Empat korban tewas merupakan pelaku pengeroyokan seorang anggota Kopassus bernama Heru Santosa hingga tewas di Hugo’s Café beberapa hari sebelumnya.[1]
Latar belakang
Pada Selasa, 19 Maret 2013, pukul 02.30 terjadi pengeroyokan yang dilakukan oleh beberapa orang terhadap seorang sersan satu Kopassus Kandang Menjangan Kartasura bernama Heru Santosa di tempat hiburan Hugo's Cafe di Jalan Adisucipto, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada satu kawasan dengan Sheraton Hotel Yogyakarta. Heru Santosa tewas dalam pengeroyokan tersebut.[2]
Keributan itu sendiri terjadi antara salah seorang pelaku dengan teman-temannya tak lama setelah Heru beserta rekan rekannya sesama anggota Kopassus bernama Alen tiba di tempat hiburan tersebut sekitar pukul 02.20 WIB. Awalnya, Heru beserta rekannya didatangi oleh seseorang bernama Diki bersama sekitar tujuh temannya. Mereka bertanya asal daerah korban. Heru menjawab bahwa dirinya adalah anggota Kopassus. Setelah itu, tiba-tiba terjadi keributan antara Heru dengan kelompok Diki.[3]
Perkelahian awalnya terjadi di halaman cafe, tetapi karena tak kunjung selesai, keributan kembali terjadi di dalam kafe. Beberapa orang sempat berupaya melerai. Akan tetapi, Heru tetap dikeroyok dan tewas setelah ditikam dengan pecahan botol di bagian dadanya.[2] Setelah Heru terkapar, para pelaku segera melarikan diri. Dalam kondisi luka parah, Heru dilarikan ke Rumah Sakit Bethesda, tetapi meninggal dalam perjalanan. Jenazah korban lalu diterbangkan ke kampung halamannya di Palembang.[3]
Empat pelaku pengeroyokan berhasil ditangkap oleh kepolisian. Sebagian pelaku ditangkap di sebuah asrama di kawasan Lempuyangan, Yogyakarta, yang sering dijadikan tempat mangkal kelompok tersebut.[3] Para pelaku awalnya ditahan di Mapolda DIY sebelum kemudian dipindahhkan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan pada Jumat 22 Maret 2013 siang dengan alasan sel di Mapolda DIY sedang direnovasi.[2][4]
Penembakan
Pada Sabtu 23 Maret 2013, sekitar pukul 01.30 WIB, satu kelompok yang terdiri atas sekitar 17 orang tak dikenal mendatangi Lapas Cebongan. Mereka berhasil masuk setelah mengancam petugas lapas dengan senjata api. Pelaku juga melakukan tembakan ke udara agar sipir dan napi yang lain tiarap. Mereka lalu meminta sipir menunjukkan sel di mana terdapat tahanan yang terlibat kasus penganiayaan anggota Koppasus hingga tewas di Hugo's Cafe. Mereka juga meminta sipir memberikan kunci sel tempat para tersangka ditahan. Dalam prosesnya, mereka sempat melukai sipir,[4] dan melakukan ancaman dengan menunjukkan granat. Akhirnya sipir memberitahu bahwa para tahanan tersebut ditempatkan di sel 5A serta memberikan kunci selnya.[5] Setelah memperoleh informasi tersebut, kelompok itu kemudian pergi menuju sel para tersangka.[1][6][7]
Dalam prosesnya, ketika mereka semakin mendekati sasaran, jumlah pelaku yang ikut serta semakin sedikit. Dari 17 orang yang melakukan penyerangan, hanya satu orang yang melakukan penembakan. Begitu tiba di sel 5A, mereka menyuruh para tahanan yang berada di sana untuk berkumpul. Kemudian salah seorang pelaku bertanya di mana kelompok Diki. Ia berkata, "Yang bukan kelompok Diki, minggir!". Sempat ada tahanan yang berkata bahwa Diki tidak ada, tetapi pelaku mengancam bahwa mereka akan menembak semua tahanan itu jika tidak diberitahu.[8] Akhirnya para tahanan memisahkan diri hingga tersisa tiga orang. Mereka disuruh untuk berkumpul, kemudian langsung ditembak hingga tewas. Setelah itu, pelaku menembak satu orang tahanan lagi.[7]
Setelah menembak mati para tahanan, para penembak memaksa sebanyak 31 tahanan di sel tersebut yang menyaksikan eksekusi itu untuk bertepuk tangan.[9] Begitu selesai, para pelaku pun pergi meninggalkan sel.[10] Untuk menghilangkan barang bukti, mereka merusak kamera CCTV dan mengambil rekaman CCTV lapas.[11]
Penyerangan berlangsung selama kurang lebih 15 menit,[7] sementara penembakannya berlangsung selama 5 menit.[10] Salah satu saksi melaporkan bahwa, selama peristiwa berlangsung, ada seorang pelaku yang terus-menerus melihat jam di tangannya.[7]
Korban
Korban yang tewas dalam pristiwa penembakan ini adalah:[1][8][9][10]
Hendrik Benyamin Angel Sahetapi alias Diki Ambon, 31 tahun. Diki merupakan seorang karyawan swasta namun dikenal pula sebagai seorang preman.[3][5] Ia pernah ditangkap Polresta Yogyakarta dalam kasus pembunuhan mahasiswa tahun 2002 dan pemerkosaan tahun 2007. Diki pernah bergabung dengan ormas pimpinan Hercules, tetapi kemudian mundur dan tidak aktif lagi. Ia juga menjadi tenaga keamanan di Hugo's Cafe yang terletak depan halaman Hotel Sheraton Mustika di Jl Solo Km 10 Maguwoharjo, Sleman.[12]
