Toledot (bahasa Ibrani: תּוֹלְדֹת, to-le-dot) adalah kata yang diterjemahkan dalam Alkitabbahasa IndonesiaTerjemahan Baru dengan kata “riwayat”, “keturunan” atau “riwayat keturunan” (dalam bahasa Inggris: "These are the generations of …"). Sejumlah pakar, misalnya P. J. Wiseman, melihat penggunaan kata ini untuk menunjukkan pembagian internal Kitab Kejadian. Wiseman mendasarkan pendapatnya dari pengalamannya mengikuti ekspedisi penggalian di daerah Mesopotamia pada pertengahan abad ke-20 bersama Sir Leonard Woolley di daerah Ur (diyakini sebagai tempat asal Abraham), dan Professor S. Langdon di Kish, serta diskusi mengenai metode penulisan kuno dengan para pakar (terutama Professor Cyril Gadd).[1] Menurutnya, Kitab Kejadian disusun dengan cara paling kuno yaitu menggunakan kerangka pengulangan frasa, yang terdiri dari 2 jenis: (1) Frasa "Kolofon" (Colophon) dan (2) "Frasa berisi kata kunci" yang penting dari frasa pertama.[2]
Metode serupa di peradaban lain
Dokumen kuno yang ditulis di Mesopotamia umumnya ditatah di atas batu atau lempengan (tablet) tanah liat dan lazimnya, penulis menambahkan kolofon (catatan) di akhir tulisan, berisi judul, tanggal penulisan dan nama penulis atau pemilik, serta sejumlah detail mengenai isi prasasti, naskah atau kitab.[2] Metode ini tidak dipakai di Mesir kuno. Di zaman sekarang kolofon lebih lazim ditempatkan di halaman muka atau sampul di depan. Namun, kolofon tetap menjadi bagian penting yang memberi informasi dan ditambahkan dengan cara yang khas menurut peradaban tertentu. Misalnya kolofon akhir dari salah satu kisah mitologi Babel tentang penciptaan, yang lebih mirip dengan metode di Kitab Kejadian, sebagai berikut:[3]
"Tablet pertama dari... setelah tablet ... Mushetiq-umi ... Salinan dari Babel; ditulis seperti aslinya dan dirangkai. Tablet dari Nabu-mushetiq-umi [ke-5] bulan Iyyar, tanggal 9, tahun ke-27 dari Darius."
Penggunaan di Kitab Kejadian
Formula kolofon dan toledot ini digunakan 11 kali di seluruh Kitab Kejadian. Begitu pentingnya frasa ini menurut penterjemah Septuaginta, sehingga mereka memberi nama seluruh kitab itu “Genesis” yaitu terjemahan bahasa Yunani untuk kata bahasa Ibrani “toledot”.[4] Di seluruh kitab Kejadian, kata “toledot” ini dipakai dalam ayat-ayat berikut:
Sejumlah pakar beranggapan bahwa frasa yang mengandung toledot itu merupakan permulaan suatu kisah. Namun pembacaan di kitab Kejadian menunjukkan bahwa frasa "toledot" tidak selalu menjadi bagian daftar silsilah yang mengikutinya. Wiseman menulis bahwa "Sejarah utama orang yang disebut namanya ditulis sebelum frasa “toledot” dan jelas bukan sesudahnya"[5]
Hal ini terlihat nyata, antara lain:
Sesudah “toledot” yang kedua: "inilah daftar keturunan Adam" (Kejadian 5:1), tidak banyak yang diketahui tentang Adam selain usia matinya.
Setelah frasa “inilah riwayat keturunan Ishak” (Kejadian 25:19), jelas bukan riwayat Ishak, melainkan tentang Yakub dan Esau
Setelah “inilah riwayat keturunan Yakub" (Kejadian 37:2), kisahnya terutama mengenai Yusuf.[5]
Ditulis dalam sejumlah lempengan (tablet)
Adanya formula “toledot” ini menunjukkan bahwa tulisan-tulisan dalam kitab Kejadian itu merupakan gabungan dari berbagai prasasti yang ditulis dalam sejumlah lempengan tablet. Misalnya di Kejadian 5:1 dalam bahasa aslinya ditulis "זה ספר תולדת אדם" (zeh se·fer tow·l·dot a·dam, “inilah kitab riwayat Adam”). Kata “kitab” ini dalam bahasa Ibrani adalah "ספר" (sefer), yang berarti "catatan tertulis", atau sebagaimana diterjemahkan oleh F. Delitzsch sebagai "akhir tulisan"[6]
Septuaginta menterjemahkan “toledot” pertama di Kejadian 2:4 sebagai: "αυτη η βιβλος γενεσεως ουρανου και γης" (autē ē biblos geneseōs ouranou kai gēs, "inilah kitab dari penciptaan langit dan bumi"). Dari fakta ini, Wiseman mengambil kesimpulan bahwa: "Kita harus menyadari bahwa 'kitab” pada zaman kuno adalah “lempengan /tablet” dan bahwa catatan awal dalam kitab Kejadian itu berbentuk tulisan, bukan sebagaimana yang dibayangkan, disampaikan kepada Musa dari cerita mulut ke mulut”
Penelitian lebih lanjut dari nama orang yang disebut setelah kata “toledot” menunjukkannya sebagai pemilik atau penulis dari lempengan itu, bukan sejarah mengenai orang itu. Jadi "inilah riwayat Nuh" (Kejadian 6:1) bukanlah “inilah sejarah tentang Nuh” melainkan “inilah sejarah yang ditulis oleh Nuh”. Seakan-akan merupakan tanda tangan dari Nuh pada lempengan catatan yang ditulisnya.[1]
Frasa kunci
Bagian penting setelah “kolofon toledot” di sepanjang kitab Kejadian adalah "kata kunci" atau "frasa kunci". Ini merupakan bukti penguat bahwa catatan ini ditulis dalam sejumlah lempengan sesuai tradisi kuno. Di Babel kuno, misalnya, jikalau catatan itu berukuran panjang dan membutuhkan lebih dari satu lempengan, maka biasanya:
Setiap rangkaian lempengan diberi satu “judul”.
