati posisi keenam klasemen akhir Kejuaraan Dunia Konstruktor dengan raihan 16 poin.[120]
2000–2001: Penjualan tim kepada Renault
Pada musim 2000, tim melakukan pergantian untuk posisi direktur teknis dengan masuknya Mike Gascoyne.[121] Hasil tim pada musim ini sedikit ada perkembangan dengan menempati posisi keempat dalam klasemen akhir Kejuaraan Dunia Konstruktor dengan 20 poin, terlepas dari start bagus tim pada awal musim melalui Fisichella yang finis kedua di Brasil setelah David Coulthard terkena hukuman diskualifikasi. Fisichella juga meraih dua kali hasil finis podium lainnya secara beruntun, yaitu saat finis ketiga di Monako dan Kanada.[122] Kebangkitan tim pada musim ini juga sedikit terbantu dengan menurunnya penampilan tim Jordan yang musim sebelumnya berhasil menduduki peringkat ketiga klasemen akhir Kejuaraan Dunia Konstruktor.[123] Sebelumnya pada bulan Maret, sebuah keputusan besar telah diambil oleh keluarga Benetton yang memutuskan untuk menjual tim ini kepada perusahaan mobil asal Prancis, yaitu Renault.[124] Penjualan ini secara tidak langsung membawa kembali Flavio Briatore masuk ke dalam manajemen tim, meskipun dalam kesehariannya ia lebih banyak berperan sebagai perwakilan dari Renault dengan posisi sebagai direktur olahraga.[116]
Musim 2001 menjadi musim terakhir bagi tim Benetton dalam ajang F1. Tim sudah dimiliki oleh Renault sepenuhnya, tetapi penggantian nama baru akan dilakukan pada musim 2002.[116] Briatore menggunakan musim 2001 ini sebagai masa transisi untuk menghubungkan divisi sasis di Enstone, Inggris, dengan divisi mesin di Viry-Châtillon, Prancis.[116] Selain itu, dalam musim terakhirnya ini, tim Benetton juga banyak melakukan percobaan inovasi, salah satunya adalah riset mesin V10 yang memiliki sudut lebar 111 derajat. Mereka juga melakukan perpindahan pasokan ban serta bahan bakar ke Michelin dan Elf, yang memiliki sejarah kemitraan panjang dengan Renault.[125][126] Oleh sebab itu, penampilan tim selama paruh pertama musim 2001 sangat kedodoran. Mereka baru bisa bangkit di paruh musim kedua melalui raihan finis ketiga yang diraih oleh Fisichella di Belgia.[127] Sebagai bagian dari rencana masa depan tim, Jenson Button masuk untuk menggantikan posisi Alexander Wurz.[128] Button sendiri tampil kesulitan sepanjang musim, dengan hasil terbaiknya saat finis kelima pada Grand Prix Jerman.[129] Pada akhir musim, tim Benetton mengakhiri perjalanannya di F1 dengan meraih posisi ketujuh klasemen akhir Kejuaraan Dunia Konstruktor dan hanya meraih 10 poin, yang sekaligus juga menjadi posisi klasemen akhir Kejuaraan Dunia Konstruktor paling buruk yang pernah mereka raih selama berkiprah dalam ajang ini.[130]
Warisan
Pada akhir bulan Januari 2002, Renault secara resmi memperkenalkan Renault F1 Team sebagai nama tim yang baru menggantikan Benetton Formula.[131] Tim ini mulai turun pada musim 2002 melalui duet pembalap Jenson Button dan Jarno Trulli.[132] Pada musim 2003, tim Renault berhasil memenangkan lomba Grand Prix Hungaria melalui pembalap asal Spanyol, yaitu Fernando Alonso.[133] Alonso kemudian meraih kesuksesan lebih lanjut bersama dengan tim ini pada saat berhasil meraih gelar juara dunia musim 2005 dan 2006.[134][135] Renault kemudian menjual timnya kepada Genii Capital pada tahun 2011, yang membuat nama tim berubah menjadi Lotus F1 Team untuk musim 2012, seiring dengan kerja sama teknis antara Genii dan Group Lotus.[136][137] Pada akhir tahun 2015, Renault membeli kembali tim Lotus dan mengganti namanya menjadi Renault Sport Formula One Team untuk musim 2016.[138] Pada musim 2021, Renault memutuskan mengubah nama tim menjadi Alpine F1 Team, terkait dengan upaya pengenalan kembali merek mobil Alpine kepada masyarakat sebagai salah satu anak perusahaan Renault.[139] Karena seringnya berganti-ganti nama, beberapa pihak, terutama media massa, memberikan julukan Team Enstone kepada tim Renault/Alpine. Alasannya karena operasional kantor dan pabriknya masih menggunakan fasilitas yang terletak di Enstone sejak pertama berdiri pada tahun 1992.[140]
