Halaika adalah agama asli Suku Boti di pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Agama Halaika mengajarkan percaya terhadap adanya dua penguasa alam yaitu "Uis Pah" dan "Uis Neno". Uis Pah sebagai entitas yang mengatur, mengawasi, dan menjaga kehidupan alam semesta beserta isinya termasuk manusia. Sedangkan Uis Neno sebagai penguasa alam baka yang akan menentukan seseorang bisa masuk surga atau neraka berdasarkan perbuatannya di dunia. Tempat ibadah dan ritual keagamaan Halaika disebut "fainmate".[1][2]
Suku Boti sangat menghormati alam karena mereka hidup dari alam yang telah dilindungi oleh "Uis Pah". Suku Boti yang menganut agama Halaika berpandangan bahwa manusia harus bersahabat dengan alam karena alamlah yang menyediakan makanan dan minuman. Karena itulah pepohonan tidak boleh ditebang sembarangan, bahan pangan tidak boleh dipanen sebelum waktunya, bahkan rambut mereka pun tidak boleh dicukur. Alat dapur mereka pun terbuta dari bahan alam, misalnya piring, sendok, dan gelas yang mereka pakai pun terbuat dari tempurung kelapa.
Dalam kehidupan sosial misalnya, seorang suku Boti yang mencuri pisang tidak dihukum, namun warga sekitar malah menanam pohon pisang di sekitar rumah si pencuri. Hal tersebut dilakukan atas asumsi bahwa yang mencuri pisang tersebut sangat membutuhkan pisang untuk makan.
Agama Halaika mengagungkan 4 nilai-nilai dasar yang disebut dengan Ha’ kae (empat larangan) sebagai acuan atau rujukan dalam kehidupan bermasyarakat Suku Boti. Keempat larangan ini merupakan artikulasi dari pandangan hidup suku Boti mengenai tindak-tanduk yang harus mereka lakukan dan bagaimana cara menjadi manusia sebaik-baiknya. Keempat larangan tersebut antara lain: • Kaes mu bak artinya penganut agama Halaika dilarang mencuri. • Kais mam paisa artinya penganut agama Halaika dilarang berhubungan badan sebelum menikah dan dilarang merampas pasangan orang lain. • Kaes teun tua artinya penganut agama Halaika dilarang meminum minuman keras/beralkohol. • Kaes heot heo artinya penganut agama Halaika dilarang memetik bijol atau biola tradisional khas orang Timor, memetik buah kusambi (kaes hupu sapi), dan memotong bambu (kaes oet o’) bila waktu untuk memanen belum tiba.
Ciri-ciri penganut agama Halaika
Mengasihi sesama manusia atau dalam bahasa Dawan disebut Lais manekat menjadi perwujudan dari nilai-nilai ajaran Halaika dalam kehidupan suku Boti. Menjaga perbuatan dan tindakan agar tidak menyinggung dan melukai hati orang lain merupakan bentuk kasih sayang mereka. Adapun nilai-nilai yang dianggap baik bagi kaum Boti adalah menjadi penganut Halaika yang baik. Ciri-ciri dari seorang penganut Halaika yang baik, dan taat adalah: • Berkonde bagi pria dewasa dan menyanggul rambut bagi kaum perempuan. • Memakai soit pada setiap ikatan rambut yang disanggul/dikonde. • Semua pria dewasa memakai selimut berlapis. Lapisan pertama disebut mau pinaf (selendang pembungkus bagian dalam) dan lapisan kedua sebagai selendang luar (mau fafof). Pada kaum perempuan, mengenakan sarung juga dengan dua lapis: lapisan pertama adalah sarung tenunan (tais), dan lapisan kedua berupa selendang kain (lipa). • Selalu membawa saku sirih pinang (alu’ mama untuk laki-laki, oko’ sloi untuk perempuan) ke mana pun bepergian. • Menaati pantangan-pantangan atau larangan sebagai penganut Halaika. • Tidak menggunakan alas kaki. • Berbicara dengan sangat sopan. Selalu menghargai orang lain sebagai yang mulia dan patut dihormati. • Harus bisa menenun bagi setiap perempuan dewasa.