Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

 

Kecurangan dalam olahraga profesional

Kecurangan dalam olahraga profesional adalah penipuan yang terjadi dalam olahraga dan pendidikan jasmani. Penipuan dan kecurangan merupakan isu yang selalu ada dalam dunia olahraga. Kecurangan tersebut bukan hanya mengecoh lawan dengan skenario tertentu, tetapi juga persoalan penggunaan obat terlarang seperti doping dalam olahraga.[1] Kecurangan dalam olahraga merupakan tindakan di mana kondisi yang secara sadar dan nyata membuat kesepakatan untuk menang, dan hanya menguntungkan pada satu pihak. Akibatnya, prinsip kesetaraan kesempatan di luar perbedaan keterampilan dan strategi dilanggar. Demi sebuah kemenangan, bisa mendorong setiap individu agar melakukan apa pun untuk mewujudkannya, termasuk dengan berbuat curang.[2]

Hukuman dari kecurangan dalam olahraga, bisa dimulai dari perasaan malu dan bersalah. Terlibat secara sengaja dalam perilaku terlarang dapat mengakibatkan perasaan malu, penyesalan, dan rasa bersalah. Perasaan ini dapat bertahan lama, dan dapat menyebar ke dimensi lain dari kepribadian dan menghambat perkembangan di masa depan. Dampak paling buruk bisa menyakiti lawan kompetisi. Menyaksikan lawan menghadapi frustrasi dan kegagalan hanya karena mereka menjadi korban kecurangan adalah konsekuensi nyata lainnya, terutama ketika lawan kalah dalam permainan yang seharusnya tidak mereka miliki, hingga kehilangan beasiswa atletik. Selain itu, bisa berdampak negatif pada semangat kompetisi. Kompetisi olahraga dibangun di atas dasar permainan yang adil, dan ketika kepercayaan ini dilanggar, itu sama sekali mengabaikan nilai-nilai kerja keras dan bermain sesuai aturan.[3]

Faktor penyebab

Hasil pertandingan sulit ditebak

Dalam olahraga, bila kedua belah pihak sama imbang dalam hal kualitas permainan, maka hasil akhir permainan tersebut susah ditebak hasilnya. Masing-masing tim yang sedang bermain memiliki rasa takut kalah yang tinggi, sehingga kadang sering melakukan ritual mistik untuk memenangkan pertandingan tersebut. Oleh karena itu, lebih tinggi tingkat ketidakpastian kemenangan dalam pertandingan lebih tinggi kemungkinan terjadinya penipuan.[4] Contoh dari pertandingan yang sukar ditebak hasil akhirnya yaitu pertandingan tinju kelas berat, antara Evander Holyfield dengan Mike Tyson di tahun 1997. Pada pertandingan tersebut, dua kandidat sama-sama memiliki kekuatan yang sama, hingga para penonton kesulitan untuk memberikan analisis dan menebak siapa yang akan menjadi juara. Pada pertandingan tersebut Evander Holyfield mengalami cedera di bagian telinga kanannya karena gigitan Mike Tyson.[5] Mike Tyson dengan sadar dan sengaja menggigit kuping Holyfield. Hal tersebut dilakukan karena Mike merasa kesal terhadap wasit yang memimpin karena tidak memberi peringatan ke Holyfield yang dia anggap curang selama dua ronde di awal pertandingan.[6]

Hadiah yang akan didapatkan

Hadiah yang diberikan dalam suatu pertandingan biasanya dalam bentuk uang, karena melihat nominal yang mencolok antara yang diterima oleh juara dengan yang kalah menimbulkan rasa ingin menang yang tinggi. Oleh karena itu, banyak yang melakukan berbagai cara, termasuk menyusun strategi yang curang untuk mencapainya. Sama halnya dengan olahraga amatir berskala internasional yang mempertaruhkan nama bangsa.[4] Salah satu contohnya dalam pertandingan esports. Esports adalah kompetisi olahraga dengan menggunakan game sebagai alat pertandingan. Karena sekarang banyak diminati banyak orang, total hadiah yang ditawarkan dalam turnamen esports pun cukup tinggi. Banyak tim yang juga berlomba menggunakan berbagai cara untuk memenangkan pertandingan tersebut. Salah satu bentuk kecurangannya yaitu sengaja membuat kalah permainan karena sudah dijanjikan untuk mendapatkan bayaran dari taruhan yang dilakukan.[7]

Jenis

Penipuan terbuka

Penipuan terbuka dalam pertandingan olah raga terjadi dalam area pertandingan, bisa dilakukan oleh pemain secara individu, tim/kelompok, pengelola tim, hingga juri atau wasit. Penipuan terbuka masih bisa diatasi, karena biasanya langsung ditindak oleh pihak penyelenggara, para pemain, hingga wasit. Sehingga, permainan bisa kembali ke awal.[4]

Penipuan tertutup

Penipuan tertutup adalah perbuatan curang yang dilakukan dalam pertandingan olahraga, dengan cara mengatur strategi dengan sangat rahasia hingga sulit dibuktikan. Para penonton hanya bisa menebak dan mengira dampak dari kecurangan tersebut. Sebagai contoh, kasus suap dalam pertandingan, atau kerjasama dengan tim lawan agar memenangkan sebuah pertarungan, hingga menggunakan obat terlarang dalam bertanding.[4]

Studi kasus

Penggunaan doping

Doping berasal dari bahasa Afrika, dengan kata dasar dope. kata tersebut memiliki arti minuman keras dengan konsentrasi tinggi, yang berasal dari campuran akar tumbuhan yang ada di tempat mereka. Sedangkan, arti kata doping dalam bahasa Inggris yaitu zat campuran opium dan narkotika yang berfungi untuk merangsang. Di Inggris penggunaan kata Doping ada sejak tahun 1869, di mana pasa saat itu dalam kegiatan balapan kuda diberikan doping agar menjuarai pertandingan.[8]

