KolofonKolofon dalam dunia percetakan atau pembuatan buku dapat berarti:
Catatan produksiPada buku-buku awal yang dicetak, kolofon, jika ada, merupakan pemerian singkat mengenai pencetakan dan penerbitan buku itu, dengan menyertakan beberapa atau seluruh data berikut:
ditambah detail lain yang kurang lebih relevan Posisi normal kolofon adalah setelah explicit (akhir teks, sering kali setelah index atau daftar register). Sesudah kira-kira tahun 1500 data ini sering kali dipindahkan ke halaman judul, yang kadang kala ditempatkan berjajar dengan suatu kolofon. Tanda percetakanIstilah "kolofon" agak jarang digunakan untuk menyebut "tanda percetakan" ("printer's mark" atau logotype). Tanda ini berasal dari perusahan percetakan pada zaman Renaissance, di mana halaman judul akan diberi tanda percetakan (kolofon) di bagian bawah halaman, biasanya di atas nama percetakan dan kota. Banyak kolofon pada abad ke-15 jelas diturunkan dair simbol alkhemi yang berkaitan dengan campuran alloy yang digunakan oleh percetakan untuk membuat lead type, terutama simbol untuk antimon dan timah putih. Penggunaan pada WebSejumlah halaman Web juga mempunyai kolofon, sering kali memuat (X)HTML, CSS, atau usability standards compliance information dan pranala ke situs Web untuk tes validasi XML.[1][2] SejarahIstilah "kolofon" berasal dari bahasa Latin akhir colophon, yang diambil dari bahasa Yunani κολοφων (artinya "puncak", "bagian atas", atau "penyelesaian").[3] Tidak boleh dirancukan dengan nama tempat "Colophon", sebuah kota kuno di Asia Minor, dari mana berasal nama "colophony", atau rosin (ronnel). Istilah ini diturunkan dari inskripsi pada lempengan (tablet) tanah liat yang ditambahkan oleh jurutulis di akhir suatu teks, yang lazim pada zaman kuno di daerah Timur Dekat (misalnya, zaman Babilonia, Asyur, Kanaan), pada suatu bab, kitab, naskah, atau catatan. Pada zaman kuno tersebut, juru tulis biasanya mencatat suatu informasi pada lempengan tanah liat dan di bagian bawahnya ia menambahkan suatu kolofon berisi fakta-fakta yang berkaitan dengan teks tersebut, misalnya orang-orang yang terlibat dalam pembuatan lempengan itu (misalnya jurutulis, pemilik atau penyuruh pembuatan tablet), isi literatur (misalnya judul, frasa kunci, jumlah baris), dan tujuan atau dalam rangka apa tulisan itu dibuat. Kolofon dan "frasa kunci" (frasa yang diulangi) membantu pembaca untuk mengorganisasi dan mengidentifikasi berbagai lempengan/tablet, serta menyusun tablet-tablet yang berhubungan bersama-sama. Secara posisi, kolofon pada tablet kuno sebanding dengan garis tanda tangan pada zaman sekarang. Secara bibliografi, kolofon kuno ini mirip dengan halaman imprint pada buku modern. Contoh-contoh kolofon pada literatur kuno dapat dilihat pada kompilasi Ancient Near Eastern Texts Relating to the Old Testament.[4] Kolofon juga ditemukan pada Pentateukh, di mana pemahaman akan aturan penulisan kuno ini dapat memberikan pengertian pada bagian-bagian yang tampaknya tidak jelas atau tidak beraturan. Misalnya, Bilangan 3:1, di mana pembagian bab di kemudian hari (yang kurang tepat) membuat bagian ini menjadi permulaan bagi bab berikutnya, padahal seharusnya ditafsirkan dengan benar sebagai kolofon atau ringkasan dari dua pasal sebelumnya, dan Kejadian 37:2a, merupakan suatu kolofon yang menutup catatan riwayat (toledot) Yakub, sedangkan sisa ayat tersebut adalah permulaan riwayat Yusuf dan saudara-saudaranya. Studi ekstensif dari sebelas kolofon yang ditemukan dalam Kitab Kejadian telah dikerjakan oleh Percy Wiseman.[5] Penelitian Wiseman mengenai kolofon pada kitab Kejadian, kadang kala disebut sebagai "Hipotesis Wiseman", menghasilkan pemeriksaan detail terhadap "frasa kunci" yang disebutkan sebelumnya, yang sering dipakai dalam literatur dari milenium kedua Sebelum Masehi dan sebelumnya untuk merangkai bersama-sama berbagai kisah dalam satu seri tablet atau lempengan yang terpisah-pisah. Contoh
Lihat pulaReferensi =
Pustaka sumber
|