Pembantaian Rengat (bahasa Belanda: Bloedbad van Rengat) atau dikenal pula sebagai Tragedi 5 Januari 1949 merupakan peristiwa pembantaian yang dilakukan oleh Tentara Kerajaan Hindia Belanda di Rengat, Riau pada akhir periode Agresi Militer Belanda II, tepatnya pada 5 Januari 1949. Belanda menyerang Rengat pada pagi hari. Untuk menduduki Rengat, Belanda menerjunkan sebanyak 180 pasukan khusus Korps Speciale Troepen di bawah letnan Rudy de Me. Mereka melakukan penjarahan, pemerkosaan, dan eksekusi terhadap para anggota TNI, pegawai negeri, dan warga sipil.[3][4] Mayat para korban dibuang di Sungai Indragiri.[2][5]
Jumlah korban
Berapa jumlah korban tewas dalam pembantaian Rengat masih dalam perdebatan. Terdapat selisih angka yang jauh antara sumber Indonesia dan dokumentasi Belanda. Sumber Indonesia yang didasarkan pada penuturan lisan menyebut hampir 2.000 orang tewas.[6][7][8][9][10]>[3] Adapun dokumentasi Belanda dalam Memorandum Excessennota (Nota Ekses) pada 1969 menyebut keseluruhan korban berjumlah 80 orang.[1] Angka ini didasarkan pada laporan seorang jaksa Belanda yang bertanggung jawab di daerah Riau. Jaksa tersebut mengatakan jumlah korban tewas dalam pembantaian Rengat telah diperbesar "luar biasa" oleh para narasumber yang berat sebelah.[3]
Di Rengat, terdapat sebuah tugu peringatan yang memuat daftar nama 186 korban tewas. Namun, pada bagian atas daftar tertulis "kurang lebih 1.500 orang" meninggal. Penulis Indonesia yang menulis tentang pembantaian Rengat sepakat bahwa korban tewas mencapai ribuan orang.[3]
Seorang saksi mata Wasmad Rads dalam memoarnya Lagu Sunyi dari Indragiri menulis, mereka yang ditangkap oleh pasukan Belanda dikumpulkan dan dibariskan di bantaran sungai Indragiri. Satu per satu, mereka ditembaki dari belakang hingga tercebur ke air. Wasmad berhasil melarikan diri ke hutan, sebelum akhirnya ditangkap oleh tentara KNIL dan dipenjara hingga pengakuan kedaulatan Indonesia pada Desember 1949.[5]
Di antara nama korban tewas dalam pembantaian Rengat adalah ayah dari seorang penyair Indonesia terkenal Chairil Anwar, Toeloes, yang saat itu menjabat sebagai Bupati Indragiri.[11]
Peringatan
Setiap tahunnya, peristiwa Pembantaian Rengat diperingati oleh Pemerintah Indragiri Hulu dan masyarakat sebagai hari bersejarah.[12] Tanggal 5 Januari 1949 sempat dijadikan sebagai tonggak hari jadi Kabupaten Indragiri Hulu oleh sebagian kalangan, tetapi akhirnya menuai polemik karena dinilai melukai keluarga masyarakat yang menjadi korban.[13]