Tim Benetton saat ini dikenang sebagai tim yang berhasil mengantarkan Michael Schumacher menjadi juara dunia dua kali.[141] Schumacher sendiri berhasil meraih 19 dari total 27 kemenangan yang diraih oleh tim Benetton sepanjang sejarahnya.[142]
Identitas
Tim Benetton pada awalnya menggunakan identitas negara Britania Raya dari musim 1986 sampai 1995. Sejak musim 1996 sampai penutupannya pada akhir musim 2001, mereka menggunakan identitas negara Italia.[143] Dengan demikian, mereka menjadi konstruktor kedua yang mengubah identitas asal negaranya setelah Shadow Racing Cars pada musim 1976.[144][145] Keluarga Benetton menginginkan perubahan ini dengan alasan nasionalisme. Mereka ingin melihat tim mengibarkan bendera negara Italia pada saat meraih kesuksesan.[146][147]
Untuk operasional sendiri, pada awalnya tim Benetton menggunakan fasilitas kantor dan pabrik bekas tim Toleman yang berada di Witney, Oxfordshire, sebelum pindah ke lokasi baru yang lebih modern dan lebih besar di Enstone pada tahun 1992.[148] Fasilitas di Enstone selanjutnya digunakan oleh tim-tim penerus Benetton, seperti tim Renault, Lotus, dan Alpine.[140]
^Tambahan 10 poin adalah poin yang diraih oleh Michael Schumacher pada Grand Prix Brasil 1995 yang kemudian dibatalkan dikarenakan tim Benetton terbukti melakukan pemakaian bahan bakar ilegal.[1]
^"Around and about". Motorsport Magazine. Mei 1989. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 Februari 2023. Diakses tanggal 20 April 2023.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abLathamq, Stephen; Hopper, Peter (2019). "Emanuele Pirro Career". Forgotten F1 Drivers. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 November 2022. Diakses tanggal 15 Februari 2023.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^"1990 F1 Season". Stats F1. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Oktober 2022. Diakses tanggal 11 Februari 2023.
^Peluso, Simone (28 Mei 2020). "Benetton 'multicolor' 1986-90" (dalam bahasa Italia). Formula Passion. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 Januari 2023. Diakses tanggal 15 Februari 2023.
^"How Schumacher was snatched from Jordan after his F1 debut". The Race. 19 September 2021. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 September 2022. Diakses tanggal 11 Februari 2023. Jordan believed that as part of Ecclestone’s scheme to get Schumacher into a better car as quickly as possible, he made Schumacher’s management aware of the Yamaha engine deal Ecclestone had set up for Jordan.
^"1991 F1 Season". Stats F1. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 Oktober 2022. Diakses tanggal 11 Februari 2023.
^Lopes, Rafael; Murgel, Leonardo; Grünwald, Alexander (1 Mei 2009). "Ayrton Senna: o período na Williams" (dalam bahasa Portugis). Globo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 Juni 2022. Diakses tanggal 26 April 2023.
^Williams, Richard (19 Maret 1995). "The other man of Benetton". The Independent. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 Maret 2019. Diakses tanggal 10 Oktober 2022.
^"1995 F1 Season". Stats F1. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 Oktober 2022. Diakses tanggal 11 Februari 2023.
^Tytler, Ewan (10 November 1999). "The 1999 Teams Review". Atlas F1. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 Februari 2023. Diakses tanggal 16 Februari 2023.
Pada tahun 1952 dan 1953, regulasi Kejuaraan Dunia memakai regulasi Formula Dua, konstruktor yang berlaga di era regulasi tersebut tetap dimasukkan sebagai peserta balap Formula Satu. Konstruktor yang hanya berlaga di Indianapolis 500 yang menjadi bagian Kejuaraan Dunia antara tahun 1950 sampai 1960 tidak dimasukkan dalam daftar di atas.