Henry Bergson lahir pada tanggal 18 Oktober 1859 di Paris. Ayahnya merupakan seorang Yahudi berkebangsaan Polandia, sedangkan ibunya seorang Yahudi kelahiran Inggris Utara. Pada masa kanak-kanak, Bergson memiliki minat pada pelajaran matematika dan sastra. Minatnya berubah ke sastra, biologi dan filsafat ketika ia mulai memasuki usia dewasa. Pada tahun 1900, Bergson memperoleh gelar Chair pada Collège de France dan mengadakan perkuliahan di berbagai daerah dan negara. Ia memberikan kuliah di daerah Birmingham dan Oxford di Inggris pada tahun 1911. Kemduian, pada tahun 1914 Bergson terpilih menjadi salah satu anggota dari Académie Française. Ia memperoleh Penghargaan Nobel di bidang literatur pada tahun 1927. Selama mengajar, ia menyebarluaskan gagasannya mengenai filsafat hidup, vitalisme dan evolusi kreatif. Pemikiran filsafatnya memberikan pengaruh yang luas di Prancis dan sekitarnya karena pengetahuannya yang luas mengenai ilmu alam dan humanisme. Ia juga menguasai menguasai sejarah filsafat. Pemikiran-pemikirannya banyak dipengaruhi oleh pemikiran Plotinos serta pemikiran spiritualisme Prancis khususunya dari Maine de Biran (1766–1824). Bergson meninggal dunia pada tanggal 3 Januari 1941.[6]
Metode filsafat
Bergson menggunakan metode intuitif dalam memperoleh pemahaman mengenai kenyataan secara langsung. Ia melakukan kegiatan wawas diri dengan intuisi untuk menggabungkan antara kesadaran dan proses perubahan.[7] Pemahaman kenyataan diperoleh dengan pembersihan pengetahuan dan moral melalui pemakaian simbol-simbol.[8]
Pemikiran
Pengetahuan
Bergson menjadi pengetahuan menjadi dua, yaitu "pengetahuan tentang" dan "pengetahuan mengenai". "Pengetahuan tentang" merupakan pengetahuan yang diperoleh secara langsung melalui intuisi. Sementara itu, "pengetahuan mengenai" merupakan pengetahuan yang diperoleh secara tidak langsung dengan sifat diskursif. Pemerolehannya dapat diperantarai oleh akal atau indra. Pengetahuan yang diperoleh secara langsung bersifat sederhana dan tunggal, misalnya warna, rasa, bau dan suara. Pada pengetahuan yang bersifat kompleks dan majemuk, pemerolehannya juga dapat secara langsung. Perbedaan keduanya hanya terletak pada hal yang perlu diketahui dari pengetahuan tersebut. Pengetahuan yang sederhana dapat diketahui melalui esensinya, sedangkan pengetahuan yang majemuk dapat diketahui melalui sifat-sifat dari esensinya.[9]
Intuisi
Bergson mengartikan intuisi sebagai suatu hasil evolusi pemahaman yang tertinggi. Intuisi diartikannya sebagai suatu pengetahuan langsung yang bersifat mutlak dan bukan sesuatu yang nisbi. Intuisi tidak memerlukan penggambaran simbolis dan justru mengatasi kekurangan dari sifat pengetahuan simbolis. Sifat dasar dari intuisi ialah personal dan tidak dapat diramalkan karena terjadi secara langsung dan seketika. Selain itu, intuisi juga bersifat analitis, menyeluruh dan mutlak. Intuisi tidak dapat digunakan untuk penyusunan pengetahuan secara teratur, tetapi dapat digunakan sebagai hipotesa yang menentukan kebenaran dari suatu pernyataan yang telah dikemukakan.[10] Sifat-sifat dari intuisi ini membuat pengenalan oleh intuisi tidak dapat digantikan oleh analisis maupun pengetahuan yang diperoleh melalui penggambaran.[11]
