Berisi kisah penindasan orang Israel di Mesir, setelah lewatnya masa hidup Yusuf dan angkatannya.[3]
Waktu
Kisah yang dicatat di pasal ini meliputi periode sekitar 300 tahun masa tinggal orang Israel di Mesir, sampai dengan waktu sebelum lahirnya Musa, kurang lebih seabad sebelum orang Israel keluar dari tanah Mesir.[4]
Menurut perhitungan David Rohl, perpindahan Yakub dan keluarganya untuk tinggal di Mesir terjadi pada sekitar tahun 1662 SM, sedangkan Musa lahir pada tahun ~1527 SM.[5]
Struktur
Terjemahan Baru (TB) membagi pasal ini (disertai referensi silang dengan bagian Alkitab lain):
"Nama": Dalam bahasa Ibrani, Kitab Keluaran disebut Šemot (שמות, syemot, "nama-nama") yang diambil dari kata penting pertama dalam kitab ini, "we-eleh syemot" (="dan-inilah nama-nama").
"Para anak Israel" = "bani Israel", yang serupa pembacaannya dalam bahasa Ibrani.
Ayat 2-4
Urutan penyebutan nama para anak Israel (nama pemberian Tuhan untuk Yakub) menurut bagian ini (bukan menurut usia):
terjemahan harfiah: dan matilah Yusuf dan semua saudara-saudaranya, dan seluruh generasi darinya.
Ayat 6 catatan
Sewell berpendapat bahwa bagian riwayat Yusuf yang dimulai dengan “Yusuf tatkala berumur 17 tahun” (Kejadian 37:2) tersebut berakhir pada ayat ini dan dapat disebut “Riwayat Yusuf dan Saudara-saudaranya.” Damien Mackey mengatakan bahwa bagian ini sama sekali tidak termasuk rangkaian toledothim (bentuk jamak kata "toledot"), melainkan suatu kisah yang ditulis di atas lembaran papirus, tampaknya atas suruhan Yusuf dan dikerjakan oleh para jurutulis kerajaan Mesir. Sebagai dukungan hipotesis Mackey, kata "toledot" tidak muncul pada ayat ini; melainkan didapati kata Ibrani "ha’dor", yang makna harfiahnya "generasi; angkatan" (atau juga diartikan "zaman" atau "era").[8]
Ayat 8
Kemudian bangkitlah seorang raja baru memerintah tanah Mesir, yang tidak mengenal Yusuf. (TB)[9]
"Tidak mengenal Yusuf": Jangka waktu di antara kematian Yusuf (Kejadian 50:26) dan awal penganiayaan Israel oleh orang Mesir (bandingkan Keluaran 1:11) adalah sekitar 220 tahun, yaitu jikalau peristiwa Kitab Keluaran diperkirakan sekitar tahun 1440 SM, maka Firaun "yang tidak mengenal Yusuf" mungkin adalah Thutmose I (1539-1514 SM) (lihat Kisah Para Rasul 7:18); dan Firaun pada saat bangsa Israel keluar dari Mesir adalah Amenhotep II (1447-1421 SM). Orang Israel tinggal di Mesir selama 430 tahun (Keluaran 12:40).[10]David Rohl mengidentifikasikan Sobekhotep III sebagai "Raja yang tidak mengenal Yusuf".[11]
Ayat 11
Sebab itu pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa: mereka harus mendirikan bagi Firaun kota-kota perbekalan, yakni Pitom dan Raamses. (TB)[12]
"Pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas mereka untuk menindas mereka": Allah mengizinkan dan memakai penindasan Israel untuk memisahkan mereka dari penyembahan berhala dan cara hidup tidak bermoral di Mesir, serta mempersiapkan mereka untuk pembebasan ajaib dan hubungan iman dengan-Nya (bandingkan Yosua 24:14; Yehezkiel 23:8).[10]
Ayat 14
dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu. (TB)[13]
Hoffmeier mengungkapkan bukti bahwa orang Mesir pada abad ke-15 SM menggunakan tenaga kerja orang Semit (di mana orang Ibrani termasuk di dalamnya; terlihat dari penggambaran warna rambut dan kulit yang dibedakan dengan orang Mesir pribumi) untuk bekerja dalam dua bidang pekerjaan: "pembangunan/konstruksi dengan batu bata" dan "pekerjaan di padang", berdasarkan penemuan gambar-gambar pada makam Wazir (= Perdana Menteri) Rekhmire di Makam Theban 100.[14][15][16]
Ayat 15
Raja Mesir juga memerintahkan kepada bidan-bidan yang menolong perempuan Ibrani, seorang bernama Sifra dan yang lain bernama Pua, katanya: (TB)[17]
Ayat 19
