Mulasarvastivada
Mulasarwastiwada (Sanskerta: मूलसर्वास्तिवाद , Mūlasarvāstivāda; Hanzi Tradisional: 根本說一切有部; Pinyin: Gēnběn Shuō Yīqièyǒu Bù) adalah salah satu aliran Buddhis awal di India. Asal-usul Mulasarwastiwada dan hubungannya dengan aliran Sarwastiwada masih belum diketahui, meskipun muncul beberapa teori. Kali pertama penahbisan biksu Mulasarvastivada dibentuk di Tibet saat kunjungan rahib Shantarakshita dari India, bersama tiga puluh biksu, dan pendiri wihara Samye di Tibet Tengah pada 775 Masehi. Penahbisan di bawah sokongan Kaisar Tibet Tri Songdetsen (Khri Srong-lde-btsan). Namun, karena dua belas biksuni Mulasarvastivada India tidak hadir pada saat itu, perempuan-perempuan Tibet kemudian pergi ke India untuk menerima penahbisan yang lebih tinggi, silsilah penahbisan biksuni Mulasarvastivada tidak dibentuk pada tahap pertama ini.[1] Tradisi monastik Mulasarwastiwada masih ada dalam Agama Buddha di Tibet, meskipun hingga saat ini hanya para biksu (biarawan) penganut Mulasarwastiwada yang ada, ordo biksuni (biarawati) tidak pernah diketahui. Para wanita pengikut tradisi Buddha Tibet dalam tradisi Vinaya Mulasarwastiwada yang hendak ditahbiskan telah menjadi sāmaṇerī atau biarawati pemula.[1] SejarahDi IndiaHubungan antara Mulasarwastiwada dengan aliran Sarwastiwada masih diperdebatkan; sarjana modern cenderung mengklasifikasikan mereka saling berdiri sendiri.[2] Yi Jing mengklaim bahwa Mulasarwastiwada asal namanya dari suatu cabang Sarwastiwada, tetapi Buton Rinchen Drub menyatakan bahwa nama itu merupakan penghormatan kepada Sarwastiwada sebagai "akar" (Mūla) dari semua aliran agama Buddha.[3] Sejumlah teori telah dikemukakan oleh para akademisi tentang bagaimana keterkaitan keduanya, Biksu Sujato merangkumnya sebagai berikut:
Menurut Gregory Schopen, Mulasarwastiwada berkembang pada abad ke-2 Masehi dan mengalami kemunduran di India pada abad ke-7.[5] Di Asia TengahAliran Mulasarwastiwada banyak terdapat di Asia Tengah karena kegiatan misionaris yang dilakukan di wilayah tersebut. Sejumlah sarjana mengidentifikasi tiga fase utama kegiatan misionaris dalam sejarah agama Buddha di Asia Tengah, yang terkait dengan aliran berikut secara kronologis:[6]
Di SriwijayaPada abad ke-7, Yi Jing menuliskan bahwa aliran Mulasarwastiwada cukup menonjol di seluruh kerajaan Sriwijaya (Indonesia). Yi Jing menetap di Sriwijaya selama enam hingga tujuh tahun, dalam waktu tersebut ia belajar bahasa Sansekerta dan menerjemahkan teks Sansekerta ke dalam bahasa Mandarin. Yi Jing menyatakan bahwa vinaya Mulasarwastiwada hampir secara universal diadopsi di daerah ini.[7] Menurutnya subjek yang dipelajari, serta aturan dan upacaranya, pada dasarnya sama seperti di India.[8] Yi Jing menggambarkan kepulauan ini cenderung ke aliran "Hinayana", tetapi Kerajaan Melayu mengadopsi ajaran-ajaran Mahayana seperti Yogācārabhūmi Śāstra dari Asaṅga Vinaya MulasarwastiwadaVinaya Mūlasarvāstivāda adalah salah satu dari tiga garis silsilah vinaya yang masih bertahan, bersama dengan Dharmaguptaka dan Theravāda. Vinaya Mūlasarvāstivāda merupakan salah satu dari enam kode monastik atau vinaya Buddhis yang masih ada.[9] Vinaya ini memuat sejumlah aturan utama dan peraturan kecil yang dimaksudkan untuk mengatur segala sesuatu mulai dari penahbisan sampai cara menggunakan jamban. Selama kekuasaan Kaisar Tibet Tri Ralpachen (Khri Ral-pa can, 815 – 836 M), sang Kaisar menetapkan bahwa tak satu pun naskah Hinayana, kecuali yang ada dalam kumpulan Sarvastivada, boleh diterjemahkan ke dalam bahasa Tibet. Ketetapan ini tentu membatasi masuknya silsilah penahbisan selain Mulasarvastivada ke Tibet.[1] Ketika agama Buddha Mongolia diperkenalkan dari Tibet, pentahbisan Mongol mengikuti aturan ini juga. Salah satu karakteristik paling mencolok dari Vinaya Mūlasarvāstivāda adalah ukurannya yang sangat besar, empat kali lebih panjang daripada vinaya lainnya.[9] Vinaya Mūlasarvāstivāda masih ada di Tibet (terjemahan abad ke-9) dan Cina (terjemahan abad ke-8), dan beberapa di antaranya dalam bahasa Sansekerta asli. Referensi
Bacaan lebih lanjut
|