Bergson membedakan antara intuisi dan kecerdasan.[12] Konsep intuisi yang dikemukakan oleh Bergson lebih mirip dengan konsep wahyu yang berdasarkan kepada kesadaran akan adanya pengalaman melalui naluri. Intuisi hadir dari pengalaman batin yang bersifat spiritual dan tidak berkaitan dengan akal. Sifat dari intuisi adalah mampu memahami tentang sesuatu yang tidak dapat dipahami oleh akal. Dalam pengertian ini, intuisi bekerja ketika akal tidak digunakan.[13]
Vitalisme
Bergson meyakini bahwa modal manusia meliputi vitalitas biologi, naluri dan spiritual. Peran vitalitas spiritual adalah mempermudah pemahaman manusia tentang konsep agama, seni dan ilmu. Penggunaan vitalitas menghasilkan pembersihan moral melalui wawas diri yang bersifat intuitif. Keberadaan vitalitas spiritual dapat melawan sikap materialisme dan mengembangkan hukum sebab-akibat.[14]
Pengaruh pemikiran
Intuisionisme
Istilah "intuisi" telah digunakan dalam filsafat Yunani Kuno oleh Plato dan Plotinos. Namun, Bergson merupakan tokoh yang memperkenalkan intuisi sebagai salah satu sumber pengetahuan di zaman modern.[15] Bergson merupakan salah satu filsuf di dunia Barat yang menerima intuisi sebagai bagian dari metode epistemologi.[16] Ia menjadikan intuisi sebagai salah satu cara memperoleh kebenaran.[17] Bergson memberikan kritik kepada empirisme dan rasionalisme melalui keterbatasan akal dan dan indra. Ia mengungkapkan bahwa akal dan indra hanya dapat memahami objek ketika perhatian akal hanya ditujukan pada objek.[18] Karenanya, Bergson mempelopori aliran pemikiran yang disebut sebagai intuisionisme. Dalam pemikirannya ini, intuisi dijadikan sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan secara langsung dan seketika. Ia meyakini bahwa penghayatan langsung merupakan dasar dari pengetahuan yang melengkapi indra dan akal.[19] Intuisionisme tidak menolak adanya pengalaman indrawi, tetapi melengkapinya dengan menambahkan intuisi sebagai suatu bentuk pengalaman juga.[20]
Psikologi eksperimental
Psikologi eksperimental merupakan salah satu cabang psikologi yang keilmuannya diawali pada akhir abad ke-19. Tokoh yang menjadi perintis pemikiranya ialah dan Henri Bergson dan Hans Driesch. Sebelum adanya psikologi eksperimental, psikologi sebagai ilmu tentang kejiwaan manusia telah diteliti melalui filsafat. Namun, jiwa manusia dikonsepkan sebagai sesuatu yang terpisah dengan raga. Pemikiran Henri Bergson dan Hans Driesch kemudian mengubah pandangan ini, Keduanya berpendapat bahwa konsep tentang jiwa tidak hanya dapat diketahui melalui filsafat, melainkan dapat pula diketahui melalui penelitian dengan bukti empiris menggunakan metode ilmiah yang objektif.[21]
Referensi
^Muliadi (2020). Busro, ed. Filsafat Umum(PDF). Bandung: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung. hlm. 82. ISBN978-623-7166-42-9.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Sumanto, Edi. Sartono, Oki Alek, ed. Filsafat Jilid I(PDF). Bengkulu: Penerbit Vanda. hlm. 27. ISBN978-602-6784-91-9.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Kasno (2018). Salsabila, Intan, ed. Filsafat Agama(PDF). Surabaya: Alpha. hlm. 29. ISBN978-602-6681-18-8.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Adnan, Gunawan. Gade, Syabuddin, ed. Filsafat Ilmu(PDF). Banda Aceh: Ar-Raniry Press. hlm. 81. ISBN978-623-7410-33-1. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2021-12-16. Diakses tanggal 2021-12-28.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Tumanggor, R. O., dan Sudaryanto, C. (2017). Sudibyo, Ganjar, ed. Pengantar Filsafat untuk Psikologi(PDF). Sleman: PT Kanisius. hlm. 85. ISBN978-979-21-5457-3.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)