Doping adalah jenis obat yang dikonsumsi dengan tujuan untuk meningkatkan stabilitas tubuh pada atlet ketika berkompetisi. Mengkonsumsi doping merupakan kegiatan yang dilarang terutama dalam kegiatan kompetisi olahraga. Pelarangan tersebut dikarenakan di dalam doping terdapat kandungan zat yang membahayakan bagi tubuh, meskipun tujuannya membantu para atlet untuk meningkatkan penampilan ketika berkompetisi dalam kegiatan olahraga. Penggunaan doping dalam kegiatan olahraga pertama kali ditemukan dalam kegiatan olimpade lari pada tahun 1904. Pelari tersebut menggunakan doping dengan cara menyuntikkan strychnine. Tujuannya untuk membantu mempertahankan kecepatan (tenaga), dan menurutnya doping telah memberinya kekuatan untuk menyelesaikan kompetisi.[9]

Pertandingan olahraga menjadi ternodai karena adanya kasus penggunaan doping. Hal ini bisa terjadi karena persaingan kompetisi yang kuat, hingga para atlet menghalalkan segala cara agar menang. Penggunaan doping dimaksudkan untuk meningkatkan prestasi para atlet dan tim dengan cara menggunakan zat atau metode yang dilarang dalam olahraga, serta penggunaan zat tersebut tidak ada kaitannya dengan indikator medis.[8]

Alasan pelarangan doping dalam dunia olahraga yaitu menodai kejujuran dan sporivitas jiwa olahraga. Selain itu, doping bisa membahayakan pemakainya karena berdampak terhadap kebiasaan dan kecanduan, hingga berakibat kematian. Pada tahun 1886, pembalab sepeda mengalami kematian karena terlalu banyak mengkonsumsi trimethyl. Di tahun 1967, Tom Simpson atlet balap sepeda asal Inggris mengalami kematian pada saat mengikuti Tour de France, yang diduga terlalu banyak mengkonsumsi amfetamin.[10]

Tabel Studi Kasus Penggunaan Doping dalam Kegiatan Olahraga Internasional
No Tahun Cabang Olahraga Atlet/Tim Kasus Penggunaan Doping dalam Kegiatan Olahraga Jenis Doping
1 2016 Tenis Maria Sharapova Maria Sharapova merupakan atlet tenis asal Rusia, yang memiliki prestasi yang cemerlang dalam bidang tenis. Dia pertama kali mendapatkan gelar juara pada tahun 2004 dalam turnamen Grand Slam Wimbledon.[11] Pada tahun 2016, Sharapova terlibat dalam kasus penggunaan doping jenis Meldonium, akhirnya dia dijatuhi hukuman oleh Federasi Tenis Internasional dengan larangan bermain selama dua tahun.[12] Meldonium
2 1999-2005 Balap sepeda Lance Armstrong Lance Armstrong mengakui telah menggunakan doping sebagai strategi untuk memenangkan juara Tour de France secara beruntun dari tahun 1999-2005. Dampak dari perbuatannya tersebut, Armstrong mendapatkan hukuman dari USADA (Badan Doping Amerika Serikat), berupa dicabutnya gelar juara dan pemberian skorsing seumur hidup dalam cabang olahraga balap sepeda, juga harus diwajibkan membayar denda dari perbuatannya tersebut.[13] Erytrhopoietein, hormon pertumbuhan manusia, dan doping darah.
3 2014 Bulu tangkis Lee Chong Wei Lee Chong Wei adalah seorang atlet bulu tangkis dunia yang berasal dari Malaysia. Pada tahun 2014, Lee Chong Wei terlibat kasus doping pada kejuaraan dunia Denmark. Hal tersebut mengakibatkan gelar juaranya dicabut.[14] Dexamethasone
4 1988 dan 1993 Lari Ben Johnson Ben Johnson merupakan atlet asal Kanada yang menjadi juara dunia pada tahun 1987 dengan cabang lomba lari di Roma. Pada tahun 1988, Ben Johnson mendapatkan mendali emas pada olimpiade di Seoul. Namun, prestasi tersebut ternodai karena Johnson positif menggunakan doping jenis steroid. Pada tahun 1993, Ia juga diketahui menggunakan doping untuk bertanding. Hingga pada akhirnya dijatuhi hukuman larangan mengikuti pertandingan seumur hidup.[15] Anabolik Androgenik Steroid
5 2013 Tenis Marin Cilic Marin Cilic adalah atlet tenis yang berasal dari Kroasia. Pada tahun 2014, Ia berhasil masuk final dalam pertandingan US Open. Pada tahun 2013, Ia tersandung kasus doping dalam pertandingan Wimbledon. Oleh karena itu, Ia dijatuhi hukuman pelarangan tanding selama sembilan bulan, namun mendapatkan potongan menjadi empat bulan pelarangan tanding.[16] Tablet glukosa coramine yang mengandung nikethamide.[17]
6 2003 Lari Marion Jones Marion Jones adalah atlet lari dari Amerika Serikat. Dia berhasil mendapatkan lima medali, tiga di antaranya emas di Olimpiade Sydney 2000. Di tahun 2003 kariernya menurun karena tuduhan penggunaan doping yang dilakukan oleh Marion Jones. Hasil penyelidikan membenarkan bahwa Marion Jones telah memakai doping pada saat pertandingan, akibatnya dia diberikan sanksi pembatalan semua prestasi yang telah diraih. Tak hanya itu, Marion juga mendapatkan hukuman kurungan penjara selama enam bulan.[18] Anabolik Androgenik Steroid

Stimulan

Stimulan merupakan zat yang bisa merangsang sistem saraf pusat. Mengkonsumsi zat tersebut bisa meningkatkan rasa waspada, menciptakan perasaan senang, dan tidak kenal lelah. Mengkonsumsi zat dan obat jenis stimulan bisa mengakibatkan kecanduan.[19] Contoh stimulan yang biasa digunakan dalam kompetisi olahraga di antaranya:

  1. Amfetamin, digunakan untuk kompetisi dengan tujuan mengurangi rasa lelah, bisa meningkatkan respon, meningkatkan rasa waspada, dan agresi. Cara kerja ampthetamine di dalam tubuh, yaitu dengan meningkatkan pengeluaran neurotransmitter seperti noradrenaline, dopamin dan serotoni. Selain itu, amfetamin bekerja secara langsung di bagian reseptor neurotransmiter, serta bisa menghambat aktivitas monoamin oksidase.[20] Efek samping yang timbul dari penggunaan amfetamin yaitu, pusing, merasa mual hingga diare, merasa gugup dan gelisah, perasaan mudah berubah, bahkan hingga mimisan.[21] Selain itu, penggunaan amfetamin berpotensi menyebabkan ketergantungan tremor, insomnia, hingga perilaku agresif yang bisa membahayakan. Apabila sudah difase kecanduan, maka bisa berpengaruh terhadap kejiwaan atlet, dan menimbulkan paranoid tipe skizofrenia.[20]
  2. Kafein, adalah zat psikoaktif dan stimulan untuk sistem saraf pusat yang berasal dari kategori methylxanthine. Kafein menimbulkan efek farmakologis yang kuat, seperti bisa meredakan nyeri kepala, tergantung pada situasi aksi, dosis, dan waktu paparan obat.[22] Dalam kompetisi olahraga, kafein digunakan untuk meningkatkan kewaspadaan, bisa memperkuat respon waktu reaksi dan bisa meningkatkan mobilisasi lemak dan glikogen otot. Efek samping dari penggunaan kafein yaitu menyebabkan iritabilitas, insomnia, dan gangguan pencernaan. Dampak lain dari penggunaan kafein yang berat yaitu bisa mengakibatkan ulkus peptikum, delirium, coma, dan superventrikuler arrhytmia.[20] Penggunaan kafein tidak melanggar hukum, tapi banyak pelatih melarang para atlet mengkonsumsi kafein sebelum dan setelah pertandingan. Hal tersebut dikarenakan bisa mengganggu kualitas tidur para atlet.[23] Mengkosumsi kafein secara berlebih bisa menyebabkan rasa khawatir yang kronis, gelisah, dan memicu reaksi rasa marah yang cepat. Kafein juga bisa menjadi racun apabila dikonsumsi dengan dosis yang tinggi, serta mengakibatkan muntah, demam, kedinginan, dan mengalami kebingungan mental.[24]
  3. Kokain, adalah senyawa sintesis yang memiliki dampak terhadap laju metabolisme sel bertambah cepat. Kokain merupakan alkaloid yang berasal dari tanaman koka. Tanaman tersebut berasal dari Amerika Selatan. Fungsi utama dari kokain digunakan untuk proses anestetik lokal, seperti dalam operasi mata, hidung, dan tenggorokan, karena dalam kokain bisa menimbulkan efek vasokonstriksif yang dihasilkan pun berguna dalam proses pembiusan. Kokain tergolong dalam jenis narkotika, beserta morfin dan heroin, karena kokain menimbulkan efek adiktif.[butuh rujukan] Kokain bisa mengganggu konsentrasi para atlet, dan mengacaukan persepsi mengenai rasa lelah. Penggunaan kokain dalam kompetisi mengakibatkan hilangnya rasa lelah bagi para atlet. Cara kerja kokain dalam tubuh dengan mempengaruhi otak secara kompleks, termasuk di dalamnya dengan cara menghambat neurotransmitter terutama dopamin sehingga menimbulkan efek euforia.[20]

Steroid anabolik

Penggunaan steroid anabolik berbahaya untuk kesehatan bagi atlet laki-laki maupun atlet perempuan, karena bisa mengganggu keseimbangan hormon tubuh, juga berdampak terhadap penyakit hati dan jantung. Selain itu, dampak jangka panjangnya bisa mengganggu kondisi kejiwaan.[25] Steroid anabolik atau lebih tepatnya anabolic androgenic steroids (AAS) adalah jenis obat sintesis yang berfungsi untuk menirukan efek dari hormon testoteron. Obat ini bisa digunakan namun harus dengan pengawasan yang ketat, karena dapat bisa menimbulkan efek samping yang berbahaya bila digunakan dengan sembarangan. Biasanya, steroid digunakan pada atlet binaragawan untuk memperbesar ototnya.[26] Anabolik steroid digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kecepatan dengan cara memperpanjang masa latihan, waktu pemulihan dipercepat, daya agresif meningkat, hingga menambah kekuatan otot.[20]

Berthold di tahun 1849 melakukan eksperimen mengenai steroid. Hal yang ingin dibuktikannya yaitu untuk mengetahui fungsi dan cara kerja dari steroid, serta pengaruhnya terhadap metabolisme di dalam tubuh. Uji coba dan eksperimennya dilakukan dengan objek penelitian ayam jantan muda. Hasilnya, ayam tersebut memiliki karakteristik berbeda, salah satunya dari fungsi seksual yang berubah setelah diberikan steroid. Hasil temuan Berthold menjadi landasan untuk pengembangan penelitian berikutnya mengenai cara kerja steroid. Di tahun 1936, Ruzicka melakukan eksperimen untuk menguji produksi testosteron dari kolesterol. Eksperimen tersebut didasari oleh hasil temuan Berhold. Hasil penelitiannya, steroid dimanfaatkan oleh pasukan Nazi dalam memperkuat kondisi fisik. Selanjutnya pada tahun 1948-1954, perusahaan obat bernama Searle dan Ciba melakukan eksperimen terhadap steroid yang sudah disintesis. Steroid hasil uji cobanya tersebut dimanfaatkan oleh atlet olimpiade, salah satunya digunakan oleh para atlet Uni Soviet yang ketika itu sangat mendominasi dan banyak memecahkan rekor dunia.[27]

Diuretik

Diuretik merupakan zat yang bisa memperbanyak keluarnya kemih yang berhubungan langsung dengan ginjal. Diuretik merupakan senyawa yang bisa memperbanyak volume urine juga meningkatkan ekskresi ion natrium dan klorin.[28] Diuretik sering disalahgunakan oleh atlet terutama dalam cabang kompetisi yang mengandalkan berat badan sebagai acuan lomba. Para atlet menggunakan obat jenis diuretik untuk menurunkan berat badannya sehingga lolos kategori dalam sebuah cabang olahraga. Selain hal itu, penggunaan diuretik juga dimaksudkan untuk menutupi penggunaan doping, agar tidak terdeteksi ketika pemeriksaan urine.[29]

Jenis obat diuretik yaitu:

  1. Tiazid, merupakan diuretik yang berfungsi untuk mengurangi aktivitas penyerapan natrium pada ginjal. Diuretik jenis tiazid tidak hanya meningkatkan produksi urine, tetapi memperbesar pembuluh darah yang menyebabkan hipertensi menjadi berkurang.[30] Obat ini dapat bertahan di dalam tubuh 6-48 jam yang berfungsi untuk mengurangi penyakit lemah jantung dan pemeliharaan hipertensi.[31]
  2. Diuretik hemat kalium, berfungsi untuk memperbanyak volume urine namun kandungan kalium di dalam tubuh tidak ikut terbawa keluar. Diuretik jenis hemat kalium cocok digunakan untuk mencegah hipokalemia.[30]
  3. Diuretik loop, memiliki tujuan untuk mengurangi penyerapan kalium, klorida, dan natrium. Oleh karena itu, jumlah volume urine mengalami peningkatan.[30] Obat ini bertahan di dalam tubuh 4-6 jam.[31]
  4. Penghambat karbonat anhidrase, bertujuan untuk menyembuhkan penyakit ketinggian (altitude sickness). Tujuannya untuk meningkatkan pengeluaran asam bikarbonat, natrium, kalium, dan air dari dalam ginjal.[30]
  5. Diuretik osmotik, bertujuan untuk meningkatkan jumlah cairan yang akan keluar dari dalam tubuh. Selain itu, diuretik osmotik berfungsi agar ginjal tidak menyerap cairan lagi.[30]

Penyekat beta

Penyekat beta merupakan jenis obat yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi). Cara kerja penyekat beta untuk memperlambat reseptor beta adrenergik pada bagian jantung, pembuluh darah, bronkus, pankreas, dan hati. Penyekat beta juga sering digunakan sebagai obat penyakit jantung koroner, kardiovaskular seperti gagal jantung, dan gangguan irama jantung.[32] Penyekat beta dilarang dalam kompetisi panahan, automobile, billiards, darts, golf, menembak, snowboarding, dan olahraga di dalam air. Efek samping dari penggunaan penyekat beta pada saat kompetisi yaitu membuat para atlet menjadi fokus, dan tenang dalam memantapkan posisi. Karena obat ini mengakibatkan menurunkan laju denyut jantung dan pengurangan tremor.[33]

Hormon peptida

Hormon peptida berfungsi untuk memperbanyak jumlah sel darah merah yang bertugas membawa oksigen di dalam tubuh. Hormon peptida juga memiliki fungsi untuk memodulasi dalam pembentukan otot, tendon, vaskularisasi, serta penggunaan energi.[34]

Pengaturan skor

Pengaturan skor termasuk ke dalam tindak pidana kasus suap. Jenis pengaturan skor terbagi menjadi dua, yiatu suap yang bertujuan untuk mementingkan salah satu klub atau tim. Jenis kedua yaitu, bertujuan untuk memihak orang ketiga di luar pertandingan, seperti bandar judi yang ingin mendapatkan keuntungan dari taruhannya.[35] Berdasarkan penelitian, salah satu motif utama dari terjadina pengaturan skor dalam pertandingan olahraga yaitu uang. Para bandar judi memiliki modal yang cukup besar untuk membuat skenario mengenai suatu hasil pertandingan, hingga para penjudi tersebut bisa merencanakan segala hal karena memiliki uang.[36]

Adapun modus operandinya dapat berupa

  1. Meminta infomasi tentang kondisi tim lawan dari pihak official yang ditukarkan dalam bentuk uang. Contohnya mengenai informasi pemain yang mengalami cedera dalam suatu tim, tentu informasi tersebut berguna untuk tim lawan.[37]
  2. Mendekati pemain muda, dan memberinya hadiah. Hingga pemain tersebut memiliki rasa balas jasa kepada pihak yang memberinya hadiah tersebut.[37]
  3. Memberikan ancaman kepada pemain, melalui informasi-informasi yang menjadi kelemahan pemain tersebut.[37]
  4. Melakukan tindakan kekerasan terhadap pemain.[37]
Contoh Kasus Pengaturan Skor dalam Kegiatan Olahraga
No. Tahun Cabang Olahraga Atlet/Tim Kasus Pengaturan Skor dalam Kegiatan Olahraga
1 2008 Bola basket
  • Brandon Johnson
  • Brandon Dowdy
  • Thaddeus Brown
Sejak tahun 2008, Brandon Johnson (mantan atelt basket), Brandon Dowdy (mantan atelt basket), dan Thaddeus Brown (mantan pelatih tim basket Universitas San Diego) melakukan kecurangan dengan cara melakukan pengaturan skor. Caranya dilakukan dengan memberikan suap kepada pemain tim San Diego Toreros. Tujuan utama mereka mengatur skor untuk memenangkan suatu perjudian. Kasus tersebut baru diungkap pada tahun 2011.[38]
2 2007 Tenis Daniele Bracciali Di tahun 2007, pada turnamen di Newport, Rhode Island, atlet tenis bernama Bracciali dengan sengaja mengatur pertandingan melawan petenis Amerika Serikat, Scoville Jenkins. Hal tersebut dibuktikan oleh penyidik Italia, dengan barang bukti rekaman video percakapan antara Bracciali dan seorang akuntan.[39]
3 1993 Sepak bola Bernard Tapie (Pemilik Marseille) Olympique Marseille adalah tim sepak bola dari negara Prancis. Di tahun 1993, tim bola tersebut tersandung kasus penyuapan yang dilakukan oleh Bernard Tapie yang saat itu berposisi sebagai pemilik Marseille. Setelah terbukti, mereka mendapatkan sanksi agar Tapie tidak boleh ikut campur dalam dunia sepak bola.[40]
4 2014 Sepak bola Tran Manh Dung (Pemain tim nasional Vietnam) Pengadilan Vietnam pada tahun 2014 menetapkan hukuman penjara selama 30 bulan kepada pemain tim nasional Vietnam, Tran Manh Dung. Ia terbukti memiliki kerjasama dengan para bandar judi untuk mengalah pada pertandingan Piala AFC pada Maret 2014. Tran Manh Dung mendapatkan suap sebesar USD 40.000.[41]