Dipakai “frasa/kata kunci” untuk memastikan bahwa tiap lempengan itu dibaca dalam urutan yang benar.[5]
Seringkali, kolofon itu menyertakan nama penulis dan tanggal penulisan. Hal ini juga ditemukan di kitab Kejadian, yang merupakan bukti bahwa kitab ini disusun pada zaman kuno. Sedemikian murninya penyampaian tulisan itu sampai ke zaman sekarang, sehingga masih dapat ditemukan struktur penulisan purba di dalamnya.[5] Sistem frasa/kata kunci ini dapat dilihat dari pengulangan kata yang berhubungan dengan awal dan akhir suatu lempengan yang menjadi bagian dari Kitab Kejadian:
Pengulangan frasa ini diduga terletak tepat dimana suatu lempengan berawal dan berakhir, yang sangat mirip dengan metode penulisan di Babel, karena pengaturan ini memungkinkan perangkaian seluruh lempengan itu menjadi satu.. Pengulangan frasa, terutama yang berhubungan dengan kolofon tidak mungkin suatu kebetulan, dan terkubur di dalam naskah kitab Kejadian tanpa disadari arti pentingnya.[5]
Judul dan penanggalan lempengan
Pada lempengan dengan tulisan paku (kuneiform), judul diambil dari kata pertama catatan itu. Dengan cara serupa, orang Israel menyebut setiap dari 5 kitab pertama Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di AlkitabKristen dengan judul yang diambil dari kata-kata pembuka, misalnya Kitab Kejadian disebut "Bereisyit", kata bahasa Ibrani untuk “pada mulanya”. Wiseman menerangkan dengan teliti bahwa praktik ini dilakukan untuk mengidentifikasi beberapa lempengan merupakan satu rangkaian, karena beberapa kata pertama mereka diulangi dalam colofon (atau halaman judul) lempengan berikutnya., mirip dengan cara penulisan judul suatu bab di bagian atas dari tiap halaman bab itu pada buku-buku modern. Dengan cara inilah rangkaian lempengan-lempengan yang membentuk kitab Kejadian dapat dihubungkan satu dengan yang lain.[5]
Disamping judul, lempengan juga mengandung tanggal, sebagaimana juga ditemukan di prasasti lain.[7] Setelah catatan ditulis dan nama penulis diterakan, juga menjadi kebiasaan untuk memberi tanggal sederhana. Baru kemudian hal ini dihubungkan dengan tahun pemerintahan raja.
Satu contoh perhitungan waktu penulisan dapat dilihat di lempengan kedua yang berakhir di Kejadian 5:1: "Inilah daftar keturunan Adam, pada waktu manusia itu diciptakan oleh Allah".[5] Selain itu, perhitungan waktu dapat dikaitkan dengan tempat di mana penulis tinggal saat itu, misalnya:
"[Yakub] diam di negeri penumpangan ayahnya, yakni di tanah Kanaan"
Jelaslah bahwa kemurnian catatan itu yang telah diturunkan berabad-abad dengan teliti, dibuktikan dengan adanya sistem penulisan kuno yang masih nyata sampai sekarang. Dapat disimpulkan bahwa catatan-catatan ini ditulis dalam lempengan tanah liat yang membentuk rangkaian dari Kejadian 1:1 sampai 37:1, sebagaimana yang kita baca sampai saat ini.
Kisah Air Bah
Dalam cerita air bah, Graf-Wellhausen mengidentifikasi 2 narator, sedangkan Jean Astruc menemukan 3 narator dalam catatan Kejadian pasal 7. Dari toledot di akhir pasal itu, dilihat bahwa lempengan 4 ditulis dan dimiliki oleh ketiga putra Nuh, yaitu Sem, Ham dan Yafet. Jadi merupakan catatan saksi mata, apalagi karena mereka termasuk 8 orang yang benar-benar mengalami hal itu. Jean Astruc melihat bahwa ada 3 “kisah” yang berulang dalam cerita air bah ini, misalnya pada Kejadian 7:
Kejadian 7:18: "Ketika air itu makin bertambah-tambah dan naik dengan hebatnya di atas bumi...".
