Agar mobilitas penumpang dari Batavia hingga kawasan Banten semakin lancar, maka pada tahun 1890-an perusahaan Staatsspoorwegen (SS) berencana membangun sebuah jalur kereta api yang menghubungkan daerah Duri hingga daerah Serang, melalui daerah Tangerang dan Cikande.[4]
Proyek jalur pun sudah dikerjakan. Di tengah jalannya pembangunan, rencana trase jalur ini akhirnya dibatalkan dan diubah menjadi melalui daerah Parung Panjang hingga ke Rangkasbitung,[4] jalur ini selesai pada 1 Oktober 1899.[5] Trase jalur kereta api pertama yang sudah terlanjur dibangun pun dicukupkan pembangunannya hanya sampai di daerah Tangerang saja, dan diresmikan sebagai jalur kereta api Tangerang-Duri yang berstatus sebagai jalur cabang. Jalur ini selesai dibangun pada 2 Januari 1899.[6]
Jalur kereta api dari Stasiun Rangkasbitung diteruskan pembangunannya oleh Staatsspoorwegen (SS) hingga ke daerah Serang pada 1 Juli 1900,[7] yang kemudian dilanjutkan kembali hingga ke dekat Pelabuhan Anyer Kidul pada 1 Desember 1900 (termasuk membuka Stasiun Karangantoe).[8] Pada 1 Desember 1914, dibuat sebuah jalur percabangan di Stasiun Krenceng yang mengarah ke daerah Merak untuk mengakomodasi Pelabuhan Merak yang lebih dekat untuk menyebrang ke Lampung.[9]
Jalur yang menuju ke Anyer Kidul pada awalnya berstatus sebagai jalur utama, sedangkan jalur yang menuju ke Merak berstatus sebagai jalur cabang. Di kemudian waktu, status kedua jalur ini ditukar.
Nama Karangantu merujuk sebuah nama daerah. Menurut mitos yang beredar di masyarakat setempat, nama Karangantu merujuk pada seorang Belanda yang membawa guci berisi hantu. Sampai pada suatu ktika, guci tesebut pecah dan hantu yang berada di dalamnya keluar. Sejak saat itulah wilayah tersebut diberi nama Karangantu.[10]
Stasiun ini pada awalnya memiliki tiga jalur, namun kini hanya tersisa 2 jalur karena jalur ketiga telah dibongkar.
Stasiun ini berada tidak jauh dari pelabuhan nelayan Karangantu. Penduduk yang tinggal di sekitar stasiun ini kebanyakan adalah nelayan yang biasa menjemur ikan hasil tangkapannya di sekitaran kompleks stasiun.[11]
Bangunan dan tata letak
Stasiun Karangantu hanya memiliki dua jalur kereta api dengan jalur 2 merupakan sepur lurus. Bangunan stasiun ini yang merupakan peninggalan Staatsspoorwegen masih dipakai hingga sekarang dan dijadikan sebagai aset cagar budaya.
Stasiun ini dilengkapi dengan 2 peron penumpang yang berukuran tinggi dan rendah. Peron tinggi ini dibangun bersamaan dengan proyek revitalisasi rel KA lintasRangkasbitung-Merak pada tahun 2021.
Stasiun ini merupakan stasiun terdekat dengan kompleks wisata Banten Lama. Ketika musim ziarah, biasanya akan banyak orang yang turun dan naik di stasiun ini untuk melakukan ziarah. Lokasi Stasiun Karangantu berada di daerah pesisir Pantai Utara Jawa. Di sepanjang barat stasiun terdapat pemukiman warga. Tidak jauh dari stasiun terdapat sebuah benteng yang bernama Benteng Diamant, secara harfiah diamant memiliki arti “intan”. Di sisi utara stasiun, terdapat Pelabuhan Karangantu, sebuah pelabuhan untuk perdagangan umum yang berasosiasi dengan Pasar Karangantu.
^Sugiana, A.; Lee, Key-Seo; Lee, Kang-Soo; Hwang, Kyeong-Hwan; Kwak, Won-Kyu (2015). "Study on Interlocking System in Indonesia"(PDF). Nyeondo Hangugcheoldohaghoe Chungyehagsuldaehoe Nonmunjib (Korean Society for Railway) (46).
^ abAnne Reitsma, Steven (1916). Indische Spoorweg-Politiek. Batavia: Landsdrukkerij.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Oegema, J.J.G. (1982). De Stoomtractie op Java en Sumatra. Antwerpen: Kluwer Technische Boeken B.V.
^Anne Reitsma, Steven (1928). Korte Geschiesdenis der Nederlands-Indische Staatsspoor- en Tramwegen. Weltevreden: G. KOLLF & Co.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Staatsspoorwegen (1921–1932). Verslag der Staatsspoor-en-Tramwegen in Nederlandsch-Indië 1921-1932. Batavia: Burgerlijke Openbare Werken.
^ abcSpoor- & Tramgids van Nederlandsch-Indie. Semarang: Semarang-Drukkerij en Boekhandel. 1901. hlm. 10.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)