Pemalsuan dokumen

Pada tahun 2020, Kenji Shimaoka terlibat dalam kasus pemalsuan dokumen kesehatan. Ia merupakan presiden Asosiasi Bola Voli Jepang (JVA). Sebelum menjabat sebagai presiden Kenji Shimaoka adalah atlet voli nasional Jepang, yang berhasil membawa mendali emas pada Olimpiade Munchen tahun 1972. Dokumen yang dipalsukan yaitu, data medis atlet voli pantai yang akan berkompetisi di FIVB Beach Volleyball World Tour yang digelar Januari 2020. Hukumannya, Kenji Shimaoka diberhentikan sebagai presiden Asosiasi Bola Voli Jepang (JVA).[42]

Pemalsuan data juga dilakukan oleh atlet Jang Hyun-soo pemain sepak bola asal Korea Selatan. Ia memalsukan dokumen karena ingin terhindar dari kegiatan wajib militer. Korea Selatan memang memiliki peraturan bahwa laki-laki yang berusia 19-34 tahun harus menjalankan wajib militer selama dua tahun. Namun, terdapat pengecualian bagi mereka yang bisa membawa prestasi bagi bangsa, wajib militer tersebut bisa diganti dengan pengabdian kepada masyarakat. Jang Hyun-soo melakukan pemalsuan bahwa Ia mengaku telah melakukan pengabdian kepada komunitas olahraga selama 196 jam pada bulan Desember 2017, setelah dilakukan pengecekan pada bulan tersebut erjadi hujan salju yang lebat yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan kegiatan di luar ruangan seperti melaksanakan pengbadian kepada komunitas keluarga. Hukuman dari perbuatan yang dilakukan Jang Hyun-soo yaitu tidak boleh bergabung kembali dengan tim Korea Selatan seumur hidup.[43]

Sanksi

Salah satu kecurangan dalam olahraga internasiona yaitu penggunaan doping dalam pertandingan. Sanksi tersebut di antaranya dapat berupa medali kejuaraan yang diambil lagi oleh pihak panitia, hadiah kejuaraan harus diklaim kembali, hasil kejuaraan dianggap tidak sah, dan pelarangan untuk bertanding selama bertahun-tahun atau bisa jadi seumur hidup. Konsekuensi lainnya, tim atau kelompok olahraga tersebut akan kehilangan sponsor, serta dipermalukan di media. Singkatnya, sanksi dapat memiliki konsekuensi finansial dan reputasi yang besar. Namun, penegakan hukuman tidak dapat diprediksi, dan beberapa atlet telah berhasil menghindari tes narkoba selama bertahun-tahun. Kasus yang paling terkenal yaitu, atlet balap sepeda Amerika Lance Armstrong berulang kali lulus tes narkoba selama lebih dari satu dekade saat menggunakan doping. Pemberian hukuman yang optimal untuk mencegah doping membutuhkan konsistensi dalam penerapannya, karena penerapan aturan yang tidak merata atau tidak konsisten dapat memberi kesan kepada atlet bahwa mungkin mereka tidak akan ditangkap, atau jika memang demikian, mereka dapat dilepaskan dengan ringan.[44]

Kecurangan pengaturan skor atau match fixing yang terjadi dalam olahraga termasuk dalam tindak pidana. Salah satunya, kecurangan pengaturan skor dalam pertandingan sepak bola. Seluruh aturan dalam dunia sepak bola terdapat dalam FIFA. Aturan tersebut terdapat dalam statuta FIFA. Dalam penanganannya FIFA memiliki kebijakan secara independen dan tidak boleh ada pihak ketiga yang terlibat. FIFA memberikan ketentuan bahwa penegakan hukum dalam tindak pidana olahraga dilakukan oleh internal organisasi sepak bola, dalam hal ini sepak bola Indonesia dikembalikan lagi kepada PSSI. Bentuk penegakan hukum tersebut melalui komite disiplin yang telah dibuat oleh PSSI. Kasus pengaturan skor (match fixing) termasuk melanggar pasal 64 kode disiplin PSSI. Maka , penegakan hukum kejahatan suap pengaturan skor (match fixing) dalam pertandingan sepak bola diselesaikan atau diputus oleh ketua komite disiplin PSSI melalui sidang kode disiplin PSSI.[45] Perbuatan pengaturan skor, merupakan hal yang sudah terencana, termasuk kejahatan kriminal karena melibatkan perjudian, juga termasuk tindakan korupsi baik dilakukan secara individu ataupun kelompok. Dalam pertandingan sepak bola, kasus ini pernah terjadi dalam pertandingan piala dunia, yang melibatkan tim nasional.[46]

Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum tentang pengaturan skor di Indonesia, di antaranya:

  1. Faktor hukum, di Indonesia belum ada aturan khusus mengenai tindak kejahatan pengaturan skor. Hal tersebut menjadi kendala untuk menangkap para mafia pengaturan skor. Para petugas Anti Mafia Bola pada saat ini memegang aturan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap dalam memberantas pengaturan skor di Indonesia.[47]
  2. Faktor penegak hukum, dalam pelaksanaan pemberantasan mafia bola di Indonesia dirasa masih kekurangan anggota atau personel penegakan hukum.[47]
  3. Sarana dan fasilitas, contohnya alat penunjang forensik digital. Hal tersebut akan memudahkan proses pemeriksaan bukti yang sangat banyak, sedangkan fasilitas yang kurang membutuhkan waktu yang lama untuk memeriksa alat bukti tersebut.[47]

Pencegahan

Pencegahan doping

Di tahun 2009, Indonesia membentuk Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI), yang bekerja sama langsung dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Lembaga tersebut memiliki tujuan untuk mencegah penggunaan obat terlarang oleh para atlet. Pencegahan penggunaan doping bagi atlet Indonesia difokuskan secara menyeluruh untuk setiap cabang olahraga yang ada. Oleh karena itu, Lembaga Anti Doping Indonesia membuat perjanjian secara tertulis dengan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Hal tersebut dilakukan untuk menjamin kejujuran dalam olahraga di Indonesia.[48]