Kejadian 7:19: "Dan air itu sangat hebatnya bertambah-tambah meliputi bumi...".
Kejadian 7:20: "Sampai 15 hasta di atasnya bertambah-tambahair itu..."
Juga:
Kejadian 7:21: "Lalu mati binasalah segala yang hidup, yang bergerak di bumi..."
Kejadian 7:22: "Matilah segala yang ada nafas hidup dalam hidungnya, segala yang ada di darat.".
Kejadian 7:23: "Demikianlah dihapuskan Allah segala yang ada, segala yang di muka bumi".
Hal in dapat dijelaskan dari 2 fakta penting yang dikemukakan oleh Wiseman:
Akhir dari lempengan ini menunjukkan ada lebih dari satu orang yang menulis kisah ini, karena inilah riwayat "ketiga putra Nuh".
Berbagai pengulangan dalam kisah ini mencerminkan gabungan kesaksian sejumlah saksi mata.[5]
Sejumlah pakar beranggapan cerita ini meminjam dari mitos Babel, tetapi dari perbandingan dokumen itu dengan cerita Alkitab, nyatalah bahwa dokumen dari Alkitab lebih sederhana dan berisi fakta yang lebih konkret daripada kisah supernatural di dokumen Babel.
Riwayat Yusuf
Bagian panjang dari Kejadian 37:2 sampai 50:26, tidak diakhiri dengan colophon dan isinya terutama adalah riwayat Yusuf di Mesir. Catatan ini dimulai dengan “Yusuf tatkala berumur 17 tahun”[8] kemudian berakhir dengan “dan [Yusuf] ditaruh dalam peti mati di Mesir”.[9] Di sini pengaruh Babel diganti oleh pengaruh sastra Mesir. Karena orang Mesir tidak menggunakan akhiran colophon, maka berakhirnya riwayat Yusuf tanpa colophon itu menunjukkan bahwa catatan itu dibuat di Mesir, bukan dengan metode Mesopotamia atau Babel, sebagaimana bagian-bagian sebelumnya. Sewell berpendapat bahwa bagian riwayat ini sebenarnya baru berakhir pada Keluaran 1:6 dan dapat disebut “Riwayat Yusuf dan Saudara-saudaranya.”[10] Damien Mackey mengatakan bahwa bagian ini sama sekali tidak termasuk rangkaian toledothim, melainkan suatu kisah yang ditulis di atas lembaran papirus, tampaknya atas suruhan Yusuf dan dikerjakan oleh para jurutulis kerajaan. Sebagai dukungan hipotesis Mackey, kata "toledot" tidak muncul pada Keluaran 1:6; melainkan didapati kata Ibrani "ha’dor", yang makna harfiahnya "generasi; angkatan" (atau juga diartikan "zaman atau era").[11]
Pembacaan Mingguan
Toledot adalah kata kedua dan yang khas dalam parsyah (bagian pembacaan Taurat mingguan) ke-6 pada siklus pembacaan Taurat tahunan orang Yahudi. Bagian ini meliputi Kitab Kejadian25:19sampai 28:9. Orang Yahudi di diaspora membacanya pada hari Sabat ke-6 setelah Simchat Torah, biasanya pada bulan November atau awal Desember.
^ abDamien F. Mackey. The First Book of Moses and the 'toledot' of Genesis
^ abWiseman, P.J. Clues to Creation in Genesis (Marshalls paperbacks) D. J. Wiseman (Editor). HarperCollins Distribution Services. 1977. ISBN 978-0-551-05567-4
^The `Enuma Elish', a Babylonian Creation story. Dari: P.J. Wiseman, Clues to Creation in Genesis, 1977, halaman 159
^Wiseman, Ancient Records, 60. Pertanyaan (1) “Mengapa orang-orang Babel tidak menggunakan kata 'toledot' dalam prasasti mereka?” Jawabannya adalah karena mereka tidak menggunakan bahasa Ibrani; (2) Apakah 'toledot' itu permulaan prasasti? Bukan. Permulaan prasasti adalah 'kolofon', bukan frasa 'toledot'. Perbedaan ini penting untuk diingat
^ abcdefghWiseman, P.J. Ancient records and the structure of Genesis: A case for literary unity. T. Nelson Publishers. 1985. ISBN 978-0-8407-7502-3
^Franz Delitzsch (1813-1890), as quoted by Wiseman, Ancient Records, 67. Bagi mereka yang beranggapan keliru bahwa tidak ada catatan kelahiran dan kematian pada zaman purba, kami anjurkan melihat kitab Kejadian pasal 5. Catatan keluarga yang dipelihara pada zaman lampau tidak memuat banyak hal selain catatan kelahiran, perkawinan dan kematian.
^Wiseman, Ancient, 82. Mengenai formula penulisan tanggal, lihat: Francis R. Steele, The Date Formulae of Shu-Ilishu of Isin in BASOR, No. 122, April 1951, p. 45-49. Pengarang menyebut 10 contoh.