Jawab bidan-bidan itu kepada Firaun: "Sebab perempuan Ibrani tidak sama dengan perempuan Mesir; melainkan mereka kuat: sebelum bidan datang, mereka telah bersalin." (TB)[18]
Penindasan orang Israel di Mesir
Sebelum bangsa Israel diperbudak, mereka hidup senang di tanah Mesir, yaitu selama bangsa Mesir berada di bawah pemerintahan Yusuf. Yusuf adalah seorang putra Israel yang dijual ke tanah Mesir oleh saudara-saudaranya oleh karena iri hati. Namun berkat pertolongan Tuhan, Yusuf dapat melalui banyak penderitaan dan pada akhirnya menjadi penguasa nomor dua di Mesir, hanya setingkat langsung di bawah Firaun yang waktu itu berkuasa. Firaun memberikan kuasa dan kepercayaan penuh kepada Yusuf untuk melakukan apapun yang dianggap Yusuf baik bagi Mesir. Kemudian Yusuf memboyong keluarganya, yaitu Yakub (yang juga disebut Israel), ayahnya, beserta seluruh keluarga saudara-saudaranya, pindah ke tanah Mesir, karena di Kanaan tempat keluarganya tadinya berdiam terjadi kelaparan hebat. Itulah awal mulanya bangsa Israel dapat tinggal di Mesir.
Lama setelah Yusuf meninggal, kemudian bangkitlah seorang raja baru memerintah tanah Mesir, yang tidak mengenal Yusuf (tidak ingat lagi jasa Yusuf bagi tanah Mesir). Berkatalah raja itu kepada rakyatnya: "Bangsa Israel itu sangat banyak dan lebih besar jumlahnya daripada kita. Marilah kita bertindak dengan bijaksana terhadap mereka, supaya mereka jangan bertambah banyak lagi dan--jika terjadi peperangan--jangan bersekutu nanti dengan musuh kita dan memerangi kita, lalu pergi dari negeri ini."[19]
Oleh karena itu, raja (Firaun) itu dan rakyatnya melakukan sejumlah tindakan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk Israel:
Pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa: mereka harus mendirikan bagi Firaun kota-kota perbekalan, yakni Pitom dan Raamses.[20] Namun segala hal tersebut ternyata tidak dapat menekan angka pertumbuhan penduduk Israel. Makin ditindas, makin bertambah banyak dan berkembang mereka, sehingga orang merasa takut kepada orang Israel itu.[21]
Lalu dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu.[22]
Raja Mesir juga memerintahkan kepada bidan-bidan yang menolong perempuan Ibrani, seorang bernama Sifra dan yang lain bernama Pua, katanya: "Apabila kamu menolong perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan waktu anak itu lahir: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak perempuan, bolehlah ia hidup." Tetapi bidan-bidan itu takut akan Allah dan tidak melakukan seperti yang dikatakan raja Mesir kepada mereka, dan membiarkan bayi-bayi itu hidup. Lalu raja Mesir memanggil bidan-bidan itu dan bertanya kepada mereka: "Mengapakah kamu berbuat demikian membiarkan hidup bayi-bayi itu?" Jawab bidan-bidan itu kepada Firaun: "Sebab perempuan Ibrani tidak sama dengan perempuan Mesir; melainkan mereka kuat: sebelum bidan datang, mereka telah bersalin." Maka Allah berbuat baik kepada bidan-bidan itu; bertambah banyaklah bangsa itu dan sangat berlipat ganda. Dan karena bidan-bidan itu takut akan Allah, maka Ia membuat mereka berumah tangga.[23]
Lalu Firaun memberi perintah kepada seluruh rakyatnya: "Lemparkanlah segala anak laki-laki yang lahir bagi orang Ibrani ke dalam sungai Nil; tetapi segala anak perempuan biarkanlah hidup."[24]
^W.S. LaSor, D.A. Hubbard & F.W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama 1. Diterjemahkan oleh Werner Tan dkk. Jakarta:BPK Gunung Mulia. 2008. ISBN 979-415-815-1, 9789794158159
^J. Blommendaal. Pengantar kepada perjanjian lama. Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1983. ISBN 979-415-385-0, 9789794153857
^Hoffmeier, James K. Evidence for the Authenticity of the Exodus Tradition. Oxford University Press; Revised edition (March 18, 1999). ISBN 978-0195130881