Agensi Antidoping Dunia

Agensi Antidoping Dunia (dalam Bahasa Inggris: World-Anti Doping Agency) merupakan organisasi anti doping dunia yang netral (independen). Berdiri sejak tahun 1999, agensi ini didukung oleh gerakan olahraga dan pemerintah dunia. Selain menyuarakan anti-doping, agensi ini juga memiliki kegiatan dalam bidang penelitian dan pengembangan, pendidikan, serta memantau kode-kode anti-doping dunia.[49]

Agensi anti-doping dunia, memiliki tujuan di antaranya:

  • Melindungi hak atlet, agar partisipasi dalam setiap pertandingan berjalan dengan sportivitas tanpa doping, serta membantu meningkatkan kesehatan serta keadilan setiap atlet di dunia.[49]
  • Menjamin berjalannya gerakan anti-doping di seluruh dunia. Dimulai dari pencegahan, pemeberian materi mengenai doping, tes doping, hingga membuat aturan hukum mengenai anti-doping.[49]

Konvensi Internasional Menentang Doping dalam Olahraga

UNESCO memiliki komitmen untuk menjaga rasa sportivitas dalam pertandingan olahraga. Pada 1 Februari 2007, UNESCO menyelenggarakan Konvensi Internasional Menentang Doping dalam Olahraga (International Convention against Doping in Sport), yang dihadari oleh 191 negara. Konvensi ini membahas tentang Undang-Undang, pedoman, dan aturan anti-doping secara internasional untuk menyediakan lingkungan pertandingan olahraga yang adil dan setara bagi semua atlet. Ada tingkat fleksibilitas mengenai bagaimana pemerintah dapat memberlakukan Konvensi, baik melalui undang-undang, peraturan, kebijakan, atau praktik administratif.[50]

Kesepakatan dari Konvensi Internasional Menentang Doping dalam Olahraga, di antaranya:

  • Berkomitmen mendorong kerjasama internasional untuk melindungi atlet dan etika olahraga.[50]
  • Membatasi ketersediaan zat terlarang dengan memerangi perdagangan obat terlarang.[50]
  • Memberikan fasilitasi kontrol doping dan mendukung program pengujian nasional.[50]
  • Mendorong produsen dan distributor suplemen nutrisi untuk memberikan informasi dan memberikan pelabelan, pemasaran, dan distribusi produk yang mungkin mengandung zat terlarang; mendukung pelaksanaan program pendidikan anti-doping.[50]
  • Mempromosikan penelitian anti-doping.[50]

Pencegahan pengaturan skor

Kode etik anti-pengaturan skor dan taruhan oleh Federasi Bulutangkis Dunia

Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) mengeluarkan kode etik anti-pengaturan skor dan taruhan untuk cabang olahraga bulu tangkis. Isi kode etik itu berisi tentang pengaturan tentang pelarangan kegiatan taruhan, pengaturan hasil turnamen ataupun hasil pertandingan yang tidak sewajarnya. Apabila terbukti melakukan pelanggaran akan berisiko terhadap pelarangan para atlet untuk bertanding.[51]

Program integritas oleh FIFA

Pengaturan skor adalah masalah yang sangat nyata dan mengancam integritas dan kredibilitas sepak bola di banyak negara di dunia. Bekerja sama erat dengan para ahli di UNODC, program Integritas Global FIFA adalah langkah penting lainnya oleh FIFA untuk melindungi integritas sepak bola dan akan memainkan peran penting dalam mendidik dan membangun kapasitas dalam asosiasi anggota. untuk membantu memerangi pengaturan pertandingan di tingkat lokal. Bersamaan dengan Program Integritas Global FIFA, FIFA akan segera meluncurkan Platform Komunitas Integritas FIFA. yang akan menjadi platform online berbasis komunitas pertama yang didedikasikan khusus untuk petugas integritas di semua asosiasi dan konfederasi anggota di seluruh dunia. Platform rahasia ini akan menyatukan jaringan global petugas integritas untuk berbagi pengalaman dan bertukar praktik terbaik terkait dengan mencegah dan memerangi manipulasi pertandingan dan mempromosikan integritas dalam sepak bola.[52]

Program Integritas Global FIFA sejalan dengan Visi 2020-2023: Making Football Truly Global, yang menegaskan kembali komitmen FIFA untuk memerangi manipulasi pertandingan dengan menerapkan inisiatif integritas dan mekanisme pelaporan, serta menyiapkan program pendidikan khusus. Sebagai bagian dari inisiatif integritas yang berkelanjutan, FIFA menandatangani nota kesepahaman dengan UNODC pada September 2020 untuk meningkatkan kerja sama bersama mereka untuk mengatasi ancaman yang ditimbulkan oleh kejahatan terhadap olahraga.[52]

Satgas Anti Mafia Bola (Indonesia)

Pemerintah Indonesia membentuk Satgas Anti Mafia Bola untuk mencegak pengaturan skor dalam dunia sepak bola di Indonesia. Satgas ini dibentuk oleh Mabes Polri dan Polda Metro Jaya berdasarkan Surat Perintah Kapolri Nomor 3678 pada tanggal 21 Desember 2018. Tim ini terdiri dari 145 orang anggota dan memiliki sub penegakan hukum.[53]

