Lokomotif CC203 adalah lokomotifdiesel elektrik yang diproduksi oleh General Electric Transportation dengan model U20C. Lokomotif CC203 merupakan hasil pengembangan dari Lokomotif CC201 yakni pada kabinmasinis ujung pendek yang aerodinamis dan diperlebar. Terdapat dua operator sekaligus pemilik dari lokomotif ini, yaitu PT Kereta Api Indonesia dan PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper (TEL). Satu unit versi ekspor dari lokomotif ini dahulu dioperasikan oleh ICTSI di Filipina dan kemudian dijual ke Australia.
Lokomotif ini diadakan pertama kali pada tahun 1995 untuk memperkuat armada kereta api eksekutif Perumka pada saat itu. Hal ini berkaitan dengan peluncuran dua KA Argo generasi pertama, yaitu JS950 Argobromo dan JB250 Argogede. Setelah sukses merakit 12 lokomotif pertama di GE Transportation, produksi lokomotif kemudian dialihkan ke PT GE Lokomotif Indonesia (GELI). Desain kabin masinis lokomotif ini juga menginspirasi Lokomotif CC204 generasi kedua dan menjadi ikon lokomotif KA penumpang cepat hingga Lokomotif CC206 menggantikannya pada tahun 2013.
Sejarah
Generasi pertama (1995)
Ide mengenai pengadaan lokomotif dengan desain aerodinamis dimulai saat B. J. Habibie yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi. Di atas kereta wisata Toraja saat perjalanannya ke Bandung pada Desember 1992, ia mengemukakan ide untuk mengadakan kereta api yang mengutamakan kecepatan dan kenyamanan perjalanan. Ia menggunakan rute Jakarta–Bandung dan Jakarta–Surabaya sebagai model. Model ini akan diimplementasikan untuk memperingati 50 Tahun Kemerdekaan Indonesia, dan program ini diwujudkan sebagai JB250 (Jakarta–Bandung 2 jam) dan JS950 (Jakarta–Surabaya 9 jam).[2]
Untuk mewujudkan program itu, Perumka meluncurkan kereta api bernama JS950 Argobromo dan JB250 Argogede.[3] Untuk memperkuat armada, Perumka mengadakan dua belas unit lokomotif langsung diimpor dari pabriknya di GE Transportation, Amerika Serikat. Bahkan, pada kesempatan itu, Menteri Perhubungan Haryanto Dhanutirto, menyebut bahwa pengadaan lokomotif itu masih dalam tahap awal, seraya berkata bahwa Perumka "butuh 50 lokomotif hingga akhir Pelita VI." Pada tahun yang sama, GE merencanakan bekerja sama dengan PT Industri Kereta Api (INKA) untuk memproduksi lokomotif untuk Indonesia. Perusahaan patungan yang direncanakan itu akan memanfaatkan salah satu los pabrik INKA di Madiun.[4]
Produksi GE Lokomotif Indonesia (1996–2001)
PT INKA dan GE Transportation akhirnya membentuk patungan dengan nama PT GE Lokomotif Indonesia (GELI). Komposisi sahamnya masing-masing adalah PT INKA 35%, IPTN dan PAL masing-masing 6,5%, PT GE Teknologi 26%, dan sisanya dipegang General Electric.[4] Perusahaan yang semula hanya memproduksi lokomotif untuk Indonesia ternyata juga melakukan ekspor produksinya ke Filipina. Dua lokomotif CC203 buatan GELI dan satu unit lokomotif ekspor Filipina ini diresmikan pada 17 Desember1996 oleh Presiden Soeharto. Menteri Perhubungan Haryanto Dhanutirto menyerahkan secara simbolis dua lokomotif CC203 GELI ini kepada Dirut Perumka Soemino Eko Sapoetro, sedangkan Menteri Perindustrian Tungki Ariwibowo menyerahkan satu unit lokomotif Filipina kepada Duta Besar Filipina untuk Indonesia Eusebio Abaguin.[5]
Hingga tahun 2000, populasi lokomotif CC203 di seluruh wilayah kerja PT Kereta Api adalah 41 unit[6], dengan 37 unit milik PT Kereta Api Indonesia dan empat unit milik perusahaan pabrik kertas PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper (TeL). Berbeda dengan CC203 KAI yang digunakan untuk operasional kereta api penumpang, CC203 TeL digunakan untuk menarik rangkaian kereta api bubur kertas dan bahan baku kertas dari Niru ke Tarahan.[7]
Jumlah lokomotif produksi PT GE Lokomotif Indonesia adalah 29 unit.[8]
Setelah memproduksi CC203, kerja sama patungan antara INKA dan GE Transportation resmi berakhir dan PT GELI resmi dibubarkan.[8]
Bermasalah memainkan berkas ini? Lihat bantuan media.
