Per September 2016, kota ini memiliki estimasi jumlah penduduk sebesar 12.365, dan kepadatan penduduk sebesar 61 orang per km². Kota ini memiliki luas wilayah sebesar 203,84 km².
Geografi
Kota ini berlokasi di bagian selatan dari Subprefektur Sorachi. Wilayah barat dari kota ini memiliki topografi berupa tanah datar dan wilayah timur kota ini merupakan area pegunungan yang merupakan bagian dari Pegunungan Yūbari.
Etimologi
Nama kota ini berasal dari kata dalam bahasa Ainu, yaitu "Yamuniushi" dimana nama ini merupakan bentuk perubahan dari kata "Yamuni Ushi" yang berarti "Tempat yang dipenuhi dengan banyak pohon kastanye". Nama lama dari kota ini, yaitu "Kakuda", berasal dari nama tempat asal dari para penduduk pertama yang mendiami wilayah ini, yaitu di Kakuda, Domain Sendai.
Distrik
Distrik Hatoyama, yang berada di bagian utara dari kota ini terkenal akan usaha reklamasi lahan yang dibuat oleh Kazuo Hatoyama yang juga meliputi Sungai Hatoyama, Kolam Hatoyama, dan Kuil Hatoyama merupakan wilayah yang memiliki hubungan yang kuat dengan Keluarga Hatoyama. Yukio Hatoyama, mantan Perdana Menteri Jepang (2009-2010), merupakan anggota Shūgi-in yang terpilih dari daerah pemilihan di Hokkaido merupakan cicit dari Kazuo Hatoyama.[1]
Munisipalitas yang berdekatan
Kuriyama berbatasan dengan empat munisipalitas di Prefektur Hokkaido, yang semuanya berada di wilayah Subprefektur Sorachi :
1888 - Bekas samurai dari Domain Sendai (pengikut dari Ishikawa Kunimitsu, penguasa wilayah Kakuda), Rintaro Izumi mendirikan "Yubari Kaikai Entrepreneurship Association". 24 orang mendirikan pemukiman di bantaran Sungai Anoro (Kakuda).
1890 - Desa Kakuda didirikan.
1900 - Kantor Desa Kakuda didirikan.
1902 - Desa Kakuda menjadi Munisipalitas Kelas Dua.
1907 - Desa Kakuda menjadi Munisipalitas Kelas Satu.
Pada bulan Juli 2003, sebuah badan penggabungan wilayah dibentuk di kota ini bersama dengan wilayah Nanporo dan Yuni untuk mendiskusikan permasalahan ini, dan nama daerah baru yang disetujui adalah "Kota Higashi-Sapporo" berdasarkan partisipasi terbuka dari masyarakat, dimana pada November 2004 kesepakatan mengenai penggabungan wilayah ini pun sudah siap untuk ditandatangani. Namun, dikarenakan Kota Naganuma tidak ikut serta dalam diskusi penggabungan wilayah ini, yang akan membuat Kota Nanporo akan menjadi daerah enklave dari wilayah yang direncanakan, sehingga sebuah referendum diadakan pada Oktober 2004 di Nanporo menghasilkan putusan berupa menolak proposal dari penggabungan wilayah yang direncanakan sebelumnya. Pada tahun 2005, rencana inipun dibatalkan.
Kemudian pada tahun 2008, kota ini bersama dengan Kota Nanporo dan Yuni kembali membuat badan peninjauan yang bertujuan untuk menyelidiki upaya-upaya dalam proses penggabungan dari wilayah kota-kota ini.[2][3]