Referensi

  1. ^ Sarwono (2014). "Nilai: Penipuan, Sportivitas, dan Etika dalam Olahraga dan Pendidikan Jasmani". Jurnal Phederal Penjas (dalam bahasa Inggris). 9 (2): 2–3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-16. Diakses tanggal 2022-02-16. 
  2. ^ Sunardianta, R.; Komari, Amat; Anwar, M. Hamid; Jatmika, Herka Maya; Saryono (2021). "Pergeseran Fungsi Olahraga dalam Dimensi Sosial: Sebuah kajian Kritis Sosiologis Atas Fenomena Olahraga Kekinian" (PDF). Staffnew UNY. hlm. 14. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-02-16. Diakses tanggal 2022-02-16. 
  3. ^ Stankovich, Chris (2020). "Sports Cheating and the Deeper Damage it Can Cause | The Sports Doc Chalk Talk with Dr. Chris Stankovich" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-03. Diakses tanggal 2022-02-17. 
  4. ^ a b c d Sunarno, Agung (2017). "Penipuan dalam Olahraga". Jurnal Ilmu Keolahragaan (dalam bahasa Inggris). 13 (2): 3–4. doi:10.24114/jik.v13i2.6088. ISSN 2549-9777. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-21. Diakses tanggal 2022-02-16. 
  5. ^ Wibowo, Haryanto Tri (2015). "Kisah Gigitan Maut Tyson ke Telinga Holyfield". CNN Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-14. Diakses tanggal 2022-02-16. 
  6. ^ Imaduddin, M. Hafidz (2020). Laksamana, Nugyasa, ed. "Mike Tyson Tak Pernah Menyesal Gigit Telinga Evander Holyfield". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-25. Diakses tanggal 2022-02-16. 
  7. ^ Amalia, Ellavie Ichlasa (2021). "Antara Cheating di Esports, Badan Arbitrase, dan Perebutan Uang & Kuasa | Hybrid". hybrid.co.id (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-04. Diakses tanggal 2022-02-16. 
  8. ^ a b Dewi, Ida Ayu Kade Arisanthi (2015). "Penyalahgunaan Zat Terlarang (Doping dan NAPZA) Sebagai Upaya Peningkatan Stamina dalam Olahraga". Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi (dalam bahasa Inggris). 1 (1): 15. ISSN 2580-1430. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-17. Diakses tanggal 2022-02-17. 
  9. ^ Ratriani, Virdita (2022). Ratriani, Virdita, ed. "Apa itu Doping? Ini Bahayanya bagi Atlet". Kontan.co.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-21. Diakses tanggal 2022-02-17. 
  10. ^ Azom, Ismul Al (2015). "Implementasi International Convention Against Doping in Sport di Indonesia (Studi Kasus: Penyelenggaraan PON XVIII di Provinsi Riau Tahun 2012)". Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Universitas Riau. hlm. 2-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-18. Diakses tanggal 2022-02-18. 
  11. ^ Arungbudoyo, Wikanto (2020). "Si Cantik Maria Sharapova Ungkap Alasannya Pensiun dari Tenis". Okezone.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-15. Diakses tanggal 2022-02-18. 
  12. ^ Sanusi, Husein (2916). Sanusi, Husein, ed. "Ini Kronologi Kasus Doping Maria Sharapova". Tribunnews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-18. Diakses tanggal 2022-02-18. 
  13. ^ Nurdin, Alvin F (2020). "Kisah Lance Armstrong: Legenda Tour de France yang Terasing Akibat Doping". kumparan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-21. Diakses tanggal 2022-02-18. 
  14. ^ Pratama, Ferdy Yudha (2021). "Musuh Taufik Hidayat, Lee Chong Wei Terjerat Kasus Doping hingga Medali Juara Dunia Dicabut - Pangandaran Talk". pangandaran.pikiran-rakyat.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-01. Diakses tanggal 2022-02-18. 
  15. ^ Nugroho, Wahyu (2013). "Johnson pimpin kampanye anti doping". Sindonews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-13. Diakses tanggal 2022-02-18. 
  16. ^ Abdillah, Yusuf (2014). "Perjalanan Berliku Marin Cilic". INDOSPORT.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-14. Diakses tanggal 2022-02-18. 
  17. ^ Sawitri, Yus Mei (2016). "8 Atlet Top Dunia yang Tersandung Kasus Doping". bola.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-05-27. Diakses tanggal 2022-02-18. 
  18. ^ Kirana, Asri (2021). "Skandal Olimpiade; Marion Jones 'from hero to zero'". SUARADEWAN. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-31. Diakses tanggal 2022-02-18. 
  19. ^ Lestari, Karlina (2021). "Obat Stimulan: Manfaat, Cara Kerja, Contoh Obat, dan Efek Samping". SehatQ. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-06. Diakses tanggal 2022-02-17. 
  20. ^ a b c d e Budiawan, Made (2013). "Doping dalam Olahraga". Prosiding Seminar Nasional MIPA (dalam bahasa Inggris) (0): 331–332. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-12. Diakses tanggal 2022-02-17. 
  21. ^ Pane, Merry Dame Cristy (2016). "Amfetamin". Alodokter. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-24. Diakses tanggal 2022-02-17. 
  22. ^ Auliansyah, Dicky; Carolia, Novita (2018). "Peran Kafein dalam Tatalaksana Nyeri Kepala dan Kafein Withdrawal" (PDF). LPPM Unila. hlm. 592. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-02-17. Diakses tanggal 2022-02-17. 
  23. ^ Muzakki, Achmad Fajar (2018). Magang, ed. "Alasan atlet pantang minum kafein saat even Piala Dunia 2018". Merdeka.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-15. Diakses tanggal 2022-02-17. 
  24. ^ Ashabul (2020). "Pengaruh pemberian kafein terhadap daya tahan pada atlet sepak bola Fakultas Ilmu Keolaragaan Universitas Negeri Makassar" (PDF). UNM. hlm. 6. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-02-17. Diakses tanggal 2022-02-17. 
  25. ^ Andiana, Olivia (2012). "Hormon Anabolik pada Olahragawan". Medikora (dalam bahasa Inggris) (1): 1–2. doi:10.21831/medikora.v0i1.4641. ISSN 2721-2823. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-27. Diakses tanggal 2022-02-17. 
  26. ^ Harsono, Fitri Haryanti (2019). Prawira, Aditya Eka, ed. "Jenis Steroid yang Biasa Digunakan Binaragawan untuk Perbesar Otot". Liputan6.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-14. Diakses tanggal 2022-02-17. 
  27. ^ Ikhsan, Ridhalul; Zufry, Hendra (2016). "Mengenal Steroid "Obat Dewa" di Tengah Masyarakat". Tabloid RSUDZA Lam Haba. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-02. Diakses tanggal 2022-02-18. 
  28. ^ Rochmawati, Devi (2019). "Uji Efektivitas Diuretik Ekstrak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Mencit Jantan (Mus musculus)" (PDF). STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN. hlm. vii. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-02-17. Diakses tanggal 2022-02-17. 