Lokomotif CC203 menggunakan mesin yang sama dengan CC201, yaitu GE 7FDL-8. Desain kabin yang aerodinamis dibuat di Goninan Locomotive Work (kini UGL Rail) Australia dengan hasil desain para insinyur General Electric. Selain itu, kabin juga dibuat di PT INKA untuk keperluan perbaikan dan restorasi.
Hartono A.S. menulis dalam komentarnya di Majalah KA bahwa lokomotif ini adalah "lokomotif hasil pengembangan desain dari lokomotif CC201" dari segi data teknis, tetapi memiliki bentuk ujung kabin masinis yang aerodinamis, serta jenis kabin lebar (wide cab).[6] Hal yang membedakan lokomotif CC203 dengan lokomotif CC201 adalah menggunakan motor diesel dengan dua tingkat turbocharger sehingga memiliki daya mesin sebesar 2.150 hp.[10]
Lokomotif CC203 yang diproduksi di PT INKA (CC 203 13–41 dan eks-ICTSI 1) pada awalnya menggunakan penyejuk udara di kabin. Namun, penyejuk udara tersebut kemudian dihilangkan karena membuat awak kabin kedinginan dan menimbulkan rembesan air saat hujan.[11]
Mulai tahun 2017, lokomotif CC203—bersama lokomotif jenis lain—kembali dilengkapi penyejuk udara. Peluncuran lokomotif berpenyejuk udara dilakukan pada 6 April2019, ditandai dengan pengoperasian lokomotif CC 203 95 04.[12]
Tampilan
Untuk lokomotif CC203 milik KAI awalnya mengenakan skema warna putih dengan sabuk berwarna biru, dengan logo Perumka/PT KA di bagian samping dan belakang. Sementara itu, di bagian mukanya terdapat logo Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. Namun seiring dengan rebranding KAI 28 September 2011, skema warna tersebut digantikan dengan logo Next Step (dan sabuk supergrafis Next Step) secara bertahap setelah menjalani pemeliharaan akhir berkala dalam kurun waktu 2011 hingga 2014, dan beberapa di antaranya masih menggunakan skema lama.[6] Berkaitan dengan penggantian logo KAI pada tahun 2020, tempatnya logo lama KAI kemudian dicat atau ditimpa dengan logo wordmark KAI.[13]
Mulai Februari 2024, satu unit lokomotif CC203 yaitu CC203 02 03 milik depo lokomotifSidotopo Surabaya kembali menggunakan skema warna putih dengan sabuk berwarna biru-biru tua, dengan logo PT KAI versi 2020 di bagian samping diatas garis biru dan bagian belakangnya, namun tanpa logo Kementerian Perhubungan di bagian depannya.
Untuk lokomotif PT TEL, skema warna yang digunakan adalah warna hijau dengan sabuk kuning dan merah.[7]
Insiden
Pada 25 Desember 2001, lokomotif CC 203 17 yang menghela kereta api Empu Jaya (KA 146) menabrak kereta api GBMS (KA 153) yang dihela oleh CC 201 44 di emplasemen Stasiun Ketanggungan Barat. Tabrakan ini terjadi akibat masinis KA 146 tidak mematuhi aspek sinyal masuk Ketanggungan Barat pihak Ciledug yang beraspek merah/tidak aman. Akibat tabrakan ini, 31 (kemudian 45) orang tewas dan 53 orang terluka, termasuk masinis KA 146.
Pada 14 April 2006, lokomotif CC 203 39 (kini 02 02) yang menghela kereta api Sembrani (KA 40) menabrak CC 201 135R (kini 83 54) yang menghela kereta api Kertajaya (KA 150) di wesel timur Stasiun Gubug, Grobogan. CC 201 135R hancur dan CC 203 39 rusak berat, namun kedua lokomotif diperbaiki. 15 orang tewas dan 26 orang terluka.
Pada 24 Januari 2010, tiga lokomotif CC 203 menjadi sasaran pelemparan batu oleh pendukung sepak bola asal Kota Surabaya, Bonek. Menurut warga Surakarta, sebagian anggota Bonek yang hendak menonton pertandingan bola di Stadion Jalak Harupat sempat melempari batu terhadap rumah warga di sepanjang ruas jalan rel di Kota Surakarta. Puncaknya adalah kereta luar biasa (KLB) yang ditarik oleh lokomotif CC 203 02 03 diserang warga Surakarta dengan lemparan batu di sepanjang jalan rel, maupun di dekat Stasiun Purwosari dan Solo Jebres. Seluruh kaca jendela di kereta pecah berantakan. Ada tiga lokomotif CC 203 yang rusak parah, yakni CC 203 02 03, CC 203 95 02, dan CC 203 98 12. CC 203 95 02 menarik kereta api Pasundan yang terpaksa tak melayani penumpang reguler, sedangkan CC 203 98 12 yang seharusnya untuk menarik kereta api Argo Dwipangga ditugasi untuk membawa rombongan Bonek pulang ke daerah asalnya.[14]