Gempa bumi Bali 1976
Gempa bumi Bali 1976 atau Gempa bumi Seririt 1976 terjadi pada 14 Juli pukul 15:13 waktu setempat dengan kekuatan 6.5 (Mw) Guncangan terjadi di 5 kilometer (3,1 mi) sebelah selatan pesisir Laut Bali di Kabupaten Buleleng, dan sekitar 65 kilometer (40 mi) barat laut dari Kota Denpasar dengan Skala intensitas Mercalli yang dimodifikasi mencapai IX (Hebat). Gempa menyebabkan tanah longsor dibeberapa tempat. Gempa menyebabkan kerusakan parah hingga sembilan puluh persen rumah-rumah di Kabupaten Buleleng dan menyebabkan kehancuran total di Kecamatan Seririt, di mana sebuah bangunan sekolah runtuh dan setidaknya 200 siswa terjebak.[5][6] 573 orang diyakini telah meninggal sebagai akibat dari gempa bumi tersebut, setidaknya 544 di Kabupaten Buleleng, 24 di Jembrana dan 5 di Tabanan.[7] Empat ribu lainnya menderita luka-luka dan sekitar 450.000 menjadi tunawisma.[8][9][10] Gempa bumiPulau Bali merupakan bagian dari Busur Sunda, yang terbentuk di atas batas konvergen di mana Lempeng Australia yang mengalami subduksi di bawah Lempeng Sunda. Kepulauan ini terletak di sepanjang Cincin Api Pasifik, sehingga rentan terhadap peristiwa vulkanik dan seismik. Laju konvergensi di garis Palung Sunda adalah 7,5 cm per tahun. Gempa bumi pada 17 Juli 1976 tersebut diduga akibat pecahnya sesar dorong pada Sesar Naik Busur Belakang Flores, Patahan tersebut merupakan sumber dari sekitar 26 gempa bumi berkekuatan 6,0+ sejak tahun 1960, termasuk Gempa bumi Flores 1992, dan Gempa bumi Lombok 2018.[11] Gempa bumi dahsyat terjadi di Bali dan selalu berulang, dengan perkiraan setiap 30 hingga 60 tahun sekali, seperti pada peristiwa tahun 1815, 1857, 1917, 1976, dan 1979. Para ahli memperingatkan bahwa peristiwa serupa dapat terjadi di masa mendatang.[11] Pulau Bali terletak di zona perbatasan konvargen antara Lempeng Indo-Australia menunjam kebawah Lempeng Sunda, dan terdapat Sesar Naik Busur Belakang Flores di utara Bali, sehingga membuat Pulau Bali menjadi rentan terhadap peristiwa gempa bumi dan letusan gunung berapi. DampakMenurut data sensus tahun 1971, lebih dari 900.000 orang tinggal di tiga kabupaten di pulau tersebut yang mengalami kerusakan yang masif dan korban jiwa akibat guncangan kerusakan terbesar berada di; Kabupaten Buleleng, Jembrana dan Tabanan. Setidaknya 85.500 tempat tinggal dan 226 sekolah hancur di tiga kabupaten tersebut, selain kerusakan parah pada 86 kantor pemerintah, 29 fasilitas kesehatan, 7 pasar, dan puluhan tempat keagamaan.[12] Pusat gempa hanya beberapa kilometer sebelah utara Kecamatan Seririt, sebuah kota dengan populasi antara empat puluh hingga lima puluh ribu orang dan pada saat itu merupakan kota terpadat ke-3 di Bali.[13] Laporan awal oleh Reuters menggambarkan Seririt 'ratap' dan 'hampir semua bangunan di kota dan jembatan runtuh' Korban
Hari pertama setelah gempa, media internasional meliput, dimana 200 anak-anak dilaporkan terjebak akibat runtuhnya gedung sekolah di Seririt, Buleleng; sepuluh jenazah anak-anak ditemukan pada hari terjadinya guncangan gempa, dan enam jenazah lainnya dilaporkan ditemukan pada hari-hari berikutnya. Lebih dari 60 siswa tewas dalam runtuhnya gedung sekolah tersebut.[14] Satu-satunya vihara Buddha di Bali, Brahma Vihara Arama di desa Banjar 4 km (2,5 mil) dari Seririt, rusak parah. Seririt dan Kecamatan Buleleng terkena dampak paling parah akibat gempa. Di Negara, Jembrana sebuah rumah sakit hancur. Situs bersejarah Taman Ujung di Karangasem juga mengalami kerusakan parah, dan diperburuk dengan Letusan Gunung Agung pada tahun 1963. Guncangan ini terasa hingga wilayah Kuta dan Denpasar, namun hanya menimbulkan kerusakan ringan. Lihat juga
Referensi
|