Adrianus Candra Galaja alais Dedi, 33 tahun
Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu alias Adi, 29 tahun
Yohanes Juan Manbait alias Juan, 38 tahun. Yohanes adalah seorang anggota Polresta Yogyakarta yang pernah terlibat kasus sabu-sabu.[3] Akibat kasus itu, ia dipecat dari kepolisian. Ia juga divonis hukuman 2,8 tahun dan perawatan di RS Grhasia khusus narkoba. Ketika mengeroyok Heru, Juan sedang menjalani masa bebas bersyarat.[12]
Menurut Ketua Komnas HAMSiti Noor Laila, para pelaku penembakan adalah orang-orang yang sangat terlatih dan profesional. Siti mengungkapkan bahwa, berdasarkan keterangan para saksi, masing-masing pelaku membawa senjata laras panjang dan pistol di kiri dan kanan pinggang, serta memakai rompi, yang diduga antipeluru, dan zebo (penutup muka) yang seragam. Mereka juga membawa granat.[11] Sementara pakaian yang dikenakan tidak seragam. Ada yang memaki kemeja lengan pendek maupun panjang. Celana yang dikenakan juga bukan seragam. Para pelaku disebutkan memiliki postur yang tegap dan tinggi badannya hampir sama. Siti mengatakan bahwa mereka "bergerak dengan singkat, cepat, terencana."[9]
Pada 4 April 2013, tim investigasi bentukan internal TNI yang diketuai oleh Wadan Puspomad Brigjen Unggul K. Yudoyono mengumumkan bahwa pelaku penembakan Cebongan adalah 12 anggota Kopassus grup 2 Kandang Menjangan, Kartasura.[14][15] Aksi tersebut dilakukan karena dilatarbelakangi utang budi sang eksekutor, Serda Ucok terhadap Serka Heru Santoso yang tewas di Hugo's Cafe yang juga merupakan mantan atasannya.[16] Para pelaku yang sedang latihan di Gunung Lawu mendapat kabar bahwa salah satu anggota Kopassus dibunuh. Kemudian mereka turun gunung menuju LP dan terjadilah penyerangan.[17] Senjata yang digunakan mereka untuk melakukan penembakan bukan berasal dari gudang senjata melainkan senjata yang diambil seusai latihan.[17]
Tanggapan
Sejumlah orang menunjukkan keprihatinan atas peristiwa penyerangan ini. Ketika kempat jenazah korban penembakan berada di tempat Instalasi Kedokteran forensik Rumah Sakit Dr Sardjito Yogyakarta, puluhan warga Nusa Tenggara Timur berkumpul di depan tempat tersebut. Sementara Gubernur Nusa Tenggara Timur berpesan agar keempat jenazah "diperlakukan secara patut dan layak dan dikembalikan ke keluarganya." Keempat jenazah itu sendiri akhirnya diterbangkan ke daerah asalnya dengan biaya yang ditanggung Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.[13]
Tanggapan Kopassus
Kopassus mengklaim belum ada bukti keterlibatan Kopassus dalam penembakan ini. Selain itu, Kasi Intel Grup II Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura, Kapten Inf Wahyu Yuniartoto menyatakan bahwa seluruh anggotanya sedang berada di dalam satuan saat kejadian penyerangan berlangsung. Ia mekenkan bahwa tidak ada satupun anggotanya yang keluar dari kegiatan pengamanan markas.[18] Meskipun demikian, Kepala Penerangan Kopassus Mayor Susilo menyatakan bahwa pihaknya akan menindak tegas anggotanya jika memang ada yang terlibat dalam kasus penyerangan ini.[9]
Dugaan keterlibatan anggota Kopassus juga dibantah oleh Panglima Kodam IV/Diponegoro, Mayjen TNI Hardiono Saroso dan Assintel Komandan Jenderal Kopassus, Letkol Infantri Richard.[5]
Tanggapan Aktivis dan Pengamat
Haris Azhar, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau yang lebih dikenal dengan KONTRAS, mengatakan bahwa penyerangan ini dilakukan secara terencana karena berlangsung dengan "rapi dan cepat."[7] Haris juga menyamakan cara para pelaku, yang mengurangi jumlah ketika semakin mendekati sasaran, dengan operasi buntut kuda.[7] Sementara itu kepolisian belum bisa memastikan apakah penyerangan tersebut merupakan sesuatu yang terencana.[7]
Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar berpendapat bahwa ada kemungkinan penyerangan tersebut terkait dengan peredaran narkoba di Indonesia. Dugaan ini muncul karena salah satu korban tewas dalam penembakan itu diduga memiliki informasi mengenai peredaran narkoba. Bambang lebih jauh menjelaskan bahwa ada kecenderungan bahwa peristiwa ini merupakan konflik antaragen bandar, yaitu polisi yang meninggal (salah satu korban penembakan) dengan Heru Santosa. Bambang bahkan mengatakan bahwa kedua pihak tersebut sama-sama berada di bawah kekuasaan sebuah mafia narkoba.[19]
Wandi Marceli, pengacara keempat tersangka pengeroyokan yang tewas dalam penyerangan ini, mempertanyakan keputusan polisi untuk memindahkan para kliennya dari Mapolda DIY ke Lapas Cebongan. Ia menyatakan bahwa dirinya merasa "janggal" karena keempat kliennya tewas ditembak tidak sampai satu hari setelah dipindahkan.[4]