  29. ^ Amin, Saeful; Musadad, Amir; Ibrahim, Slamet (2016). "Kromatografi Cair Kinerja Tinggi untuk Analisis Senyawa Diuretik yang Disalahgunakan sebagai Doping dalam Urin". hlm. 35. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-21. Diakses tanggal 2022-02-17. 
  30. ^ a b c d e Setiawan, Vina (2019). "Jenis Diuretik Beserta Efek Sampingnya". HonestDocs. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-07. Diakses tanggal 2022-02-17. 
  31. ^ a b Halim, Suryo (2013). "Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Penggunaan Diuretik pada Pasien Geriatri dengan Hipertensi Komplikasi Stroke di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Januari 2012-Juni 2013" (PDF). Repository USD. hlm. 15-16. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-02-18. Diakses tanggal 2022-02-18. 
  32. ^ Rochmanti, Maftuchah; Mandiricha, Tara (2020). "Bukan Hanya Obat Darah Tinggi, Beta-Blockers Bisa untuk Banyak Penyakit Lainnya". Unair News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-03-05. Diakses tanggal 2022-02-17. 
  33. ^ Maharjito, Anang B. (2020). "Obat Kardiovaskular Sebagai Doping". Pusat Jantung Nasional. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-15. Diakses tanggal 2022-02-17. 
  34. ^ Sani, Ahmad Faiz Ibnu (2021). "Mengenal Kategori Doping dalam Olahraga". Tempo.co. Diakses tanggal 2022-02-17. [pranala nonaktif permanen]
  35. ^ Subandi, Achmad (2019). "Tindak Pidana Suap Pengaturan Skor (Match Fixing) dalam Pertandingan Sepak Bola di Indonesia". Simposium Hukum Indonesia (dalam bahasa Inggris). 1 (1): 45. ISSN 2686-3553. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-06. Diakses tanggal 2022-02-23. 
  36. ^ Rinaldy, Alexzander; Tawang, Dian Andriawan Daeng (2018). "Kriminalisasi Match Fixing dalam Pertandingan Sepakbola di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap". Jurnal Hukum Adigama (dalam bahasa Inggris). 1 (1): 4. doi:10.24912/adigama.v1i1.2204. ISSN 2655-7347. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-22. Diakses tanggal 2022-02-23. 
  37. ^ a b c d Apriyanto, Moch. Andi (2020). "Pengaturan Skor (Match Fixing) Sepak Bola Indonesia Perspektif Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam" (PDF). Repository UIN Jakarta. hlm. 35-36. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-02-23. Diakses tanggal 2022-02-23. 
  38. ^ Pasya, Haikal (2017). "5 Skandal Pengaturan Skor yang Hebohkan Basket Dunia". kumparan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-06. Diakses tanggal 2022-02-23. 
  39. ^ Akhsan, Oka (2016). "5 Bintang Tenis Dunia yang Tersandung Kasus Match Fixing". bola.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-12. Diakses tanggal 2022-02-23. 
  40. ^ Yosia, Ario (2019). "6 Drama Pengaturan Skor yang Menghebohkan Sepak Bola Dunia". bola.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-21. Diakses tanggal 2022-02-23. 
  41. ^ Firmansyah, Bobby (2015). "Skandal Pengaturan Skor Gerogoti Sepak Bola". Sindonews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-24. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  42. ^ Saleh, Nurdin (2022). "Asosiasi Bola Voli Jepang Berhentikan Presidennya karena Skandal Pemalsuan". Tempo.co. Diakses tanggal 2022-02-24. [pranala nonaktif permanen]
  43. ^ Kurniawan, Putra Rusdi (2018). "Bek Korea Selatan Dilarang Membela Timnas Seumur Hidup". INDOSPORT.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-24. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  44. ^ Mautino, Leonardo (2016). "Unsportsmanlike conduct? Incentives and penalties for doping". Oxera (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-21. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  45. ^ Subandi, Achmad; Indawati, Yana (2019). "Tindak Pidana Suap Pengaturan Skor (Match Fixing) dalam Pertandingan Sepak Bola di Indonesia". Journal Trunojoyo. hlm. 50-51. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-20. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  46. ^ Naufal, Zidan Faiq (2020). "Match Fixing dalam Pertandingan Sepak Bola di Indonesia Ditinjau dari Hukum Islam" (PDF). Dspace UII. hlm. 3. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-02-24. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  47. ^ a b c Setyawan, Baskara Putra; Wahyudi, Setya; Yuris, Dessi Perdani (2020-02-12). "Peran Satuan Petugas Anti Mafia Bola Terhadap Pengungkapan Tindak Pidana Pengaturan Skor (Match Fixing) (Studi Di Polda Metro Jaya)". Soedirman Law Review (dalam bahasa Inggris). 2 (1): 114. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-09-17. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  48. ^ Herdiawan, Rio (2013). "Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Doping Golongan Psikotropika di Kalangan Pemain Sepak Bola: Studi di Pengcab. PSSI dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Tulungagung". Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum. 1 (8): 9–10. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-18. Diakses tanggal 2022-02-18. 
  49. ^ a b c Pratama, Sunbhio (2021). "Apa itu WADA? dan Tujuan Terbentuknya". KOMPAS.tv. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-12. Diakses tanggal 2022-02-23. 
  50. ^ a b c d e f UNESCO (2020). "International Convention against Doping in Sport". UNESCO (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-01. Diakses tanggal 2022-02-18. 
  51. ^ Mustikasari, Delia (2016). "Kode Etik Anti Pengaturan Skor pada Bulu Tangkis Diperkuat - Semua Halaman - Bolasport.com". juara.bolasport.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-21. Diakses tanggal 2022-02-23. 
  52. ^ a b FIFA (2021). "FIFA launches Global Integrity Programme to strengthen fight against match-fixing". www.fifa.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-23. 
  53. ^ Rinaldy, Alexzander; Rasji, Rasji (2021-06-03). "Tugas Wewenang Satgas Anti Mafia Bola dalam Pengaturan Skor (Match Fixing) dalam Pertandingan Sepak Bola Berdasarkan Sistem Hukum Pidana di Indonesia". Jurnal Hukum Adigama (dalam bahasa Inggris). 4 (1): 5. doi:10.24912/adigama.v4i1.10838. ISSN 2655-7347. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-23. Diakses tanggal 2022-02-23. 
Kembali kehalaman sebelumnya