Martinik adalah sebuah pulau yang merupakan region kolektivitas teritorial tunggal (collectivité territoriale unique) Prancis. Martinik terletak di Laut Karibia bagian timur, yang sebelah barat lautnya berbatasan dengan Dominika dan di selatan berbatasan dengan Saint Lucia. Bahasa resmi negara ini adalah bahasa Prancis walaupun sebagian besar penduduknya menggunakan bahasa Kreol Martinik sebagai bahasa sehari-hari.
Diperkirakan bahwa Martinik adalah korupsi dari nama Taíno untuk pulau tersebut (Madiana/Madinina, yang berarti 'pulau bunga', atau Matinino, 'pulau wanita'), seperti yang disampaikan kepada Christopher Columbus ketika ia mengunjungi pulau tersebut pada tahun 1502. Menurut sejarawan Sydney Daney, pulau itu disebut Jouanacaëra atau Wanakaera oleh orang Karib, yang artinya 'pulau iguana'.
Sejarah
Christopher Columbus mengunjungi pulau ini pada tahun 1502. Orang-Orang Prancis mulai bermukim di Martinik pada 1635.
Ketegangan memuncak pada bulan Desember 1959 ketika kerusuhan pecah setelah perselisihan rasial antara dua pengendara, yang mengakibatkan tiga kematian. Pada tahun 1962, sebagai akibat dari perselihan rasial tersebut terjadi perubahan global melawan kolonialisme, OJAM (Organisasi de la jeunesse anticolonialiste de la Martinique atau bahasa indonesia: Organisasi pemuda antikolonialis Martinik) yang sangat pro-kemerdekaan dibentuk. Para pemimpinnya kemudian ditangkap oleh otoritas keamanan Prancis. Namun, mereka kemudian dibebaskan. Ketegangan meningkat lagi pada tahun 1974, ketika polisi menembak mati dua pekerja pisang yang mogok. Namun gerakan kemerdekaan kehilangan semangat karena ekonomi Martinik tersendat pada tahun 1970-an yang mengakibatkan emigrasi besar-besaran. Badai pada tahun 1979–1980 sangat mempengaruhi hasil pertanian dan menekan ekonomi. Otonomi yang lebih besar diberikan oleh Prancis ke pulau itu pada 1970-an-1980-an.
Pada tahun 2009, Martinik dikejutkan oleh aksi pemogokan nasional umum Karibia Prancis. Sebelum hal itu terjadi, awalnya permasalahan tersebut berfokus pada masalah biaya hidup tinggi yang pada akhirnya gerakan ini segera mengambil dimensi rasial saat para pemogok menantang dominasi ekonomi berkelanjutan dari Béké atau keturunan pemukim Eropa Prancis. Presiden Nicolas Sarkozy kemudian mengunjungi pulau itu dan menjanjikan reformasi ekonomi di pulau tersebut. Sedangkan untuk mengesampingkan kemerdekaan penuh yang menurutnya tidak diinginkan baik oleh Prancis maupun oleh Martinik, Sarkozy menawarkan Martiniquan (Martinik) sebuah referendum tentang status wilayah dan tingkat otonomi pulau itu di masa depan.
Pada 2 Februari 2023, Martinik mengadopsi bendera aktivis kemerdekaannya yang melambangkan tiga warna Pan-Afrikanisme.
Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Martinique.